• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Flora normal pada tangan

Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital. Kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar 102–106 CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004).

Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap (resident microorganism). Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari, atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz & Widmer, 2004; Jawetz e.t al., 2005).

The Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberikan pedoman bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, dari berbagai sumber yang pada akhirnya dapat terjadi kontak dengan kulit. Biasanya mikroorganisme ini dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku. (Synder,1988).

Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp., Shigella sp., Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder,1988). Sementara flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar

(2)

orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder, 1988).

Flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan, mereka akan segera kembali seperti semula. Adanya lemak dan kulit yang mengeras membuat flora tetap sulit lepas dari kulit meskipun dengan surgical scrub. Oleh karena itu, dokter ahli bedah diharuskan memakai sarung tangan, salah satu alasannya adalah karena tidak mungkin menghilangkan semua flora atau mikroorganisme yang terdapat di kulit. (Jawetz et al. 2005),

Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis dan stafilokokus koagulase negatif lainnya, Corynebacterium dengan densitas populasi antara 102-103 CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004). Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 per gram, suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin (Snyder, cit. Snyder, 2001). Flora anaerobik seperti Propionibacterium acne, tinggal di lapisan kulit lebih dalam, dalam folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (Strohl, et al., 2001) P. acne menempati bagian kulit yang berminyak. Sedikit populasi jamur (Pityrosporum) juga ditemukan sebagai mikroorganisme tetap.

Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian besar mikroorganisme tetap tidak berbahaya (Synder, 1988; Strohl et. al, 2001). Flora transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan cuci tangan, sedangkan flora tetap yang sering dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan selalu ada dan bertahan hidup (survive), apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba. Berkeringat berlebihan atau pencucian dan mandi tidak menghilangkan atau mengurangi secara bermakna jumlah flora tetap. (Synder, 1988).

Menurut penelitian Price (1938), yang ditulis pada WHO guideline on hand hygiene in health care, menyatakan bahwa bakteri yang dapat diidentifikasi pada tangan dapat dibagi atas dua kategori, residen atau transien.

(3)

Flora residen meliputi mikroorganisme yang menempati bagian bawah sel-sel superfisial pada stratum corneum dan juga dapat ditemukan pada permukaan kulit. Spesies dominan yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus epidermidis. Bakteri residen lain termasuk S. hominis dan jenis staphylococci lainnya, selanjutnya diikuti oleh bakteri-bakteri coryneform seperti propionibacteria,

corynebacteria, dermobacteria dan micrococci. Jamur yang paling banyak pada flora normal kulit adalah Pityrosporum sp.

Flora residen pada kulit memiliki 2 fungsi proteksi : antagonis terhadap mikroorganisme yang merugikan dan kompetisi terhadap nutrisi pada ekosistem. Secara umum flora residen jarang dikaitkan dengan infeksi, namun dapat menyebabkan infeksi pada daerah steril tubuh, mata atau kulit yang mengalami kerusakan. (Price, 1938).

Flora transien adalah mikroorganisme yang secara normal tidak dijumpai pada permukaan tangan. Flora transien berkoloni, bertahan dan berkembang biak pada telapak tangan. Biasanya koloni flora transien didapat melalui kontak kulit dengan kulit yang memiliki koloni flora transien. Kemampuan transmisi dari flora transien dipengaruhi oleh jenis flora transien, jumlah flora normal pada kulit, dan tingkat kelembaban kulit. Beberapa contoh flora transien yang dominan adalah S. aureus, basil gram negatif atau yeast. (Jawet et al, 2005)

2.2. Bakteri

2.2.1. Definisi Bakteri

Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membrane inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler. (Yulika H, 2009).

(4)

2.2.2. Klasifikasi Bakteri

Menurut Syarif dan Halid (1993), identifikasi jenis bakteri berdasarkan sifat morfologi, biokimia, fisiologi dan serologi adalah seperti berikut:

• Bakteri Gram positif 1. Kokus

a) Katalase positif: Staphylococcus

b) Katalase negatif: Streptococcus

2. Batang

a) Anaerobik: Clostridium botulinum, Lactobacillus

b) Aerobik: Bacillus

• Bakteri Gram negatif

2. Fermentatif (batang): Proteus, Eschericia coli, Enterobacter

3. Non Fermentatif (spiral/batang): Pseudomonas, Alcaligenes

2.2.3. Ciri-ciri Bakteri

• Uniselular (bersel tunggal), prokariotik (tidak mempunyai membrane inti/membrane)

• Ukuranya sangat kecil, lebar 0,5–1,0 milimikron dan panjang 1,0– 6,0 milimikron, tetapi ada bakteri yang berukuran 100 mikron. • Hidupnya ada yang soliter (secara sendiri-sendiri) dan ada yang

koloni (berkelompok), serta ada yang bersimbiosis, parasit, dan saprofitik.

