Laporan Eksekutif
Indeks Tata Kelola Polri
Tingkat Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro
“
Mewujudkan
Polri yang
Pro
fesional
, Mo
dern
,
dan
Ter
percaya
“
LAPORAN EKSEKUTIF
Indeks Tata Kelola
Kepolisian Negara Republik Indonesia (ITK) Tingkat Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro
Tim Peneliti Kemitraan: M. Gaussyah
Inda Loekman Lenny Hidayat Hery Sulistyo Amalia Fubani Arif Nurdiansah Ahmad Fawaiq Muhammad Iqbal Iqbal Muhammad Riana Ekawati Hana Alfahani
Tim Peneliti Srena Polri: Meilina D. Irianti
Diterbitkan oleh:
Biro Reformasi Birokrasi Polri
Srena Polri-Jl. Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan Telp: 021-7218788, 021-7218940, Fax: 021-7218788 Website: itk.polri.go.id
Polri untuk melakukan pengukuran kinerja melalui Indeks Tata Kelola Kepolisian Negara Republik Indonesia (ITK) semakin tinggi. Setelah tahun 2015 di level Polda, tahun ini, pengukuran dilakukan di 70 tingkat Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro di 32 provinsi seluruh Indonesia. Kapolri baru menjadikan ITK sebagai bagian dari program prioritas dalam mewujudkan Polri Profesional, Modern dan Terpercaya (PROMOTER).
ITK yang dikembangkan bersama Polri dan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia –Partnership for Governance Reform in Indonesia– mampu menunjukan sejauh mana reformasi internal di tubuh Polri telah bergulir, sehingga perubahan demi perubahan yang telah terjadi dapat dilihat secara jelas berdasarkan fakta yang berbasis data, serta persepsi publik pengguna jasa Polri. ITK level Polres melibatkan total 2.265 orang dengan latar belakang beragam (anggota DPRD, kejaksaan, Pemda, aktivis, peneliti, dosen, media dan lain-lain) yang ada di masing-masing wilayah. Tingkat partisipasi publik terbesar dibandingkan dengan metode pengukuran kinerja internal dalam sejarah Polri.
Salah satu temuan menarik berdasarkan hasil analisa persepsi publik adalah bahwasanya Polri dalam membangun trust building, tidak dapat mengandalkan pencitraan. Hal ini tercermin di dalam penilaian integritas yang berbeda-beda setiap satuan fungsi. Masyarakat memahami perbedaan satuan tersebut sehingga meskipun satuan fungsi tertentu dapat berkinerja dengan baik, namun tidak berarti satuan lainnya akan mendapatkan penilaian yang sama. Masyarakat semakin kritis dan ekspektasi penerapan nilai-nilai integritas semakin tinggi. Untuk itu, Polri harus segera meningkatkan kerja dan bersinergi, tidak hanya membangun citra.
Berbeda dengan level Polda, laporan ITK Polres menyajikan sub-indeks dengan isu-isu yang menjadi perhatian publik, seperti tingkat kerawanan calo pada layanan publik, tingkat kekerasan, tingkat suap, profesionalisme dan integritas anggota Polri.
Data dan pengetahuan yang dihasilkan melalui pengukuran ITK secara berkala dapat digunakan oleh para pembuat kebijakan –baik di internal kepolisian maupun tingkat negara– berdasarkan bukti (evident based policy), sehingga proses reformasi internal serta peningkatan kualitas kinerja Polri dapat dengan cepat dilaksanakan.
Monica Tanuhandaru Direktur Eksekutif
Jakarta, Agustus 2016
ASISTEN KAPOLRI
BIDANG PERENCANAAN UMUM DAN ANGGARAN
Drs. ARIF WACHYUNADI INSPEKTUR JENDERAL POLISI
KATA PENGANTAR
ASISTEN KAPOLRI
BIDANG PERENCANAAN UMUM DAN ANGGARAN
Assalamu alaikum Wr .Wb
Salam Sejahtera Bagi Kita Sekalian.
Upaya optimalisasi Reformasi Birokrasi (RB) di tubuh Polri pasca Reformasi Nasional tahun 1998 terus digalakkan, diantaranya dalam mewujudkan Polri yang profesional melalui penguatan tatakelola pada fungsi-fungsi yang masih lemah dan menghambat RB. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk melakukan reformasi di bidang birokrasi seiring dengan perjalanan waktu maka RB bukan lagi merupakan suatu tuntutan masyarakat yang mengharapkan agar Birokrasi dan terutama aparatur Polri dapat berkualitas lebih baik tetapi benar-benar menjadi kebutuhan organisasi dalam mewujudkan good governance dan clean government yang berbasis kinerja (Performance Based Bureaucracy) yang efektif, efisien dan ekonomis, difokuskan pada upaya untuk mewujudkan outcomes (hasil).
Kementerian PAN dan RB selaku Tim Reformasi Birokrasi Nasional telah menetapkan sistem penilaian mandiri (self assement) pelaksanaan RB terhadap 8 area perubahan yaitu Organisasi, Tata Laksana, Peraturan Perundang-undangan, SDM Aparatur, Pengawasan, Akuntabilitas, Pelayanan Publik dan Mind Set dan Culture Set Aparatur, namun penilaian ini belum menggambarkan pencapaian tugas Polri dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum.
Indeks Tatakelola Kepolisian Negara Republik Indonesia (ITK) sebagai instrument untuk mengukur kinerja dan capaian program Reformasi Birokrasi Polri (RBP) yang dikembangkan bersama-sama Kemitraan dengan menggunakan 7 prinsip-prinsip tata kelola Kepolisian yang baik yaitu kompetensi, responsif, perilaku, transparan, keadilan, efektivitas dan akuntabilitas yang bersifat obyektif dan komprehensif berdasarkan bukti (evident based), yang dapat digunakan sebagai landasan untuk pengambilan kebijakan sekaligus sebagai tolok ukur kemajuan yang dicapai, dan sebagai alat untuk memperbandingkan kinerja secara obyektif, fair, dan akurat antar Polda dan saat ini dilaksanakan pada tingkat Polres, sehingga ITK tidak menghilangkan kewajiban Polri melakukan secara mandiri pelaksanaan RBP.
Dengan ITK akan diperoleh profil kinerja di 70 Polres pada 9 fungsi yang berkontribusi dalam pencapaian RBP yaitu Sabhara, Reskrim, Reskrim Narkoba, Intelkam, Lantas, SPKT, Propam dan SDM yang divisualisasikan dengan Indeks Tatakelola Polri, Indeks Profesionalitas Aparatur Polri, Indeks e-Government, Indeks Integritas Pelayanan Publik dan Survei Kepuasan Masyarakat sehingga hasil ITK dapat bermanfaat baik secara internal maupun eksternal dalam pengambilan kebijakan, semoga apa yang telah dilakukan selalu mendapat limpahan rahmat dan karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Wassala u’alaiku Wr .Wb.
Paraf:
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTANAssalamualaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Seraya memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut baik dan mengapresiasi atas terbitnya buku LAPORAN EKSEKUTIF INDEKS TATA KELOLA POLRI TINGKAT POLRE“ , yang dapat dijadikan referensi serta sumber informasi dan acuan bagi para pembaca, khususnya para Kepala Kesatuan di tingkat Polres dalam menetapkan arah kebijakan dan strategi.
Pengukuran Indeks Tata Kelola Kepolisian Negara Republik Indonesia (ITK) ini dilaksanakan sejak tahun 2015, berdasarkan semangat untuk mewujudkan profesionalisme Polri yang bersih dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme melalui penguatan tata kelola dengan menerapkan prinsip tata kelola Kepolisian yang baik, yaitu kompetensi, responsif, perilaku, transparan, keadilan, efektivitas dan akuntabilitas.
ITK merupakan inisiasi Polri dengan mengandeng Kemitraan yang telah memiliki kredibilitas dalam pengukuran kinerja tingkat Propinsi dan Kabupaten, dengan mengukur Satker - Satker baik internal maupun eksternal yang diyakini dapat mempercepat pencapaian Reformasi Birokrasi Polri yaitu fungsi Sabhara, Reskrim, Lantas, Intelkam, Binmas, Polair dan SDM, sedangkan pada tingkat Polres disesuaikan kebutuhan dengan menambah bidang SPKT dan Si Propam.
Melalui penguatan tata kelola, diharapkan dapat mendorong pencapaian sasaran Reformasi Birokrasi Polri dengan indikator meningkatnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan Polri, mempertahankan penilaian Laporan Keuangan oleh BPK dengan predikat WTP, meningkatnya nilai Akuntabilitas Kinerja dan Reformasi Birokrasi, tergelarnya e - government dan penggunaan e-procurement sampai tingkat Polres, serta meningkatnya profesionalisme anggota Polri dan integritas pelayanan publik.
