BAB VI - KELEMBAGAAN
6.1. Kerangka Kelembagaan
6.1.1. Kondisi Kelembagaan Saat Ini
1. Dinas Tata Kota,Tata Ruang Dan Pemukiman
Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, dipimpin oleh
seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati
melalui Sekretaris Daerah.
2. Tugas Pokok Dan Fungsi
Tugas Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang adalah membantu Bupati dalam
melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan dibidang Cipta Karya dan Tata Ruang dan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
Cipta Karya dan Tata Ruang ;
b. Perumusan kebijakan teknis dibidang Cipta Karya dan Tata Ruang ;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang Cipta Karya dan Tata Ruang ;
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
3. Susunan Organisasi
Susunan Organisasi
a. KEPALA DINAS
b. SEKRETARIAT
Terdiri dari :
1) Sub Bagian Penyusunan Program ;
2) Sub Bagian Tata Usaha ;
3) Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan.
c. BIDANG TATA BANGUNAN
Terdiri dari :
1) Seksi Penilaian Rencana Teknis Bangunan ;
3) Seksi Pengawasan dan Penertiban Bangunan.
d. BIDANG PEMUKIMAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Terdiri dari :
1) Seksi Penataan Pemukiman ;
2) Seksi Pertamanan ;
3) Seksi Pengendalian Lingkungan.
e. BIDANG TATA KOTA
Terdiri dari :
1) Seksi Perencanaan Tata Kota ;
2) Seksi Pelayanan Tata Kota ;
3) Seksi Pengendalian dan Pengawasan Tata Kota.
f. BIDANG TATA RUANG
Terdiri dari :
1) Seksi Penataan Ruang Kawasan ;
2) Seksi Pemanfaatan Tata Ruang ;
3) Seksi Pengendalian Tata Ruang.
g. UPTD
h. KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
A. DAK sub Bidang Air Minum
Pembina teknis DAK Bidang Air Minum di tingkat Pusat akan dilakukan oleh
Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU.
Pembina teknis DAK Bidang Air Minum di tingkat daerah akan dilakukan oleh
Satuan Kerja Provinsi Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta
Karya, Kementerian PU. Mekanisme koordinasi dan pelaporan antara daerah
penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Air Minum dengan
Kementerian PU mengacu pada Permen PU Nomor: 15/PRT/M/2010
tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang
Infrastruktur. Saat ini telah dibangun sistem pelaporan monitoring dan
evaluasi DAK oleh Kementerian PU yang berbasis web e-Monitoring DAK.
Satker Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Provinsi akan
berkoordinasi dengan SKPD terkait di daerah untuk memantau
pelaksanaan DAK. SKPD terkait penanggung jawab DAK Bidang Air Minum
Dinas Tata Ruang dan Permukiman, ataupun Dinas yang membidangi
urusan penyediaan air minum wajib menyampaikan laporan monitoring
dan evaluasi kepada pembina teknis DAK Bidang Air Minum di Provinsi.
Untuk kegiatan penyediaan air minum perpipaan juga akan dikoordinasikan
dengan PDAM setempat.
B. DAK Subbidang Infrastruktur Sanitasi
Arah Kebijakan
1. Meningkatkan cakupan pelayanan sanitasi terutama untuk sarana
pengelolaan air limbah, yang berupa sarana komunal berbasis
masyarakat atau penambahan sambungan rumah terhadap sistem
terpusat untuk kabupaten/kota yang sudah memiliki sistem terpusat
skala kota maupun skala kawasan. Bila suatu desa/kelurahan sudah
ODF/SBS (Stop BAB Sembarangan) opsi persampahan dapat dipilih;
1. Didasarkan kepada kesiapan daerah dalam melaksanakan pembangunan
sanitasinya.
Sasaran
Sasaran Tahun 2015: Meningkatnya pelayanan sanitasi melalui Sanimas
dan prasarana persampahan (3R) bagi 834.200 jiwa penduduk.
Sasaran Jangka Menengah (2015-2017): Meningkatnya pelayanan sanitasi
melalui Sanimas dan prasarana persampahan (3R) bagi 3.036.500 jiwa
penduduk.
Lingkup Kegiatan
1. Sub-bidang air limbah: pembangunan dan pengembangan prasarana dan
sarana air limbah skala lingkungan/kawasan atau mendukung skala
kota; Bagi Kabupaten/Kota yang sudah mempunyai sistem pengolahan
air limbah terpusat, dapat memanfaatkan DAK Bidang Sanitasi untuk
peningkatan akses melalui Sambungan Rumah (unit cost = Rp 3,5
juta/SR).
