• Tidak ada hasil yang ditemukan

1) Penalaran ingatan (Memorized Reasoning) MR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1) Penalaran ingatan (Memorized Reasoning) MR"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

A. Penalaran Matematis

1. Definisi

Penalaran matematis adalah proses berfikir atau cara berfikir seseorang untuk

menarik kesimpulan, sehingga menghasilkan pernyataan baru untuk menyelesaikan

masalah matematika. Pendapat tersebut merujuk dari beberapa pendapat-pendapat

ahli. Shadiq (2004) mengartikan penalaran sebagai suatu kegiatan, suatu proses atau

suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan

baru yang benar, berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah

dibuktikan.

Senada dengan Shadiq, Lithner (2008) juga mendefinisikan penalaran

matematis sebagai garis pemikiran atau cara berfikir yang diadopsi untuk

menghasilkan pernyataan dan kesimpulan untuk menyelesaikan masalah. Selain

pendapat dua ahli di atas, Keraf (Shadiq, 2004) mengungkapkan penalaran sebagai

proses berfikir yang menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi

yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan. Misalnya persamaan kuadrat 𝑥2+ 9𝑥 − 10 = 0, dapat ditarik kesimpulan bahwa 𝑥 = 1 atau 𝑥 = −10.

Mengacu pada definisi penalaran menurut Lithner, penalaran di sini tidak

didasarkan pada logika formal selama ada argumentasi-argumentasi pendukung

yang masuk akal. Selanjutnya Lithner (2008) menyimpulkan tentang struktur

kemampuan penalaran matematis yang menjadi dasar baginya menyelesaikan suatu

(2)

a. Harus ada masalah matematika yang ditunjukkan dengan situasi matematika

untuk selanjutnya diproses.

b. Strategi pemilihan, dimana pemilihan dilihat dari pengertian yang luas seperti

memilih, mengingat, membuat, mengubah, menebak dll yang dapat didukung

oleh argumentasi prediktif. Argumentasi prediktif adalah argumentasi

perkiraan dimana dalam kriteria penalaran matematika menurut Permendikbud

(2014) yaitu poin mengajukan dugaan dan melakukan manipulasi matematis.

c. Strategi implementasi dapat didukung oleh argumentasi verifikasi.

Argumentasi verifikasi adalah argumentasi pemerikasaan tentang kebenaran

suatu solusi atau hasil pemecahan suatu masalah matematika, dimana di dalam

kriteria penalaran matematika menurut Permendikbud (2014) merupakan poin

penyusunan bukti dan penarikan kesimpulan.

d. Kesimpulan yang dimuat. Kesimpulan di sini berupa argumentasi yang

didasarkan pada pemilihan strategi dan implementasi strategi yang masuk akal

tentunya. Artinya tidak harus didukung dengan bukti langsung atau tidak

langsung.

Argumentasi adalah inti atau subtansi, bagian dari penalaran yang bertujuan

untuk menyakinkan diri sendiri atau orang lain akan kesimpulan yang disampaikan.

Berdasarkan struktur di atas, poin b dan c adalah bagian dari proses pemecahan

masalah. Maka dari itu, penalaran dan pemecahan masalah merupakan sebuah

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan struktur penalaran di atas,

dimana struktur tersebut erat kaitannya dengan pemecahan masalah, Lithner (2006)

(3)

a. Penalaran imitatif matematis atau imitative mathematical reasoning yang

kemudian disingkat dengan IR.

b. Penalaran kreatif matematis atau creative mathematical reasoning yang

kemudian disingkat dengan CR.

2. Jenis Penalaran Matematis

Merujuk pada definisi penalaran, Lithner (2008) membagi penalaran ke

dalam dua tipe yaitu:

a. Penalaran imitatif matematis

Imitatif berasal dari bahasa inggris imitatitve yang memiliki asal kata

imitate yang berarti meniru. Dalam bahasa Indonesia imitatif memiliki arti

bersifat tiruan. Penalaran imitatif matematis adalah penalaran matematis yang

bersifat tiruan. Artinya proses berfikir peserta didik dalam membuat kesimpulan

hanya berdasarkan ingatan peserta didik dari buku ataupun contoh yang telah

mereka kerjakan. Dengan kata lain, penalaran imitatif matematis adalah

penalaran yang hanya didasarkan pada ingatan tentang apa yang telah dipelajari

dahulu.

