• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN RUTIN KITAB NASHAIH AL IBAD TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KEAGAMAAN MASYARAKAT RUNGKUT KIDUL SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN RUTIN KITAB NASHAIH AL IBAD TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KEAGAMAAN MASYARAKAT RUNGKUT KIDUL SURABAYA."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

 

KAJIAN RUTIN KITAB

NASHAIH AL-IBAD

TERHADAP

PENINGKATAN KUALITAS KEAGAMAAN MASYARAKAT

RUNGKUT KIDUL SURABAYA

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD BAIHAQI

NIM.D01211020

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

 

ABSTRAK

MUHAMMAD BAIHAQI; 2016; Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad Terhadap Peningkatan Kualitas Keagamaan Masyarakat Rungkut Kidul Surabaya” Jurusan

Pendidikan Islam Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan AmpelSurabaya. Dosen Dr. H. Syamsuddin, M.Ag.

Pendidikan merupakan salah satu sector yang paling penting dalam pembangunan nasional dan menjadi andalan utama yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia, dimana iman dan taqwa kepada Allah Swt menjadi sumber motivasi disegala bidang. Kajian rutin kitab nashaih al-ibad merupakan sarana meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Swt serta memperdalam pengetahuan atau ilmu tentang agama islam, sehingga mendapatkan pengetahuan yang bermanfaát untuk mengenal ciptaan dan kebesaran Allah, sehingga kemudian mendorong manusia untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dengan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji dan membersihkan diri dari akhlak yang tercela dalam bahasa kaum sufi dikenal dengan istilah tahliyah dan takhliyah. Skripsi ini dalam penelitiannya bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah “ Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad Terhadap Peningkatan Kualitas Keagamaan Masyarakat Rungkut Kidul Surabaya.”

Penelitian yang dilakukan peneliti kali ini menggunakan pendekatan fenomenologis. fenomenologi memiliki dua makna, sebagai filsafat sains dan sebagai metode penelitian. Sedangkan jenis penelitian yang diteliti kali ini merupakan penelitian kualitatif interaktif, yaitu studi yang mendalam dengan menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari subjek dalam lingkungan alamiahnya. Peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena bagaimana orang mencari makna daripadanya. Jenis strategi penelitian yang digunakan peneliti sepanjang penelitiannya adalah strategi studi lapangan kualitatif. Yaitu metode spesifik yang diterapkan peneliti seperti pengumpulan data dalam bentuk kualitatif melalui observasi partisipan secara mendalam di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, subyek penelitiannya adalah seluruh jama’ah putra dan putri yang berjumlah 50 orang. Sedangkan objek penelitian atau latar penelitian terletak di mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya. Teknik pengumpulan datanya menggunakan angket (Questioennaire) yang telah ditry-outkan untuk diuji validitas dan reliabilitas, serta menggunakan wawancara kualitatif terstruktur. Sedangkan teknis analisis data yang digunakan adalah teknik analisis taksonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara aktualisasi kajian rutin kitab nashaih al-ibad terhadap peningkatan kualitas keagamaan jama’ah di mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya.

(7)

 

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... ii

NOTA PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... ixi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penelitian Terdahulu ... 8

F. Definisi Operasional ... 9

(8)

 

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad ... 12

1. Pengertian Kajian rutin ... 12

2. Pengertian Kitab Nashaih Al-Ibad ... 16

B. Isi Kitab Nashaih Al-Ibad ... 18

1. Pengertian Akhlak dan Ilmu Akhlak ... 18

2. Tujuan Mempelajari Ilmu Akhlak ... 22

3. Urgensi Akhlak Dalam Islam ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 27

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 29

1. Subjek Penelitian ... 29

2. Objek Penelitian ... 29

C. Tahap-Tahap Penelitian ... 30

1. Tahap Pra Lapangan ... 32

2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 33

3. Memasuki Lokasi Penelitian ... 33

4. Berpartisipasi Sambil Mengumpulkan Data ... 34

D. Sumber dan Jenis Data ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

(9)

 

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad ... 47

1. Pelaksanaan Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad di Mushalla

Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya ... 4 7 2. Tujuan Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad ... 4 9

3. Data Kitab Nashaih Al-Ibad ... 5 0

B. Peningkatan Kualitas Keagamaan ... 71 C. Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad Terhadap Peningkatan Kualitas

Keagamaan Masyarakat Rungkut Kidul Surabaya ... 78 D. Temuan Hasil Penelitian ... 82

BAB V PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ... 84

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 9 1 B. Saran-Saran ... 9 3 C. Penutup ... 9 4

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

 

DAFTAR TABEL

Halaman

(11)

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

[image:11.595.133.492.254.557.2]
(12)

 

   

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Agama merupakan bagian integral dari system pendidikan nasional, dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003, pasal 37 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Selain jalur pendidikan formal, dalam jalur pendidikan non formal pun pendidikan agama diakui eksistensinya, seperti dalam UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, lembaga pendidikan ini diakui dan dapat dilaksanakan pada jalur pendidikan non formal (pesantren, madrasah diniyah) dan dalam jalur pendidikan in-formal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Bab I pasal 1 ayat 11-13).1

Dapat dikatakan pula bahwa, pendidikan merupakan salah satu sector yang paling penting dalam pembangunan nasional dan menjadi andalan utama yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup

(13)

 

masyarakat Indonesia, dimana iman dan taqwa kepada Allah Swt menjadi sumber motivasi disegala bidang.2

Salah satu tanggung jawab yang diemban oleh para guru dalam pendidikan adalah mendidik dengan akhlak yang mulia yang jauh dari kejahatan dan kehinaan. Umat pun memerlukan pendalaman dan nilai-nilai norma dan akhlak ke dalam jiwa mereka. Di samping pendalaman akhlak juga umat memerlukan ketentraman jiwa, selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT,

Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.3 Tugas guru secara umum adalah sebagai “warasat

al-anbiya”,yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-alamin,

yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.4

Selain itu tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqarrub kepada

Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik sebagai berikut : Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi

(14)

 

sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua,

fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia5

Sedangkan secara khusus sebagai berikut : Pertama, sebagai

pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan. Kedua, sebagai pendidik (educator) yang

mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian

insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Ketiga

sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang yang dilakukan itu6

Usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui kementerian agama dalam rangka meningkatkan kualitas keagamaan antara lain melalui penerbitan kitab suci dan digitalisasi naskah, bantuan kegiatan keagamaan, peningkatan kualitas bimbingan, dan konsultasi keagamaan, penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan, penyelenggaraan berbagai lomba keagamaan, seperti MTQ (Musabaqah Tilawatil Qurán), penjelasan secara mendalam (tahqiq) buku-buku keagamaan, pentashihan

5Abdurrahman An-Nahlawi. Lingkungan Pendidikan Islam, Rumah, Sekolah dan Masyarakat. (Bairut : Dar al-Fikr al-Ma’asyir, 1983), cet Ke-2, h. 41.  

(15)

 

Mushaf Al-Qur’an, pemanfaatan media massa, cetak, dan elektronik sebagai wahana pembinaan umat, pengembangan sistem informasi keagamaan; peningkatan pembinaan keluarga sejahtera, serta bantuan rehabilitasi dan pembangunan untuk 4.487 unit rumah ibadah (masjid).

Sedangkan usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas keagamaan di Rungkut Kidul Surabaya yang bertempat di mushalla baiturrahman antara lain mengadakan hadrah

al-banjari, istighasah, peringatan isra’mi’raj, peringatan maulid nabi, Tadarrus Al-Qur’an, dan kajian rutin kitab nashaih al-ibad .7

Kajian rutin merupakan sarana memperdalam pengetahuan atau ilmu tentang agama islam, sehingga mendapatkan pengetahuan yang bermanfaát untuk mengenal ciptaan dan kebesaran Allah, sehingga kemudian mendorong manusia untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dengan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji dan membersihkan diri dari akhlak yang tercela dalam bahasa kaum sufi dikenal dengan istilah

tahliyah dan takhliyah.

