KAJIAN RUTIN KITAB
NASHAIH AL-IBAD
TERHADAP
PENINGKATAN KUALITAS KEAGAMAAN MASYARAKAT
RUNGKUT KIDUL SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD BAIHAQI
NIM.D01211020
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
MUHAMMAD BAIHAQI; 2016; “Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad Terhadap Peningkatan Kualitas Keagamaan Masyarakat Rungkut Kidul Surabaya” Jurusan
Pendidikan Islam Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan AmpelSurabaya. Dosen Dr. H. Syamsuddin, M.Ag.
Pendidikan merupakan salah satu sector yang paling penting dalam pembangunan nasional dan menjadi andalan utama yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia, dimana iman dan taqwa kepada Allah Swt menjadi sumber motivasi disegala bidang. Kajian rutin kitab nashaih al-ibad merupakan sarana meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Swt serta memperdalam pengetahuan atau ilmu tentang agama islam, sehingga mendapatkan pengetahuan yang bermanfaát untuk mengenal ciptaan dan kebesaran Allah, sehingga kemudian mendorong manusia untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dengan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji dan membersihkan diri dari akhlak yang tercela dalam bahasa kaum sufi dikenal dengan istilah tahliyah dan takhliyah. Skripsi ini dalam penelitiannya bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah “ Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad Terhadap Peningkatan Kualitas Keagamaan Masyarakat Rungkut Kidul Surabaya.”
Penelitian yang dilakukan peneliti kali ini menggunakan pendekatan fenomenologis. fenomenologi memiliki dua makna, sebagai filsafat sains dan sebagai metode penelitian. Sedangkan jenis penelitian yang diteliti kali ini merupakan penelitian kualitatif interaktif, yaitu studi yang mendalam dengan menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari subjek dalam lingkungan alamiahnya. Peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena bagaimana orang mencari makna daripadanya. Jenis strategi penelitian yang digunakan peneliti sepanjang penelitiannya adalah strategi studi lapangan kualitatif. Yaitu metode spesifik yang diterapkan peneliti seperti pengumpulan data dalam bentuk kualitatif melalui observasi partisipan secara mendalam di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, subyek penelitiannya adalah seluruh jama’ah putra dan putri yang berjumlah 50 orang. Sedangkan objek penelitian atau latar penelitian terletak di mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya. Teknik pengumpulan datanya menggunakan angket (Questioennaire) yang telah ditry-outkan untuk diuji validitas dan reliabilitas, serta menggunakan wawancara kualitatif terstruktur. Sedangkan teknis analisis data yang digunakan adalah teknik analisis taksonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara aktualisasi kajian rutin kitab nashaih al-ibad terhadap peningkatan kualitas keagamaan jama’ah di mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... ii
NOTA PEMBIMBING ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... ixi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Penelitian Terdahulu ... 8
F. Definisi Operasional ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad ... 12
1. Pengertian Kajian rutin ... 12
2. Pengertian Kitab Nashaih Al-Ibad ... 16
B. Isi Kitab Nashaih Al-Ibad ... 18
1. Pengertian Akhlak dan Ilmu Akhlak ... 18
2. Tujuan Mempelajari Ilmu Akhlak ... 22
3. Urgensi Akhlak Dalam Islam ... 23
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 27
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 29
1. Subjek Penelitian ... 29
2. Objek Penelitian ... 29
C. Tahap-Tahap Penelitian ... 30
1. Tahap Pra Lapangan ... 32
2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 33
3. Memasuki Lokasi Penelitian ... 33
4. Berpartisipasi Sambil Mengumpulkan Data ... 34
D. Sumber dan Jenis Data ... 35
E. Teknik Pengumpulan Data ... 37
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad ... 47
1. Pelaksanaan Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad di Mushalla
Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya ... 4 7 2. Tujuan Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad ... 4 9
3. Data Kitab Nashaih Al-Ibad ... 5 0
B. Peningkatan Kualitas Keagamaan ... 71 C. Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad Terhadap Peningkatan Kualitas
Keagamaan Masyarakat Rungkut Kidul Surabaya ... 78 D. Temuan Hasil Penelitian ... 82
BAB V PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ... 84
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ... 9 1 B. Saran-Saran ... 9 3 C. Penutup ... 9 4
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
[image:11.595.133.492.254.557.2]
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Agama merupakan bagian integral dari system pendidikan nasional, dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003, pasal 37 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selain jalur pendidikan formal, dalam jalur pendidikan non formal pun pendidikan agama diakui eksistensinya, seperti dalam UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, lembaga pendidikan ini diakui dan dapat dilaksanakan pada jalur pendidikan non formal (pesantren, madrasah diniyah) dan dalam jalur pendidikan in-formal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Bab I pasal 1 ayat 11-13).1
Dapat dikatakan pula bahwa, pendidikan merupakan salah satu sector yang paling penting dalam pembangunan nasional dan menjadi andalan utama yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat Indonesia, dimana iman dan taqwa kepada Allah Swt menjadi sumber motivasi disegala bidang.2
Salah satu tanggung jawab yang diemban oleh para guru dalam pendidikan adalah mendidik dengan akhlak yang mulia yang jauh dari kejahatan dan kehinaan. Umat pun memerlukan pendalaman dan nilai-nilai norma dan akhlak ke dalam jiwa mereka. Di samping pendalaman akhlak juga umat memerlukan ketentraman jiwa, selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT,
Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.3 Tugas guru secara umum adalah sebagai “warasat
al-anbiya”,yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-alamin,
yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.4
Selain itu tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqarrub kepada
Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik sebagai berikut : Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi
sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua,
fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia5
Sedangkan secara khusus sebagai berikut : Pertama, sebagai
pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan. Kedua, sebagai pendidik (educator) yang
mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian
insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Ketiga
sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang yang dilakukan itu6
Usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui kementerian agama dalam rangka meningkatkan kualitas keagamaan antara lain melalui penerbitan kitab suci dan digitalisasi naskah, bantuan kegiatan keagamaan, peningkatan kualitas bimbingan, dan konsultasi keagamaan, penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan, penyelenggaraan berbagai lomba keagamaan, seperti MTQ (Musabaqah Tilawatil Qurán), penjelasan secara mendalam (tahqiq) buku-buku keagamaan, pentashihan
5Abdurrahman An-Nahlawi. Lingkungan Pendidikan Islam, Rumah, Sekolah dan Masyarakat. (Bairut : Dar al-Fikr al-Ma’asyir, 1983), cet Ke-2, h. 41.
Mushaf Al-Qur’an, pemanfaatan media massa, cetak, dan elektronik sebagai wahana pembinaan umat, pengembangan sistem informasi keagamaan; peningkatan pembinaan keluarga sejahtera, serta bantuan rehabilitasi dan pembangunan untuk 4.487 unit rumah ibadah (masjid).
Sedangkan usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas keagamaan di Rungkut Kidul Surabaya yang bertempat di mushalla baiturrahman antara lain mengadakan hadrah
al-banjari, istighasah, peringatan isra’mi’raj, peringatan maulid nabi, Tadarrus Al-Qur’an, dan kajian rutin kitab nashaih al-ibad .7
Kajian rutin merupakan sarana memperdalam pengetahuan atau ilmu tentang agama islam, sehingga mendapatkan pengetahuan yang bermanfaát untuk mengenal ciptaan dan kebesaran Allah, sehingga kemudian mendorong manusia untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dengan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji dan membersihkan diri dari akhlak yang tercela dalam bahasa kaum sufi dikenal dengan istilah
tahliyah dan takhliyah.
Mengenai pentingnya menuntut ilmu Allah SWT telah berfirman dalam kitab suci Al-Qur’an surat Al-Mujadilah QS: 58: 11
7 Choirul Anam, Pengurus Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya, wawancara
...