Selaras dengan hal tersebut Lithner (2006) menyebutkan bahwa

penalaran imitatif yaitu mengikuti atau menyalin sebuah mode atau contoh tanpa

memperhatikan keasliannya. Studi empiris Lithner (2006) mengidentifikasikan

penalaran imitatif ke dalam dua jenis yaitu ingatan (memorized) dan algoritma

(algorithmic).

1) Penalaran ingatan (Memorized Reasoning)/ MR

(4)

jawaban yang telah dikerjakan sebelumnya tanpa memperhatikan langkah

penyelesaian masalah. Dengan kata lain penalaran ingatan adalah penalaran

yang menyalin jawaban pekerjaan sebelumnya dalam menyelesaikan

masalah.

Biasanya tipe soal yang terdapat di dalam penalaran ini adalah tipe

soal yang menuntut si penalar untuk mendefinisikan sebuah pernyataan,

membuat bukti, mengkonversikan satuan. Sebuah soal dapat dikatakan

memuat penalaran ingatan jika memenuhi kriteria berikut:

a) Strategi pemilihan ditentukan dengan mengingat jawaban lengkap.

Maksudnya adalah dalam menyelesaikan permasalahan matematika

(mengajukan dugaan dan manipulasi matematis) peserta didik hanya

menggunakan ingatannya untuk menjawab permasalahan tersebut.

b) Implementasi strategi terdiri hanya dengan menyalin jawaban secara

runtut. Impelemntasi tersebut didukung dengan penyusunan bukti dan

penarikan kesimpulan.

Uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa soal yang memuat

penalaran jenis MR adalah :

a) Menanyakan definisi atau fakta dimana lebih membutuhkan kemampuan

mengingat yang tinggi.

b) Strategi pemilihan ditentukan dengan mengingat jawaban lengkap.

c) Implementasi strategi terdiri hanya dengan menyalin jawaban secara

(5)

Contoh soal tipe MR:

Tentukan jenis akar persamaan kuadrat dari 2𝑥2− 4𝑥 + 3!

Jawaban dari soal tersebut menuntut peserta didik untuk mengingat tentang

syarat akar-akar persamaan kuadrat dikatakan nyata dan berbeda, kembar,

atau imajiner.

Jika 𝐷 > 0, maka akar-akar persamaannya nyata (real) dan berbeda.

Jika 𝐷 = 0, maka akar-akar persamaannya kembar. Jika 𝐷 < 0, maka akar-akar persamaannya imajiner.

Dari soal di atas diperoleh nilai 𝐷 = (−4)2− 4 ∙ 3 ∙ 2 = −8. Sehingga nilai 𝐷 < 0.

Jadi jenis akar-akar persamaan kuadrat tersebut adalah imajiner.

2) Penalaran Algoritmik (Algorithmic Reasoning)/ AR

Penalaran algoritmik (AR) adalah salah satu jenis penalaran imitatif.

Penalaran algoritmik hampir sama dengan penalaran ingatan akan tetapi

penalaran jenis ini lebih cenderung untuk mengingat setiap langkah yang

digunakan untuk mengerjakan soal yang disediakan. Jadi penalaran

algortimik menitikberatkan kepada ingatan seseorang tentang bagaimana soal

tersebut diselesaikan berdasarkan langkah-langkah yang benar.

Penalaran jenis ini tidak membutuhkan solusi baru dalam

penyelesaiannya. Biasanya soal penalaran tipe ini terdapat di dalam buku

dengan angka yang berbeda, tetapi memiliki esensi yang sama. Sebuah soal

(6)

a) Strategi pemilihan ditentukan bukan hanya sekedar mengingat jawaban

seperti MR tetapi langkah-langkah algortima yang akan membimbing

seseorang kepada solusi yang sebenarnya. Hal tersebut didukung dengan

pengajuan dugaan yang mengandalkan ingatan.

b) Impelementasi strategi terdiri atas perhitungan–perhitungan trivial atau

tindakan-tindakan dengan aturan yang telah diberikan. Maksudnya dalam

melakukan penyelesaian masalah (manipulasi matematis, menyusun bukti

dan penarikan kesimpulan) seseorang menyerap langkah solusi seperti

yang telah dikerjakan.

Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa soal yang mengandung

penalaran tipe AR adalah:

a) Strategi pemilihan ditentukan bukan hanya sekedar mengingat jawaban

seperti MR tetapi algortima penyelesaian.

b) Implementasi terdiri atas perhitungan trivial.

c) Tidak membutuhkan solusi baru.