Hal i i sejala de ga progra prioritas saya ya g tertua g dala progra PROMOTER dalam mewujudkan Polri yang Profesional, Modern dan Terpercaya serta pelaksanaan Reformasi Birokrasi Polri Gelombang III Tahun 2016-2019, yang berorientasi pada sasaran penguatan Birokrasi dalam mewujudkan organisasi Polri yang bersih dan akuntabel, memiliki pelayanan publik berkualitas, efektif dan efisien sesuai dengan semangat Reformasi Birokrasi Nasional.
Selaku pimpinan Polri, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan Kemitraan atas kerjasamanya, para peneliti dan Tim Reformasi Birokrasi Polri yang telah bekerja dengan sungguh - sungguh hingga dihasilkan suatu produk ITK tingkat Polres, untuk memotret pelaksanaan Reformasi Birokrasi Polri tingkat Polres, dalam rangka mewujudkan tata kelola Kepolisian yang baik serta Polri yang bersih dan bebas dari praktek KKN.
Akhirnya, semoga buku ini dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan serta menjadi bacaan yang bermanfaat dan berdayaguna bagi semua pihak. Demikian sambutan saya, semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan perlindungan-NYA kepada kita sekalian, dalam melaksanakan tugas pengabdian yang tiada henti kepada masyarakat, Bangsa dan Negara.
Sekian dan terima kasih, Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Agustus 2016
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ADR : Alternatif Dispute Resolution
ALMATSUS : Alat Material Peralatan Khusus
ALPALKAM : Alat Peralatan dan Keamanan
BABEL : Bangka Belitung
BHABINKAMTIBMAS : Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
BINMAS : Pembinaan Masyarakat
DIKJUR : Pendidikan Kejuruan
DSP : Daftar Susunan Personel
DIRLANTAS : Direktur Lantas
DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta
FKPM : Forum Kemitraan Polisi Masyarakat
GAKKUM : Penegakan Hukum
HARKAMTIBMAS : Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
IKM : Indeks Kepuasan Masyarakat
INTELKAM : Intelijen Keamanan
ITK : Indeks Tata Kelola Kepolisian Negara Republik Indonesia
KAMTIBMAS : Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
KEMENPAN-RB : Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi
KEPRI : Kepulauan Riau
KKN : Korupsi, Kolusi , Nepotisme
LINYOMYAN : Perlindungan, Pengayoman, Pelayanan Masyarakat
LKPP : Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah
PILUN : Piranti Lunak
PPA : Perlindungan Perempuan dan Anak
PPK : Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
PNBP : Pendapatan Negara Bukan Pajak
POLRES : Polisi Resor
POLRESTA : Polisi Resor Kota
POLRESTABES : Polisi Resor Kota Besar
POLRI : Kepolisian Negara Republik Indonesia
POLWAN : Polisi Wanita
RBP : Reformasi Birokrasi Polri
RESNARKOBA : Reserse Narkoba
RESKRIM : Reserse Kriminal
SABHARA : Samapta Bhayangkara
INTELKAM : Intelijen Keamanan
SATFUNG : Satuan Fungsi
SATKER : Satuan Kerja
LANTAS : Lalu Lintas
SARPRAS : Sarana dan Prasarana
SDM : Sumber Daya Manusia
SIM : Surat Izin Mengemudi
SIMAK BMN : Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang MilikNegara SKCK : Surat Keterangan Catatan Kepolisian
SKM : Survey Kepuasan Masyarakat
SPKT : Sentra Pelayanan Kepolisan Terpadu
SP2HP : Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan
SULSEL : Sulawesi Selatan
SUMDA : Sumber Daya
SUMSEL : Sumatera Selatan
MABES POLRI : Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
………. 11. U u ……….. 1
2. Maksud da Tujua ……… 3
3. Dasar………. 3
4. Definisi Prinsip Tatakelola Polri………. 4
5. Capaia Ki erja………. 5
BAB II TEMUAN & ANALISA
………..………... 76. Ki erja Tupoksi da Fu gsi Polri……… 7
a. Fu gsi Harka tib as………. 8
b. Fu gsi Gakku ………. 13
c. Fungsi Li yo ya ……….. 14
7. Kinerja Satker Polres Pertipe Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro.……….. 16
8. Analisa Kinerja Prinsip Per Satfu g………. 19
a. Pri sip Ko pete si……… 21
b. Pri sip Respo sif………. 23
c. Pri sip Keadila ……… 24
d. Pri sip Tra spara si………. 25
e. Pri sip Aku tabilitas………. 26
f. Pri sip Efektifitas……… 27
g. Pri sip Perilaku……… 28
Indeks Integritas Dari Persepsi Masyarakat Survey Tingkat Kerawanan Praktik Penyimpangan (praktik suap, Pemerasan, calo) 9. Kinerja Profesionalitas capaian prinsip responsif, Ko pete si, Aku tabilitas……….. 34
10. Upaya Menuju E-Government Penggunaan teknologi, Prosedur Yanlik dan Perkembangan kasus………. 35
11. Kinerja Kebijakan Kesetaraan Jender……….. 38
BAB III REKOMENDASI
………………
……… 4313. Pri sip Ko pete si……….. 43
14. Prinsip Keadila ………. 44
15. Pri sip Tra spara si ……….. 45
16. Pri sip Respo sif ……….. 46
17. Pri sip Perilaku……… 46
18. Prinsip Akuntabilitas……….. 47
19. Prinsip Efektifitas……….. 48
LAMPIRAN
………..
491. Metodologi ITK ……….. 49
2. Daftar Indikator ITK 2016……….……….. 58
1 Tahap 1
2005-2009 Trust Building
Tahap 2
2010-2014
Partnership Building
Tahap 3 2015-2019 Strive for Excellence
Tahap 3 2020-2024
Excellence
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
Perjalanan reformasi birokrasi Polri secara konsisten telah menunjukkan komitmen
keberlanjutan dari reformasi internal dalam 3 aspek bidang struktural, instrumental dan
kultural. Dalam perkembangannya program reformasi birokrasi dan program reformasi
internal telah terintegrasi dalam Grand Strategi Polri tahun 2005-2025 yang terbagi dalam 3 tahap. Saat ini Polri telah memasuki tahapan ke 3 Renstra Polri tahun 2015-2019 dengan
strategi strive for excellent.
Dalam rangka pengukuran kinerja pelaksanaan reformasi birokrasi, pada tahun 2015
Polri berinisiatif menggandeng Kemitraan (Kemitraan bagi Pembaharuan Tata
Pemerintahan) sebagai pihak eksternal yang telah berpengalaman dalam pengukuran
kinerja tingkat propinsi dan kabupaten untuk bekerjasama dengan Polri berdasarkan Nota
Kesepahaman Nomor: B/55/XII/2014 – Nomor: 005/MoU/Des/2014 tanggal 16 Desember
2014 yang selanjutnya dilaksanakan pada tingkat Polda di 31 Polda.
Hasil ITK tingkat Polda dirilis bulan Oktober 2015 menggunakan 142 indikator dengan
rata-rata skor kinerja 31 Polda 5,69 (skala 1-10) kategori sedang yang menunjukkan
perlunya perbaikan sistem tata kelola tingkat Mabes Polri sebagai pengambil kebijakan
Politik Strategi Nasional (Polstranas) dan tingkat Polda sebagai pelaksana Kesatuan Induk
Penuh (KIP). Terdapat 1.333 responden internal dan eksternal yang telah berpartisipasi di
dalam penilaian ITK tingkat Polda.
2
Pada pertengahan tahun 2016, inisiatif Polri untuk mengukur kinerja semakin
dipertajam oleh Kapolri Jenderal Polisi Drs. H.M. Tito Karnavian, M.A, Ph.D di dalam Tahapa I ple e tasi Progra Prioritas Kapolri yang bertujuan untuk membentuk postur Polri yang Profesional, Modern dan Terpercaya (PROMOTER) melalui tahapan
implementasi strategi 8-11-10, yaitu 8 misi, 11 program, dan 10 komitmen.
1. Profesional: Meningkatkan kompetensi SDM Polri yang semakin berkualitas melalui
peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan, serta melakukan pola-pola pemolisian
berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan, dan dapat diukur
keberhasilannya;
2. Modern: Melakukan modernisasi dalam layanan publik yang didukung teknologi
sehingga semakin mudah dan cepat diakses oleh masyarakat, termasuk pemenuhan
kebutuhan Almatsus dan Alpakam yang makin modern;
3. Terpercaya: Melakukan reformasi internal menuju Polri yang bersih dan bebas dari KKN,
guna terwujudnya penegakan hukum yang obyektif, transparan, akuntabel, dan
berkeadilan.
Perkuat Strategi 8-11-10 melalui Evaluasi Kebijakan Mabes Polri
Dengan cara mengukur dua tingkatan di bawah Mabes Polri, dapat diperoleh
gambaran yang lebih komprehensif tentang dampak dari kebijakan Mabes Polri. Karena
itu, kinerja Polda dan Polres tidak semata-mata mencerminkan kinerja hanya di satuan
tertentu tetapi merupakan hasil atau dampak kebijakan Mabes Polri.
