• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eden ternyata mendengar obrolan kedua sahabatnya yang duduk di depan mejanya dan Dimas. Dia mencolek punggung Frans. Frans pun menoleh ke belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Eden ternyata mendengar obrolan kedua sahabatnya yang duduk di depan mejanya dan Dimas. Dia mencolek punggung Frans. Frans pun menoleh ke belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

(B)ELLA

Kriiiiiing...

Bel pelajaran terakhir berbunyi. Serentak semua murid dua belas IPS dua membereskan buku-buku mereka dan memasukannya ke tas mereka dengan terburu-buru. Padahal penjelasan Bu Carol, guru bahasa Inggris, belum selesai, namun anak-anak sudah tidak sabar untuk pulang. Bu Carol hanya menghela nafas maklum melihat kelakuan anak-anak muridnya.

“Teman-teman, marilah kita berdoa sebelum pulang. Demi Nama Bapak, Putera, dan Roh Kudus,” kata sebuah suara yang menggema dari speaker yang digantung di dinding kelas bagian atas. Serentak semua murid yang beragama Katolik melakukan tanda salib. Murid-murid yang beragama lain hanya diam dan menutup mata untuk ikut berdoa dengan keyakinan masing-masing.

Kalimat-kalimat doa dikumandangkan ke seluruh bagian sekolah lewat speaker-speaker. Suasana damai pun terasa bagi orang yang tidak sedang berdoa sekalipun. Dari semua murid kelas 11 IPS 2 hanya satu yang tidak berdoa, Frans.

“Ga ... Angga ...,” bisik Frans sambil mencolek-colek Angga yang sedang berdoa. “Abis ini kita nonton di

PVJ, yuk!” PVJ adalah singkatan dari Paris Van Java, salah satu mal di Kota Bandung.

(2)

Eden ternyata mendengar obrolan kedua sahabatnya yang duduk di depan mejanya dan Dimas. Dia mencolek punggung Frans. Frans pun menoleh ke belakang dan begitu pun Angga.

Man of Steel aja! Gue pengen banget nonton itu.” Walau berbisik, Eden semangat sekali.

Frans menjentikkan jarinya tanpa suara lalu menunjuk Eden, “emang gue mau ngajak nonton itu. Gue sengaja nggak nonton duluan biar bareng kalian.”

“Demi Nama Bapak, Putera, dan Roh Kudus, amin.” Pemimpin doa di speaker sekolah mengakhiri doanya. Dengan reflek secepat kilat, Frans, Angga, dan Eden langsung berpura-pura habis selesai berdoa agar tidak ketahuan oleh Bu Carol.

“Selamat siang, Anak-anak,” kata Bu Carol sambil membereskan buku absen, buku cetak bahasa Inggris, dan sebuah map tipis milik beliau.

“Selamat siang, Bu,” jawab murid-murid serempak.

Setelah itu mereka menggendong tas mereka yang berat akan buku-buku pelajaran dan keluar dari kelas. Bu Carol juga bergegas keluar dari kelas sambil membawa barang bawaannya.

“Sorry nih, Genk, tapi menurut gue lu bertiga tadi nggak sopan. Kalau lagi berdoa, ya berdoa. Jangan malah ngerencanain jalan-jalan! Doa kan cuman sebentar.” Dimas menasehati tiga sahabatnya itu. “Untung Bu Carol nggak denger loh barusan. Kalau beliau denger, bisa

(3)

nggak bisa pulang dulu kalian.” Kedua alisnya agak berkerut saat menasehati mereka.

“Iya-iya ... maafin gue, Mas. Abisnya gue nggak sabar banget pengen nonton film itu,” kata Frans meminta maaf atas kesalahannya.

“Iya, Mas, sorry,” kata Angga polos.

“Sorry,” Eden cuek saja sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Gue maafin, tapi jangan diulangi, ya! Oh iya, mau nonton Man of Steel, ya?” Wajah Dimas kembali

normal. Dia memang begitu, selalu pemaaf.