ِﺬﱠاﺴو
ْ ُ ِْ
اﻮُﺴآ
ﺴ ِﺬﱠا
ُﱠﻪا
ِﺴْﺮﺴـ
تﺎﺴﺟﺴرﺴد
ﺴِْْا
اﻮُوُأ
ﺴ
ﺴ ْﺴـ
ﺎﺴِﲟ
ُﱠﻪاﺴو
ﺴنﻮُ
ﺲﲑِﺒﺴﺧ
Artinya : "Niscaya Allah akan menaikkan derajat orang yang beriman, dan yang diberi pengetahuan diantara kamu. Dan Allah Maha tahu terhadap apa yang kamu lakukan .” (Al-Mujadilah:11)
Hadith-hadith terdahulu dan semisalnya menjelaskan bahwa Pentingnya menuntut ilmu pengetahuan. Sabda Nabi SAW:
لﺎﻗ
ﻪ
ﷲ
ر
أ
و
ﻪ
ﷲ
ﻰ ﺻ
ﱯ ا
:
ﻃ"
ﺐ
ا
ﻰ
ﺔ ﺮ
،
ﺊﺷ
ﻪ
ﺮ ﻐ
، ا
ﺐ ﺎﻃ
نإو
ﱴ
نﺎ ﳊا
ﺮ ﺒ ا
ﰲ
"
Artinya : Dari Anas ra. Rasullah SAW bersabda : menuntut Ilmu itu sangat fardhu bagi setiap muslim. Orang yang menuntut ilmu itu dimohonkan ampunan baginya oleh semua makhluk hingga ikan-ikan yang ada di laut”8
Kemudian terlepas dari hukum wajib menuntut ‘ilmu, peneliti tidak akan membahas tersebut akan tetapi penulis mencoba meneliti kajian rutin dengan peningkatan kualitas keagamaan.
Semenjak zaman Nabi hingga sekarang, berlangsunglah ketika itu difusi antar masyarakat. Jadi yang mula-mula islam itu adalah pribadi – pribadi. Setelah cukup banyak pribadi islam di suatu tempat, masjid didirikan, berpangkal dari masjid inilah pribadi-pribadi islam itu dibina
menjadi masyarakat islam9. Masyarakat yang dimaksud peneliti disini
adalah masyarakat islam pada umumnya dan khususnya yang ada di kelurahan Rungkut kidul Surabaya. Tepatnya jamaáh kajian rutin kitab
nashaih al-ibad di mushalla baiturrahman dalam kaitannya terhadap kajian
rutin kitab nashaih al-ibad, sebagai wujud dari percontohan perbuatan atau
tindakan nabi dalam pembentukan masyarakat yang dimulai sejak didirikannya masjid pertama yakni masjid Quba di Yatsrib. Di masjid tersebut Nabi bersama-sama dengan kaum muhajirin dan anshar menjadikan masjid sebagai lembaga pusat kajian ilmu dan Nabi pun ditanya tentang ajaran islam di masjid.
Dalam penelitian kali ini peneliti melakukan penelitian yang bertempat di Musholla Baiturrahman dimana kajian rutin seriap hari Jumát malam ba’da maghrib dilaksanakan di tempat tersebut. Kegiatan tersebut merupakan usaha untuk meningkatkatkan kualitas keagamaan jama’ahnya yaitu masyarakat Rungkut kidul Surabaya.
Berpijak dari uraian yang tertera diatas timbul keinginan penulis untuk mengkaji lebih dalam mengenai persoalan tersebut dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “ Kajian Rutin Kitab
Nashaih Al-Ibad Terhadap Peningkatan Kualitas Keagamaan Masyarakat
Rungkut Kidul Surabaya”.
9 Sidi Gazalba, Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, (Jakarta : PT
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas untuk dapat memfokuskan pembahasan kiranya perlu di ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pelaksanaan kajian rutin kitab nashaih al-ibad di
Rungkut Kidul Surabaya?
2. Bagaimana kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya sebelum dan sesudah kajian rutin kitab nashaih al-ibad
di terapkan?
3. Adakah peningkatan kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya setelah mengikuti kajian rutin kitab nashaih
al-ibad?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan kajian rutin kitab
nashaih al-ibad di Rungkut Kidul Surabaya.
2. Mengetahui kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya sebelum dan sesudah kajian rutin kitab nashaih al-ibad
3. Mengetahui ada tidaknya peningkatan kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya setelah mengikuti kajian rutin kitab nashaih al-ibad.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Memperoleh informasi obyektif secara konkret tentang kondisi Kegiatan mengenai pelaksanaan kajian rutin kitab nashaih al-ibad
terhadap peningkatan kualitas keagamaan . 2. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan yang lebih matang dalam menambah wawasan dalam bidang penelitian, sehingga dapat di jadikan sebagai latihan dan pengalamaan teknik-teknik yang baik khususnya dalam membuat karya tulis ilmiah, juga sebagai kontribusi nyata bagi dunia pendidikan.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini pada dasarnya bukan penelitian yang benar-benar baru. Sebelum ini banyak yang telah mengkaji objek penelitian tentang kajian dan kualitas keagamaan. Oleh karena itu, penulisan dan penekanan skripsi ini harus berbeda dengan skripsi yang telah dibuat sebelumnya.
Adapun penelitian terdahulu (prior research) adalah sebagai
“ Studi Tentang Partisipasi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Keagamaan Masyarakat Di Dusun Bunton Desa Turirejo Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik”.
“ Pengaruh Pengajian Kitab Al-Hikam Terhadap Penguatan Kecerdasan Spiritual Pada Jama’ah Hikam di Masjid Bumi Damai Al-Muhibbin Tambakberas Jombang”.
“ Upaya Pesantren Dalam Meningkatkan Kualitas Keagamaan Masyarakat : Studi Kasus Di Pesantren Al-Jihad Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya”. ..
F. Definisi Operasional
Untuk memfokuskan penelitian ini, maka perlu kiranya peneliti menjelaskan pengertian yang terkandung dalam judul, yaitu:
1. Kajian berasal dari kata “kaji” yang berarti pelajaran terutama dalam hal keagamaan.10 Dan menurut Kamus Ilmiah Populer,
kajian bermakna telaah, mempelajari dan analisa.11 Sedangkan
rutin bermakna sehari-hari atau kebiasaan.12 Maka kajian rutin
dapat diartikan telaah dalam hal keagamaan yang dilakukan dalam waktu kebiasaan tertentu.
10 Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Karya Abditama, 2001),
h. 215
11 Pius Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola,
2001), h. 301
2. Kitab Nashaih al-Ibad adalah kitab syarah al-Munabbiĥâtu ‘ala
al-Isti’dâd li yaum al-Ma’âd karangan Syaikh Muhammad Nawawi
al-Jawi al-Bantani. Kitab Ini diajarkan di hampir setiap madrasah dan pondok pesantren di seluruh Indonesia. Di dalamnya memuat ratusan nasehat-nasehat yang sangat dalam dan menyentuh ke akar kehidupan. Sehingga kitab ini diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi manusia dalam beretika , bergaul dan berhubungan baik dengan Allah dan sesama makhluk. Kitab ini memusatkan pembahasannya kepada adab-adab berperilaku. Dan seringkali dijadikan sebagai karya pengantar mengenai akhlak bagi para santri yang lebih muda.13
3. Kualitas Keagamaan Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menaikkan tingkat kesadaran beragama sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan sebuah aturan tertentu14
G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:
Pendahuluan berada pada bab satu yang memuat: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.
13 Martin Van Bruinnessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, Tradisi –Tradisi Islam Di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1999), Cet ke-3 h. 59.