Untuk menindaklanjuti hasil pengukuran kinerja tingkat Polda, dilaksanakan
pengukuran ITK tingkat Polres agar memperoleh gambaran secara menyeluruh dampak
kebijakan reformasi birokrasi Polri pada tingkat Mabes Polri, Polda dan Polres sebagai
Kesatuan Operasional Dasar (KOD). Pada tahun 2016 dilaksanakan di 70 Polres yang dipilih
berdasarkan pertimbangan 3 aspek yaitu kategori urban dan rural, jarak tempuh dan jumlah Polres pada Polda obyek pengukuran.
Dari 176 indikator yang digunakan, sebagian besar indikator dipengaruhi oleh
kebijakan Polda dan Mabes Polri misalnya penentuan jumlah dan penempatan SDM
3
Dengan partisipasi aktif perwakilan pejabat Mabes Polri dan kriteria pemilihan
indikator (konsisten dengan Polda) yaitu: signifikansi, relevansi, faktor pembeda, dan
ketersediaan data; terpilihlah 176 indikator untuk mengukur kinerja tingkat Polres sebagai
penjuru pelaksana pelayanan publik.
Keseluruhan indikator telah melalui uji instrumen dan uji lapangan untuk memastikan
ketersediaan data. Terdapat 2.313 responden internal dan 2.265 well informed person yang terdiri dari perwakilan 20 kategori masyarakat (total 4.578 responden internal dan
eksternal) yang terlibat di dalam penilaian kinerja polres dengan komposisi masing-masing
polres (rata-rata 33 responden internal mewakili 9 satfung dan 30 responden well informed person dari eksternal Polri) yang diundang Polres sebagai responden data persepsi.
2. Maksud dan tujuan
Maksud dan tujuan disusunnya laporan eksekutif Indeks Tata Kelola Polri ini, sebagai berikut:
a. Memberikan gambaran tentang profil kinerja tata kelola dan kinerja Polri secara
umum, profil kinerja tata kelola dan kinerja Polri di 70 Polres, peringkat tata kelola dan
kinerja di 70 Polres;
b. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tata kelola kinerja Polri;
c. Memberikan rekomendasi di 70 Polres secara utuh sehingga dapat mengoptimalkan
performance sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki dalam meningkatkan capaian pelaksanaan RBP;
d. ITK dapat dijadikan sebagai alat pembanding kinerja Polri secara obyektif, fair, dan akurat antar Polres di jajaran Polri.
3. Dasar
a. Surat Kapolri Nomor : B/1351/III/2016/Srena tanggal 11 Maret 2016 tentang
Pemberitahuan pelaksanaan Pengukuran Kinerja Program Reformasi di Tingkat Polres;
b. Nota Kesepahaman Nomor: B/55/XII/2014 – Nomor: 005/MoU/Des/2014 tanggal 16
Desember 2014 tentang Penyusunan Indeks Tata Kelola Polri dalam rangka
4
4. Definisi Prinsip Tata Kelola Kepolisian Negara Republik Indonesia
Indeks Tata Kelola Kepolisian Negara Republik Indonesia (ITK) adalah instrumen untuk
mengukur kinerja dan capaian program RBP dengan menggunakan 7 prinsip-prinsip tata
kelola Kepolisian yang baik (good governance) yaitu kompetensi, responsif, perilaku, transparan, keadilan, efektivitas dan akuntabilitas yang bersifat obyektif dan komprehensif
yang dapat digunakan sebagai landasan untuk pengambilan kebijakan berdasarkan bukti
(evident based), sekaligus sebagai tolok ukur kemajuan yang dicapai, dan sebagai alat untuk memperbandingkan kinerja secara obyektif, fair, dan akurat.
1. Prinsip kompetensi meliputi kapasitas dan kemampuan anggota pada Satfung di tingkat
Polda untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Data ini terdapat pada data
obyektif (jumlah personel : DSP dan Riil), Dikjur, sarpras/peralatan, anggaran s.d.
realisasi dan piranti lunak);
2. Prinsip responsif merupakan daya tanggap Satfung di tingkat Polres dalam
menjalankan tugasnya. Data ini terdapat pada data objektif, persepsi well informed person (WIP) dan uji akses;
3. Prinsip perilaku mencakup sikap dan tindakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kebenaran Satfung di tingkat Polres dalam menjalankan tugasnya. Data ini terdapat
pada data obyektif pelanggaran kode etik, disipilin, pidana, data persepsi melalui
kuesioner responden ekternal Well informed Person tentang integritas personel setiap satfung;
4. Prinsip transparan merupakan kondisi di mana informasi Satfung di Polres dapat
diakses oleh publik. Data ini diperoleh dari data akses dokumen, sarana pelayanan
publik ddan pengaduan, uji akses, observasi pelayanan publik;
5. Prinsip fairness (keadilan) merupakan kondisi di mana implementasi tugas oleh Satfung di tingkat Polres berlaku adil kepada seluruh stakeholder tanpa terkecuali. Data ini
terdapat pada data obyektif (data laki-laki/perempuan, penugasan dan sprin) dan data
5
6. Prinsip efektivitas merupakan ketercapaian target dan tujuan sesuai dengan
perencanaan Satfung di tingkat Polres. Data ini terdapat pada data yang
membandingkan data-data obyektif misal anggaran penyelesaian kasus dengan
anggota yang ada, persepsi internal dan eksternal serta uji akses;
7. Prinsip akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban kinerja dan proses pelaksanaan
tugas oleh Satfung di tingkat Polres terhadap publik. Data ini terdapat pada akses dan
kualitas laporan pertanggungjawaban dan laporan SIMAK BMN.
5. Capaian Kinerja
Hasil pembahasan kerangka metodologi ITK, meliputi temuan sebagai berikut:
1. Kinerja fungsi utama;
2. Kinerja satker Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro;
3. Sub-indeks isu prioritas Polri:
a. Sub-indeks Integritas versi masyarakat; b. Sub-indeks Profesionalitas;
c. Sub-indeks Upaya Menuju E-Government; d. Sub-indeks Kesetaraan Jender.
4. Survei Pelayanan Publik Bidang SIM dan SKCK (Permenpan-RB No. 15 tahun 2014);
5. Survei Pelayanan Tingkat Kerawanan Praktik Suap, Pemerasan dan Calo.
Skala Pengukuran pembahasan indeks dan capaian
Catatan khusus:
Proses indeks terpisah dari survei persepsi dan survei pelayanan publik. Khusus untuk
survei pelayanan publik, tim ITK mengacu pada instrumen Permenpan-RB No. 15 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Publik, yang terpisah dari pengukuran indeks. Meskipun
begitu ada beberapa indikator seperti Indeks kepuasan Masyarakat dan transparansi
6 Survey ini hendaknya dilakukan sesering mungkin, sehingga bisa memperbaiki kinerja Polri dan bisa menjadi bahan evaluasi.
Responden Eksternal Polresta Banda Aceh
Catatan penelitian khusus untuk Satfung
Lantas Polres Metro Jakarta Barat dan
Satfung Resnarkoba Polres Tidore. Satfung
Lantas Polres Metro Jakarta Barat secara
administratif tercatat di Polres namun secara
fungsi dan kewenangan berada di bawah
langsung Ditlantas Polda Metro Jaya sementara Polres Tidore tidak memiliki Satfung
Resnarkoba. Dengan demikian pengukuran tidak dapat dilakukan untuk kedua Satfung
tersebut.
Skala Pengukuran Pelayanan Publik (Gabungan SIM dan SKCK) Berdasarkan Permenpan-RB Nomor 15 Tahun 2014
7
TEMUAN DAN ANALISA
6. Kinerja Tugas Pokok dan Fungsi Polri
Hasil perolehan skor kinerja tugas pokok Polri dan fungsi diperoleh urutan fungsi dari
yang paling tinggi adalah Linyomyan (6.07), Gakkum (6.02) dan Harkamtibmas (5.92).
Temuan ini menunjukkan diperlukannya koordinasi dan sinergi antar satuan fungsi guna
memperkuat fungsi Polri yang lebih utama. Di antara tiga fungsi Polri, fungsi
Harkamtibmas mendapatkan skor indeks terendah, karena itu pembahasan akan dimulai
dari fungsi yang memiliki nilai terendah sehingga menjadi atensi untuk diperbaiki.
1. Fungsi Harkamtibmas Sabhara
Intelkam Binmas
2. Fungsi Gakkum Reskrim
Resnarkoba
3. Fungsi Linyomyan Lantas
SPKT SDM Propam
5,92
6,02
6,07
HARKAMTIBMAS GAKKUM LINYOMYAN
8
5,88 5,75 6,23
Binmas Sabhara Intelkam
a. Fungsi Harkamtibmas: Pencegahan Untuk Menurunkan Kejahatan
Tim ITK menemukan bahwa semakin bagus
fungsi harkamtibmas, semakin rendah jumlah
total kejahatan1. Jika dilihat dari signifikansi
kontribusi maka kontribusi satfung Sabhara
(indikator jumlah patroli) dan Intelkam
(kecepatan laporan informasi) paling
mempengaruhi penurunan tingkat kejahatan
diikuti dengan kontribusi Binmas yang telah berkontribusi di dalam penyelesaian kasus
dengan metode alternatif (ADR).