• Pada umumnya tidak mempunyai kloroplas, kecuali bakterioklorofil dan bakteriopurpurin.

• Berkembang biak secara vegetative dengan pembelahan binner dan generative (paraseksual) dengan konjugasi, transformasi dan transduksi.

• Hidupnya kosmopolit, artinya bakteri dapat hidup dan ditemukan dimana saja. Akan tetapi, dalam kondisi ekstrem bakteri akan

(5)

membentuk endospora. Pembentukkan endospora diawali dengan sel mulai mereplikasikan DNAnya dan satu salinan DNAnya dikelilingi oleh dinding sel yang tebal dan kuat. Selanjutnya, dinding sebelah luar hancur, tetapi endospora tetap bertahan hidup melewati segala jenis trauma yang meliputi kekurangan makanan dan air, panas atau dingin esktrim, dan sebagian besar racun. Jika linkungan sudah berubah menjadi normal kembali endospora akan mengalami hidrasi dan hidup kembali secara vegetative untuk membentuk koloni.

2.2.4. Bakteri Yang Menguntungkan

• Pembusukan (penguraian) sisa-sisa makhluk hidup. Contohnya adalah Escherichia coli.

• Pembuatan makanan dan minuman hasil fermentasi. Contohnya adalah Acetobacter pada pembuatan asam cuka, Lactobacillus bulgaricus pada pembuatan yoghurt, Acetobacter xylinum pada pembuatan nata de coco, dan Lactobacillus casei pada pembuatan keju dan yoghurt.

• Berperan dalam siklus nitrogen sebagai bakteri pengikat nitrogen, yaitu Rhizobium leguminosarum yang hidup bersimbiosis dengan akar tanaman kacang-kacangan dan

Azotobacter chlorococcum.

• Penyubur tanah. Contohnya adalah Nitrosococcus dan

Nitrosomonas yang berperan dalam proses nitrifikasi menghasilkan ion nitrat yang dibutuhkan tanaman.

• Penghasil antibiotik. Contohnya adalah Bacillus polymyxa

penghasil antibiotik polimiksin B untuk pengobatan infeksi bakteri Gram negatif, Bacillus subtillis penghasil antibiotik untuk pengobatan infeksi bakteri Gram positif, Streptomyces griseus penghasil antibiotik streptomisin untuk pengobatan bakteri Gram negatif termasuk bakteri penyebab TBC, dan

(6)

Streptomyces rimosus penghasil antibiotic tetrasiklin untuk berbagai infeksi bakteri.

• Penelitian rekayasa genetika dalam berbagai bidang. Sebagai contoh, dalam bidang kedokteran dihasilkan obat-obatan dan produk kimia bermanfaat yang disintesis oleh bakteri, misalnya enzim, vitamin, dan hormon.

• Pembuatan zat kimia, misalnya aseton dan butanol oleh

Clostridium acerobutylicum.

• Berperan dalam proses pembusukan sampah dan kotoran hewan sehingga menghasilkan energy alternative metana berupa biogas. Contohnya Methanobacterium. (Mayo Foundation for Medical Education and Research, 2011).

2.2.5. Bakteri Yang Merugikan

• Pembusukan makanan. Contohnya Clostridium botulinum. • Penyebab penyakit pada manusia. Contohnya Mycobacterium

tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Vibrio cholera

(penyebab kolera atau muntaber), Clostridium tetani (penyebab tetanus), dan Mycobacterium leprae (penyebab lepra).

• Penyebab penyakit pada hewan. Contohnya Bacillus anthracis

(penyebab penyakit antraks pada sapi).

• Penyebab penyakit pada tanaman budidaya. Contohnya

Pseudomonas solanacearum (penyebab penyakit pada tanaman tomat, Lombok, terung, dan tembakau), serta Agrobacterium tumafaciens (penyebab tumor pada tumbuhan). (Mayo Foundation for Medical Education and Research, 2011).