Kajian Pustaka berada pada bab dua yang memuat tentang : pengertian kajian rutin, pengertian kitab nashaih al-ibad, dan isi kitab
nashaih al-ibad.
Metode penilitian berada pada bab tiga yang memuat tentang pendekatan dan jenis penelitian, subjek dan objek penelitian, tahap-tahap penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Pada bab. empat paparan data dan temuan penelitian. pertama
tinjauan tentang kajian rutin kitab nashaih al-ibad di Mushalla
Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya, yang meliputi pelaksanaan kajian rutin kitab nashaih al-ibad di Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul
Surabaya. Kemudian tujuan kajian rutin kitab nashaih al-ibad di Mushalla
Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya, dan terakhir meliputi data-data Kitab nashaih al-ibad Kedua: tinjauan tentang peningkatan kualitas
keagamaan, Ketiga: Kajian rutin kitab nashaih al-ibad terhadap
peningkatan kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya. Pembahasan hasil penelitian berada pada bab lima yang memuat tentang sejumlah analisis terkait.
Penutup berada pada bab enam yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad
1. Pengertian Kajian Rutin
Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia, kajian berasal berasal dari
kata “kaji” yang berarti pelajaran terutama dalam hal keagamaan.13 Dan
menurut Kamus Ilmiah Populer, kajian bermakna telaah, mempelajari dan
analisa.14 Sedangkan rutin bermakna sehari-hari atau kebiasaan.15 Maka kajian
rutin dapat diartikan telaah dalam hal keagamaan yang dilakukan dalam
waktu kebiasaan tertentu.
Jika dirunut ke belakang, dalam sejarahnya yang panjang, kajian
Islam (Islamic Studies) di indonesia sebenarnya bukanlah tumbuh dan
berkembang dari realitas historis yang kosong; ia hadir secara kronologis
dalam konteks ruang dan waktu yang jelas, sebagai respon sejarah atas
sejumlah persoalan keagamaan yang dialami umat Islam di negeri ini. Secara
substantif, kajian Islam sebenarnya sudah dimulai semenjak agama ini datang
ke Indonesia pada abad ke 13 dan mencapai momentum spiritualnya pada
abad ke 17. Kajian keislaman di masa-masa ini diwarnai oleh proses
13 Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Karya Abditama, 2001),
h. 215
14 Pius Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola,
2001), h. 301
13
transformasi nilai keagamaan secara besar-besaran yang dilakukan oleh para
pemimpin sufi dan ‘ulama’, terutama di lembaga-lembaga pendidikan
tradisional seperti pesantren.16 Proses transformasi keislaman ini berlangsung
hingga Indonesia memproklamasikan hari kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945, saat mana bangsa Indonesia dituntut untuk mulai memikirkan
dan membenahi proses pelembagaan di segala sektor kehidupan bangsa, tidak
terkecuali sektor kehidupan keagamaan sebagai elemen penting, karena
bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat religius.
Proses transformasi keislaman pada masa-masa ini tidak bisa
dilepaskan dari peran para ‘ulama dan tokoh-tokoh pemimpin gerakan sufi
karena diakui terdapat keterkaitan historis yang sangat ekstensif antara umat
Islam di Indonesia dengan para ‘ulama di Jazirah Arab seperti Makkah dan
Madinah, belakangan Kairo.17 Hubungan keagamaan yang sudah sedemikian
established diantara kedua komunitas Muslim ini pada gilirannya
menciptakan sebuah iklim intellectual exchanges yang relatif dinamis dan
dialektis antar mereka. Daratan Jazirah Arab selanjutnya dikenal sebagai oase
subur yang memproduksi karya-karya intelektual keislaman yang dikomsumsi
oleh masyarakat Muslim Indonesia. Proses transmisi epistemologis ini
berlangsung melalui beragam cara, baik langsung maupun tidak langsung,
mulai dari diseminasi hasil karya-karya intelektual ‘ulama Timur Tengah di
16 Syamsun Niám, “Menimbang Kembali Pendekatan Kajian Keislaman di Perguruan
Tinggi Agama Islam”, Al-Tahrir, XI, 2 (November, 2011), h. 357
14
banyak lembaga pesantren maupun pengiriman generasi muda Islam yang
ingin memperdalam ilmu agamanya ke negara-negara di wilayah ini.18
Sekalipun Indonesia memiliki kedekatan hubungan intelektual
dengan tradisi keagamaan di Arab, terutama Makkah dan Madinah, itu tidak
berarti bahwa Islam Indonesia bisa dikatakan sebagai sekadar replika Islam
Arab. Proses transmisi keislaman dari tradisi intelektual Arab ke tradisi
intelektual Indonesia berlangsung dalam pola yang sangat dinamis, unik, dan
kompleks, disesuaikan dengan kosmologi keagamaan domestik, sehingga
wajah islam yang berkembang di Indonesia dalam banyak hal bisa berbeda
dari wajah Islam “asli” Timur Tengah. Sekalipun demikian, Islam Indonesia
tidak serta merta dianggap sebagai Islam pinggiran (peripheral Islam) seperti
yang diklaim oleh Geertz.19 Pencitraan terhadap Islam Indonesia yang
reduktif dan distortif ini bahkan telah dimentahkan oleh Woodward,20
Ricklefs, dan Hefner yang tetap memandang Islam di negeri ini sebagai
varian keagamaan yang tidak tercerabut dari akar-akar sebagaimana yang
diucapkan Fazlur Rahman dengan istilah “Islam normatif”.21 Persoalan wajah
Islam Indonesia yang berbeda dari wajah Islam Timur Tengah dikatakan
mereka hanya pada dataran kultural historis semata akibat proses adaptasi,
18 Syamsun Ni’am, “Menimbang Kembali Pendekatan Kajian Keislaman di Perguruan
Tinggi Agama Islam”, Al-Tahrir, XI, 2 (November, 2011), h. 358
19 Ibid., 358
20 Mark R. Woodward, Islam in Java, Normative Piety and Mysticism In The Sultanate of
Yogyakarta, (Tucson: The University of Arizona Press, 1989).
15
asimilasi, dan akulturasi dalam jangka waktu yang relatif panjang, bukan
pada dataran substantif doktrinalnya.
Sebagai bukti bahwa proses transmisi keislaman di Indonesia
berlangsung secara unik dan kompleks bisa dijustifikasi melalui proses
belajar mengajar yang berlangsung di lembaga pesantren yang mengambil
bentuk dan modus operandi cukup unik.22 Di daratan Arab sendiri tidak
ditemui padanan istilah pesantren yang secara terminologis berarti tempat
berlangsungnya proses belajar mengajar antara kiai dan santri di sebuah
asrama bersama antara mereka. Istilah santri sendiri bukan berasal dari bahasa
Arab, melainkan berasal dari bahasa Jawa kuno (Pallawa), cantrik, yang
berarti murid atau siswa yang sedang menuntut ilmu-ilmu kerohanian.
Pengadopsian khasanah budaya domestik ini menjadi legitimasi betapa Islam
Indonesia sarat dengan muatan-muatan material non Islam yang tidak bisa
dijumpai di negara asalnya, yaitu Arab. Keunikan di tingkat budaya ini
menjadi penguat proses pelembagaan kajian keislaman di wilayah non –Arab
seperti Indonesia.