Mengenai pentingnya menuntut ilmu Allah SWT telah berfirman dalam kitab suci Al-Qur’an surat Al-Mujadilah QS: 58: 11

7 Choirul Anam, Pengurus Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya, wawancara

(16)

 

...

ِﺬﱠاﺴو

ْ ُ ِْ

اﻮُﺴآ

ﺴ ِﺬﱠا

ُﱠﻪا

ِﺴْﺮﺴـ

تﺎﺴﺟﺴرﺴد

ﺴِْْا

اﻮُوُأ

ﺴ ْﺴـ

ﺎﺴِﲟ

ُﱠﻪاﺴو

ﺴنﻮُ

ﺲﲑِﺒﺴﺧ

Artinya : "Niscaya Allah akan menaikkan derajat orang yang beriman, dan yang diberi pengetahuan diantara kamu. Dan Allah Maha tahu terhadap apa yang kamu lakukan .” (Al-Mujadilah:11)

Hadith-hadith terdahulu dan semisalnya menjelaskan bahwa Pentingnya menuntut ilmu pengetahuan. Sabda Nabi SAW:

لﺎﻗ

ر

أ

و

ﻰ ﺻ

ﱯ ا

:

ﻃ"

ا

ﺔ ﺮ

،

ﺊﺷ

ﺮ ﻐ

، ا

ﺐ ﺎﻃ

نإو

نﺎ ﳊا

ﺮ ﺒ ا

"

Artinya : Dari Anas ra. Rasullah SAW bersabda : menuntut Ilmu itu sangat fardhu bagi setiap muslim. Orang yang menuntut ilmu itu dimohonkan ampunan baginya oleh semua makhluk hingga ikan-ikan yang ada di laut”8

Kemudian terlepas dari hukum wajib menuntut ‘ilmu, peneliti tidak akan membahas tersebut akan tetapi penulis mencoba meneliti kajian rutin dengan peningkatan kualitas keagamaan.

Semenjak zaman Nabi hingga sekarang, berlangsunglah ketika itu difusi antar masyarakat. Jadi yang mula-mula islam itu adalah pribadi – pribadi. Setelah cukup banyak pribadi islam di suatu tempat, masjid didirikan, berpangkal dari masjid inilah pribadi-pribadi islam itu dibina

(17)

 

menjadi masyarakat islam9. Masyarakat yang dimaksud peneliti disini

adalah masyarakat islam pada umumnya dan khususnya yang ada di kelurahan Rungkut kidul Surabaya. Tepatnya jamaáh kajian rutin kitab

nashaih al-ibad di mushalla baiturrahman dalam kaitannya terhadap kajian

rutin kitab nashaih al-ibad, sebagai wujud dari percontohan perbuatan atau

tindakan nabi dalam pembentukan masyarakat yang dimulai sejak didirikannya masjid pertama yakni masjid Quba di Yatsrib. Di masjid tersebut Nabi bersama-sama dengan kaum muhajirin dan anshar menjadikan masjid sebagai lembaga pusat kajian ilmu dan Nabi pun ditanya tentang ajaran islam di masjid.

Dalam penelitian kali ini peneliti melakukan penelitian yang bertempat di Musholla Baiturrahman dimana kajian rutin seriap hari Jumát malam ba’da maghrib dilaksanakan di tempat tersebut. Kegiatan tersebut merupakan usaha untuk meningkatkatkan kualitas keagamaan jama’ahnya yaitu masyarakat Rungkut kidul Surabaya.

Berpijak dari uraian yang tertera diatas timbul keinginan penulis untuk mengkaji lebih dalam mengenai persoalan tersebut dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “ Kajian Rutin Kitab

Nashaih Al-Ibad Terhadap Peningkatan Kualitas Keagamaan Masyarakat

Rungkut Kidul Surabaya”.

9 Sidi Gazalba, Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, (Jakarta : PT

(18)

 

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas untuk dapat memfokuskan pembahasan kiranya perlu di ambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan kajian rutin kitab nashaih al-ibad di

Rungkut Kidul Surabaya?

2. Bagaimana kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya sebelum dan sesudah kajian rutin kitab nashaih al-ibad

di terapkan?

3. Adakah peningkatan kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya setelah mengikuti kajian rutin kitab nashaih

al-ibad?.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan kajian rutin kitab

nashaih al-ibad di Rungkut Kidul Surabaya.

2. Mengetahui kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya sebelum dan sesudah kajian rutin kitab nashaih al-ibad

(19)

 

3. Mengetahui ada tidaknya peningkatan kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya setelah mengikuti kajian rutin kitab nashaih al-ibad.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Memperoleh informasi obyektif secara konkret tentang kondisi Kegiatan mengenai pelaksanaan kajian rutin kitab nashaih al-ibad

terhadap peningkatan kualitas keagamaan . 2. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan yang lebih matang dalam menambah wawasan dalam bidang penelitian, sehingga dapat di jadikan sebagai latihan dan pengalamaan teknik-teknik yang baik khususnya dalam membuat karya tulis ilmiah, juga sebagai kontribusi nyata bagi dunia pendidikan.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini pada dasarnya bukan penelitian yang benar-benar baru. Sebelum ini banyak yang telah mengkaji objek penelitian tentang kajian dan kualitas keagamaan. Oleh karena itu, penulisan dan penekanan skripsi ini harus berbeda dengan skripsi yang telah dibuat sebelumnya.

Adapun penelitian terdahulu (prior research) adalah sebagai

(20)

 

“ Studi Tentang Partisipasi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Keagamaan Masyarakat Di Dusun Bunton Desa Turirejo Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik”.

“ Pengaruh Pengajian Kitab Al-Hikam Terhadap Penguatan Kecerdasan Spiritual Pada Jama’ah Hikam di Masjid Bumi Damai Al-Muhibbin Tambakberas Jombang”.

“ Upaya Pesantren Dalam Meningkatkan Kualitas Keagamaan Masyarakat : Studi Kasus Di Pesantren Al-Jihad Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya”. ..

F. Definisi Operasional

Untuk memfokuskan penelitian ini, maka perlu kiranya peneliti menjelaskan pengertian yang terkandung dalam judul, yaitu:

1. Kajian berasal dari kata “kaji” yang berarti pelajaran terutama dalam hal keagamaan.10 Dan menurut Kamus Ilmiah Populer,

kajian bermakna telaah, mempelajari dan analisa.11 Sedangkan

rutin bermakna sehari-hari atau kebiasaan.12 Maka kajian rutin

dapat diartikan telaah dalam hal keagamaan yang dilakukan dalam waktu kebiasaan tertentu.

10 Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Karya Abditama, 2001),

h. 215

11 Pius Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola,

2001), h. 301

(21)

 

2. Kitab Nashaih al-Ibad adalah kitab syarah al-Munabbiĥâtu ‘ala

al-Isti’dâd li yaum al-Ma’âd karangan Syaikh Muhammad Nawawi

al-Jawi al-Bantani. Kitab Ini diajarkan di hampir setiap madrasah dan pondok pesantren di seluruh Indonesia. Di dalamnya memuat ratusan nasehat-nasehat yang sangat dalam dan menyentuh ke akar kehidupan. Sehingga kitab ini diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi manusia dalam beretika , bergaul dan berhubungan baik dengan Allah dan sesama makhluk. Kitab ini memusatkan pembahasannya kepada adab-adab berperilaku. Dan seringkali dijadikan sebagai karya pengantar mengenai akhlak bagi para santri yang lebih muda.13

3. Kualitas Keagamaan Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menaikkan tingkat kesadaran beragama sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan sebuah aturan tertentu14

G. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

Pendahuluan berada pada bab satu yang memuat: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

13 Martin Van Bruinnessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, Tradisi –Tradisi Islam Di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1999), Cet ke-3 h. 59.

(22)

 

Kajian Pustaka berada pada bab dua yang memuat tentang : pengertian kajian rutin, pengertian kitab nashaih al-ibad, dan isi kitab

nashaih al-ibad.