(7)

2.3. Stafilokokus

Stafilokokus adalah sel sferis garam-positif, biasanya tersusun dalam kelompok seperti anggur yang tidak teratur. Stafilokukus tumbuh dengan mudah di berbagai medium dan aktif secara metabolik, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang bervariasai dari putih hingga kuning tua. Beberapa tipe stafilokukos merupakan flora normal kulit dan membran mukosa manusia, tipe lainnya dapat menimbulkan supurasi, membentuk abses, berbagai infeksi piogenik, dan bahkan septikemia yang fatal. (Jawetz, 2008)

Genus stafilokokus sedikitnya memiliki 30 spesies. Tiga spesies utama yang memiliki kepentingan klinis adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan staphylococcus saprophyticus. Staphylococcus aureus bersifat koagulase-positif, yang membedakannya dari spesies lainnya. S.aureus adalah patogen utama pada manusia. (Jawetz, 2008)

Staphylococcus koagulasi negatif adalah flora normal manusia dan kadand-kadang menyebabkan infeksi, seringkali berkaitan dengan implantasi alat-alat, terutama pada pasien yang sangat muda, tua, dan dengan fungsi imun yang terganggu. Sekitar 75% infeksi yang disebabkan oleh stafilokokus koagulase negatif ini akibat S epidermidis, infeksi yang disebabkan oleh staphylococcus ligdunensis, staphylococcus warneri, staphylococcus hominis, dan spesies lainnya lebih jarang terjadi. (Jawetz, 2008)

2.3.1. Morfologi dan identifikasi

A. Ciri khas organisme

Stafilokokus adalah sel sferis, berdiameter sekitar 1µ tersusun dalam kelompok yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad,

dan bentuk rantai juga terlihat di biakan cairan. Kokus yang muda memberikan pewarnaan gram-positif yang kuat, akibat penuaan, banyak sel menjadi gram negatif. Stafilokokus tidak mortil dan tidak membentuk spora. Bila dipengaruhi obat-obat seperti penisilin, stafilokokus lisis.

(8)

Spesies mikrokokus sering menyerupai stafilokokus. Spesies tersebut ditemukan hidup bebas di lingkungan dan membentuk kelompok empat atau delapan kokus yang teratur. Koloninya dapat berwarna kuning, merah, atau jingga. (Jawetz, 2008)

B. Biakan

Stafilokokus mudah berkembang pada sebagian besar medium bakteriologik dalam lingkungan aerobik atau mikroaerofilik. Organisme ini paling cepat berkembang pada suhu 370C tetapi suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan (25-250C). Koloni pada medium padat berbentuk bulat, halus, meninggi, dan berkilau. S aureus

biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hinghga kuning atau kecoklatan. Koloni S epidermis biasanya berwarna abu-abu hingga putih pada isolasi pertama, banyak koloni hanya menghasilkan pigmen setelah inkubasi lama. (Jawetz, 2008)

2.3.2.Patogenesis

Stafilokokus, terutama S epidermidis, merupakan flora normal pada kulit, saluran napas, dan saluran cerna manusia. S aureus ditemukan dalam hidung pada 20-50% manusia. Stafilokokus juga sering ditemukan di pakaian, seorai, dan benda-benda lainnya di lingkungan manusia.

Kemampuan patogenik S aureus terteuntu merupakan gabungan efek faktor extraseluler dan toksin serta sifat invasif strain tersebut. Salah satu akhir spektrum penyakit oleh stapilokokus adalah keracunan makanan, yang semata-mata akibat konsumsi makanan yang mengandung enterotoksin, sedangkan bentuk akhir lainnya adalah bakterimia stafilokokus dan abses yang tersebar di semua organ. (Jawetz, 2008)

S aureus yang patogen dan invasif menghasilkan koagulase dan cenderung menghasilkan pigmen kuning dan bersifat hemolitik. Stafilokokus yang

(9)

nonpatogen dan tidak invasif seperti S epidermidis bersifat koagulase negatif dan cenderung nonhemolitik. (Jawetz, 2008)

2.3.3. Epidemiologi

Stafilokokus adalah parasit manusia yang dapat ditemukan dimana-mana. Sumber utama infeksi adalah lesi terbuka, barang-barang yang terkontaminasi lesi tersebut, serta saliran napas dan kulit manusia. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dianggap sangat penting dirumah sakit, karena sebagian besar staf atau pasien membawa stafilokokus yang resisten terhadap antibiotik di dalam hidung atau kulitnya. Walaupun kebersihan, higien, dan manajemen aseptik pada lesi dapat mengendalikan penyebaran stapilokokus dari lesi, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mencegah penyebaran stafilokokus secara luas. (Jawet, 2008)