Keunikan lain yang bisa dijumpai dari fenomena pesantren adalah
digunakannya bahasa “Arab pegon” (Arab Jawi), yakni gabungan antara
bahasa jawa yang ditulis dengan karakter huruf Arab sebagai sarana
memahami sejumlah teks-teks kitab kuning yang berbahasa Arab. Bahkan
bahasa Arab pegon ini tidak saja digunakan di lembaga-lembaga pesantren di
16
Indonesia, tetapi juga digunakan di dunia Melayu (kini Malaysia, Pattani, dan
Brunei Darussalam).23
Proses pelembagaan kajian Islam dalam pesantren terus berlangsung
seiring dengan terjadinya proses transformasi dan modernisasi lembaga
tradisional ini.24 Proses transformasi dan modernisasi ini terjadi ketika
kolonial Belanda memperkenalkan sistem pendidikan sekolah kepada
masyarakat pribumi yang dampaknya dirasakan oleh pesantren melalui
penyelenggaraan sistem pembelajaran kelas (classical). Sebagai akibat dari
penyelenggaraan pembelajaran model ini, maka berdirilah sekolah-sekolah
(madrasah) di lingkungan pesantren yang hanya mengajarkan materi
pendidikan agama klasik yang meliputi fiqh, tasawuf, etika Islam (akhlak),
dan lain sebagainya.
2. Pengertian kitab Nashaih Al-ibad
Kitab Nashaih Al-Ibad merupakan salah satu karya dari Nawawi
Banten. Kitab Ini merupakan Syarah atas karya Ibn Hajar Al-Asqalani, yaitu
Munabbihatu ‘Ala al- isti’dadi li yaumi al- ma’ad. Kitab ini memusatkan
pembahasannya kepada adab-adab berperilaku. Dan seringkali dijadikan
sebagai karya pengantar mengenai akhlak bagi para santri yang lebih muda.25
23 Anthony Reid (ed), The Making of an Islamic Political Discourse in Southeast Asia,
(Centre of Southeast Asian Studies : Monash University, 1993), h. 4
24 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta : LkiS, 2001), h. 48. 25 Martin Van Bruinnessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, Tradisi –Tradisi Islam
17
Kitab Nashaih Al- Ibad juga merupakan kitab yang dikaji di banyak
pesantren di berbagai wilayah di Indonesia. Nashaih Al- Ibad berarti
nasihat-nasihat bagi para hamba, adalah kitab karya Syeikh Muhammad Nawawi bin
Umar jawi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Nawawi
Al-Bantani Rahimahullah (ra). Kitab ini berisikan ucapan Nabi Muhammad
sollallahu ’alaihi wasallam dan ucapan para sahabat radliallahu ’anhum, dan
ucapan para ’ulama dan sholihin.
Dalam mukadimahnya, syekh Nawawi ra menyebutkan bahwa kitab
Nashaih al-Ibad ini adalah sebuah kitab syarah (penjelas) yang disiapkan
beliau untuk menjelaskan sebuah kitab yang berisi berbagai nashihat, yaitu
kitab Munabbihatu ‘Ala al- isti’dadi li yaumi al- ma’ad, karangan
Al’Allamah Al-Hafidz Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Muhammad
bin Ahmad As-Syafi’i, seorang ulama yang termasyhur dengan gelar Ibn
Hajar Al-Asqalani, kemudian Al-Mishri.
Kitab Nashaih Al-Ibad ini sangat populer dikalangan seluruh penjuru
Islam, baik di Timur Tengah, Asia dan Afrika. Di Indonesia sendiri kitab ini
merupakan buku rujukan di kalangan madrasah diniah dan pesantren, yang
disusun oleh Syeikh Imam Nawawi Banten (1813-1897), seorang ulama besar
dari Banten yang pernah menjadi Imam Besar Masjidil Haram.
Karya-karyanya banyak yang menjadi rujukan di Universitas Al-Azhar, Kairo,
Mesir. Tak heran jika beliau mendapat Julukan sebagai “Bapak Kitab Kuning
18
Sedangkan isi dari kitab nashaih al-ibad akan penulis cantumkan
dalam uraian selanjutnya.
B. Isi Kitab Nashaih Al-Ibad
Pada dasarnya isi kitab nashaih al-ibad adalah berisikan tentang
tutur kata-tutur kata yang baik yang berkenaan dengan akhlak yang mulia
yang bersumberkan dari ucapan Nabi Muhammad SAW, kemudian juga
berisikan ucapan para sahabat Nabi dan ucapan para ulama’ terkait dengan
keutamaan -keutamaan berakhlak al-kariimah.
Karena isi kitab nashaih al-ibad berkaitan dengan akhlak maka
peneliti akan mentashawurkan tentang pengertian dari akhlak dan ilmu akhlak
terlebih dahulu dengan tujuan memudahkan dalam memahami substansi dan
kandungan dari kitab nashaih al-ibad.
1. Pengertian akhlak dan ilmu akhlak
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab ( ﻼﺧﺍ) yang
merupakan bentuk jamak dari kata ﻠﺧ (khuluq) yang artinya : tabiat, budi
pekerti, kebiasaan, atau adat, keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, agama, dan
kemarahan (al-ghadab).26 Sementara itu, kalangan mufassir berpendapat
bahwa didalam al-Qur’an kata akhlak dalam bentuk jama’ tidak dijumpai.
Sebaliknya, yang ada hanyalah kata ﻠﺧ. Kata tersebut tercantum di dalam
surah al-Qalam yang isinya merupakan pujian kepada Nabi Muhammad saw.
Yang berakhlak sangat mulia, yaitu sebagai berikut :
19
و
ﻈ
ﻰ
ﺒ
Artinya : Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.27
Adapun makna akhlak secara terminologis, maka para ulama
memberikan definisi-definisi beragam sebagaimana dibawah ini:
Imam Al-ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:28
ﺒ
ﰲ
ﺔﺌ
ةرﺎ
ﺨ ﺒ
ﺮ و
ﺔﻮﻬ
لﺎ ﻷﺒ
رﺪ
ﺎﻬ
ﺔ ﺒر
ﺟﺎﺣ
ﲑ
ﺔؤرو
ﺮ
ﱃﺒ
ﺔ
Artinya : “Akhlak adalah sifat yang tertananm dalam jiwa (manusia) yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran ataupun pertimbangan”
Sementara itu, menurut Ahmad Amin, sosok pakar akhlak modern,
menyatakan sebagai berikut :
ﺒذﺐ
ةدﺒرﻷﺒ
نأ
ﲏ
ةدﺒرﻷﺒ
ةدﺎ
ﺒ
ﻬﻀ
ﺧﺮ
ﺎﺌ ﺷ
ﺎ ﺒ
ةﺎ ﺒ
ﺎ دﺎ
Artinya : “Sebagian ulama mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan, maksudnya, apabila kehendak itu sudah menjadi suatu kebiasaan maka itulah yang dinamakan akhlak”
Secara tekstual, definisi diatas tampak berbeda, akan tetapi memiliki
esensi makna yang tunggal dan sama. Kedua ulama diatas sependapat bahwa
akhlak adalah tindakan yang dilakukan manusia tanpa melalui pertimbangan
27 QS. Al-Qalam [68]:4
28 Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Mesir: Isa
20
tertentu sebelumnya, dan muncul menjadi suatu kebiasaan. Hal itu terjadi
karena cenderung dilakukan berulang-ulang dan mandiri tanpa ada paksaan
dari faktor luar diri manusia sebagai makhluk individual yang bebas
(memiliki free will dan free act.). Perbuatan yang menjelma menjadi perilaku
kebiasaan mencerminkan karakter pribadi manusia. Perilaku manusia
merupakan nilai kuaalitas manusia yang melekat dalam diri pribadinya
sebagai akibat pembiasaan-pembiasaan dan terimplementasikan pada bentuk
perilaku secara spontanitas, baik berupa perilaku terpuji maupun perilaku
tercela.
Jika dikaitkan pada konteks kehidupan sosial, maka terdapat
manusia yang berakhlak baik dan terdapat pula yang berakhlak buruk,
bergantung pada baik dan buruknya perbuatan yang dilkukan oleh mereka.