Sama halnya juga dengan temuan semakin sering Intelkam berkoordinasi dengan fungsi
lain akan mempengaruhi penurunan total kejahatan2. Dikarenakan dengan bersinergi
dengan satuan lainnya serta berjejaring maka satuan intelkam lebih responsif terhadap
dinamika masyarakat sehingga produksi Laporan Informasi ke pimpinan lebih cepat dan
tanggap.
Temuan lainnya, semakin tinggi keaktifan Forum Kemitraan Kepolisian dan Masyarakat
(FKPM) maka semakin turun tingkat kejahatan3 sehingga semakin banyak inisiatif
berjejaring dengan masyarakat dalam usaha pencegahan, maka kinerja polres semakin
optimal. Temuan ini juga sejalan dengan kebijakan Kapolri yang baru yaitu dengan
merangkul ormas-ormas nasional yang kiranya dapat diikuti oleh seluruh jajaran Polri
hingga tingkat Polres melalui pembuatan MoU, jejaring, satgas atau penguatan FKPM.
9
Tim ITK menemukan hubungan yang kuat antara fungsi Sabhara khususnya volume
patroli dengan penurunan tingkat kejahatan. Fungsi Sabhara dapat dioptimalkan melalui
peningkatan kompetensi dan manajemen SDM Sabhara yang berorientasi pada pendidikan
karakter.
Jika dilihat dari kinerja prinsip tata kelola, satfung Sabhara mendapatkan nilai rata-rata
cukup dalam hal responsif (6.30), efektivitas (6.33) dan akuntabilitas (6.84). Prinsip yang
paling rendah adalah prinsip kompetensi (4.10). Untuk tingkat pendidikan kejuruan,
satfung ini memperoleh nilai yang terendah (Tim ITK menemukan bahwa di antara 9
satfung lainnya, Sabhara memiliki tingkat pelanggaran personel (Kode etik, disiplin dan
pidana) yang paling menonjol dengan rata-rata 5 personel per polres yang melanggar
khususnya pelanggaran disiplin.
Selain karakteristik pekerjaan yang cenderung berat di lapangan, tim ITK juga
menemukan adanya persepsi internal bahwa satfung Sabhara adalah tempat
pe a pu ga anggota satfung lain yang melakukan pelanggaran. Pembentukan karakter
pasukan Sabhara perlu diperbaiki karena jika personel yang berfungsi menjaga ketertiban
masyarakat, memiliki banyak kasus pelanggaran maka hal ini menjawab mengapa persepsi
10
Evaluasi Kebijakan Mabes Polri untuk Binmas
1 Desa: 1 Bhabinkamtibmas
Minimal 1 Desa 1 Bhabinkamtibmas adalah upaya Polri untuk mengoptimalkan fungsi
pencegahan dengan menjaga Keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Jumlah
Desa dan Kelurahan di Indonesia (Permendagri No 56 Tahun 2015) sebanyak 83.184.
Jumlah Bhabinkamtibmas (Desember 2015) tercatat sebanyak 52.899 personel. Namun,
anggota Definitif (1 Desa 1 Bhabinkamtibmas) sebanyak 36.981 personel, sementara
15.918 personel Bhabinkamtibmas ditempatkan pada lebih dari 2 desa/Kelurahan. Untuk
memenuhi target minimal 1 desa 1 bhabinkamtibmas masih kurang 30.285 personel
Bhabinkamtibmas (termasuk rangkap).
Jika dilihat lebih jauh diantara sampel 70 Polres, ditemukan 6 polres yang telah
memiliki bhabinkamtibmas definitif, namun masih terdapat kekurangan jumlah
bhabinkamtibmas dan sarana. Dari data ini, dapat dilihat bahwa setiap daerah menghadapi
luas wilayah dan juga karakter masyarakat yang berbeda sehingga membutuhkan sarana
yang memadai untuk menjangkau hingga ke pelosok.
Polres Desa/ Kel
Personel Bhabin kamtibmas
R2 Luas
(KM2)
Jumlah Penduduk
Wilayah/ Bhabin kamtibmas
Status
Kota DIY 45 46 46 32,50 407.904 0,77 km2 Memadai
Bantul 75 75 75 508,13 913.407 6,77 km2 Memadai
Denpasar 43 56 56 127,78 632.460 2,26 km2 Sangat Memadai
Badung 62 51 51 418,62 461.384 8,19 km2 Kurang anggota
Mataram 102 102 20 61,30 411.745 0.59 km2 Kurang sarana
11 Tambahan personil bhabinkamtibmas bagi yang wilayah sangat luas.
Responden Eksternal Kota Surabaya
antara lain:
Polres Desa /Kel
Anggota
Bhabin Kamtibmas
R2 Luas (KM2)
Jumlah Penduduk
Wilayah
Bhabin kamtibmas
(Km2)
Status
Makassar 143 123 46 199,26 1.651.146 1,61 Kurang anggota & sarana
Pangkep 103 38 0 1.132 358.294 29,78 Kurang anggota & sarana
Palembang 107 107 107 369,22 1.549.147 3,44 Memadai
Ogan Ilir 238 77 4 2.666 428.382 34,62 Kurang anggota & sarana
Bengkulu 67 67 3 151,70 360.747 2,25 Kurang anggota & sarana
Kepahiang 117 35 10 665 145.286 19 Kurang anggota & sarana
Diantara 70 polres, contoh ekstrim ditemukan di Polres Jayapura dimana hanya
memiliki 1 bhabinkamtibmas definitif dan 125 bhabinkamtibmas rangkap, dengan luas
wilayah binaan 935,9 km2 dan 144 desa yang berarti per bhabinkamtibmas (jika
bhabinkamtibmas rangkap dihitung juga) menyusuri 7 – 14 km2 per hari dengan jalan kaki
karena sarana kurang memadai.
Beban kerja (wilayah patroli, jumlah masyarakat) di atas masih ditambah dengan
minimnya dukungan anggaran untuk setiap
bhabinkamtibmas yang hanya Rp.
1.100.000/bulan atau Rp. 45.000/hari untuk
operasional (bensin, komunikasi dan makan).
Hal ini dirasa jauh dari memadai, terutama bagi
mereka yang menangani desa dengan kondisi geografis dan wilayah yang sulit dan luas (hal
12
Evaluasi Kebijakan Mabes Polri untuk Satfung Intelkam
Intelkam memiliki skor tertinggi dibandingkan dengan dua satfung lainnya yaitu Binmas
dan Sabhara. Dengan skor 6.23 (kategori cukup), intelkam dianggap berperilaku baik,
cukup responsif dan efektif. Namun untuk prinsip kompetensi, akuntabilitas dan keadilan,
masih harus lebih ditingkatkan. Dikarenakan fungsi Intelkam adalah pencegahan maka
kompetensi dalam mendektesi potensi ancaman dan kejabatan menjadi sangat penting
bagi satuan ini. Namun tim ITK menemukan bahwa rata-rata hanya 11 personel dari 50-70
anggota yang telah menjalani pendidikan kejuruan. Sebagian besar personel intelkam
mendapatkan program pelatihan.
Sarana Intelkam juga perlu mendapatkan perhatian guna memastikan satuan ini dapat
mengikuti perkembangan jaman khususnya peralatan teknologi yang dapat membantu
pelaksanaan tugas di lapangan. Contoh yang dapat diambil adalah pemuktahiran peta
kerawanan yang masih manual berupa peta di dinding, pigura atau papan putih yang
cenderung kurang diperbaharui. Jika sistem pembuatan peta kerawanan ini dapat
dimuktakhirkan maka fungsi pencegahan dapat menjadi lebih efisien dan efektif. Contoh
jika peta kerawanan dapat diakses oleh Sabhara dan satuan penegak hukum lainnya maka
dua tugas pokok Polri dapat lebih optimal.
Khusus untuk fungsi pelayanan publik, pelayanan SKCK masih belum menjadi prioritas
jika dibandingkan dengan Layanan SIM. Dari sisi fasilitas, layanan SKCK masih lebih
terbatas dan informasi pembuatan SKCK belum dapat diakses secara online. Satker
Intelkam di tingkat Mabes dapat membuat standar survei kepuasan pelayanan publik yang
13 Dari sampel Polres/ Polrestata/ Polrestabes/ Polres Metro terdapat kesenjangan antara jumlah kasus yang dianggarkan dengan total kasus yang ditangani yang menyebabkan persepsi integritas menjadi lebih buruk.
Tim ITK juga menemukan hubungan yang kuat
antara indikator koordinasi reskrim dan
intelkam dengan indikator efektivitas reskrim
khususnya penyelesaian kasus4. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan berkoordinasi
dengan Intelkam, maka Reskrim dapat lebih
efektif di dalam penyelesaian kasus.