Contoh soal tipe AR:

Persamaan kuadrat 𝑥2+ 4𝑝𝑥 + 4 = 0 mempunyai akar-akar 𝑥1 dan 𝑥2. Jika 𝑥1∙ (𝑥2)2+ (𝑥1)2∙ 𝑥2 = 32, maka nilai 𝑝adalah…

Jawaban dari soal tersebut adalah sebagai berikut:

Peserta didik harus memahami konsep penentuan akar-akar dengan

(7)

persamaan 𝑎𝑥2+ (𝑥1+ 𝑥2)𝑥 + (𝑥1∙ 𝑥2) = 0. Dari persamaan terakhir

secara umum diperoleh (𝑥1+ 𝑥2) =−𝑏

𝑎 dan (𝑥1∙ 𝑥2) = 𝑐

𝑎. Dengan catatan bahwa 𝑥1 dan 𝑥2 adalah akar-akar persamaan kuadrat.

Setelah mengetahui konsep tersebut maka peserta didik dapat

menemukan nilai 𝑝 setelah mengubah 𝑥1∙ (𝑥2)2+ (𝑥1)2∙ 𝑥2 = 32 menjadi 𝑥1∙ 𝑥2(𝑥1+ 𝑥2) = 32. Kemudian dengan mengetahui nilai 𝑎 = 1, 𝑏 = 4𝑝 𝑑𝑎𝑛 𝑐 = 4 sehingga diperoleh

𝑥1∙ 𝑥2 =𝑎𝑐 =41= 4

𝑥1+ 𝑥2 = −𝑏𝑎= −4𝑝1 = −4𝑝

Akan diperoleh 𝑥1∙ 𝑥2(𝑥1+ 𝑥2) = 32

4(−4𝑝) = 32

−16𝑝 = 32 → 𝑝 = −2 Jadi nilai 𝑝 = −2.

Dengan demikian seseorang tersebut hanya mengingat langkah

algortima untuk menyelesaikan masalah matematika yang disajikan. Tidak

terpaku pada jawabannya tetapi terpaku pada langkah solusi yang

dimaksudkan. Hal ini menyebabkan tipe soal untuk penalaran tipe AR sangat

beragam.

Secara sepintas kedua jenis penalaran tersebut sama, akan tetapi MR lebih

mengingat tentang fakta atau jawaban kemudian menyalinnya. Sementara AR

meskipun sama-sama mengingat, lebih mengingat prosedur dan mengerjakan

(8)

menanyakan tentang fakta atau bukti serta definisi-definisi yang membutuhkan

jawaban lengkap.

Perbedaan yang lebih mendasar adalah AR sadar benar bahwa antara

algoritma yang satu dengan algoritma selanjutnya saling berkaitan. Berbeda

dengan MR yang tidak mendasarkan algoritma satu dengan yang lain, akan tetapi

lebih mengarah kepada hafalan suatu penyelesaian.

b. Penalaran kreatif matematis (creative mathematical reasoning)

Penalaran kreatif matematis (CR) adalah proses berfikir yang

didefinisikan memiliki kebaharuan, masuk akal, fleksibel dan berdasarkan sifat

matematis. Berikut dijelaskan setiap aspek dari penalaran kreatif matematis

menurut Lithner (2006):

1) Pembaharuan

Artinya solusi pemecahan masalah tersebut baru diciptakan

berdasarkan pemahaman penalar atau solusi tersebut adalah solusi yang pernah

dilupakan kemudian dimunculkan kembali. Akan tetapi jika solusi yang

dilupakan tersebut dimunculkan kembali hanya dengan menyalin langkahnya

maka itu bukan termasuk ke dalam penalaran kreatif. Jika dikaitkan dengan

kriteria kemampuan penalaran secara umum maka penalar akan mengajukan

dugaan tentang solusi pemecahan masalah dengan menampilkan sesuatu yang

baru. Misalnya dengan menampilkan strategi penyelesaian yang berbeda.

2) Masuk akal

Adalah argumen yang disampaikan mendukung strategi pilihan atau

(9)

disampaikan benar. Berarti penalar harus membuat atau menyusun argumen

untuk membuktikan dugaan yang disampaikan benar dan masuk akal serta

dapat diterima oleh khalayak umum. Dengan kata lain menebak-nebak sebuah

jawaban atas suatu kesimpulan tidak dibenarkan.

3) Fleksibel

Menggunakan strategi dan implementasi yang berbeda dengan

menyesuaikan situasi masalah yang disediakan.