Berakhlak baik merupakan bekal mendasar yang harus dimiliki setiap
individu terkait dengan relasi sosial yang dibangunnya dalam sebuah
masyarakat. Tanpa bekal perilaku baik dari individu-individu, suatu
masyarakat akan mengalami disharmoni ataupun anomali-anomali yang akan
dijumpai dalam realita kehidupan komunitasnya, atau yang disebut sebagai
“patologi sosial”.29
Pengertian akhlak lebih tepat difokuskan pada substansinya bahwa
akhlak adalah sifat yang telah terpatri dan melekat dalam jiwa seorang
29 Hamzah Tualeka, et.al, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011),
21
manusia untuk melakukan perbuatan secara spontan dan mudah, tanpa
dipaksa atau dibuat-buat. Sementara, pengertian ilmu akhlak adalah lebih
mengacu pada seputar teori-teori yang berkaitan dengan pengetahuan tentang
baik atau buruknya suatu perbuatan dan perilaku manusia. Ilmu akhlak
merupakan seperangkat pengetahuan yang mempunyai metode tertentu untuk
mempelajari perilaku, tabiat atau perangai manusia, dengan tujuan untuk
menciptakan manusia agar menjadi individu-individu yang memiliki budi
pekerti baik dan luhur. Membangun masyarakat yang baik harus dimulai dari
bagaimana memperbaiki perilaku-perilaku individu secara maksimal dan
komperhensif. Untuk mewujudkan suatu bangsa yang besar dan berbudi
luhur pun harus dimulai dari pembentukan individu dalam konteks sosial
masyarakat yang memiliki komitment tinggi untuk berperilaku baik. Dalam
upaya ini, maka segala daya dan upaya senantiasa dikerahkan untuk
menciptakan manusia-manusia yang memiliki akhlak mulia atau perilaku
baik menuju terwujudnya suatu masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara secara baik dan mulia pula.
Persoalan akhlak yang dihadapi bangsa dewasa ini bukan persoalan
individual, tetapi merupakan persoalan umat, sehingga yang layak
bertanggung jawab adalah institusi keluarga, karena merupakan bagian dari
struktur masyarakat terkecil, bangsa, dan negara secara luas. Dalam konteks
ini, maka negara menyediakan alokasi anggaran yang besar untuk
22
pendidikan nasional. Karena pendidikan merupakan salah satu media yang
efektif untuk memberi pencerahan dan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan baik-buruk perbuatan, yakni pendidikan sebagai lahan dan sarana
dalam pengembangan ilmu akhlak. Para generasi penerus bangsa diharapkan
mampu memilah dan memilih antara perilku baik dan buruk, mengingat
ditangan generasi mendatanglah masa depan bangsa ini dipertaruhkan.30
2. Tujuan mempelajari ilmu Akhlak
Dengan mengetahui seluk beluk yang terkait dengan akhlak, maka
manusia akan menggapai kehidupan bahagia, baik di dunia maupun di
akhirat kelak. Kebahagiaan hidup ini pasti tercapai manakala akhlak baik
terpancar dalam jiwanya, inilah yang menjadi tujuan manusia dalam
mempelajari ilmu-ilmu akhlak. Akhlakul kariimah yang dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari akan membawa manusia pada ketenangan dan
kedamaian jiwa di bawah ridla Allah SWT. Mereka yang berakhlak baik
akan dicintai kawan dan disegani lawan, karena takwa selalu menjadi
pakaian orang-orang yang berakhlak mulia ini. Mengenai rezeki pun tidak
perlu dikhawatirkan, karena Allah telah berjanji akan melapangkan rezeki
bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam
kitab suci Al-Qur’an:
23
ْ ﺴﺴو
)
ﺎًﺟﺴﺮْﺴﳐ
ُﺴ
ْ ﺴْﺴ
ﺴﱠﻪﺒ
ِﱠﺴـ
ْ ﱠﺴﻮﺴـﺴـ
ْ ﺴﺴو
ُ ِ ﺴْﺴ
ﺴ
ُﺚْﺴﺣ
ْ ِ
ُُْزْﺮﺴـﺴو
(
)
ﺒًرْﺪﺴ
ﺳءْ ﺴﺷ
ُِِّ
ُﱠﻪﺒ
ﺴ ﺴ ﺴﺟ
ْﺪﺴ
ِِﺮْﺴأ
ُِﺴ
ﺴﱠﻪﺒ
ﱠنِﺐ
ُُْ ﺴﺣ
ﺴﻮُﻬﺴـ
ِﱠﻪﺒ
ﻰﺴﺴ
(
Artinya : “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberinya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”31
3. Urgensi Akhlak dalam Islam
Akhlak baik atau budi pekerti luhur merupakan hal yang sangat
penting dalam ajaran agama Islam. Buktinya, kehadiran al-Qur’an sebagai
rujukan utama manusia baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, maupun
dengan sesama makhluk-Nya, banyak memberikan pedoman tentang masalah
akhlak ini. Akhlak terpuji merupakan perhiasan hidup di dunia. Al-Qur’an
dan Sunnah/hadith Nabi telah memberikan perhatian yang luar biasa terkait
dengan perilaku manusia ini. Hadith atau sunnah Nabi adalah terjemahan dari
kandungan Al-Qur’an dalam bentuk yang lebih detail, rinci, dan nyata.
Karena seluruh tindakan, perkataan, dan ketentuan Nabi yang terangkum
didalam hadith dan sunnahnya adalah selalu selaras dan sejalan dengan kitab
suci al-Qur’an, mengingat semua yang datang dari Nabi bersifat wahyu,
mengingat nabi termasuk manusia yang ma’shum, sehingga ketika Nabi
Khilaf langsung mendapat teguran dari Allah SWT.
24
Sebagai seorang Muslim, teladan yang sangat penting untuk
dijadikan sebagai panutan dalam pribadi dan akhlak sehari-hari adalah Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena itu, Allah SWT telah mengapresiasi
ketinggian akhlak atau budi pekerti Nabi Muhammad dengan memberi
pujian, sebagaimana yang tergambar di dalam ayat al-Qur’an berikut:
ﺴﺮ ِﺴْﺒ
ﺴمْﻮﺴـْﺒﺴو
ﺴﱠﻪﺒ
ﻮُﺟْﺮﺴـ
ﺴنﺎﺴ
ْ ﺴِ
ﺲﺔﺴﺴ ﺴﺣ
ﺲةﺴﻮْ ُأ
ِﱠﻪﺒ
ِلﻮُ ﺴر
ِﰲ
ْ ُ ﺴ
ﺴنﺎﺴ
ْﺪﺴﺴ
ﺒًﲑِﺜﺴ
ﺴﱠﻪﺒ
ﺴﺮﺴﺴذﺴو
)
٨
(
Artinya : “Sesungguhnya telah ada dalam diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”32
Masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadith yang
memberikan pencerahan kepada ummat muslim, bahwa betapa kedudukan
akhlaq al-kariimah menempati posisi yang sangat signifikan dalam rangka
menggapai tugas mulia manusia selaku khalifah di muka bumi ini. Akhlak
mulia ini senantiasa relevan sepanjang kehidupan manusia dimana pun dan
kapan pun, menembus batas ruang dan waktu.33
Salah satu isi dari kitab nashaih al-ibad dalam bab yang ke dua yaitu
bersumber dari Sabda Nabi Muhammad SAW :
32 QS. Al-Ahzab [33]:21
33 Hamzah Tualeka, et.al, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011),
25
لﺎ
أ
و
ﷲ
ﻰ
ﱯ ﺒ
ﺎ ﻬ
ﻀ أ
ء ﺷ
نﺎ ﺣ
"
"
ﲔ
ﺒو
ﻪ
نﺎﳝﻷﺒ
Artinya : Dari Nabi SAW sesungguhnya beliau bersabda : dua perkara yang tidak ada yang lebih utama dari keduanya yaitu iman kepada Allah dan dan kemanfaatan bagi orang-orang islam
Yang di maksud kemanfaatan bagi orang –orang islam dalam kitab
nashaih al-ibad yaitu kemanfaatan baik berupa ucapan, kedudukan, harta,
maupun badan.34
Sedangkan dalam kitab nashaih al-ibad terdapat 10 BAB, yang akan
peneliti rinci sebagai berikut :
a. BAB yang pertama berisi mukadimah dari pengarang kitab.