2. Sub-bidang persampahan: pembangunan dan pengembangan fasilitas
pengelolaan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle) di
tingkat komunal/kawasan yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan
Pembinaan teknis DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi di tingkat Pusat akan
dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman (PPLP) Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU. Pembina teknis
DAK Bidang Air Minum di tingkat daerah akan dilakukan oleh Satuan Kerja
PPLP Provinsi. Satker PPLP di provinsi akan berkoordinasi dengan SKPD
terkait di daerah untuk memantau pelaksanaan DAK melalui Kelompok
Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)/Sanitasi.
SKPD terkait penanggung jawab DAK Subbidang Infrastruktur Sanitasi di
Kabupaten/Kota dapat berupa Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Cipta Karya,
Dinas Tata Ruang dan Permukiman, Dinas Kebersihan ataupun Dinas yang
membidangi urusan penyediaan layanan sanitasi wajib menyampaikan
laporan monitoring dan evaluasi kepada pembina teknis DAK Subbidang
Infrastruktur Sanitasi di Provinsi. Saat ini telah dibangun sistem pelaporan
monitoring dan evaluasi DAK oleh Kementerian PU yang berbasis web.
Selain itu, koordinasi melalui Pokja AMPL/Sanitasi ditekankan pada Dinas
Kesehatan untuk aspek kampanye kepada masyarakat dengan melibatkan
sistem dan mekanisme yang ada di bawah koordinasi Dinkes (sanitarian,
Puskesmas, Posyandu, dll), serta Dinas yang menangani pemberdayaan
masyarakat untuk mendukung keberlanjutannya.
6.1.2. Analisis Kelembagaan
Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah,
bagian ini menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah
kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya. Tujuan analisis keorganisasian
adalah untuk mengetahui permasalahan keorganisasian Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk
RPI2-JM Bidang Cipta Karya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
Tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kabupaten Bengkalis dari segi struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tugas Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang adalah membantu Bupati dalam melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang Cipta Karya dan Tata
a. Penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum dibidang Cipta
Karya dan Tata Ruang ;
b. Perumusan kebijakan teknis dibidang Cipta Karya dan Tata Ruang ;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang Cipta Karya dan Tata Ruang ;
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bengkalis antara lain:
a. Berkembangnya arus informasi, teknologi dan kehidupan masyarakat, sehingga
struktur cipta karya yang ada sangat dinamis sesuai kebutuhan pembangunan
infrastruktur.
b. Teknologi terapan berkembang dinamis, namun kurang diperkenalkan dengan
baik.
c. Kurangnya koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak yang berkompeten
dalam penelitian dan pengembangan (litbang), baik di lingkungan cipta karya
maupun diluar cipta karya yang dapat membantu mengembangkan teknologi
yang embrionya sudah ditetapkan secara terbatas
6.2. Kerangka Regulasi
Sistem regulasi nasional merupakan suatu proses mekanisme bertahap untuk
mewujudkan harmonisasi antara kebijakan yang dirumuskan kedalam bentuk regulasi
melalui upaya pengelolaan yang terarah (perencanaan, koordinasi, monitoring dan
evaluasi) terutama dalam rangka meningkatkan kualitas regulasi dan kinerja
penyelenggara Negara demi tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Dalam Agenda 100-0-100 terdapat Kerangka Regulasi yang merupakan
kebutuhan regulasi yang diperlukan dalam rangka mendukung pencapaian agenda
100-0-100 Bidang Cipta Karya, antara lain yang berkaitan dengan sektor air minum,
sektor penyehatan lingkungan permukiman, sektor penataan bangunan dan lingkungan
serta sektor pengembangan permukiman.
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya mengacu pada
Undang-Undang yang berlaku. Adapun amanat perundangan yang terkait dengan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional
‒ Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, maka pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum
dan sanitasi diarahkan pada: (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset
(asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi; (2)
pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi
masyarakat; (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi
yang kredibel dan profesional; dan (4) penyediaan sumber-sumber
pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.
‒ Percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha; Pengembangan
perumahan dan permukiman.
‒ Ketersediaan infrastruktur sesuai tata ruang; Terpenuhinya penyediaan air minum untuk kebutuhan dasar pengembangan infrastruktur
pedesaan mendukung pertanian; Pemenuhan kebutuhan hunian
didukung sistem pembiayaan jangka panjang; Terwujudnya kota tanpa
pemukiman kumuh.