4) Berdasarkan sifat matematis

Argumen yang ditampilkan harus berdasarkan sifat instrinsik

matematis yang termuat dalam komponen penalaran. Komponen yang termuat

di dalam penalaran terdiri atas objek, transformasi dan konsep. Objek

merupakan aspek dasar, seperti angka, variabel, fungsi, grafik, diagram,

matriks dan lain sebagainya. Trasformasi adalah apa yang telah dikerjakan

terhadap objek dan menghasilkan objek yang berbeda. Misalnya seperti

menghitung apel dalam kehidupan sehari-hari kemudian ditransformasikan

menjadi angka. Konsep disini dilihat sebagai pusat dari ide matematika yang

menghubungkan antara objek, transformasi, dan unsur-unsurnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kriteria kemampuan

penalaran kreatif yaitu :

1) Pembaharuan

2) Masuk akal

3) Fleksibel

(10)

Contoh soal tipe CR di bawah ini mengutip dari hasil studi yang

dilakukan Lithner (2006).

Seorang peserta didik bernama Anne diminta untuk menyelesaikan soal berikut:

Tentukan nilai maksimum dan minimum dari fungsi 𝑦 = 7 + 3𝑥 − 𝑥2 pada interval [−1,5]!

Jawaban Anne sebagai berikut

Anne menggambar (gambar 1) grafik pada perhitungannya, dia ingin mengatahui seperti apa jika digambar.

“Saya mengetahui fungsi ini, saya pernah melihat bentuk 𝑥2 adalah fungsi kuadrat dimana jika koefisien dari 𝑥2 bernilai positif maka akan membentuk lembah. Tetapi jika koefisien dari 𝑥2 bernilai negatif maka membentuk bukit. Saya dapat melihat bahwa fungsi tersebut minimum pada saat 𝑥 = 5” kata Anne.

Dia dapat melihat bahwa nilai maksimum terjadi ketika 𝑥 = 1,5 tetapi nilai tersebut tidak dapat ditentukan menggunakan grafik. Anne menghitung beberapa nilai fungsi dengan 𝑥 = 1,5. Tetapi tidak dapat menemukannya. Dia diam selama dua menit.

“Kami telah belajar tentang turunan. Disana dikatakan tentang kemiringan.

Dan nilai maksimum hanya dapat terjadi dimana kemiringannya sama dengan nol. Saya dapat menyelesaikan itu. Saya pikir bahwa turunan dari −𝑥2 adalah – 2𝑥. Anne dengan mudah mengitung 𝑦′= 3 − 2𝑥 menemukan bahwa 𝑦′ pada saat 𝑥 = 1,5 dan menghitung 𝑦(1,5) = 9,25. Anne menyimpulkan bahwa nilai tersebut sesuai dengan grafik.

(11)

Dari contoh tersebut dapat dilihat pemikiran Anne merupakan penalaran

kreatif matematis karena memenuhi kriteria berikut:

1) Kebaharuan

Anne menggunakan konsep turunan dalam menyelesaikan soal, tetapi

belum melihat algortima untuk mendapatkan nilai maksimum yang dibangun

melalui pilihan strategi kunci: nilai maksimum terletak pada puncak dimana

nilai turunannya sama dengan nol. Dari proses terlihat Anne tidak hanya

mengikuti prosedur algoritma yang diberikan oleh orang lain.

2) Fleksibel

Anne menganalisis situasi dan mengadaptasi ke dalam kondisinya, hal

ini merupakan inisiatif yang tidak lazim diantara para peserta didik yang hanya

berfokus pada pendekatan algortimik.

3) Masuk akal

Anne mempunyai argumen berdasar matematis yang masuk akal tentang

pilihan strateginya dan kesimpulan

4) Berdasarkan matematis

Anne mengembangkan pengertian konsep yang bagus tentang fungsi dan

sifat instrinsiknya yaitu relasi antara konsep turunan gradien dan nilai

maksimum.

Pada penelitian ini, penulis mengambil dua jenis penalaran berdasarkan

kerangka kerja Lithner yaitu penalaran imitatif dan penalaran kreatif. Sementara

itu, penalaran imitatif dibagi atas dua jenis yaitu penalaran ingatan dan penalaran

(12)

penalaran ingatan (MR), penalaran algoritmik (AR) dan penalaran kreatif (CR).

Kriteria kemampuan penalaran matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Penalaran Ingatan (MR) :

a) Strategi pemilihan ditentukan dengan mengingat jawaban lengkap. Artinya

pengajuan dugaan ditentukan dengan mengingat jawaban, definisi, atau

syarat tertentu.

b) Implementasi strategi hanya menyalin jawaban secara runtut. Peserta didik

menyimpulkan dan menyusun bukti hanya menyalin jawaban yang telah

ada. Peserta didik tidak memperhatikan keterkaitan antar langkah yang

digunakan.