“Iya, Mas. Yuk, langsung berangkat!” Frans pun kembali bersemangat. “Tir, lu ikut, kan?” tanya Frans pada sahabatnya yang duduk di bangku paling belakang.

Petir duduk sendiri di bangku paling belakang. Jumlah mereka yang ganjil menjadikan salah satu harus menjadi tumbal untuk duduk sendiri. Hari ini Petirlah tumbal itu.

“Siap, Boss!” jawabnya dengan suara besarnya

itu.

“Tapi gimana kalau kita pulang dulu, terus ngumpul di kos-an Dimas, baru abis itu kita berangkat bareng-bareng ke PVJ? Kita mandi dulu di rumah masing-masing biar wangi,” usul Frans.

Eden setuju. “Bener juga, tuh! Kita kan abis pelajaran olahraga tadi, pasti bau kalau langsung ke sana.” “Emangnya gue bau, ya?” Angga mencium bagian dalam kemejanya.

(4)

Frans merangkul Angga, “enggak kok. Temen gue mana ada yang bau? Kita mandi cuman biar seger lagi aja.”

“Ya udah berangkat, yuk!”

Mereka berlima sepakat dan lalu berjalan keluar kelas menuju tempat parkir sekolah sambil menggendong tas. Eden seperti biasa dijemput oleh supirnya. Frans, Petir, dan Angga pulang dengan motor, sedangkan Dimas jalan kaki berhubung kos-annya dekat sekali dengan sekolah. Kelima sahabat itu berpisah di tempat parkir menuju rumah dan kos-an masing-masing.

GenkGonk

“Wah, mau ujan nih kayaknya. Liat aja langitnya mendung banget!” seru Frans sambil menunjuk langit.

Petir mengetik-ngetik pesan di handphone touch screen-nya untuk menghubungi Eden, “bisa basah kuyub kita sampai di PVJ kalau di tengah jalan keujanan. Mana si Eden belom dateng-dateng lagi.”

Frans, Petir, Angga, dan Dimas duduk menunggu Eden di teras kos-an. Mereka berempat sudah rapi dan wangi. Hanya Eden yang belum datang sejak tadi, padahal langit mendung tanda sebentar lagi akan hujan deras.

“Wah, gimana nih si Pangeran Ganteng telat? Bisa keburu Tuan Putrinya diculik sama nenek sihir.” Frans melucu dan semuanya tertawa.

Petir menanggapi lelucon Angga. “Putrinya siapa emang? Elu?”

(5)

Mereka tertawa lagi dan tiba-tiba balasan pesan dari Eden sampai di handphone Petir.

“Eh, katanya dia udah deket, nih. Ternyata dia bawa mobil jadinya kena macet tadi,” kata Petir sambil membaca SMS dari Eden.

Dimas mengangguk-angguk, “oh, pantesan lama. Gue kira dia bawa motor.”

“Dia juga bilang kita ikut mobil dia aja. Motor-motor disimpen aja di sini.”

“Asyik, naik mobil mewah nih kita-kita!” canda Angga sambil meninju-ninju udara.

“Mantap!” Frans langsung tos dengan Angga. Tiba-tiba terdengar bunyi klakson mobil. Sebuah mobil mini bus hitam dengan gagah berhenti di depan kos-an. Jendela supir pun terbuka dan Eden menjulurkan kepalanya keluar.

“Ayo, buruan naik!” perintah Eden.

Let’s go!” Frans agak berlari untuk langsung mengambil tempat di bangku depan.

Mereka bertiga menyusul Frans dan duduk di bangku depan. Eden kemudian menginjak pedal gasnya dan mobil mewahnya melaju semakin lama semakin cepat menuju PVJ.

Eden menyetir dengan cukup lihai. Terlihat jelas kalau ini bukan pertama kalinya dia menyetir mobil di jalan raya. “Sorry ya tadi gue telat. Awalnya gue mau bawa motor biar cepet sampe, tapi nyokap gw nyuruh bawa mobil aja takut ujan. Terus tadi agak macet di Jalan

(6)

Haji Juanda, jadinya telat, deh. Filmnya mulai jam berapa, sih?”

