MATRIKS PERBANDINGAN
PENGATURAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) PADA UNDANG-UNDANG BPHTB
DENGAN
UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
===================================================================
Materi Pengaturan
Undang Nomor 21 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (PDRD)
Subjek
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
(Pasal 4 Ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 1997)
Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
(Pasal 86 Ayat (1))
Objek Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. (Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 1997)
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
(Pasal 85 ayat (1))
Tarif Sebesar 5%
(Pasal 5 UU Nomor 21 Tahun 1997)
Paling Tinggi 5%
(Pasal 88 ayat 1)
NPOPTKP
(Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak)
Secara Regional Paling banyak Rp60 Juta kecuali untuk Waris dan Hibah Wasiat
(Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2000)
Paling rendah Rp60 Juta untuk Selain Waris dan Hibah Wasiat
(Pasal 87 Ayat 4)
Kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah, wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek
Paling rendah Rp300 Juta untuk Waris dan Hibah Wasiat
Materi Pengaturan
Undang Nomor 21 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (PDRD)
Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp300 juta
(Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2000)
BPHTB Terutang 5% x (NPOP–NPOPTKP)
(Pasal 8 UU Nomor 21 Tahun 1997)
5% (Maksimal) x (NPOP-NPOPTKP)