Tim ITK juga menemukan pola kesenjangan penanganan kasus baik di tingkat Polda dan
Polres terutama dalam hal kesenjangan jumlah kasus yang dianggarkan dan jumlah kasus
yang ditangani per tahun. Seringkali satfung reserse dihadapkan dengan kenyataan bahwa
mereka harus menerima penanganan kasus yang tidak dianggarkan. Untuk tingkat Polda,
hanya 36% kasus yang dianggarkan sedangkan di tingkat Polres, hanya rata-rata 51% kasus
yang dapat dianggarkan.
* Polda dan Polres dapat melimpahkan kasus antar tingkatan
** Data yang diberikan Polda dan Polres yang menjadi sampel ITK
4 Tingkat signifikansi (r: 0,26).
Satuan
Fungsi Tipe Kejahatan Tingkat*
Total Kasus
14
Akibatnya, ITK menemukan bahwa terpaksa mereka harus swadaya baik dengan cara menggunakan biaya dukungan operasional Kapolres, sumber lainnya atau dengan cara
meminta biaya baik ke terlapor dan pelapor. Sayangnya, kesenjangan ini menciptakan
efek domino negatif terhadap keseluruhan integritas penegakan hukum di Polri terutama
Satuan Reserse. Hal ini terbukti dengan temuan survei integritas terpisah dari indeks yang
menaruh dua satuan penegak hukum ini ke posisi tiga teratas di dalam kerawanan
terhadap penyuapan dan pemerasan Karenanya komposisi anggaran, terutama terhadap
penanganan kasus harus diperhatikan dan diprioritaskan agar persepsi publik terhadap
integritas penegakan hukum Polri semakin baik.
c. Fungsi Linyomyan: Tingkatkan Kualitas Pelayanan bukan Pencitraan.
Untuk pelayanan internal, oleh fungsi Sumda
dirasakan oleh kalangan internal sudah cukup
akomodatif di dalam pelayanan personil,
namun masih dirasa perlu meningkatkan
jumlah pelatihan peningkatan kompetensi
personil polres dan mengusulkan anggota
untuk mengikuti Dikjur.
Sebagai tolak ukur kinerja pengawasan tindak tanduk personil oleh Propam, total kasus
yang ditangani oleh 70 Polres dalam setahun terakhir berjumlah 6,008, dimana 88% atau
5,298 kasus dapat diselesaikan. Tingkat penanganan terhadap aduan masyarakat juga
mencapai 86% dari total aduan.
Namun demikian, ITK menemukan tingkat kepatuhan fungsi Propam dalam
mengeluarkan surat rehabilitasi terhadap anggota yang telah selesai melaksanakan
hukuman dan pengawasan. Hal ini tentu merugikan, karena dengan belum keluarnya surat
rehabilitasi maka anggota tersebut belum dapat diusulkan untuk mendapatkan kenaikan
pangkat atau mengikuti dikjur/pelatihan oleh Sumda. Sama halnya dengan penerbitan
Surat Pemberitahuan Hasil Perkembangan Pengawasan (SPHP2) yang rata-rata tidak
dibuat atau dibuat namun tidak dikirimkan. SPHP2 seharusnya dikirimkan kepada terlapor
dan pelapor dengan cara dikirimkan melalui email, pos atau pengiriman langsung jika
memungkinkan.
6,47 5,89
4,44
6,55
15 Masih banyak warga yang bingung untuk melapor kasus atau masalah yang terjadi, sebaiknya polisi lebih banyak mensosialisasikan akes pelaporan kepada polisi.
Responden Eksternal Kota Waringin Timur
Sementara itu, untuk kualitas pelayanan Polri ke publik, temuan ITK menunjukkan
bahwa kinerja tata kelola dan integritas Lantas mendapatkan skor rata-rata terendah di
antara seluruh satfung. Hal ini dikarenakan survei integritas masyarakat terhadap personel
Lantas menunjukkan tingginya kerawanan suap dan pemerasan yang dilakukan di jalan
raya, hal ini tidak lepas dari persepsi pengalaman masyarakat yang kerap kali terkena
imbas operasi-operasi yang jarang dilaporkan dan dipublikasikan tujuannya (grafik tingkat
kerawanan dapat dilihat di bagian Capaian Integritas).
SPKT mendapatkan nilai indeks tertinggi di antara tiga satfung lain, namun perlu
dicatat bahwa fungsinya belum maksimal seperti yang seharusnya, misalnya banyak
ditemukan di lapangan ruangan SPKT hanya seluas satu ruangan untuk 2 orang, hal ini jauh
dari kata memenuhi standar pelayanan kepada publik. Fakta ini jelas jauh dari tujuan
utama fungsi SPKT yakni menjadi sentra pelayanan publik. Akibatnya indikator penilaian
kinerja SPKT hanya berkisar pada fungsi administrasi kasus.
Fungsi utama yang dirasakan cukup baik oleh masyarakat adalah terakomodirnya
laporan kasus dan ditindaklanjutinya berkas ke satfung yang terkait. Namun, sayangnya
tim ITK menemukan bahwa mayoritas SPKT
masih memiliki sistem pencatatan manual,
hanya berupa buku tamu yang jarang
direkapitulasi berdasarkan kategori kasus,
profil pelapor dan sebagainya.
Khusus untuk fungsi Lantas, terdapat 3
prinsip yang masuk ke dalam kategori cukup yaitu perilaku, transparansi dan akuntabilitas.
Namun keempat prinsip lainnya, kompetensi, responsif, keadilan dan efektivitas
mendapatkan nilai merah. Dalam hal responsif, Lantas dinilai keadilan, temuan ITK
menunjukkan bahwa masih terjadi kesenjangan pelayanan khususnya pelaksanaan
16
7. Kinerja Satker Polres Per Tipe Polres/ Polresta/ Polrestabes/ Polres Metro
Dari perolehan indeks, skor rata-rata kinerja polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro
adalah 6,01 yang menunjukkan peningkatan 0,31 dari rata-rata kinerja Polda 5,69 tahun
lalu. Peningkatan skor indeks ini menunjukkan dampak langsung dari perbaikan di tingkat
Polda terhadap tingkat Polres.
Rangking Kinerja ITK Polrestabes
Untuk level Polrestabes, rata-rata
kinerja mencapai skor indeks 6,289
yang masuk ke dalam kategori
cukup. Dengan beban kerja yang
tinggi, skor pencapaian ini cukup
memadai untuk menjadi indikasi
awal bahwa Polrestabes berusaha
menyeimbangkan antara beban
masuk ke dalam kategori cukup dan masih
perlu banyak perbaikan terutama di dalam
menjaga keseimbangan antara lapangan
17
dalam ketegori cukup. Jika dibandingkan dengan beban kerja Polresta/Polrestabes, maka
Polres bisa jadi setara atau lebih rendah.
Perkembangan cukup signifikan dialami oleh Polres Sorong, Polres Sorong Kota dan
Polres Lombok Timur sebagai polres dari daerah Timur yang mampu menduduki papan
atas telah membuktikan bahwa ITK murni soal tata kelola dan kinerja Polresnya, bukan
hanya soal fasilitas, sarana dan prasarana. Namun demikian, terdapat beberapa catatan
khusus pada prinsip kompetensi, responsif dan akuntabilitas, dimana perlu diperbaiki
khususnya oleh polres-polres di bagian timur.
Posisi atas ini diikuti pula oleh Polres Ogan Ilir (6,815) dan Polres Mataram (6,589).
Sedangkan skor terendah diperoleh oleh Polres Bukit Tinggi (5,628), Polres Tanjung Pinang
18 Polres P. APolres Kupang Kota (61)o & PP. Lease… Polres Lampung Tengah (60)
Ketika ketiga tipe Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro digabungkan maka
didapatkan rangking umum ITK dimana semua tipe polres berusaha diperbandingkan
dengan menggunakan kerangka dan indikator yang sama. Tim ITK menemukan tren
polresta dengan beban kerja yang tinggi, memiliki kesulitan guna menjaga keseimbangan
lapangan dan tata kelola. Sebagai evaluasi kebijakan Mabes Polri, terbukti kunci dari
peningkatan reformasi birokrasi terletak pada kesinambungan sistem, bukan hanya faktor
pemimpin. Karenanya tren Polres yang memiliki indeks tata kelola (ITK) lebih baik
disumbang oleh fokus terhadap kesinambungan sistem yang bekerja pada sebuah institusi.
Tentunya rangking umum ini akan diuji oleh waktu terutama kesinambungan sistem yang
sedang atau telah dibangun.