‒ Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem
pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan
akuntabel sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
‒ Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open
dumping) paling lama lima (5) tahun terhitung sejak diberlakukannya
UU ini.
‒ Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan
sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali
sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan,
Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
‒ UU mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, pendanaan
& pembiayaan, dan peran masyarakat.
‒ Dalam menangani permukiman kumuh dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat,
serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran,
peremajaan, dan permukiman kembali.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
‒ Peraturan ini mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan,
peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan
wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan
peran masyarakat.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
‒ Bangunan gedung harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan
selaras dengan lingkungannya. Sistem penghawaan, pencahayaan, dan
pengkondisian udara dilakukan dengan prinsip-prinsip penghematan
energi (amanat green building).
‒ Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi
dan dilestarikan.
‒ Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
‒ Infrastruktur air minum, air limbah permukiman, persampahan, merupakan bagian dari sistem jaringan prasarana yang mendukung
sistem permukiman dan membentuk struktur ruang kota.
‒ Peraturan ini mengamanatkan penyediaan ruang terbuka hijau dengan proporsi paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
‒ Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merupakan Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan seluruh Daerah dan bersifat
Pelayanan Dasar untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
Pemda telah diamanatkan untuk memprioritaskan pelaksanaan Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sehingga
mendapat perlakuan khusus dalam penyusunan kelembagaan,
perencanaan dan penganggaran di pusat dan di daerah.
‒ Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar berpedoman pada SPM yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sekaligus mendukung indikator
kinerja utama kementerian dan kinerjanya akan dikontrol secara ketat
oleh berbagai stakeholders.
‒ Dalam pembangunan bidang infrastruktur permukiman, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk mengembangkan sistem permukiman
secara nasional, lintas provinsi, atau untuk kepentingan strategis
nasional. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Provinsi,
dan Kabupaten/Kota ditunjukan pada tabel berikut:
Tabel 6. 1
Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, danKabupaten/Kota
Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kab/Kota
Permukiman a. Penetapan sistem
permukiman di kawasan
strategis nasional
a. Penetapan bangunan
gedung untuk
a. Penetapan
bangunan
Penyelenggaraan
Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kab/Kota
kepentingan strategis
nasional
b. Penyelenggaraan
bangunan gedung untuk
kepentingan strategis
nasional dan
penyelenggaraan
bangunan gedung fungsi
khusus
penataan bangunan dan
lingkungan secara
nasional
b. Penyelenggaraan
penataan bangunan dan
lingkungannya di
provinsi, dan SPAM untuk
Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kab/Kota
Air Limbah a. Penetapan
pengembangan sistem
pengelolaan air limbah
domestik secara nasional
b. Pengelolaan dan
pengembangan sistem
pengelolaan air limbah
domestik lintas daerah
provinsi, dan sistem
pengelolaan air limbah
domestik untuk
Persampahan a. Penetapan
pengembangan sistem
pengelolaan
persampahan secara
nasional
b. Pengembangan sistem
pengelolaan
drainase secara nasional
b. Pengelolaan dan
pengembangan sistem
drainase lintas daerah
Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kab/Kota
provinsi dan sistem
drainase untuk
kepentingan strategis
nasional
kabupaten/kota kabupaten/kota
Di samping Undang-Undang tersebut, Ditjen Cipta Karya dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya juga mengacu pada peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri PUPR. Adapun peraturan
pelaksanaan bidang Cipta Karya antara lain:
• PP No. 36 tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG (Undang Undang Bangunan Gedung);
• PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
• PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
• Permen PUPR No. 03/PRT/M/2015 Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur;
• Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
• Permen PU No. 34/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; • Permendagri No. 57 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Perkotaan;
• Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Berikut adalah kerangka regulasi yang dibutuhkan dalam pencapaian agenda
100-0-100 di Kabupaten Bengkalis:
Tabel 6. 2
Kerangka dan Kebutuhan Regulasi dalam Pencapaian AgendaNO
Sebagai landasan dalam
pembangunan Sistem
Sebagai landasan dalam
Pencegahan Dan
Sebagai landasan dalam
Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan
Sejenis Rumah Tangga di
Kabupaten/Kota
Dinas
Kebersihan
dan
NO
Sebagai landasan dalam
Pengelolaan Air Limbah
Rumah Tangga di
Sebagai landasan dalam
Pembangunan Sistem
Sebagai petunuk teknis
dalam pelaksanaan Perda
Bangunan Gedung
Dinas CKTR