2.4. Mencuci tangan 2.4.1. Definisi

Mencuci tangan adalah perlakuan kepada tangan menggunakan air yang bertujuan untuk mengurangi flora transien tanpa mempengaruhi flora residen pada kulit. Penggunaan sabun dan/atau deterjen yang mengandung agen antiseptik dapat digunakan untuk membantu efektifitas mencuci tangan. (Madappa, 2012) 2.4.2. Persiapan mencuci tangan

Dalam mencuci tangan, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas mencuci tangan dalam mengurangi jumlah bakteri. faktor-faktor yang berpengaruh diantaranya adalah air dan sabun. (Madappa, 2012)

2.4.3. Jenis - Jenis Penyakit

Menurut Dr. Handrawan Nadesul ada sekitar 20 jenis penyakit yang bisa hinggap di tubuh akibat tidak mencuci tangan dengan baik dan benar. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan karena kurang pedulinya terhadap kegiatan cuci tangan pakai sabun, diantaranya :

(10)

1. Diare

Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat mengurangi angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor. Tingkat kefektifan mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan angka penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan adalah : Mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air olahan (39%), sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), sumber air yang diolah (11%).

2. Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA)

ISPA adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernafasan ini dengan dua langkah:

1. Dengan melepaskan patogen-patogen pernafasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan.

2. Dengan menghilangkan pathogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala penyakit pernafasan lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktek-praktek menjaga kesehatan dan kebersihan seperti - mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil - dapat mengurangi tingkat infeksi hingga 25 persen. Penelitian lain menemukan bahwa mencuci tangan dengan

(11)

sabun mengurangi infeksi saluran pernafasan yang berkaitan dengan pnemonia pada anak-anak balita hingga lebih dari 50 persen.

3. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit. 2.5.4. Air

Air merupakan pelarut universal, dan selama ini digunakan untuk membersihkan tangan dari kotoran maupun kontaminan. Walau begitu, air tidak dapat secara langsung menghilangkan bahan-bahan hidrofobik seperti lemak dan minyak yang sering terdapat pada tangan yang kurang bersih. Maka dari itu penggunaan air harus diikuti dengan sabun. (Madappa, 2012)

Kualitas air juga sangat menentukan efektifitas dari mencuci tangan. Air dengan kontaminan yang tinggi terbukti kurang efektif jika digunakan dalam mencuci tangan. Faktor lain seperti suhu juga memiliki pengaruh dalam efektifitas mencuci tangan. (Madappa, 2012)

2.5.5. Cara Mencuci Tangan Yang Baik

Menurut Center’s for Disease Control (CDC) and The American Society for Microbiology (2005) berikut langkah-langkah cuci tangan yang tepat:

1. Basahi tangan dengan air mengalir yang hangat, pakailah sabun secara rata.

2. Gosokan kedua tangan minimal 10-15 detik, merata hingga ke jari-jemari dan siku.

3. Bilas dengan air, kemudian keringkan tangan dengan handuk bersih atau tisu sekali pakai.

4. Jika berada difasilitas umum, biarkan air tetap mengalir saat selesai. Saat tangan sudah kering, pakailah kertas tisu untuk menekan/memutar keran.

2.6. Bahan Sanitaiser

Dalam proses cuci tangan, tidak mungkin menghilangkan semuamikroorganisme dari tangan, tetapi efektivitas mencuci tangan dapat ditingkatkan menggunakan bahan sanitaiser. Sabun relatif tidak efektif untuk

(12)

mendesinfeksi kulit, tetapi selama pencucian sabun akan mengurangi bakteri transien pada kulit secara nyata (Jenie 1996).

Penambahan antimikroba pada saat cuci tangan akan efektif dalam mengurangi jumlah mikroorganisme transien. Hasil penelitian Paulson (1994) menunjukkan bahwa penggunaan sabun cair non bakteri dapat menghilangkan jumlah mikroorganisme sekitar 2 log, sedang penggunaan sabun cair mengandung 10% paraklorometaksilenol (PMCX) dan 0,2% PMCX dapat menghilangkan jumlah mikroorganisme masing-masing 2,5 log dan 4 log.