19
Tabel Kinerja Prinsip Per Satfung
Prinsip SPKT Sumda Intelkam Reskrim Propam Binmas Res
narkoba Sabhara Lantas Kompetensi 4.48 3.84 4.56 4.65 3.74 3.80 4.04 4.10 4.06
Responsif 7.60 6.37 6.41 4.19 4.76 5.38 3.94 6.30 5.77
Perilaku 8.61 8.42 7.93 7.61 7.16 8.46 7.95 5.78 6.76
Transparansi 7.02 6.80 6.30 5.84 5.49 5.39 6.50 5.78 6.48
Keadilan 5.40 7.19 5.70 5.90 4.09 4.17 5.42 5.08 4.37
Efektivitas 8.30 6.29 7.26 7.02 8.41 7.82 6.44 6.33 5.39
Akuntabilitas 4.34 6.14 5.47 7.84 7.60 5.73 6.38 6.84 6.08
Skor Kinerja
Satfung 6.53 6.43 6.23 6.15 5.89 5.82 5.81 5.74 5.55
Tabel rata-rata nilai per Prinsip
Prinsip Rata-rata Prinsip Rata-rata Perilaku 7,61 Responsif 5,59
Efektivitas 6,90 Keadilan 5,24
Akuntabilitas 6,21 Kompetensi 4,14
Transparansi 6,14
Tabel di atas menunjukkan bahwa prinsip yang paling lemah secara berurutan adalah
kompetensi, diikuti dengan keadilan, responsif, transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan
perilaku. Khusus untuk perilaku yang merupakan bagian dari integritas, tim ITK
memverifikasi data tersebut dengan survei persepsi masyarakat tentang praktik-praktik riil
di lapangan dengan menanyakan tingkat kerawanan praktik suap, pemerasan, kekerasan
dan keberadaan calo di layanan publik.
Program prioritas Kapolri telah sejalan dengan temuan ITK dimana peningkatan
kompetensi personil Polri melalui pendidikan kejuruan dan pelatihan guna meningkatkan
profesionalisme untuk memastikan personil paham dan dapat mengatasi permasalahan
yang ditemukan di lapangan, serta menyeimbangkan kapasitas lapangan dengan
20
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00
S
k
o
r
P
ri
n
si
p
Tren Skor Tata Kelola
Kompetensi
Responsif
Perilaku
Transparansi
Keadilan (Fairness)
Efektivitas
Akuntabilitas
Jika dilihat dari grafik garis diatas, maka terlihat bahwa prinsip yang paling bawah
adalah prinsip kompetensi, diikuti dengan responsif dan keadilan. Ketiga prinsip ini paling
mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Sedangkan untuk prinsip yang berada di posisi
tengah adalah efektivitas. Prinsip yang teratas adalah perilaku, akuntabilitas dan
efektivitas.
Dari analisa grafik ini dapat disimpulkan bahwa Polri telah memenuhi tugas pokok
fungsi namun tugas-tugas yang berkaitan dengan kualitas pelayanan publik masih perlu
ditingkatkan. Hal ini menjadi sangat penting, sebab menjadi salah satu prioritas yang di
21
a. Kompetensi: Ketimpangan Jumlah SDM dan Pendidikan Kejuruan
Terdapat tiga aspek yang diukur didalam prinsip ini yaitu kapasitas, sarana dan
prasarana serta pendidikan kejuruan. Dari sebaran data yang dikompilasi, terlihat pola
yang sama antara penentuan DSP untuk Polda Tipe A dan Tipe B yang jumlahnya
ditentukan berdasarkan jumlah populasi dan jumlah personel. Prinsip satu standar untuk
semua tipe Polda (one size fits all) dicoba dikaitkan oleh tim ITK dengan tingkat efektivitas dari satfung untuk melihat apakah DSP yang lebih relevan atau angka riil. Ternyata yang
lebih efektif berorientasi pada angka riil daripada DSP. Selain itu, tim juga melihat sebaran
kelebihan dan kekurangan personel di setiap satfung.
Temuan:
Analisa korelasi menunjukkan bahwa jumlah anggota rill lebih sensitif terhadap
efektivitas dibandingkan dengan Daftar Susunan Personel (DSP). Contoh yang dianalisa
disini adalah satfung Sumda, Lantas, Reskrim, dan Resnarkoba5;
Diperlukan analisa beban kerja lebih lanjut guna membuktikan temuan ini, terutama di
polres-polres yang memiliki personel melebihi jumlah DSP terutama apakah angka riil
dapat dijadikan acuan untuk penyesuaian DSP kedepannya;
Sebaran personel yang melebihi DSP cenderung berada di Pulau Jawa, sementara di
luar pulau Jawa, hanya cenderung berada di Polres yang terletak di kota-kota besar.
5 Untuk fungsi Linyomyan, korelasi antara jumlah personel Lantas sesuai DSP dan Rill dengan PNBP, riil lebih
menjawab kebutuhan dan beban layanan ketimbang DSP. (Korelasi DSP terhadap PNBP (r=0.43), rill terhadap PNBP (r=0,82). Hal ini dilihat dari angka korelasi rill terhadap PNBP lebih besar daripada DSP dengan PNBP.
Untuk fungsi Gakkum, korelasi antara DSP Reksrim dengan Total crime (0,31), dengan rill (0,42). Sekali lagi angka rill lebih sensitif terhadap kenaikan jumlah penanganan kasus. Sama halnya dengan Resnarkoba, DSP dengan total crime (0,68), kalau rill (0,82). Untuk fungsi Harkamtibmas, korelasi tidak dapat dilakukan untuk
22
Prosentase Jumlah Personel Berdasarkan Daftar Sebaran Personel Vs
Jumlah Personel Sebenarnya (Rill)
Jumlah Polres Sumda Binmas Lantas Intelkam Reskrim Res
narkoba Sabhara Propam SPKT
Prosentase
Catatan: Prosentase rata-rata diambil dari jumlah total riil dibagi dengan jumlah personel sesuai DSP.
Untuk sebaran personel, satfung yang sudah cukup memadai adalah Lantas, SPKT dan
Sumda dengan prosentase mencapai atau mendekati 100% dari DSP, sedangkan yang
paling kurang adalah satfung Binmas, Sabhara dan Intelkam yang memiliki prosentase
kurang dari 80%. Analisa lebih mendalam tentang jumlah polres yang melampaui dan
kurang dari DSP dapat dilihat di tabel bawah ini.
Prosentase Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro
Melampaui dan Kurang dari DSP
Jumlah Polres SDM Binmas Lantas Intelkam Reskrim Res
narkoba Sabhara
Dari analisa jumlah polres yang melampaui dan kurang dari DSP, ditemukan beberapa
kasus ekstrim seperti contohnya Satfung Lantas Soreang (Bandung) yang kelebihannya
mencapai 303%, sedangkan di ekstrim lainnya, satfung Lantas Tidore hanya 30% dari
total DSP. Beberapa kasus >200% juga ditemukan di satfung SUMDA Polrestabes
23 Dalam hal pendidikan kejuruan, pendidikan personel yang memiliki pendidikan
kejuruan juga belum merata. Rata-rata jumlah personel dari seluruh satfung di 70
Polres/Polresta/Polrestabes/Polres Metro hanya berkisar 29.5% dari total keseluruhan
personel. Temuan tim ITK juga menunjukkan jarang sekali adanya pendidikan kejuruan
atau pelatihan dengan topik tata kelola, penggunaan teknologi informasi dan standar
pelayanan publik, sedangkan kedua pengetahuan dan skill haruslah dimiliki satfung
yang memiliki mandat pelayanan publik.
No Satfung Rata% Dikjur & Prolat
No Satfung Rata% Dikjur &
Prolat
1. Sumda 22% 5. Reskrim 35%
2. Binmas 27% 6. Resnarkoba 29%
3. Lantas 31% 7. Sabhara 12%
4. Intelkam 52% 8. Propam 28%
Catatan:SPKT tidak memiliki pendidikan kejuruan khusus karena piket fungsi SPKT diisi oleh personil masing-masing satfung lainnya.
b. Responsif: Peningkatan Kualitas Pelayanan Internal dan Publik.
Analisa terhadap responsifitas baik yang berkenaan dengan fungsi internal (pelayanan
terhadap personil) dan fungsi eksternal (pelayanan ke publik) menggunakan penilaian
berdasarkan persepsi baik internal untuk menilai Satfung seperti Sumda dan Propam
maupun persepsi eksternal untuk menilai fungsi Lantas, Binmas, Intelkam dan lain-lain.