Metode penilitian berada pada bab tiga yang memuat tentang pendekatan dan jenis penelitian, subjek dan objek penelitian, tahap-tahap penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Pada bab. empat paparan data dan temuan penelitian. pertama

tinjauan tentang kajian rutin kitab nashaih al-ibad di Mushalla

Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya, yang meliputi pelaksanaan kajian rutin kitab nashaih al-ibad di Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul

Surabaya. Kemudian tujuan kajian rutin kitab nashaih al-ibad di Mushalla

Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya, dan terakhir meliputi data-data Kitab nashaih al-ibad Kedua: tinjauan tentang peningkatan kualitas

keagamaan, Ketiga: Kajian rutin kitab nashaih al-ibad terhadap

peningkatan kualitas keagamaan masyarakat Rungkut Kidul Surabaya. Pembahasan hasil penelitian berada pada bab lima yang memuat tentang sejumlah analisis terkait.

Penutup berada pada bab enam yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.  

(23)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Rutin Kitab Nashaih Al-Ibad

1. Pengertian Kajian Rutin

Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia, kajian berasal berasal dari

kata “kaji” yang berarti pelajaran terutama dalam hal keagamaan.13 Dan

menurut Kamus Ilmiah Populer, kajian bermakna telaah, mempelajari dan

analisa.14 Sedangkan rutin bermakna sehari-hari atau kebiasaan.15 Maka kajian

rutin dapat diartikan telaah dalam hal keagamaan yang dilakukan dalam

waktu kebiasaan tertentu.

Jika dirunut ke belakang, dalam sejarahnya yang panjang, kajian

Islam (Islamic Studies) di indonesia sebenarnya bukanlah tumbuh dan

berkembang dari realitas historis yang kosong; ia hadir secara kronologis

dalam konteks ruang dan waktu yang jelas, sebagai respon sejarah atas

sejumlah persoalan keagamaan yang dialami umat Islam di negeri ini. Secara

substantif, kajian Islam sebenarnya sudah dimulai semenjak agama ini datang

ke Indonesia pada abad ke 13 dan mencapai momentum spiritualnya pada

abad ke 17. Kajian keislaman di masa-masa ini diwarnai oleh proses

13 Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Karya Abditama, 2001),

h. 215

14 Pius Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola,

2001), h. 301

(24)

13

transformasi nilai keagamaan secara besar-besaran yang dilakukan oleh para

pemimpin sufi dan ‘ulama’, terutama di lembaga-lembaga pendidikan

tradisional seperti pesantren.16 Proses transformasi keislaman ini berlangsung

hingga Indonesia memproklamasikan hari kemerdekaannya pada tanggal 17

Agustus 1945, saat mana bangsa Indonesia dituntut untuk mulai memikirkan

dan membenahi proses pelembagaan di segala sektor kehidupan bangsa, tidak

terkecuali sektor kehidupan keagamaan sebagai elemen penting, karena

bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat religius.

Proses transformasi keislaman pada masa-masa ini tidak bisa

dilepaskan dari peran para ‘ulama dan tokoh-tokoh pemimpin gerakan sufi

karena diakui terdapat keterkaitan historis yang sangat ekstensif antara umat

Islam di Indonesia dengan para ‘ulama di Jazirah Arab seperti Makkah dan

Madinah, belakangan Kairo.17 Hubungan keagamaan yang sudah sedemikian

established diantara kedua komunitas Muslim ini pada gilirannya

menciptakan sebuah iklim intellectual exchanges yang relatif dinamis dan

dialektis antar mereka. Daratan Jazirah Arab selanjutnya dikenal sebagai oase

subur yang memproduksi karya-karya intelektual keislaman yang dikomsumsi

oleh masyarakat Muslim Indonesia. Proses transmisi epistemologis ini

berlangsung melalui beragam cara, baik langsung maupun tidak langsung,

mulai dari diseminasi hasil karya-karya intelektual ‘ulama Timur Tengah di

16 Syamsun Niám, “Menimbang Kembali Pendekatan Kajian Keislaman di Perguruan

Tinggi Agama Islam”, Al-Tahrir, XI, 2 (November, 2011), h. 357

(25)

14

banyak lembaga pesantren maupun pengiriman generasi muda Islam yang

ingin memperdalam ilmu agamanya ke negara-negara di wilayah ini.18

Sekalipun Indonesia memiliki kedekatan hubungan intelektual

dengan tradisi keagamaan di Arab, terutama Makkah dan Madinah, itu tidak

berarti bahwa Islam Indonesia bisa dikatakan sebagai sekadar replika Islam

Arab. Proses transmisi keislaman dari tradisi intelektual Arab ke tradisi

intelektual Indonesia berlangsung dalam pola yang sangat dinamis, unik, dan

kompleks, disesuaikan dengan kosmologi keagamaan domestik, sehingga

wajah islam yang berkembang di Indonesia dalam banyak hal bisa berbeda

dari wajah Islam “asli” Timur Tengah. Sekalipun demikian, Islam Indonesia

tidak serta merta dianggap sebagai Islam pinggiran (peripheral Islam) seperti

yang diklaim oleh Geertz.19 Pencitraan terhadap Islam Indonesia yang

reduktif dan distortif ini bahkan telah dimentahkan oleh Woodward,20

Ricklefs, dan Hefner yang tetap memandang Islam di negeri ini sebagai

varian keagamaan yang tidak tercerabut dari akar-akar sebagaimana yang

diucapkan Fazlur Rahman dengan istilah “Islam normatif”.21 Persoalan wajah

Islam Indonesia yang berbeda dari wajah Islam Timur Tengah dikatakan

mereka hanya pada dataran kultural historis semata akibat proses adaptasi,

18 Syamsun Ni’am, “Menimbang Kembali Pendekatan Kajian Keislaman di Perguruan

Tinggi Agama Islam”, Al-Tahrir, XI, 2 (November, 2011), h. 358

19 Ibid., 358

20 Mark R. Woodward, Islam in Java, Normative Piety and Mysticism In The Sultanate of

Yogyakarta, (Tucson: The University of Arizona Press, 1989).

(26)

15

asimilasi, dan akulturasi dalam jangka waktu yang relatif panjang, bukan

pada dataran substantif doktrinalnya.

Sebagai bukti bahwa proses transmisi keislaman di Indonesia

berlangsung secara unik dan kompleks bisa dijustifikasi melalui proses

belajar mengajar yang berlangsung di lembaga pesantren yang mengambil

bentuk dan modus operandi cukup unik.22 Di daratan Arab sendiri tidak

ditemui padanan istilah pesantren yang secara terminologis berarti tempat

berlangsungnya proses belajar mengajar antara kiai dan santri di sebuah

asrama bersama antara mereka. Istilah santri sendiri bukan berasal dari bahasa

Arab, melainkan berasal dari bahasa Jawa kuno (Pallawa), cantrik, yang

berarti murid atau siswa yang sedang menuntut ilmu-ilmu kerohanian.

Pengadopsian khasanah budaya domestik ini menjadi legitimasi betapa Islam

Indonesia sarat dengan muatan-muatan material non Islam yang tidak bisa

dijumpai di negara asalnya, yaitu Arab. Keunikan di tingkat budaya ini

menjadi penguat proses pelembagaan kajian keislaman di wilayah non –Arab

seperti Indonesia.