b. BAB yang kedua berisi 33 Mauizah.
c. BAB yang ketiga berisi 55 Mauizah
d. BAB yang keempat berisi 37 Mauizah
e. BAB yang kelima berisi 27 Mauizah
f. BAB yang keenam berisi 17 Mauizah.
g. BAB yang ketujuh berisi 10 Mauizah.
h. BAB yang kedelapan berisi 5 Mauizah.
i. BAB yang kesembilan berisi 5 Mauizah.
j. BAB yang kesepuluh berisi 29 Mauizah.
34 Muhammad ibn Umar Nawawi al-Jawi al-Bantani, Nashaih Ibad, (Beirut : Dar
26
Jika didefinisikan nashaih al-ibad itu bermakna nasihat-nasihat bagi
para hamba Allah. Dimaksudkan agar para hamba Allah menjadi kuat
imannya dan lebih yakin terhadap ajaran Agama Islam serta memiliki akhlak
yang baik. Oleh karenanya kitab nashaih al-ibad ini menjadi sebuah karya
fenomenal yang menjadi rujukan banyak pondok pesantren dan madrasah di
berbagai penjuru nusantara, dikarenakan kitab tersebut berisikan tentang
berbagai macam sabda Nabi Muhammad SAW yang terkait dengan akhlak
yang mulia, serta berbagai macam ucapan para sahabat dan para orang-orang
sholih yang mengandung banyak sekali mutiara-mutiara hikmah dan
diharapkan bisa menjadi jalan untuk mendapatkan Ridla Allah Subhanahu Wa
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini guna mencapai tujuan yang
diharapkan diperlukan suatu metode yang tepat. Dengan demikian, maka
peneliti membuat suatu perencanaan dan langkah-langkah yang akan
ditempuh. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini dikatagorikan
dalam rencana penelitian. Rencana penelitian adalah desain atau strategi
yang mengatur latar (setting) penelitian agar peneliti memperoleh data
yang valid.35
Penelitian yang dilakukan peneliti kali ini menggunakan
pendekatan fenomenologis. fenomenologi memiliki dua makna, sebagai
filsafat sains dan sebagai metode penelitian. Studi fenomenologi ini
mencoba mencari arti pengalaman dalam kehidupan. Peneliti menghimpun
data berkenaan dengan konsep, pendapat, pendirian, sikap, penilaian, dan
pemberian makna terhadap situasi atau pengalaman dalam kehidupan.
Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah mencari atau menemukan
makna dari hal-hal yang esensial atau mendasar dari pengalaman hidup
tersebut. Fenomenologi merupakan strategi dalam penelitian kualitatif. Di
28
dalamnya, peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang
suatu fenomena tertentu. Memahami pengalaman-pengalaman hidup
manusia menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu metode penelitian
yang prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti mengkaji sejumlah
subjek dengan terlibat secara langsung dan relatif lama di dalamnya untuk
mengembangkan pola-pola dan relasi makna.36
Sedangkan jenis penelitian yang diteliti kali ini merupakan
penelitian kualitatif interaktif, yaitu studi yang mendalam dengan
menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari subjek dalam
lingkungan alamiahnya. Peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena
bagaimana orang mencari makna daripadanya. Jenis strategi penelitian
yang digunakan peneliti sepanjang penelitian adalah strategi studi
lapangan kualitatif. Yaitu metode spesifik yang diterapkan peneliti seperti
pengumpulan data melalui observasi.
Metode kualitatif ini digunakan berdasarkan beberapa
pertimbangan : Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah
apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode kualitatif
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antar peneliti dan informan;
ketiga metode kualitatif ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri
29
dengan latar penelitian dan mampu melakukan penajaman pola-pola nilai
yang dihadapi peneliti.37
B. Subjek Dan Objek Penelitian
1. Subjek penelitian
Subjek penelitian yang di maksud peneliti dalam hal ini adalah
jama’ah kajian rutin kitab nashaih al-ibad yang kesemuanya kurang lebih berjumlah 50 orang jama’ah, yang terdiri dari beberapa jama’ah laki-laki
dan beberapa perempuan yang kebanyakan adalah jama’ah ibu-ibu yasinan
di rungkut kidul surabaya. Mengenai keadaan atau latar belakang jamaah
kebanyakan para jama’ah kajian rutin kitab nashaih al-ibad mayoritas pegawai swasta. Sedangkan jama’ah perempuan kebanyakan adalah
berprofesi sebagai ibu rumah tangga.38 Untuk lebih jelasnya peneliti akan
mencantumkan dokumentasi photo para jamaah kajian rutin kitab nashaih
al-ibad yang terdiri dari jama’ah laki-laki dan perempuan dalam lampiran
di akhir skripsi.
2. Objek penelitian
Mushalla Baiturrahman yang bertempat di Rungkut Kidul Surabaya
merupakan objek penelitian yang difokuskan oleh peneliti. Terkait sejarah
berdirinya Mushalla Baiturrahman peneliti telah melakukan wawancara
37Ibid., h. 34
30
intensif dengan pengurus mushalla baiturrahman yang mana pada mulanya
mushalla tersebut didirikan oleh paman dari bapak Choirul Anam yang
bernama H. Abdurrahman pada tahun 1993 yang mana beliau bertempat
tinggal di daerah Rungkut Mejoyo, yang masih merupakan satu wilayah di
Kecamatan Rungkut Surabaya.39 Kemudian seiring berjalannya waktu
lambat laun pembangunan mushalla baiturrahman semakin baik untuk
lebih jelasnya peneliti akan memberikan hasil dokumentasi dari mushalla
baiturrahman dalam lampiran. Mengenai letak geografis mushalla
Baiturrahman akan peneliti cantumkan dalam uraian berikut yaitu berada
di kelurahan Rungkut Kidul, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya. Di
sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rungkut, di sebelah timur
berbatasan dengan pasar pahing Rungkut Kidul, sehingga letak mushalla
Baiturrahman sangat strategis. Disebelah selatan sekitar 200 meter terdapat
Mall besar yang menjadi pusat perbelanjaan masyarakat. Dan di sebelah
barat terdapat Masjid Al-Musthofa yang menjadi icon masyarakat Rungkut
kidul Surabaya.
C. Tahap-Tahap Penelitian
Berbagai upaya dalam mempelajari, memahami penelitian
kualitatif tidak bisa terlepas dari memahami dan mengenal tahap-tahap
penelitian kualitatif itu sendiri. Tahap-tahap penelitian kualitatif dengan
31
salah satu ciri pokoknya dimana peneliti itu sendiri menjadi instrumen
kunci penelitian. Khususnya dalam analisis data ciri khasnya sudah
dimulai sejak awal pengumpulan data. Hal itu yang amat berbeda dengan
penelitian pendekatan yang menggunakan eksperimen. Tahap-tahap
penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang keseluruhan
kegiatan penelitian mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan
data, analisis dan penafsiran data, sampai penulisan laporan.