Temuan:
Indikator yang paling baik kinerjanya pada fungsi pelayanan internal adalah inisiatif bag
Sumda dalam menyelesaikan masalah kepegawaian, tersedianya dan berjalannya
sistem mutasi serta penilaian kinerja yang dilakukan rutin per semester. Namun
ditemukan juga bahwa sistem yang sudah berjalan ini tidak selalu menjadi bahan
pertimbangan dari para pengambil keputusan di dalam mutasi personel, sehingga
budaya penilaian yang berlaku masih sarat subyektifitas;
Dua indikator yang menarik turun kinerja Sumda adalah jumlah terbatasnya SOP
24
pokok dan fungsinya. Sedangkan fungsi Propam adalah belum tertibnya pemberian
surat rehabilitasi bagi personel yang telah selesai menjalani hukuman dan masa
pengawasan;
Untuk satfung-satfung yang memberikan pelayanan kepada publik, kinerja baik
ditunjukan oleh Binmas dalam hal merespon permasalahan masyarakat serta
memberikan penyuluhan. Sedangkan untuk Lantas ada pada tingginya inisiatif
pengaturan, patroli dan kecepatan dalam pelayanan SIM. Intelkam paling menonjol
adalah kinerja pembuatan peta kerawanan, sementara Sabhara adalah kecepatan
pasukan Dalmas dalam mendatangi lokasi unjuk rasa, SPKT untuk kecepatan pelayanan
laporan polisi;
Namun kinerja satfung Reskrim dan Resnarkoba yang kualitas pelayanannya menjadi
perhatian publik, perlu meningkatkan kinerja penanganan kasus terutama dalam hal
pemberian informasi perkembangan kasus (SP2HP); jumlah SOP inisiatif dan kerjasama
(MoU) untuk meningkatkan kinerja tiap satfung.
c. Keadilan: Pemerataan Akses Layanan
Khusus untuk prinsip keadilan, konteks yang dimaksud disini adalah keadilan dalam
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota untuk menduduki
jabatan-jabatan strategis sesuai kepangkatan tanpa memandang jender dan kedekatan dengan
pimpinan, serta pemberian layanan kepada publik ataupun penanganan kasus tanpa
melihat unsur SARA, jender, kepentingan kelompok dan golongan. Di sisi lain, pada
dasarnya UU Pelayanan Publik juga menekankan pentingnya kemudahan terhadap akses
layanan dari awal (pemberian informasi mengenai mekanisme dan prosedur) hingga akhir
(pengaduan dan survei kepuasan).
Temuan:
Proporsi Polwan di dalam tubuh Polri perlu mendapatkan perhatian khusus. ITK
menemukan prosentase rata-rata jumlah pejabat struktural dan penyidik perempuan
di level Polres adalah 12%. Hal ini mengakibatkan dampak yang cukup
memprihatinkan, dimana di banyak Polres ditemukan penyidik unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPA) yang notabene dikhususkan untuk menangani tindak
25
lebih memahami kondisi korban;
Jumlah penyidik Polwan di Polres lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat Polda,
dimana jumlah rata penyidik perempuan jauh lebih sedikit. Sementara itu,
rata-rata prosentase polwan yang menduduki jabatan struktural adalah sebagai berikut:
Prosentase Pejabat Polwan atau Penyidik Perempuan Tingkat Polres
No Satfung Prosentase
Perempuan
No Satfung Prosentase
Perempuan
1. Sumda 22% 5. Reskrim* 13%
2. Binmas 17% 6. Resnarkoba* 10%
3. Lantas 11% 7. Sabhara 4%
4. Intelkam 7% 8. Propam** 12%
*Jumlah Penyidik Perempuan
**Tingginya prosentase disebabkan rendahnya jumlah pejabat struktural dibandingkan dengan satfung lainnya.
d. Transparansi: Kebutuhan Skill Teknologi Informasi
Pada dasarnya ITK berusaha mendorong transparansi anggaran, informasi dan aduan
layanan publik dari aspek sarana dan prasarana. Dari indikator-indikator transparansi,
terdapat empat satfung yaitu Binmas, Reskrim, Sabhara dan Propam yang meraih skor
dibawah 6. Sedangkan satfung lainnya meraih nilai rata-rata dibawah 7.
Skor ini menunjukkan bahwa upaya menuju e-government harus disertai dengan peningkatan SDM yang memahami dan mampu menjalankan sistem teknologi informasi
khususnya dalam memberikan pelayanan publik karena bisa saja semua informasi
diunggah namun tidak ada yang memperbaharui atau menambahkan informasi baru.
Rata-rata blogspot dibuat sekitar bulan Oktober-Desember 2015 pasca diseminasi ITK tingkat
Polda. Hal ini menandakan dampak langsung dari ITK Polda.
Temuan:
Rata-rata perolehan transparansi dokumen dan laporan berkisar di skor 6 yang mana
26 Terdapat 19 dari 70 (27%) Satuan Lantas yang telah menggunakan website (sebagian
besar Tribrata News) dan media massa untuk mempublikasikan prosedur pelayanan
publik;
Namun, pada umumnya di satfung lainnya, penggunaan Teknologi Informasi rata-rata
masih minim. Hal ini terindikasi dari hanya sekitar 16 dari 70 (22%) Satfung Binmas
yang mengunggah anggaran dan laporan ke sosial media (blogspot) serta 11 dari 70
(15%) Satfung Binmas yang membuka informasi bhabinkamtibmas di sosial media;
Penggunaan website formal tingkat polres masih minim, ditemukan hanya Polres
Pontianak yang memiliki website resmi tingkat Polres;
Terdapat 39 dari 70 (55%) Satfung Propam tingkat Polres yang membuka akses
keuangan dengan cara menempel anggaran di kantor masing-masing satfung. Sisa 31
tidak memiliki akses atau dapat diakses dengan prosedur tertentu dan seijin Kepala
Satfung;
Terdapat 26 dari 70 (37%) Satfung Reskrim tingkat Polres yang tidak mengirimkan
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke pelapor;
Terdapat 12 dari 70 (17%) Satfung Propam yang menerbitkan Surat Pemberitahuan
Hasil Perkembangan Pengawasan (SPHP2) kepada pelapor masyarakat dan 24
dikirimkan dan 19 tidak dikirimkan dan tunggu diambil pelaporan serta tidak terdapat
data di 15 Polres;
Temuan di lapangan juga mengkonfirmasi bahwa tidak adanya petugas khusus untuk
menangani penggunaan teknologi dan belum ada pelatihan untuk cara penggunaan TI.
e. Akuntabilitas: Peningkatan Kualitas Pelaporan
Pada prinsip ini, ITK berusaha mengukur kinerja Satker dari aspek kualitas pelaporan
baik pelaporan internal dan eksternal. Tim ITK menemukan ketersediaan laporan sudah
baik namun kualitas produk masih bersifat prosedural, pada umumnya belum mencapai
kualitas laporan yang berisi analisa tren yang dapat dibandingkan tahun demi tahun.
Akibatnya, pertimbangan penyerapan anggaran belum didasarkan pada kebutuhan dan
27 Layani masyarakat tanpa
pemerasan dan pungli. Jangan mendahulukan masyarakat dengan status ekonomi dan sosial tinggi. Melayani tanpa memandang status. Berantas korupsi dan oknum pelakunya.
Responden Eksternal Kota Manado
tidak dilaporkan kembali ke publik. Sederhananya, Polri belum memiliki laporan tahunan
kinerja yang dapat diakses oleh publik. Kesenjangan
informasi inilah yang menyebabkan publik lebih
memilih untuk mempercayai pemberitaan di luar
Polri yang lebih kaya dengan analisa dan fakta.
Contoh satuan Lantas, Binmas dan SPKT yang tugas
fungsi utamanya adalah pelayanan publik, namun
jarang sekali melaporkan kembali hasil
operasi-operasi penertiban dan kinerja pelayanan ke publik
sehingga masyarakat tidak memiliki rekam jejak dampak atau efek dari kegiatan atau
program padahal begitu banyak hal yang telah Polri lakukan dan capai. Yang lebih
dipahami oleh publik adalah pengalaman interaksi keseharian dengan personel Polri.
Pengalaman pribadi ini yang cenderung lebih mewarnai persepsi publik terhadap Polri.
Temuan:
Terdapat 21 Polres yang membuka saluran pengaduan langsung ke Kapolres, 12 yang
menerima pengaduan melalui website atau sosial media dan sisanya melalui call
center atau datang fisik ke kantor;
Terdapat 25 Sat Lantas yang sudah berusaha mengunggah laporannya ke sosial media
atau website (tribrata news). Namun sisanya masih diunggah di sosial media pribadi
atau dipampang di depan kantor. Sisa 30 Sat Lantas hanya dapat diakses dengan
prosedur tertentu;
Terdapat 46 SPKT yang sudah merekapitulasi laporan polisi yang mereka terima,
sedangkan 24 SPKT lainnya tidak secara lengkap atau bahkan tidak membuat
rekapitulasi laporan polisi yang mereka terima, mayoritas rata-rata hanya
menggunakan buku tamu.
f. Prinsip Efektivitas: Tunjukkan Kinerja, bukan Pencitraan
Kinerja prinsip efektivitas Polri tingkat Polres mendapatkan skor rata-rata 7.02 yang
termasuk ke dalam kategori baik. Hal ini membuktikan bahwa Polri telah cukup efektif di
28 Dalam penyelidikan kiranya tidak
dengan kekerasan. Perlakukan terpidana sebagaimana mestinya, jangan selalu uang.
Responden Eksternal Kota Soreang
persentase serapan anggaran, dll. Namun, permasalahannya terletak pada proses dan cara
mencapai hasil. Meskipun indeks akan mencapai skor yang tinggi, jika Polri tidak
memperbaiki cara dan budaya bekerja maka target mencapai status dan kualitas World Class Organization tahun 2025 akan menjadi impian semata. Hal ini terkonfirmasi dengan temuan tim ITK dengan survei terhadap integritas pada prinsip perilaku personel Polri.