Keunikan lain yang bisa dijumpai dari fenomena pesantren adalah

digunakannya bahasa “Arab pegon” (Arab Jawi), yakni gabungan antara

bahasa jawa yang ditulis dengan karakter huruf Arab sebagai sarana

memahami sejumlah teks-teks kitab kuning yang berbahasa Arab. Bahkan

bahasa Arab pegon ini tidak saja digunakan di lembaga-lembaga pesantren di

(27)

16

Indonesia, tetapi juga digunakan di dunia Melayu (kini Malaysia, Pattani, dan

Brunei Darussalam).23

Proses pelembagaan kajian Islam dalam pesantren terus berlangsung

seiring dengan terjadinya proses transformasi dan modernisasi lembaga

tradisional ini.24 Proses transformasi dan modernisasi ini terjadi ketika

kolonial Belanda memperkenalkan sistem pendidikan sekolah kepada

masyarakat pribumi yang dampaknya dirasakan oleh pesantren melalui

penyelenggaraan sistem pembelajaran kelas (classical). Sebagai akibat dari

penyelenggaraan pembelajaran model ini, maka berdirilah sekolah-sekolah

(madrasah) di lingkungan pesantren yang hanya mengajarkan materi

pendidikan agama klasik yang meliputi fiqh, tasawuf, etika Islam (akhlak),

dan lain sebagainya.

2. Pengertian kitab Nashaih Al-ibad

Kitab Nashaih Al-Ibad merupakan salah satu karya dari Nawawi

Banten. Kitab Ini merupakan Syarah atas karya Ibn Hajar Al-Asqalani, yaitu

Munabbihatu ‘Ala al- isti’dadi li yaumi al- ma’ad. Kitab ini memusatkan

pembahasannya kepada adab-adab berperilaku. Dan seringkali dijadikan

sebagai karya pengantar mengenai akhlak bagi para santri yang lebih muda.25

23 Anthony Reid (ed), The Making of an Islamic Political Discourse in Southeast Asia,

(Centre of Southeast Asian Studies : Monash University, 1993), h. 4

24 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta : LkiS, 2001), h. 48. 25 Martin Van Bruinnessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, Tradisi –Tradisi Islam

(28)

17

Kitab Nashaih Al- Ibad juga merupakan kitab yang dikaji di banyak

pesantren di berbagai wilayah di Indonesia. Nashaih Al- Ibad berarti

nasihat-nasihat bagi para hamba, adalah kitab karya Syeikh Muhammad Nawawi bin

Umar jawi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Nawawi

Al-Bantani Rahimahullah (ra). Kitab ini berisikan ucapan Nabi Muhammad

sollallahu ’alaihi wasallam dan ucapan para sahabat radliallahu ’anhum, dan

ucapan para ’ulama dan sholihin.

Dalam mukadimahnya, syekh Nawawi ra menyebutkan bahwa kitab

Nashaih al-Ibad ini adalah sebuah kitab syarah (penjelas) yang disiapkan

beliau untuk menjelaskan sebuah kitab yang berisi berbagai nashihat, yaitu

kitab Munabbihatu ‘Ala al- isti’dadi li yaumi al- ma’ad, karangan

Al’Allamah Al-Hafidz Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Muhammad

bin Ahmad As-Syafi’i, seorang ulama yang termasyhur dengan gelar Ibn

Hajar Al-Asqalani, kemudian Al-Mishri.

Kitab Nashaih Al-Ibad ini sangat populer dikalangan seluruh penjuru

Islam, baik di Timur Tengah, Asia dan Afrika. Di Indonesia sendiri kitab ini

merupakan buku rujukan di kalangan madrasah diniah dan pesantren, yang

disusun oleh Syeikh Imam Nawawi Banten (1813-1897), seorang ulama besar

dari Banten yang pernah menjadi Imam Besar Masjidil Haram.

Karya-karyanya banyak yang menjadi rujukan di Universitas Al-Azhar, Kairo,

Mesir. Tak heran jika beliau mendapat Julukan sebagai “Bapak Kitab Kuning

(29)

18

Sedangkan isi dari kitab nashaih al-ibad akan penulis cantumkan

dalam uraian selanjutnya.

B. Isi Kitab Nashaih Al-Ibad

Pada dasarnya isi kitab nashaih al-ibad adalah berisikan tentang

tutur kata-tutur kata yang baik yang berkenaan dengan akhlak yang mulia

yang bersumberkan dari ucapan Nabi Muhammad SAW, kemudian juga

berisikan ucapan para sahabat Nabi dan ucapan para ulama’ terkait dengan

keutamaan -keutamaan berakhlak al-kariimah.

Karena isi kitab nashaih al-ibad berkaitan dengan akhlak maka

peneliti akan mentashawurkan tentang pengertian dari akhlak dan ilmu akhlak

terlebih dahulu dengan tujuan memudahkan dalam memahami substansi dan

kandungan dari kitab nashaih al-ibad.

1. Pengertian akhlak dan ilmu akhlak

Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab ( ﻼﺧﺍ) yang

merupakan bentuk jamak dari kata ﻠﺧ (khuluq) yang artinya : tabiat, budi

pekerti, kebiasaan, atau adat, keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, agama, dan

kemarahan (al-ghadab).26 Sementara itu, kalangan mufassir berpendapat

bahwa didalam al-Qur’an kata akhlak dalam bentuk jama’ tidak dijumpai.

Sebaliknya, yang ada hanyalah kata ﻠﺧ. Kata tersebut tercantum di dalam

surah al-Qalam yang isinya merupakan pujian kepada Nabi Muhammad saw.

Yang berakhlak sangat mulia, yaitu sebagai berikut :

(30)

19

و

Artinya : Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.27

Adapun makna akhlak secara terminologis, maka para ulama

memberikan definisi-definisi beragam sebagaimana dibawah ini:

Imam Al-ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:28

ﺔﺌ

ةرﺎ

ﺨ ﺒ

ﺮ و

ﺔﻮﻬ

لﺎ ﻷﺒ

رﺪ

ﺎﻬ

ﺔ ﺒر

ﺟﺎﺣ

ﺔؤرو

ﱃﺒ

Artinya : “Akhlak adalah sifat yang tertananm dalam jiwa (manusia) yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran ataupun pertimbangan

Sementara itu, menurut Ahmad Amin, sosok pakar akhlak modern,

menyatakan sebagai berikut :

ﺒذﺐ

ةدﺒرﻷﺒ

نأ

ةدﺒرﻷﺒ

ةدﺎ

ﻬﻀ

ﺧﺮ

ﺎﺌ ﺷ

ﺎ ﺒ

ةﺎ ﺒ

ﺎ دﺎ

Artinya : “Sebagian ulama mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan, maksudnya, apabila kehendak itu sudah menjadi suatu kebiasaan maka itulah yang dinamakan akhlak

Secara tekstual, definisi diatas tampak berbeda, akan tetapi memiliki

esensi makna yang tunggal dan sama. Kedua ulama diatas sependapat bahwa

akhlak adalah tindakan yang dilakukan manusia tanpa melalui pertimbangan

27 QS. Al-Qalam [68]:4

28  Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Mesir: Isa

(31)

20

tertentu sebelumnya, dan muncul menjadi suatu kebiasaan. Hal itu terjadi

karena cenderung dilakukan berulang-ulang dan mandiri tanpa ada paksaan

dari faktor luar diri manusia sebagai makhluk individual yang bebas

(memiliki free will dan free act.). Perbuatan yang menjelma menjadi perilaku

kebiasaan mencerminkan karakter pribadi manusia. Perilaku manusia

merupakan nilai kuaalitas manusia yang melekat dalam diri pribadinya

sebagai akibat pembiasaan-pembiasaan dan terimplementasikan pada bentuk

perilaku secara spontanitas, baik berupa perilaku terpuji maupun perilaku

tercela.

Jika dikaitkan pada konteks kehidupan sosial, maka terdapat

manusia yang berakhlak baik dan terdapat pula yang berakhlak buruk,

bergantung pada baik dan buruknya perbuatan yang dilkukan oleh mereka.