Sampai saat ini telah banyak jenis sanitaiser yang digunakan untuk cuci tangan. Setiap sanitaiser mempunyai kelebihan masing-masing. Menurut Paulson (1996) efektivitas sanitaiser tersebut tergantung pada tipe dan jumlah sanitaiser yang digunakan, waktu yang dibutuhkan untuk cuci tangan, tekanan mekanis dan gesekan pada saat cuci tangan serta suhu air.

Klorin merupakan salah satu bahan sanitaiser yang banyak digunakan dalam industri pangan dengan pertimbangan antara lain bakteri gram negatif maupun positif rentan terhadap klorin, demikian juga dengan sporanya. Disamping itu klorin mudah digunakan dan harganya murah (Forsythe dan Hayes 1998).

Pilihan sanitaiser lain yang banyak digunakan dan dinilai efektif adalah alkohol. Alkohol dan formula yang mengandung alkohol TO% efektif menurunkan E. Coli. ( Ansari et al. 1989).

Alkohol murni (100%) kurang efektif dibandingkan dengan larutan alkohol (alkohol yang sudah dicampur aquades). Direkemendasikan untuk menggunakan alkohol dengan konsentrasi 70%, karena denaturasi membutuhkan air (Tortora et al. 1998).

Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh miroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar makhluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun desinfektan. Obat-obatan seperti antibiotik misalnya, membunuh mikroorganisme secara internal, sedangkan desinfektan berfungsi sebagai zat untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda yang

(13)

tidak bernyawa. Di antara zat antiseptik yang umm digunakan di antaranya adalah alkohol, iodum, hidrogen peroksida, dan asam boraks. Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-beda. Ada yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh mikroorganisme. (Ansari et al, 1989)

Pembersih tangan atau hand sanitizer merupakan salah satu produk inovatif yang berupa cairan antiseptik pencuci tangan tanpa bilas yang tidak berbusa, digunakan untuk membunuh bakteri yang telah terakumulasi di tangan tanpa harus dibilas dengan air. Antiseptik tidak dimaksudkan untuk masuk ke dalam jaringan tubuh, melainkan hanya bekerja di permukaan tubuh saja, seperti halnya untuk pemakaian di kulit tangan kita.Dalam pembuatan pembersih tangan ini digunakan alkohol (etanol) dari ampas kelapa, karena alkohol mempunyai potensi sebagai antiseptik yang cukup optimal pada kadar 70%. (Ansari et al, 1989)

Hand sanitizer adalah cairan dengan berbagai kandungan yang sangat cepat membunuh mikroorganisme yang ada di kulit tangan. Hand sanitizer

banyak digunakan karena alasan kepraktisan, mudah dibawa dan cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air. Hand sanitizer digunakan ketika dalam keadaan darurat di mana kita tidak bisa menemukan air. Kelebihan ini diutarakan menurut US FDA (Food and Drug Administration) dapat membunuh kuman dalam waktu kurang lebih 30 detik. (Ansari et al, 1989)

Hand sanitizer memiliki berbagai macam zat yang terkandung. Secara umum mengandung alkohol 60-90%. Menurut CDC (Center for Disease Contro)

hand sanitizer terbagi menjadi dua yaitu mengandung alkohol dan tidak mengandung alkohol Hand sanitizer dengan kandungan alkohol antara 60-95% memiliki efek anti mikroba yang baik dibandingkan tanpa kandungan alkohol

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan koneksi matematika siswa pada MEA lebih baik dibandingkan pada ekspositori; (2) terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematika siswa

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Oktober- Desember 2016 dengan lokasi penelitian untuk pengukuran kualitas ekologi, morfometri, dan

Untuk penerapan pasal 7 jika perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya,

40 R.Hendro Susbiyanto 060097253 Kanwil Palembang S1 Teknologi Informasi 41 Eka Daddy Kurnia 060101899 KPPN Semarang II D1 Ilmu Ekonomi 42 Bahrian Kansiro 060113903 KPPN Medan II

Lembaga SMAN dan SMKN bisa menerima anak yang berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan jumlah peserta didik kebutuhan

Lobus bagian bawah paru paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab yang paling bawah paru paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab yang

Jika pekerjaan pengeboran dan pembersihan tanah hasil pengeboran dan akhirnya sudah menjadi kondisi tanah keras, maka untuk sistem pondasi bore pile bagian bawah

Keuangan Selama Tahun 2015 yang diberikan oleh Majalah  yang diberikan oleh Majalah infobank di acara Malam Penganugerahan ke-17 InfoBank infobank di acara Malam Penganugerahan