Hasil di atas dapat dijelaskan melalui temuan tim ITK di dalam data persepsi responden
eksternal yang mewakili masyarakat per daerah. Jika gambaran di atas menemukan bahwa
kesenjangan antara praktik lapangan dengan ekspektasi masyarakat cukup besar, survei
tentang praktik suap, pemerasan, kekerasan dan calo di bawah ini akan menjadi jawaban
kesenjangan tersebut.
Indeks ini membuktikan bahwa jika strategi trust building hanya menggunakan metode pencitraan tanpa mengubah praktik-praktik lapangan, maka integritas Polri akan tetap
dipertanyakan. Karena pencitraan yang selama ini dilakukan, tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap persepsi masyarakat tentang
integritas Polri. Hasil data persepsi ini disajikan untuk
menampilkan perspektif murni dari masyarakat
terhadap Polri agar dapat menjadi masukan dan
pertimbangan di dalam perbaikan nilai-nilai dan
praktik integritas.
g. Prinsip Perilaku: Indeks Integritas Versi Masyarakat
Melalui metode terpisah, tim ITK membangun Indeks Intergritas dengan cara
mengukur perbedaan antara nilai-nilai kebenaran masyarakat dengan praktik integritas
personil polri di lapangan. Dalam pengukuran ini ditemukan bahwa variasi norma
masyarakat mencerminkan variasi karakter masyarakat di 70 wilayah Polres di Indonesia.
Namun, tim ITK juga menemukan bahwa norma-norma masyarakat cenderung menyatu
seiring dengan tingkat pendidikan dan terpaan media. Jika dibandingkan, variasi praktik
integritas personil polri di lapangan cenderung tertinggal dibandingkan dengan kemajuan
kesamaan norma-norma di masyarakat. Faktor ini yang menyebabkan skor rata-rata 70
29
dipergunakan dalam menyusun indeks ini adalah data persepsi dari 2.265 WIP yang ada di
70 kabupaten/kota. Semakin tinggi skor integritas, maka personil Polri semakin memenuhi
ekspektasi norma masyarakat.
Indeks Integritas dari Persepsi Masyarakat Setempat
Rata-rata
5,925
Survei Tingkat Kerawanan Praktik Penyimpangan
Tingkat kerawanan praktik penyimpangan yang dibuat disini adalah berdasarkan data
persepsi masyarakat setempat yang diwakili oleh 20 kategori masyarakat (termasuk
anggota DPRD, tokoh agama, adat, ormas, media, akademisi, SKPD terkait, organisasi
pemuda, sekolah dan lainnya) yang sudah tinggal menetap dan pernah menggunakan jasa
pelayanan publik Polres setempat. Perlu diingat bahwa data ini baru merupakan indikasi
kerawanan, bukan kenyataan sebenar-benarnya karena persepsi masyarakat juga
30
1,03 1,04 1,13
1,26 1,28 1,40
2,21
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
SPKT (1) Propam (2) Intelkam (3) Reskrim (4) Binmas (5) Res Narkoba (6) Lantas (7)
0,75 0,99
1,19 1,35
0,00 0,50 1,00 1,50
SPKT (4) Propam (3) Reskrim (2) Res Narkoba (1)
Dikarenakan volume data yang besar, di laporan eksekutif ini kami hanya dapat
menampilkan hasil penghitungan rata-rata 4 pertanyaan integritas setiap satfung yang
berhubungan dengan praktik penyuapan, dan pemerasan di dalam konteks penanganan
kasus dan kerawanan calo di pelayanan publik terutama SIM dan SKCK.
Terdapat 5 satfung yang dinilai masyarakat di dalam survei ini antara lain; Satfung
Reskrimum, Resnarkoba, SPKT untuk penanganan laporan dan kasus kriminal dan
pelayanan publik oleh Lantas (SIM) dan Intelkam (SKCK). Data persepsi ini termasuk
dengan kerawanan praktik calo terutama pelayanan SIM di setiap
Polres/Polresta/Porestabes/Polres Metro.
Satfung Rawan Praktik Suap
Persepsi masyarakat setempat menunjukkan bahwa untuk tiga satfung teratas yang
dianggap rawan praktik suap adalah satfung Lantas, Res Narkoba, Binmas dan Reskrim dan
diikuti dengan intelkam, Propam dan SPKT. Tidak ada satuan yang cenderung aman
(dibawah 0.5).
Satfung Rawan Praktik Pemerasan
WARNA SKALA Rawan Sekali
> 1.5 Rawan Sekali
1.1 – 1.5 Rawan
0.5 – 1 Cenderung Rawan
< 0.5 Cenderung Aman
WARNA SKALA Rawan Sekali
> 1.5 Rawan Sekali
1.1 – 1.5 Rawan
0.5 – 1 Cenderung Rawan
31 penyimpangan yaitu praktik suap dan pemerasan.
Catatan:
32 Penanganan Kasus dan Pelayanan Publik 70 Polres
34
9. Kinerja Profesionalitas Capaian Prinsip Responsivitas, Kompetensi, dan Akuntabilitas
Seringkali standar profesionalisme berbeda-beda antar satuan dan dipersepsikan
secara berbeda pula. Namun ITK mencoba memberikan standar minimal yang dapat
menjadi acuan awal untuk mengukur profesionalitas dengan menggunakan beberapa
prinsip tata kelola.
35
Publik dan Perkembangan Kasus
Upaya Menuju E-government dilakukan salah satunya untuk melihat sejauh mana komitmen Polri terhadap Inpres No. 7 tahun 2015 yang berusaha mengukur Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi terutama di bagian penggunaan IT-based
platform untuk semua database yang menghubungkan antar lembaga penegak hukum dan
36 Dalam keterbukan informasi publik polisi harus memanfatkan media eletronik.
Responden Eksternal Kota Mataram
Penggunaan TI
Untuk prinsip transparansi, tingkat keterbukaan anggaran telah meningkat cukup
signifikan. Berbeda dengan ITK tingkat Polda, lebih banyak inisiatif telah dilakukan oleh
Polres dalam membuka akses informasi anggaran dengan menggunakan standing banner,
bingkai foto, whiteboard atau menempel hasil print out dari anggaran. Sementara untuk Polres yang sudah menggunakan internet untuk membuka realisasi anggaran sejauh ini
belum banyak.
Penggunaan TI dalam Pelayanan Publik
Penggunaan Teknologi Informasi (TI) di pelayanan publik masih berkisar seputar
sosialisasi prosedur, biaya dan waktu. Polres cenderung menggunakan sosial media seperti
facebook, twitter, blogspot, ataupun penggabungan dengan Tribratanews.com khususnya
untuk prosedur pelayanan publik SIM dan SKCK. Hal ini terlihat dari skor rata-rata indeks
transparansi yang berkisar di angka 6,15. Hal ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar
menjadi budaya bagi satfung yang memiliki fungsi layanan publik. Untuk daerah-daerah
yang belum terjamah dengan akses internet, penggunaan sosial media tetap menjadi
relevan karena pertambahan generasi muda yang cenderung lebih melek teknologi
dibandingkan generasi sebelumnya.
Sementara itu, Mabes Polri sebagai pembuat kebijakan nasional perlu mendukung apa
yang telah dilakukan oleh wilayah, salah satunya
dengan memfasilitasi pembuatan website resmi
baik Polda maupun Polres. Hasil ITK
menunjukkan bahwa belum semua Polda dan
Polres di Indonesia telah memiliki website resmi. Ironisnya Polda dan Polres di wilayah
yang memiliki kemudahan akses internet seperti di Pulau Jawa dan Sumatera juga banyak
yang belum memiliki website resmi. Untuk institusi pemerintah sebesar Polri, website
resmi menjadi sebuah keniscayaan sebagai bagian dari mendekatkan diri kepada
37
Penggunaan TI dalam mempublikasikan Surat Pemberitahuan Pengembangan Hasil
Penyidikan (SP2HP) masih dirasakan sangat kurang. Pada umumnya, pemberitahuan
SP2HP dilakukan secara manual dengan cara di print dan dikirimkan kepada yang
berkepentingan. Salah satu contoh praktik baik dilakukan oleh Polres Pontianak yang telah
menginformasikan SP2HP melalui website resmi mereka (polrespontianak.org), meskipun
tindakan ini belum sepenuhnya benar jika melihat pada ketentuan yang berlaku terkait
dengan publikasi SP2HP, dimana yang berhak mendapatkan informasi adalah mereka yang
berkaitan langsung dengan perkara tersebut, baik pengacara, keluarga tersangka, maupun
keluarga korban. Idealnya adalah SP2HP bisa diakses melalui internet hanya oleh mereka
yang berkepentingan.
Penggunaan TI dalam Lelang Barang dan Jasa di Lingkungan Polri
Untuk analisa penggunaan lelang elektronik, temuan tim ITK menunjukkan bahwa
sangat jarang petugas yang dapat melakukan lelang elektronik dikarenakan ujian LKPP
dianggap sulit sekali. Dari sampel 70 polres, hanya terdapat 50% yang telah melakukan