Berakhlak baik merupakan bekal mendasar yang harus dimiliki setiap

individu terkait dengan relasi sosial yang dibangunnya dalam sebuah

masyarakat. Tanpa bekal perilaku baik dari individu-individu, suatu

masyarakat akan mengalami disharmoni ataupun anomali-anomali yang akan

dijumpai dalam realita kehidupan komunitasnya, atau yang disebut sebagai

“patologi sosial”.29

Pengertian akhlak lebih tepat difokuskan pada substansinya bahwa

akhlak adalah sifat yang telah terpatri dan melekat dalam jiwa seorang

29 Hamzah Tualeka, et.al, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011),

(32)

21

manusia untuk melakukan perbuatan secara spontan dan mudah, tanpa

dipaksa atau dibuat-buat. Sementara, pengertian ilmu akhlak adalah lebih

mengacu pada seputar teori-teori yang berkaitan dengan pengetahuan tentang

baik atau buruknya suatu perbuatan dan perilaku manusia. Ilmu akhlak

merupakan seperangkat pengetahuan yang mempunyai metode tertentu untuk

mempelajari perilaku, tabiat atau perangai manusia, dengan tujuan untuk

menciptakan manusia agar menjadi individu-individu yang memiliki budi

pekerti baik dan luhur. Membangun masyarakat yang baik harus dimulai dari

bagaimana memperbaiki perilaku-perilaku individu secara maksimal dan

komperhensif. Untuk mewujudkan suatu bangsa yang besar dan berbudi

luhur pun harus dimulai dari pembentukan individu dalam konteks sosial

masyarakat yang memiliki komitment tinggi untuk berperilaku baik. Dalam

upaya ini, maka segala daya dan upaya senantiasa dikerahkan untuk

menciptakan manusia-manusia yang memiliki akhlak mulia atau perilaku

baik menuju terwujudnya suatu masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara secara baik dan mulia pula.

Persoalan akhlak yang dihadapi bangsa dewasa ini bukan persoalan

individual, tetapi merupakan persoalan umat, sehingga yang layak

bertanggung jawab adalah institusi keluarga, karena merupakan bagian dari

struktur masyarakat terkecil, bangsa, dan negara secara luas. Dalam konteks

ini, maka negara menyediakan alokasi anggaran yang besar untuk

(33)

22

pendidikan nasional. Karena pendidikan merupakan salah satu media yang

efektif untuk memberi pencerahan dan ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan baik-buruk perbuatan, yakni pendidikan sebagai lahan dan sarana

dalam pengembangan ilmu akhlak. Para generasi penerus bangsa diharapkan

mampu memilah dan memilih antara perilku baik dan buruk, mengingat

ditangan generasi mendatanglah masa depan bangsa ini dipertaruhkan.30

2. Tujuan mempelajari ilmu Akhlak

Dengan mengetahui seluk beluk yang terkait dengan akhlak, maka

manusia akan menggapai kehidupan bahagia, baik di dunia maupun di

akhirat kelak. Kebahagiaan hidup ini pasti tercapai manakala akhlak baik

terpancar dalam jiwanya, inilah yang menjadi tujuan manusia dalam

mempelajari ilmu-ilmu akhlak. Akhlakul kariimah yang dipraktikkan dalam

kehidupan sehari-hari akan membawa manusia pada ketenangan dan

kedamaian jiwa di bawah ridla Allah SWT. Mereka yang berakhlak baik

akan dicintai kawan dan disegani lawan, karena takwa selalu menjadi

pakaian orang-orang yang berakhlak mulia ini. Mengenai rezeki pun tidak

perlu dikhawatirkan, karena Allah telah berjanji akan melapangkan rezeki

bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam

kitab suci Al-Qur’an:

(34)

23

ْ ﺴﺴو

)

ﺎًﺟﺴﺮْﺴﳐ

ُﺴ

ْ ﺴْﺴ

ﺴﱠﻪﺒ

ِﱠﺴـ

ْ ﱠﺴﻮﺴـﺴـ

ْ ﺴﺴو

ُ ِ ﺴْﺴ

ُﺚْﺴﺣ

ْ ِ

ُُْزْﺮﺴـﺴو

(

)

ﺒًرْﺪﺴ

ﺳءْ ﺴﺷ

ُِِّ

ُﱠﻪﺒ

ﺴ ﺴ ﺴﺟ

ْﺪﺴ

ِِﺮْﺴأ

ُِﺴ

ﺴﱠﻪﺒ

ﱠنِﺐ

ُُْ ﺴﺣ

ﺴﻮُﻬﺴـ

ِﱠﻪﺒ

ﻰﺴﺴ

(

Artinya : “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberinya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”31

3. Urgensi Akhlak dalam Islam

Akhlak baik atau budi pekerti luhur merupakan hal yang sangat

penting dalam ajaran agama Islam. Buktinya, kehadiran al-Qur’an sebagai

rujukan utama manusia baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, maupun

dengan sesama makhluk-Nya, banyak memberikan pedoman tentang masalah

akhlak ini. Akhlak terpuji merupakan perhiasan hidup di dunia. Al-Qur’an

dan Sunnah/hadith Nabi telah memberikan perhatian yang luar biasa terkait

dengan perilaku manusia ini. Hadith atau sunnah Nabi adalah terjemahan dari

kandungan Al-Qur’an dalam bentuk yang lebih detail, rinci, dan nyata.

Karena seluruh tindakan, perkataan, dan ketentuan Nabi yang terangkum

didalam hadith dan sunnahnya adalah selalu selaras dan sejalan dengan kitab

suci al-Qur’an, mengingat semua yang datang dari Nabi bersifat wahyu,

mengingat nabi termasuk manusia yang ma’shum, sehingga ketika Nabi

Khilaf langsung mendapat teguran dari Allah SWT.

(35)

24

Sebagai seorang Muslim, teladan yang sangat penting untuk

dijadikan sebagai panutan dalam pribadi dan akhlak sehari-hari adalah Nabi

Muhammad SAW. Oleh karena itu, Allah SWT telah mengapresiasi

ketinggian akhlak atau budi pekerti Nabi Muhammad dengan memberi

pujian, sebagaimana yang tergambar di dalam ayat al-Qur’an berikut:

ﺴﺮ ِﺴْﺒ

ﺴمْﻮﺴـْﺒﺴو

ﺴﱠﻪﺒ

ﻮُﺟْﺮﺴـ

ﺴنﺎﺴ

ْ ﺴِ

ﺲﺔﺴﺴ ﺴﺣ

ﺲةﺴﻮْ ُأ

ِﱠﻪﺒ

ِلﻮُ ﺴر

ِﰲ

ْ ُ ﺴ

ﺴنﺎﺴ

ْﺪﺴﺴ

ﺒًﲑِﺜﺴ

ﺴﱠﻪﺒ

ﺴﺮﺴﺴذﺴو

)

٨

(

Artinya : “Sesungguhnya telah ada dalam diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”32

Masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadith yang

memberikan pencerahan kepada ummat muslim, bahwa betapa kedudukan

akhlaq al-kariimah menempati posisi yang sangat signifikan dalam rangka

menggapai tugas mulia manusia selaku khalifah di muka bumi ini. Akhlak

mulia ini senantiasa relevan sepanjang kehidupan manusia dimana pun dan

kapan pun, menembus batas ruang dan waktu.33

Salah satu isi dari kitab nashaih al-ibad dalam bab yang ke dua yaitu

bersumber dari Sabda Nabi Muhammad SAW :

32 QS. Al-Ahzab [33]:21

33 Hamzah Tualeka, et.al, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011),

(36)

25

لﺎ

أ

و

ﱯ ﺒ

ﺎ ﻬ

ﻀ أ

ء ﺷ

نﺎ ﺣ

"

"

ﺒو

نﺎﳝﻷﺒ

Artinya : Dari Nabi SAW sesungguhnya beliau bersabda : dua perkara yang tidak ada yang lebih utama dari keduanya yaitu iman kepada Allah dan dan kemanfaatan bagi orang-orang islam

Yang di maksud kemanfaatan bagi orang –orang islam dalam kitab

nashaih al-ibad yaitu kemanfaatan baik berupa ucapan, kedudukan, harta,

maupun badan.34

Sedangkan dalam kitab nashaih al-ibad terdapat 10 BAB, yang akan

peneliti rinci sebagai berikut :

a. BAB yang pertama berisi mukadimah dari pengarang kitab.

b. BAB yang kedua berisi 33 Mauizah.

c. BAB yang ketiga berisi 55 Mauizah

d. BAB yang keempat berisi 37 Mauizah

e. BAB yang kelima berisi 27 Mauizah

f. BAB yang keenam berisi 17 Mauizah.

g. BAB yang ketujuh berisi 10 Mauizah.

h. BAB yang kedelapan berisi 5 Mauizah.

i. BAB yang kesembilan berisi 5 Mauizah.

j. BAB yang kesepuluh berisi 29 Mauizah.