2. Penalaran Algortimik (AR):

a) Strategi pemilihan ditentukan bukan hanya sekedar mengingat jawaban

tetapi langkah-langkah algortima yang akan membimbing seseorang kepada

solusi yang sebenarnya.

b) Implementasi strategi terdiri atas perhitungan-perhitungan trivial. Peserta

didik menyimpulkan dan menyusun bukti berdasarkan rumus atau langkah

awal yang dilakukan. Untuk langkah selanjutnya peserta didik hanya

mengikuti alur awal saja. Dengan demikian peserta didik memperhatikan

keterkaitan antar langkah yang dilakukan.

3. Penalaran Kreatif (CR):

a) Pembaharuan yaitu menyajikan solusi penyelesaian yang baru atau

menampilkan solusi lama tetapi tidak sekedar menyalin.

(13)

c) Masuk akal yaitu jika argumen yang ditampilkan dapat diterima oleh

khalayak umum

d) Berdasarkan sifat matematis yiatu menyusun argumen berdasarkan sifat

matematis.

B. Gaya Belajar

Peserta didik menangkap suatu materi yang disampaikan oleh guru

berbeda-beda. Mereka akan memilih cara yang paling mudah agar apa yang disampaikan

oleh guru dapat dengan mudah diterimanya dengan baik. Hal tersebut disebut

dengan gaya belajar. Gaya belajar bukan hanya berbicara mengenai bagaimana

seseorang menerima informasi dan menangkap informasi dari guru akan tetapi

memproses informasi tersebut dengan menggunakan otak kiri atau otak kanan.

Gaya belajar adalah salah satu cara seseorang untuk menyerap dan menguasi

informasi dan atau bagaimana informasi tersebut diproses. Selain itu menurut

beberapa riset yang telah dilakukan Dunn (1979) bahwa definisi gaya belajar

hampir sama yaitu mengarah kepada bagaimana seseorang memproses informasi

atau informasi tersebut disalurkan dengan persepsi dari masing masing orang. Jadi

dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara seseorang untuk menangkap dan

mengolah informasi agar dapat dipahami dengan baik.

Dunn (1979) mengatakan ada banyak variabel yang mempengaruhi cara

belajar seseorang. Misalnya faktor fisik, lingkungan, emosional, dan sosiologi.

Tentunya jika faktor tersebut diperinci lagi maka akan banyak sekali variabel yang

mempengaruhi gaya belajar seserorang. Misalnya saja seseorang dapat belajar

(14)

diskusi kelompok, sedangkan ada lagi yang harus dibimbing oleh orang lain

misalnya guru, orang tua atau privat, dan ada pula seseorang yang memilih untuk

belajar sendiri. Terdapat banyak sekali karakter peserta didik dalam memilih cara

yang baik untuk belajar.

Faktor yang mempengaruhi gaya belajar seseorang ini memunculkan

berbagai pengelompokan gaya belajar. Ada beberapa klasifikasi gaya belajar

menurut beberapa ahli. Misalnya klasifikasi gaya belajar menurut De Porter (2003)

yang terkenal yaitu gaya belajar Visual, Audiotory, Kinestetic yang lebih dikenal

dengan VAK. Namun gaya belajar tersebut merupakan gaya belajar yang masih

umum, tidak merujuk khusus pada mata pelajaran tertentu. Meskipun gaya belajar

tersebut dapat diterapkan di dalam matematika. Akan tetapi pembagian gaya belajar

VAK didasarkan pada modalitas seseorang. Seperti kita ketahui bahwa modalitas

pasti dimiliki oleh setiap individu. Karena alasan itulah tipe gaya belajar lainnya

pun juga memiliki modalitas utama dalam setiap tipenya.

Seorang penulis bernama Gustav Carl Jung (Silver, 2010) ahli psikolog asal

Swiss mengamati tentang bagaimana seseorang mengolah informasi, berdasarkan

empat hal yaitu thinking, sensing, feeling, dan intuition. Thinking adalah fungsi

abstrak yang mengembangkan pembuktian fakta, logika, jelas, prosedur yang

konsisten dalam mengambil keputusan. Thinking menunjukan sebab-akibat, ide dan

dampak, aksi dan hasilnya sehingga dapat menentukan mana yang benar dan mana

yang salah.