Uraian tentang tahap-tahapan penelitian kualitatif ini bersumber
dari pandangan Bodgan (1972) yaitu tahapan : pra-lapangan, kegiatan
lapangan, dan analisis intensif. Sedangkan Krik dan Miller (1985)
menyatakan ada: intervensi, temuan, penafsiran, dan eksplanasi.
Disamping pandangan lofland menyatakan tahapan-tahapan sebagai
berikut: dimulai dari tempat peneliti berdomisili, menilai latar penelitian,
memasuki lapangan, berada di lokasi penelitian, mencatat dengan hati-hati,
memikirkan satuan, mengajukan pertanyaan, mengembangkan analisis,
dan menulis laporan40
Dari paparan diatas tahapan-tahapan penelitian kualitatif tersebut
disesuaikan dengan kepraktisan, kemampuan peneliti, serta mudah
dipahami. Selanjutnya, pentahapan tersebut terdiri dari tahap penelitian
32
secara umum dan tahap penelitian secara siklus, yang akan dipaparkan
sebagai berikut.
1. Tahap Pra Lapangan
Pada tahap pra lapangan ini ada beberapa kegiatan yang telah
dilakukan oleh penulis yaitu merancang penelitian yang telah peneliti tulis
di BAB I. Kemudian peneliti talah memilih lokasi penelitian yaitu
bertempat di Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya. Yang
ketiga peneliti telah mengurus perizinan penelitian yang akan peneliti
lampirkan di akhir halaman. Kemudian yang keempat peneliti telah
menjajaki dan menilai lokasi penelitian dengan cara mencari gambaran
umum tentang geografi, demografi, sejarah, tokoh-tokoh berpengaruh, dan
adat-istiadat kebiasaan masyarakat. Kelima peneliti telah mengadakan
persiapan Interview dengan tokoh masyarakat yang terkait dengan
penelitian. Krik dan Miller41 merumuskan beberapa segi terkait dengan
tahap invansi ini kedalam tiga aspek, yaitu : pertama, pemahaman atas petunjuk dan cara hidup masyarakat. Dalam hal tersebut peneliti telah
melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Rungkut Kidul
Surabaya, kedua, memahami pandangan hidup masyarakat. Sebagai bentuk partisipasi peneliti dalam hal tersebut, peneliti telah menggali
informasinya.
33
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap pekerjaan lapangan kali ini akan peneliti uraikan dalam
beberapa bagian. Yang pertama peneliti telah memahami latar penelitian
dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam mengadakan penelitian
terkait kajian rutin kitab nashaih al-ibad yang dilangsungkan di Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya. Peneliti memahami bahwa latar
penelitian yang dijadikan sebagai objek penelitian terletak di tempat yang
strategis sehingga peneliti tidak hanya mengandalkan pengamatan saja
akan tetapi juga mengadakan wawancara secara intensif dengan
tokoh-tokoh agama yang berpengaruh di lokasi setempat. Kemudian selama
melaksanakan penelitian, peneliti bersikap dan berpenampilan mengikuti
dan menyesuaikan dengan para jama’ah yang ikut serta dalam kajian rutin
kitab nashaih al-ibad agar dalam penelitian selaras dengan kebiasaan, adat, tata cara dan kultur latar penelitian. Yang Ketiga terkait pengenalan
hubungan peneliti di lapangan, peneliti aktif mengikuti kajian rutin kitab
nashaih al-ibad sehingga hubungan emosional dan kultural antara peneliti dan subjek yang diteliti dapat dikatakan cukup baik. Hal tersebut dapat di
buktikan dengan seringnya peneliti menggali data di latar penelitian.
Mengenai jumlah waktu penelitian peneliti menentukan dan membatasi
waktu dengan seefisien dan seefektif mungkin agar penelitian sesuai dan
tepat dengan target dan perencanaan yang di buat sebelumnya.
34
Tahap selanjutnya yakni memasuki lokasi penelitian. Peneliti akan
menjelaskan keakraban hubungan peneliti dengan para jama’ah. Dalam hal
penelitian kali ini peneliti sebut dengan istilah rapport. Rapport disini
adalah hubungan antara peneliti dengan subjek yang sudah melebur
sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.
Sedangkan bahasa yang digunakan selama berlangsungnya penelitian kali
ini adalah bahasa sehari-sehari dengan bahasa yang mudah di mengerti
oleh peneliti yakni bahasa jawa krama. Selanjutnya peranan peneliti adalah
sebagai partisipator yang juga mengadakan riset dalam penelitian yang
dilaksanakan di latar penelitian.
4. Berpartisipasi Sambil Mengumpulkan Data
Selama pengumpulan data, peneliti membatasi waktu penelitian
untuk efisiensi waktu, tenaga dan biaya, akan tetapi peneliti tetap aktif
berpartisipasi dalam lingkungan penelitian. Dan tak lupa peneliti juga aktif
mencatat data-data yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Alat
penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian kualitatif kali ini
adalah berupa catatan lapangan (Field Note). Catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti kali ini adalah catatan yang digunakan peneliti sewaktu
mengadakan pengamatan, wawancara, dan mengajukan questionnaire
kepada para jama’ah kajian rutin kitab nashaih al-ibad serta bentuk data lainnya seperti dokumen, laporan, gambar dan foto sebagai data
35
D. Sumber Dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif interaktif kali ini adalah
Subjek dari mana data dapat diperoleh. Yaitu jama’ah kajian rutin kitab
nashaih al-ibad yang terdiri dari jama’ah laki-laki dan beberapa jama’ah
ibu-ibu, serta tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh terhadap objek
penelitian.
Terkait sumber data, peneliti juga akan mengemukakan bagaimana
menjaga kerahasiaan sumber data. Antara lain peneliti mencantumkan
tulisan dengan kata-kata akan merahasiakan data tanpa diketahui seorang
pun dalam lembaran-lembaran kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti
sebelumnya kepada jama’ah. Selain itu, peneliti juga menjaga kerahasiaan
data di recorder.
Sedangkan sumber data dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan
menjadi empat jenis data yakni sumber data primer, sekunder, pustaka, dan
yang keempat adalah sumber data place.
1. Data Primer
Yakni sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan,
mulai wawancara atau jawaban tertulis berupa data base. Dalam
penelitian kali ini yang memberikan data adalah ketua dan pengurus
Mushalla Baiturrahman dan beberapa Jama’ah kajian rutin kitab
nashaih al-ibad serta tokoh-tokoh agama di latar penelitian melalui
36
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diolah terlebjh dahulu dan
biasanya diperoleh dari dokumen-dokumen resmi yang bisa berupa
arsip yang ada di latar penelitian. Dan merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data.
3. Kajian Pustaka
Data yang diperoleh dengan kajian pustaka yaitu data yang ditemukan
melalui bacaan atau literatur dari berbagai buku yang mendukung
terhadap masalah yang diteliti. Sering pula disebut “sumber pustaka
baku” atau sifatnya lebih permanen, pada umumnya memiliki waktu,
masa usia terbit yang lebih lama.42
4. Place
Place yakni sumber data yang menyajikan tampilan data berupa
keadaan tempat, baik itu gedung ataupun inventaris sekolah lainnya.
Sumber data ini merupakan obyek yang bisa digali dengan teknik.
Sedangkan menurut jenis datanya penelitian ini termasuk dalam
jenis data kualitatif. karena tidak dilakukan dengan menggunakan statistik
akan tetapi dilakukan dengan teknik-teknik kualitatif.
37
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian merupakan hal yang esensial.