34 Muhammad ibn Umar Nawawi al-Jawi al-Bantani, Nashaih Ibad, (Beirut : Dar

(37)

26

Jika didefinisikan nashaih al-ibad itu bermakna nasihat-nasihat bagi

para hamba Allah. Dimaksudkan agar para hamba Allah menjadi kuat

imannya dan lebih yakin terhadap ajaran Agama Islam serta memiliki akhlak

yang baik. Oleh karenanya kitab nashaih al-ibad ini menjadi sebuah karya

fenomenal yang menjadi rujukan banyak pondok pesantren dan madrasah di

berbagai penjuru nusantara, dikarenakan kitab tersebut berisikan tentang

berbagai macam sabda Nabi Muhammad SAW yang terkait dengan akhlak

yang mulia, serta berbagai macam ucapan para sahabat dan para orang-orang

sholih yang mengandung banyak sekali mutiara-mutiara hikmah dan

diharapkan bisa menjadi jalan untuk mendapatkan Ridla Allah Subhanahu Wa

(38)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini guna mencapai tujuan yang

diharapkan diperlukan suatu metode yang tepat. Dengan demikian, maka

peneliti membuat suatu perencanaan dan langkah-langkah yang akan

ditempuh. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini dikatagorikan

dalam rencana penelitian. Rencana penelitian adalah desain atau strategi

yang mengatur latar (setting) penelitian agar peneliti memperoleh data

yang valid.35

Penelitian yang dilakukan peneliti kali ini menggunakan

pendekatan fenomenologis. fenomenologi memiliki dua makna, sebagai

filsafat sains dan sebagai metode penelitian. Studi fenomenologi ini

mencoba mencari arti pengalaman dalam kehidupan. Peneliti menghimpun

data berkenaan dengan konsep, pendapat, pendirian, sikap, penilaian, dan

pemberian makna terhadap situasi atau pengalaman dalam kehidupan.

Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah mencari atau menemukan

makna dari hal-hal yang esensial atau mendasar dari pengalaman hidup

tersebut. Fenomenologi merupakan strategi dalam penelitian kualitatif. Di

(39)

28

dalamnya, peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang

suatu fenomena tertentu. Memahami pengalaman-pengalaman hidup

manusia menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu metode penelitian

yang prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti mengkaji sejumlah

subjek dengan terlibat secara langsung dan relatif lama di dalamnya untuk

mengembangkan pola-pola dan relasi makna.36

Sedangkan jenis penelitian yang diteliti kali ini merupakan

penelitian kualitatif interaktif, yaitu studi yang mendalam dengan

menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari subjek dalam

lingkungan alamiahnya. Peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena

bagaimana orang mencari makna daripadanya. Jenis strategi penelitian

yang digunakan peneliti sepanjang penelitian adalah strategi studi

lapangan kualitatif. Yaitu metode spesifik yang diterapkan peneliti seperti

pengumpulan data melalui observasi.

Metode kualitatif ini digunakan berdasarkan beberapa

pertimbangan : Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah

apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode kualitatif

menyajikan secara langsung hakikat hubungan antar peneliti dan informan;

ketiga metode kualitatif ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri

(40)

29

dengan latar penelitian dan mampu melakukan penajaman pola-pola nilai

yang dihadapi peneliti.37

B. Subjek Dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek penelitian yang di maksud peneliti dalam hal ini adalah

jama’ah kajian rutin kitab nashaih al-ibad yang kesemuanya kurang lebih berjumlah 50 orang jama’ah, yang terdiri dari beberapa jama’ah laki-laki

dan beberapa perempuan yang kebanyakan adalah jama’ah ibu-ibu yasinan

di rungkut kidul surabaya. Mengenai keadaan atau latar belakang jamaah

kebanyakan para jama’ah kajian rutin kitab nashaih al-ibad mayoritas pegawai swasta. Sedangkan jama’ah perempuan kebanyakan adalah

berprofesi sebagai ibu rumah tangga.38 Untuk lebih jelasnya peneliti akan

mencantumkan dokumentasi photo para jamaah kajian rutin kitab nashaih

al-ibad yang terdiri dari jama’ah laki-laki dan perempuan dalam lampiran

di akhir skripsi.

2. Objek penelitian

Mushalla Baiturrahman yang bertempat di Rungkut Kidul Surabaya

merupakan objek penelitian yang difokuskan oleh peneliti. Terkait sejarah

berdirinya Mushalla Baiturrahman peneliti telah melakukan wawancara

37Ibid., h. 34

(41)

30

intensif dengan pengurus mushalla baiturrahman yang mana pada mulanya

mushalla tersebut didirikan oleh paman dari bapak Choirul Anam yang

bernama H. Abdurrahman pada tahun 1993 yang mana beliau bertempat

tinggal di daerah Rungkut Mejoyo, yang masih merupakan satu wilayah di

Kecamatan Rungkut Surabaya.39 Kemudian seiring berjalannya waktu

lambat laun pembangunan mushalla baiturrahman semakin baik untuk

lebih jelasnya peneliti akan memberikan hasil dokumentasi dari mushalla

baiturrahman dalam lampiran. Mengenai letak geografis mushalla

Baiturrahman akan peneliti cantumkan dalam uraian berikut yaitu berada

di kelurahan Rungkut Kidul, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya. Di

sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rungkut, di sebelah timur

berbatasan dengan pasar pahing Rungkut Kidul, sehingga letak mushalla

Baiturrahman sangat strategis. Disebelah selatan sekitar 200 meter terdapat

Mall besar yang menjadi pusat perbelanjaan masyarakat. Dan di sebelah

barat terdapat Masjid Al-Musthofa yang menjadi icon masyarakat Rungkut

kidul Surabaya.

C. Tahap-Tahap Penelitian

Berbagai upaya dalam mempelajari, memahami penelitian

kualitatif tidak bisa terlepas dari memahami dan mengenal tahap-tahap

penelitian kualitatif itu sendiri. Tahap-tahap penelitian kualitatif dengan

(42)

31

salah satu ciri pokoknya dimana peneliti itu sendiri menjadi instrumen

kunci penelitian. Khususnya dalam analisis data ciri khasnya sudah

dimulai sejak awal pengumpulan data. Hal itu yang amat berbeda dengan

penelitian pendekatan yang menggunakan eksperimen. Tahap-tahap

penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang keseluruhan

kegiatan penelitian mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan

data, analisis dan penafsiran data, sampai penulisan laporan.

Uraian tentang tahap-tahapan penelitian kualitatif ini bersumber

dari pandangan Bodgan (1972) yaitu tahapan : pra-lapangan, kegiatan

lapangan, dan analisis intensif. Sedangkan Krik dan Miller (1985)

menyatakan ada: intervensi, temuan, penafsiran, dan eksplanasi.

Disamping pandangan lofland menyatakan tahapan-tahapan sebagai

berikut: dimulai dari tempat peneliti berdomisili, menilai latar penelitian,

memasuki lapangan, berada di lokasi penelitian, mencatat dengan hati-hati,

memikirkan satuan, mengajukan pertanyaan, mengembangkan analisis,

dan menulis laporan40

Dari paparan diatas tahapan-tahapan penelitian kualitatif tersebut

disesuaikan dengan kepraktisan, kemampuan peneliti, serta mudah

dipahami. Selanjutnya, pentahapan tersebut terdiri dari tahap penelitian

(43)

32

secara umum dan tahap penelitian secara siklus, yang akan dipaparkan

sebagai berikut.