Feeling adalah fungsi dasar yang digunakan dalam kehidupan, hubungan

(15)

menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Sensing adalah fungsi dasar

yang mengembangkan penglihatan, pendengaran, penciuman untuk menyediakan

fakta dan pengalaman langsung di lapangan. Dengan sensing dapat mengetahui

karakteristik seseorang, tempat, benda dan sebagainya. Dengan sensing pula dapat

melihat, mendengarkan, merasakan dan sebagainya. Terakhir intuition adalah

fungsi abstrak yang menggunakan firasat, pengetahuan, tebakan dan inspirasi untuk

mengelompokannya ke dalam pola atau kemungkinan-kemungkinan. Dengan

intuisi apa yang kita inginkan, mimpikan dapat kita capai (Hanson, 1996).

Silver, Strong dan Perinni membagi gaya belajar yang lebih mengarah pada

matematika menjadi 4 gaya belajar yaitu penguasaan, pemahaman, ekspresi diri,

dan antarpribadi (Silver, 2010). Gaya belajar yang muncul tersebut adalah hasil

kombinasi antara thinking dan sensing menghasilkan gaya belajar penguasaan,

thinking dan feeling menghasilkan gaya belajar antarpribadi, intuition dan feeling

menghasilkan gaya belajar ekspresi diri dan kombinasi antara intuition dan thinking

menghasilkan gaya belajar pemahaman (Silver, 2010).

Berikut klasifikasi dan ciri-ciri gaya belajar menurut Silver, dkk (2012):

1. Gaya Penguasaan

Seseorang dengan gaya belajar penguasaan akan cenderung belajar

menggunakan indra penglihatan mereka agar dapat dengan mudah menangkap

informasi. Ciri-ciri gaya belajar penguasaan:

a) Lebih senang belajar selangkah demi selangkah.

b) Lebih nyaman dengan tugas yang meminta mereka untuk mengingat tentang fakta dan prosedur.

c) Belajar dengan instruksi yang jelas.

d) Lebih cenderung ketika belajar dengan pemodelan dan praktik.

(16)

f) Senang menyelesaikan masalah matematika yang sama seperti sebelumnya dan menggunakan algoritma untuk mendapatkan jawaban tunggal.

g) Seseorang dengan gaya belajar penguasaan akan kesulitan untuk menyelesaikan masalah yang terlalu abstrak dan berhadapan dengan masalah yang bukan masalah rutin.

Moirao & Warrick(2010) menambahkan bahwa seseorang dengan tipe

penguasaan, akan mengajukan pertanyaan diawali dengan kata tanya “apa”

dimana jawabannya menuntut jawaban yang benar. Seseorang bergaya belajar

penguasaan, mereka akan termotivasi dengan sebuah kesuksesan, kompetensi

dan kejelasan. Motivasi tersebut berasal dari sebuah harapan yang jelas. Karena

motivasi tersebut maka seseorang dengan gaya belajar penguasaan harus

mengetahui kriteria untuk mengevaluasi kemampuan mereka, untuk kinerja

mereka selanjutnya.

2. Gaya Pemahaman

Seseorang dengan gaya belajar pemahaman umumnya menyukai hal

yang membutuhkan kemampuan berfikir kritis dan pembelajaran akademik.

Ciri-ciri :

a) Lebih senang kepada memahami mengapa matematika yang mereka pelajari bekerja.

b) Senang masalah matematika yang meminta untuk menjelaskan, membuktikan dan mengambil sikap.

c) Lebih senang belajar matematika dengan melihat pola dan mengidentifikasi pertanyaan terselubung.

d) Akan kesulitan ketika mereka mereka bekerja dengan lingkungan sosial/ memerlukan kerja sama atau kelompok. Hal ini dikarenakan mereka lebih senang bekerja sendiri.

e) Mereka akan senang ketika model pembelajarannya adalah sesuatu yang menantang kemampuan berfikir mereka dan membiarkan mereka untuk menjelaskan idenya. Artinya peserta didik tersebut senang dengan keadaan dimana mereka diberikan kesempatan untuk mengutarakan ide mereka. f) Peserta didik dengan gaya belajar pemahaman lebih senang menggunakan

(17)

g) Menekankan belajar mendalam. Model dan praktik dengan lebih mengarah kepada pengamatan dan memperhatikan proses adalah cara untuk menyelesaikan masalah dan mengumpulkan informasi.