“Iya, santai aja kali, Den,” sahut Frans. “Filmnya mulai jam berapa, Tir?” Frans malah bertanya pada Petir.

“Di website-nya sih ada yang jam 15.45, jam lima, jam tujuh, dan jam sembilan. Karena sekarang udah jam setengah empat lewat, paling mungkin kita ambil yang jam lima. Gimana?”

“Iya, yang jam lima aja,” jawab Dimas. “Terus sampe sana makan dulu, yuk! Gue laper banget, nih.”

“Iya, bener jam lima aja. Kalau yang jam tujuh, udah kemaleman selesai filmnya, terus mati gaya kita kalau nunggu segitu lamanya.” Angga ikut mendukung Dimas.

“Gue sih bebas aja. Bokap gue juga lagi di luar kota. Pulang besok juga nggak masalah.” Petir terkekeh.

“Ya udah, jam lima ya kita nontonnya.” Eden mengakhiri diskusi. “Terus enaknya makan apa, ya? Yang mewah dikit dong sekali-sekali. Masa yang murah terus?”

Frans tersenyum maklum walau Eden mulai kambuh sombongnya. “Ada tuh restoran Chinese Food

baru di sana. Gue udah pernah nyoba bareng keluarga gue kemaren-kemaren. Enak banget dan tempatnya bagus. Mau nyoba, nggak?”

Angga terlihat kurang setuju. “Halal nggak, tuh? Kalian sih enak boleh makan apa aja. Gue kan nggak boleh kalo nggak halal.”

Angga memang satu-satunya yang beragama Islam. Frans dan Petir Kristen Protestan. Dimas Katolik

(7)

dan Eden Budha. Kalau saja ada anggota baru Genk Gonk yang beragama Hindu, maka lengkaplah keanekaragaman suku dan agama di persahabatan mereka.

“Pasti halal gue jamin. Iya gak, Den?” canda Frans sambil memijat-mijat lengan Eden.

“Geli ah, Frans!” Eden memberontak dari pijatan Frans. “Udah nggak normal ya, lu?

Sebuah frase terlarang telah tersebut. „Nggak normal‟ selama ini menjadi frase yang mengganjal di asumsi mereka berempat tentang Petir. Sikapnya yang dingin pada semua cewek, status jomblonya yang tidak pernah usai, tidak ada usahanya untuk mendekati cewek, dan keanehan-keanehan lain membuat mereka bertanya-tanya sendiri. Tapi mereka berempat hanya tahu sama tahu dengan yang lain. Topik ini tidak pernah dibahas sama sekali, walaupun sedang tidak ada Petir bersama mereka.

Referensi

Dokumen terkait

Prioritas & Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kab.Malinau TA.2017 2 Prioritas Dan Plafon Anggaran Sementara Tahun Anggaran 2017 ini, disusun berpedoman pada RKPD

hasil yaitu penggunaan energi lebih sedikit pada topologi multihop karena ada router node yang berfungsi sebagai perantara antara end device dengan coordinator

Menganalisis pengaruh pemberian kunyit asam terhadap dismenore menunjukkan bahwa skala nyeri pada responden yang berusia 12-14 tahun sebelum di berikan terapi kunyit

Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu, menjadi satu realitiet, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit

Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 9 Perjanjian Perwaliamanatan, apabila Perseroan dinyatakan lalai berdasarkan Pasal 9 Perjanjian Perwaliamanatan dengan mana

Orang-orang yang bertugas dalam gereja, seharusnya adalah orang-orang yang sanggup menyemangati dan mendampingi umat dalam kesulitan, yang mampu berbicara dengan mereka

keuntungan rangkaian paralel : beban satu tidak mempengaruhi beban lain (satu lampu putus lampu lain tetap akan menyala) dan tegangan yg diterima setiap beban sama semua(semua

Dari hasil analisis data faktor internal yang paling dominan dalam menulis karya ilmiah mahasiswa Program Studi PTB adalah faktor minat, sedangkan faktor internal yang