1. Tahap Pra Lapangan

Pada tahap pra lapangan ini ada beberapa kegiatan yang telah

dilakukan oleh penulis yaitu merancang penelitian yang telah peneliti tulis

di BAB I. Kemudian peneliti talah memilih lokasi penelitian yaitu

bertempat di Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya. Yang

ketiga peneliti telah mengurus perizinan penelitian yang akan peneliti

lampirkan di akhir halaman. Kemudian yang keempat peneliti telah

menjajaki dan menilai lokasi penelitian dengan cara mencari gambaran

umum tentang geografi, demografi, sejarah, tokoh-tokoh berpengaruh, dan

adat-istiadat kebiasaan masyarakat. Kelima peneliti telah mengadakan

persiapan Interview dengan tokoh masyarakat yang terkait dengan

penelitian. Krik dan Miller41 merumuskan beberapa segi terkait dengan

tahap invansi ini kedalam tiga aspek, yaitu : pertama, pemahaman atas petunjuk dan cara hidup masyarakat. Dalam hal tersebut peneliti telah

melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Rungkut Kidul

Surabaya, kedua, memahami pandangan hidup masyarakat. Sebagai bentuk partisipasi peneliti dalam hal tersebut, peneliti telah menggali

informasinya.

(44)

33

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan kali ini akan peneliti uraikan dalam

beberapa bagian. Yang pertama peneliti telah memahami latar penelitian

dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam mengadakan penelitian

terkait kajian rutin kitab nashaih al-ibad yang dilangsungkan di Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya. Peneliti memahami bahwa latar

penelitian yang dijadikan sebagai objek penelitian terletak di tempat yang

strategis sehingga peneliti tidak hanya mengandalkan pengamatan saja

akan tetapi juga mengadakan wawancara secara intensif dengan

tokoh-tokoh agama yang berpengaruh di lokasi setempat. Kemudian selama

melaksanakan penelitian, peneliti bersikap dan berpenampilan mengikuti

dan menyesuaikan dengan para jama’ah yang ikut serta dalam kajian rutin

kitab nashaih al-ibad agar dalam penelitian selaras dengan kebiasaan, adat, tata cara dan kultur latar penelitian. Yang Ketiga terkait pengenalan

hubungan peneliti di lapangan, peneliti aktif mengikuti kajian rutin kitab

nashaih al-ibad sehingga hubungan emosional dan kultural antara peneliti dan subjek yang diteliti dapat dikatakan cukup baik. Hal tersebut dapat di

buktikan dengan seringnya peneliti menggali data di latar penelitian.

Mengenai jumlah waktu penelitian peneliti menentukan dan membatasi

waktu dengan seefisien dan seefektif mungkin agar penelitian sesuai dan

tepat dengan target dan perencanaan yang di buat sebelumnya.

(45)

34

Tahap selanjutnya yakni memasuki lokasi penelitian. Peneliti akan

menjelaskan keakraban hubungan peneliti dengan para jama’ah. Dalam hal

penelitian kali ini peneliti sebut dengan istilah rapport. Rapport disini

adalah hubungan antara peneliti dengan subjek yang sudah melebur

sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.

Sedangkan bahasa yang digunakan selama berlangsungnya penelitian kali

ini adalah bahasa sehari-sehari dengan bahasa yang mudah di mengerti

oleh peneliti yakni bahasa jawa krama. Selanjutnya peranan peneliti adalah

sebagai partisipator yang juga mengadakan riset dalam penelitian yang

dilaksanakan di latar penelitian.

4. Berpartisipasi Sambil Mengumpulkan Data

Selama pengumpulan data, peneliti membatasi waktu penelitian

untuk efisiensi waktu, tenaga dan biaya, akan tetapi peneliti tetap aktif

berpartisipasi dalam lingkungan penelitian. Dan tak lupa peneliti juga aktif

mencatat data-data yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Alat

penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian kualitatif kali ini

adalah berupa catatan lapangan (Field Note). Catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti kali ini adalah catatan yang digunakan peneliti sewaktu

mengadakan pengamatan, wawancara, dan mengajukan questionnaire

kepada para jama’ah kajian rutin kitab nashaih al-ibad serta bentuk data lainnya seperti dokumen, laporan, gambar dan foto sebagai data

(46)

35

D. Sumber Dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif interaktif kali ini adalah

Subjek dari mana data dapat diperoleh. Yaitu jama’ah kajian rutin kitab

nashaih al-ibad yang terdiri dari jama’ah laki-laki dan beberapa jama’ah

ibu-ibu, serta tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh terhadap objek

penelitian.

Terkait sumber data, peneliti juga akan mengemukakan bagaimana

menjaga kerahasiaan sumber data. Antara lain peneliti mencantumkan

tulisan dengan kata-kata akan merahasiakan data tanpa diketahui seorang

pun dalam lembaran-lembaran kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti

sebelumnya kepada jama’ah. Selain itu, peneliti juga menjaga kerahasiaan

data di recorder.

Sedangkan sumber data dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan

menjadi empat jenis data yakni sumber data primer, sekunder, pustaka, dan

yang keempat adalah sumber data place.

1. Data Primer

Yakni sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan,

mulai wawancara atau jawaban tertulis berupa data base. Dalam

penelitian kali ini yang memberikan data adalah ketua dan pengurus

Mushalla Baiturrahman dan beberapa Jama’ah kajian rutin kitab

nashaih al-ibad serta tokoh-tokoh agama di latar penelitian melalui

(47)

36

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diolah terlebjh dahulu dan

biasanya diperoleh dari dokumen-dokumen resmi yang bisa berupa

arsip yang ada di latar penelitian. Dan merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data.

3. Kajian Pustaka

Data yang diperoleh dengan kajian pustaka yaitu data yang ditemukan

melalui bacaan atau literatur dari berbagai buku yang mendukung

terhadap masalah yang diteliti. Sering pula disebut “sumber pustaka

baku” atau sifatnya lebih permanen, pada umumnya memiliki waktu,

masa usia terbit yang lebih lama.42

4. Place

Place yakni sumber data yang menyajikan tampilan data berupa

keadaan tempat, baik itu gedung ataupun inventaris sekolah lainnya.

Sumber data ini merupakan obyek yang bisa digali dengan teknik.

Sedangkan menurut jenis datanya penelitian ini termasuk dalam

jenis data kualitatif. karena tidak dilakukan dengan menggunakan statistik

akan tetapi dilakukan dengan teknik-teknik kualitatif.

(48)

37

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian merupakan hal yang esensial.

Pengumpulan data penelitian kualitatif bukanlah mengumpulkan data

melalui instrumen seperti halnya penelitian kuantitatif dimana

instrumennya dibuat untuk mengukur variable-variable penelitian. Tetapi,

pengumpulan data dalam penelitian kualitatif instrument utama adalah

peneliti sendiri (human instrument), untuk mencari data dengan

berinteraksi secara simbolik dengan informan/subjek yang diteliti.

Pengumpulan data merupakan pekerjaan penelitian yang tidak

dapat dihindari dalam kegiatan penelitian. Hubungan kerja antara peneliti

atau kelompok peneliti dengan subjek penelitian hanya berlaku untuk

pengumpulan data dengan melalui kegiatan atau teknik pengumpulan data

melalui teknik observasi partisipan, wawancara, yang mendalam dengan

informan atau subjek penelitian, pengumpulan dokumen dengan

melakukan penelaahan terhadap berbagai referensi-referensi yang memang

relevan dengan fokus penelitian.43 Untuk menggunakan teknik-teknik

tersebut peneliti membuat format atau pedoman observasi, wawancara, dan

menyediakan alat-alat pendukung seperti tape recorder, alat tulis, kertas,

serta Handphone. dalam melaksanakan penelitian.