Selain itu, Moirao & Warrick(2010) menambahkan bahwa tipe gaya

belajar pemahaman akan memulai pertanyaan dengan kata tanya “ mengapa”

dimana setiap pertanyaan tersebut menuntut alasan dan argumentasi. Seseorang

dengan gaya belajar pemahaman akan lebih termotivasi ketika lingkungan

menuntut sebuah pemikiran kritis dan menantang karena orang dengan gaya

belajar ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

3. Gaya Ekspresi Diri

Seseorang dengan gaya belajar ekspresi diri umumnya membutuhkan

sebuah kesempatan untuk memilih untuk mengekspresikan kreativitas mereka.

Selain itu seseorang dengan gaya belajar ini terbiasa untuk menvisualisasikan

ide mereka dalam bentuk imajinasi. Ciri-ciri gaya belajar tersebut antara lain:

a) Senang menggunakan imajinasi mereka untuk mengeksplor ide-ide matematika.

b) Senang dengan permasalahan matematika yang tidak rutin dan mengijinkan mereka untuk berfikir diluar kebiasaan.

c) Menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan menvisualkan masalah, menghasilkan solusi yang mungkin dan mengeksplorasi beberapa alternatif.

d) Peserta didik dengan gaya belajar ini mengalami kesulitan ketika mereka berhadapan dengan instruksi matematika yang lebih kearah sistem drill dan praktis serta pemecahan masalah yang lebih kearah hafalan.

e) Senang dengan pembelajaran yang meminta kemampuan imajinasi dan kreatif dalam memecahkan masalah di kelas.

f) Mereka senang dengan penugasan yang meminta mereka untuk menampilkan sesuatu yang baru dan langkah yang berbeda.

g) Tipe gaya belajar ini lebih senang untuk bekerja mengunakan angan-angan mereka.

Selain itu, tipe gaya belajar ini lebih sering menggunakan kata tanya

(18)

dengan kemungkinan-kemungkinan (Moirao & Warrick,2010). Seseorang

dengan gaya belajar ini termotivasi oleh keaslian dan lingkungan yang

cenderung memberikan banyak stimulasi/ rangsangan, kejutan dan memberikan

kesempatan bagi mereka untuk berfikir kreatif. Menggunakan imajinasi,

kemungkinan-kemungkinan untuk menghasilkan suatu ide baru dimana ide

tersebut dapat merubah pandangan seseorang.

4. Gaya Antarpribadi

Umumnya seseorang yang memiliki gaya belajar antarpribadi

menginginkan sebuah pengalaman belajar. Biasanya mereka akan belajar secara

berkelompok atau membutuhkan hubungan sosial yang baik selama proses

pembelajaran. Dengan demikian gaya belajar antarpribadi tidak dapat terlepas

dengan aktivitas kelompok. Ciri-ciri gaya belajar antarpribadi antara lain:

a) Senang belajar matematika melalui dialog, kolaborasi, dan kelompok belajar.

b) Senang menyelesaikan masalah matematika yang berpusat pada aplikasi matematika pada dunia nyata dan bagaimana matematika dapat membantu orang.

c) Kesulitan jika berhadapan dengan instruksi yang membebaskan jawaban pada lembar kerja atau ketika apa yang mereka pelajari kurang berkaitan dengan aplikasi pada kehidupan nyata.

d) Senang dengan pembelajaran yang memberikan perhatian pada kesuksesan mereka dan kesulitan mereka di dalam matematika.

e) Cara kerja orang yang memiliki gaya belajar ini adalah dengan feeling by feeling satu sama lain.

Berdasarkan uraian karakteristik masing-masing gaya belajar di atas, dapat

ditarik kesimpulan bahwa ada karakteristik masing-masing gaya belajar yang sesuai

dengan kemampuan penalaran matematis adalah sebagai berikut:

1. Gaya belajar penguasaan, mereka lebih cenderung untuk menganalisis setiap

(19)

penyelesaian matematika, yang membutuhkan ingatan tajam yang berkaitan

dengan jawaban sebelumnya atau algortima penyelesaian. Meskipun demikian,

gaya belajar ini sering mengalami kesalahan mengingat mereka adalah tipe

peniru yang baik.

2. Gaya belajar pemahaman, mereka mampu menarik kesimpulan dengan baik.

Hal ini dikarenakan tipe gaya belajar penguasaan lebih senang menguji

hipotesis/ dugaan-dugaan sebelum mengambil kesimpulan. Selain itu, tipe ini

tidak mengalami kesulitan ketika harus membuat dugaan, sehingga tidak heran

jika mereka akan menuliskan argumentasinya secara detail.