Pengumpulan data penelitian kualitatif bukanlah mengumpulkan data
melalui instrumen seperti halnya penelitian kuantitatif dimana
instrumennya dibuat untuk mengukur variable-variable penelitian. Tetapi,
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif instrument utama adalah
peneliti sendiri (human instrument), untuk mencari data dengan
berinteraksi secara simbolik dengan informan/subjek yang diteliti.
Pengumpulan data merupakan pekerjaan penelitian yang tidak
dapat dihindari dalam kegiatan penelitian. Hubungan kerja antara peneliti
atau kelompok peneliti dengan subjek penelitian hanya berlaku untuk
pengumpulan data dengan melalui kegiatan atau teknik pengumpulan data
melalui teknik observasi partisipan, wawancara, yang mendalam dengan
informan atau subjek penelitian, pengumpulan dokumen dengan
melakukan penelaahan terhadap berbagai referensi-referensi yang memang
relevan dengan fokus penelitian.43 Untuk menggunakan teknik-teknik
tersebut peneliti membuat format atau pedoman observasi, wawancara, dan
menyediakan alat-alat pendukung seperti tape recorder, alat tulis, kertas,
serta Handphone. dalam melaksanakan penelitian.
38
Bila dilihat dari segi cara, teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan observasi, interview, kuisioner, dokument, dan
gabungan.44 Dalam melakukan penelitian kali ini Peneliti sendiri
menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara gabungan yaitu
observasi, interview, kuisioner dan dokument. Obeservasi yang dilakukan
oleh peneliti dalam penelitian kali ini adalah observasi partisipatif, yaitu
sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan
diri dalam lingkungan subjek penelitian yaitu aktif berpartisipasi dengan
mengikuti kajian rutin kitab nashaih al-ibad yang berlatar di Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya. Observer (pengamat) terlibat
mengikuti orang-orang yang sedang diteliti dalam kehidupan mereka
sehari-hari, melihat apa-apa yang mereka lakukan, kapan, dengan siapa,
dan dalam keadaan apa, dan menanyai mereka mengenai tindakan
mereka.45 Dengan observasi tersebut peneliti dapat memahami konteks
data dalam keseluruhan situasi sosial, sehingga memperoleh pandangan
yang holistik (menyeluruh). Selain itu peneliti akan memperoleh
pengalaman langsung sehingga memungkinkan peneliti menggunakan
pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan
sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan
penemuan (discovery).
44 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 62. 45 Howard S. Becker, Blanche Geer, dan Everett C. Hughes, Memahami Penelitian
39
Selain menggunakan observasi partisipatif, peneliti juga
menggunakan teknik pengumpulan data yang lain yaitu dengan wawancara
kualitatif. Teknik wawancara mendalam (depth interview) merupakan teknik pengumpulan data yang khas dari penelitian kualitatif.46
Wawancara kualitatif merupakan salah satu teknik untuk
mengumpulkan data dan informasi. Peneliti menggunakan metode ini
berdasarkan pada dua alasan. Pertama, dengan wawancara peneliti dapat
menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti,
tetapi apa yang tersembunyi jauh didalam diri subjek penelitian. Kedua,
apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat
lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa kini, dan juga
masa mendatang. Wawancara yang digunakan adalah wawancara
kualitatif. Artinya, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara
lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu susunan pertanyaan yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Dan tak lupa peneliti juga menyimpan
cadangan masalah yang perlu ditanyakan kepada informan. Cadangan
masalah tersebut adalah kapan menanyakannya, bagaimana urutannya,
akan seperti apa rumusan pertanyaannya dan sebagainya yang biasanya
muncul secara spontan sesuai perkembangan situasi wawancara itu sendiri.
40
Ketika melaksanakan wawancara, peneliti menggunakan
wawancara terstruktur. Dengan kata lain merupakan model pilihan karena
dapat membuat kerangka pertanyaan yang tepat untuk memperolehnya.
Dalam wawancara terstruktur pertanyaan ada ditangan pewawancara, dan
respons terletak pada informan. Kemudian informan mendeskripsikan
data-data yang diperlukan oleh peneliti dan difasilitasi peneliti dengan alat
perekam suara.
Adapun teknik lain yang digunakan peneliti untuk pengumpulan
data dalam penelitian kali ini adalah metode kuesioner atau angket.
Menurut Suharsimi Arikunto angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.47
Instrument yang digunakan untuk metode angket ini adalah
berbentuk kuesioner (serangkaian pertanyaan) atau angket. Dan bentuk
angket yang digunakan adalah angket tertutup yaitu angket yang sudah
disediakan jawabannya, sehingga respondent tinggal memilih salah satu
jawaban atau alternatif jawaban yang sudah disediakan atau yang bersifat
pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban yaitu : selalu, sering, jarang,
tidak pernah. Respondent disilahkan untuk memberikan tanda silang di
salah satu pilihan jawaban yang disediakan di dalam kuesioner.
41
F. Teknik Analisis Data
Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan melalui
pengaturan data secara logis dan sistematis. Dan analisis data penelitian
kualitatif dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga
pada akhir penelitian pengumpulan data. Adapun yang melakukan analisis
pada penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri yang sejak awal terjun ke
lokasi lapangan berinteraksi dengan latar dan subjek penelitian dalam
rangka pengumpulan data.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, baik data dari wawancara, pengamatan yang
sudah dituliskan dalam catatan lapangan di lokasi penelitian, dokumen
pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan lain sebagainya. Data tersebut
banyak sekali, setelah dibaca secara cermat, dipelajari, dan ditelaah,
langkah berikutnya peneliti kualitatif mengadakan reduksi data yang
dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha
membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang
perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya
adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan itu kemudian
dikatagorikan pada langkah berikutnya. Katagori-katagori itu dibuat
sambil melakukan koding. Tahap akhir dari proses analisis data ini ialah
mengadakan pemeriksaan kebsahahan data. Setelah selesai tahap ini,
42
menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.
Singkat kata, analisis data itu dilakukan dalam dua tahapan, yaitu selama
proses pengumpulan data dan pada akhir pengumpulan data.
Berdasarkan paparan diatas analisis data untuk penelitian kualitatif
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilih dan memilahnya menjadi satuan unit
yang dapat dikelola, mensintesiskannya,mencari dan menemukan pola,
menemukan apa-apa yang penting dan apa-apa yang dipelajari, dan
merumuskan apa-apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Adapun proses dari analisis data kualitatif menurut siddel (1998)
sebagai berikut:
1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi
kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2. Mengumpulkan, memilih dan memilah, mengklasifikasikan,
mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
3. Berpikir dengan jalan membuat agar katagori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan
membuat temuan-temuan umum.
Adapun tahap-tahapan analisis data kualitatif dalam penelitian kali
ini akan peneliti tuliskan dalam beberapa bagian secara urut, antara lain
43
a. Membiasakan diri dengan data melalui tinjauan pustaka, membaca, mendengar, dan lain-lain.
b. Transkrip wawancara dari perekam
c. Pengaturan dan indeks data yang telah diidentifikasi
d. Anonim dari data yang sensitif.
e. Koding
f. Identifikasi tema
g. Pengkodingan ulang
h. Pengembangan kategori
i. Eksplorasi hubungan antara katagori
j. Pengulangan tema dan katagori
k. Membangun teori dan menggabungkan pengetahuan yang sebelumnya.
l. Pengujian data dengan teori lain
m.Penulisan laporan, termasuk dari data asli apabila tepat (seperti kutipan dari wawancara).
Teknik analisis data yang digunalkan dalam penelitian ini adalah
analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Milles dan
Hubberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus
pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai
44
conclusion drawing/verification.48 Langkah-langkah analisis ditunjukkan
pada gambar 1 berikut.
[image:55.595.139.528.186.548.2]
Gambar 1. Komponen dalam analisi