(49)

38

Bila dilihat dari segi cara, teknik pengumpulan data dapat

dilakukan dengan observasi, interview, kuisioner, dokument, dan

gabungan.44 Dalam melakukan penelitian kali ini Peneliti sendiri

menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara gabungan yaitu

observasi, interview, kuisioner dan dokument. Obeservasi yang dilakukan

oleh peneliti dalam penelitian kali ini adalah observasi partisipatif, yaitu

sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan

diri dalam lingkungan subjek penelitian yaitu aktif berpartisipasi dengan

mengikuti kajian rutin kitab nashaih al-ibad yang berlatar di Mushalla Baiturrahman Rungkut Kidul Surabaya. Observer (pengamat) terlibat

mengikuti orang-orang yang sedang diteliti dalam kehidupan mereka

sehari-hari, melihat apa-apa yang mereka lakukan, kapan, dengan siapa,

dan dalam keadaan apa, dan menanyai mereka mengenai tindakan

mereka.45 Dengan observasi tersebut peneliti dapat memahami konteks

data dalam keseluruhan situasi sosial, sehingga memperoleh pandangan

yang holistik (menyeluruh). Selain itu peneliti akan memperoleh

pengalaman langsung sehingga memungkinkan peneliti menggunakan

pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan

sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan

penemuan (discovery).

44 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 62. 45 Howard S. Becker, Blanche Geer, dan Everett C. Hughes, Memahami Penelitian

(50)

39

Selain menggunakan observasi partisipatif, peneliti juga

menggunakan teknik pengumpulan data yang lain yaitu dengan wawancara

kualitatif. Teknik wawancara mendalam (depth interview) merupakan teknik pengumpulan data yang khas dari penelitian kualitatif.46

Wawancara kualitatif merupakan salah satu teknik untuk

mengumpulkan data dan informasi. Peneliti menggunakan metode ini

berdasarkan pada dua alasan. Pertama, dengan wawancara peneliti dapat

menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti,

tetapi apa yang tersembunyi jauh didalam diri subjek penelitian. Kedua,

apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat

lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa kini, dan juga

masa mendatang. Wawancara yang digunakan adalah wawancara

kualitatif. Artinya, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara

lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu susunan pertanyaan yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Dan tak lupa peneliti juga menyimpan

cadangan masalah yang perlu ditanyakan kepada informan. Cadangan

masalah tersebut adalah kapan menanyakannya, bagaimana urutannya,

akan seperti apa rumusan pertanyaannya dan sebagainya yang biasanya

muncul secara spontan sesuai perkembangan situasi wawancara itu sendiri.

(51)

40

Ketika melaksanakan wawancara, peneliti menggunakan

wawancara terstruktur. Dengan kata lain merupakan model pilihan karena

dapat membuat kerangka pertanyaan yang tepat untuk memperolehnya.

Dalam wawancara terstruktur pertanyaan ada ditangan pewawancara, dan

respons terletak pada informan. Kemudian informan mendeskripsikan

data-data yang diperlukan oleh peneliti dan difasilitasi peneliti dengan alat

perekam suara.

Adapun teknik lain yang digunakan peneliti untuk pengumpulan

data dalam penelitian kali ini adalah metode kuesioner atau angket.

Menurut Suharsimi Arikunto angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.47

Instrument yang digunakan untuk metode angket ini adalah

berbentuk kuesioner (serangkaian pertanyaan) atau angket. Dan bentuk

angket yang digunakan adalah angket tertutup yaitu angket yang sudah

disediakan jawabannya, sehingga respondent tinggal memilih salah satu

jawaban atau alternatif jawaban yang sudah disediakan atau yang bersifat

pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban yaitu : selalu, sering, jarang,

tidak pernah. Respondent disilahkan untuk memberikan tanda silang di

salah satu pilihan jawaban yang disediakan di dalam kuesioner.

(52)

41

F. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan melalui

pengaturan data secara logis dan sistematis. Dan analisis data penelitian

kualitatif dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga

pada akhir penelitian pengumpulan data. Adapun yang melakukan analisis

pada penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri yang sejak awal terjun ke

lokasi lapangan berinteraksi dengan latar dan subjek penelitian dalam

rangka pengumpulan data.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber, baik data dari wawancara, pengamatan yang

sudah dituliskan dalam catatan lapangan di lokasi penelitian, dokumen

pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan lain sebagainya. Data tersebut

banyak sekali, setelah dibaca secara cermat, dipelajari, dan ditelaah,

langkah berikutnya peneliti kualitatif mengadakan reduksi data yang

dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha

membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang

perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya

adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan itu kemudian

dikatagorikan pada langkah berikutnya. Katagori-katagori itu dibuat

sambil melakukan koding. Tahap akhir dari proses analisis data ini ialah

mengadakan pemeriksaan kebsahahan data. Setelah selesai tahap ini,

(53)

42

menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.

Singkat kata, analisis data itu dilakukan dalam dua tahapan, yaitu selama

proses pengumpulan data dan pada akhir pengumpulan data.

Berdasarkan paparan diatas analisis data untuk penelitian kualitatif

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilih dan memilahnya menjadi satuan unit

yang dapat dikelola, mensintesiskannya,mencari dan menemukan pola,

menemukan apa-apa yang penting dan apa-apa yang dipelajari, dan

merumuskan apa-apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Adapun proses dari analisis data kualitatif menurut siddel (1998)

sebagai berikut:

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi

kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilih dan memilah, mengklasifikasikan,

mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.

3. Berpikir dengan jalan membuat agar katagori data itu mempunyai

makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan

membuat temuan-temuan umum.

Adapun tahap-tahapan analisis data kualitatif dalam penelitian kali

ini akan peneliti tuliskan dalam beberapa bagian secara urut, antara lain

(54)

43

a. Membiasakan diri dengan data melalui tinjauan pustaka, membaca, mendengar, dan lain-lain.

b. Transkrip wawancara dari perekam

c. Pengaturan dan indeks data yang telah diidentifikasi

d. Anonim dari data yang sensitif.

e. Koding

f. Identifikasi tema

g. Pengkodingan ulang

h. Pengembangan kategori

i. Eksplorasi hubungan antara katagori

j. Pengulangan tema dan katagori

k. Membangun teori dan menggabungkan pengetahuan yang sebelumnya.

l. Pengujian data dengan teori lain

m.Penulisan laporan, termasuk dari data asli apabila tepat (seperti kutipan dari wawancara).

Teknik analisis data yang digunalkan dalam penelitian ini adalah

analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Milles dan

Hubberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus

pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai

(55)

44

conclusion drawing/verification.48 Langkah-langkah analisis ditunjukkan

pada gambar 1 berikut.

[image:55.595.139.528.186.548.2]

Gambar 1. Komponen dalam analisi

Gambar

Gambar 2. Analisis Taksonomi Penelitian Kualitatif ...............................................
Gambar 1. Komponen dalam analisis data (interctive model)
Gambar 2. Analisis Taksonomi penelitian kualitatif.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul :

sectional .Populasi penelitian ini adalah anak prasekolah yang mengikuti half day sejumlah 42 anak di TK Pertiwi dan full day sejumlah 87 anak di TK Annida sehingga

Penyesuaian dilakukan terhadap nilai bobot nitrogen dari Gambar 18 karena nilai tersebut terlalu besar bila digunakan untuk pemodelan simulasi penurunan konsentrasi larutan

Program selanjutnya adalah Program Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan kegiatan Pelayanan dan Pendukung Pelayanan Kesehatan Masyarakat ( BLUD ) kegiatan ini

Tiga bulan kemudian, Suhada bertemu kembali dengan anak nelayan,setelah sekian lama berpisah.Jumlah mereka tak sebanyak dengan jumlah mereka saat beberapa bulan

Ha : Terdapat perbedaan perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran konvensional dengan CTL siswa kelas IX SMAN 212 Wiro Sableng

Dengan mengerjakan soal cerita, siswa mampu menemukan strategi yang efektif dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung perbandingan dan pecahan dengan teliti3.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Besar Elemen Mesin I..