3. Gaya belajar ekspresi diri, mereka mampu menarik kesimpulan dengan baik

dan mampu membuat solusi baru yang berbeda. Tetapi menuntut keaslian dari

sebuah pekerjaan. Mereka juga senang dengan pekerjaan yang membutuhkan

kreativitas. Meskipun demikian, tipe gaya belajar juga mampu untuk membuat

dugaan dengan baik.

4. Gaya belajar antarpribadi, mereka cenderung menganalisis setiap masalah

dengan baik seperti gaya belajar penguasaan. Sehingga mengerti benar dengan

apa yang dilakukannya. Jadi gaya belajar ini mengerti benar setiap langkah

yang digunakan dan keterkaitan antar langkahnya.

C. Materi

KD 3.3 : Menentukan nilai persamaan kuadrat dengan satu variabel yang tidak

diketahui.

(20)

D. Penelitian Relevan

Kolopita (2015) melakukan penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis

kualitatif dan analisis kuantitatif, terkait struktur dan kemampuan peserta didik

dalam menyelesaikan soal ujian nasioanal matematika SMP/MTs Tahun 2013/2014

menggunakan kerangka kerja Lithner. Menyebutkan bahwa dari 40 soal UN

terdapat 33 soal bertipe AR, 4 soal bertipe MR dan 3 soal bertipe CR. Selanjutnya

dari 94 peserta didik tidak ada satu peserta didik yang dapat menyelesaikan soal

tipe CR, melainkan mereka lebih menggunakan penalaran imitatif (IR) untuk

menyelesaikan soal UN tersebut.

Jonsson dkk (2014) juga melakukan penelitian yang sama tentang penalaran

algoritma dan kreatif. Penelitian deskriptif kuantitatif ini menghasilkan kesimpulan

bahwa belajar dengan mengedepankan penalaran kreatif lebih efektif dibandingkan

dengan penalaran algortima dilihat dari penyusunan konstruksi pengetahuan. Selain

itu ternyata penggunaan penalaran algortima berimbas terhadap kecakapan kognitif

dalam hal hafalan.

Meninjau dua penelitian di atas, keduanya memiliki persamaan dalam hal

penalaran. Keduanya melihat dari jenis penalaran berdasarkan kerangka kerja

Lithner. Penelitian kali ini juga akan melihat penalaran dengan kerangka Lithner

sebagai variabel utama. Akan tetapi penalaran dengan kerangka Lithner ini ditinjau

dari gaya belajar. Gaya belajar yang digunakan juga gaya belajar yang

(21)

E. Kerangka Pikir

Kemampuan penalaran matematis menjadi penting karena ketika seseorang

harus menarik kesimpulan dari sebuah masalah matematika, ia harus menggunakan

nalar untuk menyelesaikannya. Kemampuan penalaran matematis peserta didik

dikelompokan berdasarkan karakteristik dan kesulitan peserta didik dalam

menyelesaikan masalah matematika. Terdapat dua kemampuan penalaran yaitu

penalaran imitatif dan penalaran kreatif. Penalaran imitatif sendiri dibagi menjadi

dua yaitu penalaran ingatan dan penalaran algortima. Kemampuan penalaran

menurut Lithner menggunakan strategi penyelesaian dan implementasi strategi

sebagai kriteria. Strategi penyelesaian tersebut tergantung kepada setiap peserta

didik yang dipengaruhi oleh gaya belajarnya. Gaya belajar yang dikembangkan oleh

Silver dkk, mengedepankan gaya belajar yang lebih matematis. Artinya antara gaya

belajar tersebut dengan kemampuan matematis peserta didik memiliki keterkaitan.

Pemilihan strategi penyelesaian dapat didukung dengan argumentasi

prediktif. Penyusunan argumentasi prediktif inilah yang menjadi acuan

masing-masing gaya belajar, apakah akan menggunakan teori yang terdapat dalam buku,

pengembangan teori yang terdapat dalam buku, hasil diskusi atau argumentasi baru

yang dirasa masuk akal. Kemudian cara setiap peserta didik mengimplementasikan

strategi penyelesaian juga disesuaikan dengan gaya belajar. Implementasi strategi

didukung argumentasi verifikasi juga disesuaikan dengan gaya belajar

masing-masing.

Setiap gaya belajar memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik yang

(22)

yang ditonjolkan kepada gaya belajar ini adalah bagaimana seseorang memandang

masalah matematika dan memahami masalah tersebut sehingga dapat diselesaikan

dengan baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis kemampuan

Gambar

Gambar 2.1. Grafik perhitungan nilai maksimum dan minimum

Referensi

Dokumen terkait