SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kcwajiban dan Mclcngkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S.Pd.l)
Disusun Oleh : AAN SULISTYO
NIM. 111 02 007
JU R U SA N TA R BIY A H
PR O G R A M STU DI PE N D ID IK A N A G A M A ISLA M SEK O LA H TIN G G I A G A M A ISLA M N EG ER I
W eb site : v v w w .s ta in s a la tiu a .a c .id E -m a il : adm inistrasi@ stainsalatiga.ac.id
D E K L A R A S I
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pemah ditulis oleh orang lain atau pemah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari temyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang
munaqosyah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, Agustus 2006
NOTA PEMBIMBING Salatiga, Agustus 2006 Lamp. : 3 eksemplar
Hal : Naskah Skripsi Kepada Yth.
Sdr. Aan Sulistyo Ketua STAIN Salatiga di
-SALATIGA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan
seperlunya, maka skripsi Saudara :
Nama Aan Sulistyo
NIM •111 02 007
Jurusan Tarbiyah
Progdi PAI
Judul PEMBENTUKAN SIKAP TAWADHU’
(Telaah Komparasi Menurut Pendapat Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih)
Sudah dapat diajukan dalam sidang munaqasah.
Demikian surat ini, harap menjadikan perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing
NIP. 150 247 014
SALATIGA
Jl. Stadion No. 2 Salatiga (0298) 323706
PENGESAHAN
SKRIPSI Saudara : Aan Sulistyo dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111 02 007 yang beijudul PEMBENTUKAN SIKAP TAWADHU’ (Tclaah Komparasi Menurut Pendapat Az Zarnuji dan Ibnu Miskawaih) telah dimunaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian, Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, pada hari Rabu, 6 September 2006 yang bertepatan dengan tanggal 13 Sya’ban 1427 H. Dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah.
Salatiga, 6 September 2006 M 13 Sya’ban]427H
Panitia Ujian
Sekretaris
D ra. D ja m i’atu M slam iyah , M .A g >^ = ^ D rs. S u m arno W idlatfioa
NIP : 1$) 234 070 NIP. 150 2^1^94
Pembimbing
JLisyad (Rgddiyakkadu ‘JAnda 6 erk g ta : “jik g kakian in gin m en ja d i
diamda y a n g paking mukia m akg ta w a d d u ’kad!” (I6 n u JA6u (D unya)
JAku ta d u JAkkad sekaku m ekidatku, k aren an ya a k u maku dika JAkkad
m en d a p a tik u m ekakukan m a k siy a t ("Hasan (Basri)
S esu n g g u d n ya JAkkad iidak^ m ekidat p a d a dentuk^ fisik ^ dan
p a k g ia n m u a k g n te ta p i, JAkkad m ekidat p a d a keim an an dan
k eta k w a a n m u . D a n sedaikjdaik^ kam u sekakian adakad y a n g
K a y a in i dipersembahkan b u a t:
1. Ibunda dan A yahanda tercinta, bersama do’a dan pengharapan,
semoga A lla h S W T senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-N y a dalam m elaksanakan segala aktivitas dan selalu melindunginya.
2. Saudara-saudaraku tersayang m bak Endang, M as Endroudyono,
M a s Sukartono, M b a k T itin Budiarti, dan A d ik k u Tiyas
Yogalaksono dan N in a Eusiana. Terima kasih a t as perhatian, kasih
sayang dan kebersamaannya. Semoga k ita senantiasa p a d a ja la n ya n g
benar dan m endapat petu n ju k-N ya serta menjadi saudarayang sejati,
sejahtera, dam ai dalam mengarungi kehidupan ini.
3. M as Gunawan N u r H a d i S .H ., warga m asyarakat Polresyang telah
baik padaku , membantu, menerima sebagai warganya ya n g telah
memberikan semangat hingga sam pai terselesainya skripsi ini.
4. B u at seorang^yang merupakan belahan jiw a sekaligus teman hidup
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBENTUKAN
SIKAP TAWADHU’ (Telaah Komparasi Menurut Pendapat Az Zamuji dan Ibnu
Miskawaih)”
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepangkuan, Nabi
Muhammad saw yang telah menciptakan sebuah paradigma kehidupan yang
seimbang dan menuntun manilsia dari kebutuhan nilai-nilai kemanusiaan ke jalan
yang diridhoi Allah SWT.
Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat
untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Saijana Pendidikan Islam
(S.Pd.I) di Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu penulis baik secara materi maupun non materi dalam menyelesaikan
skripsi ini. Untuk itu kiranya kurang pantas apabila penulis tidak membalas budi
baiknya, walaupun hanya sekedar ucapan terima kasih, terutama kepada :
1. Bapak dan ibu yang tercinta, serta segenap keluarga yang senantiasa memberi
motivasi baik moril maupun materiil serta do’a yang senantiasa mengalih.
2. Ketua STAIN Salatiga dan segenap staf yang banyak membantu dalam proses
belajar di awal hingga akhir.
skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekali penulis berbagai ilmu
pengetahuan sesama di STAIN Salatiga.
5. Teman-teman sepeijuangan Walisongo, KAMMI LDK, dan saudara-saudari
yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Harapan dan do’a penulis semoga amal dan jasa dari semua pihak diterima
Allah SWT, dan mendapat balasan yang berlimpah. Akhimya semoga skripsi ini
bermanfaat.
Salatiga, Agustus 2006
Penulis
HALAMAN JU D U L... i
DEKLARASI ... ii
NOTA PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang M asalah... 1
B. Fokus Penelitian... 6
C. Perumusan Masalah... 9
D. Tujuan Penelitian... 9
E. Telaah Pustaka... 10
F. Manfaat Penelitian... 10
G. Metode Penelitian... 12
H. Sistematika Penulisan Skripsi... 15
BAB II LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SYAIKH AZ ZARNUJI DAN IBNU MISKAWAIH A. Riwayat Hidup dan Seting Sosial pada Masa Hidupnya... 18
B. Pengertian secara Terminologi... 27
C. Syaikh AzZamuji ... 32
D. Ibnu Miskawaih tentang Tawadhu’ ... 33
E. Manusia sebagai Subyek Pembentukan Sikap Tawadhu’ ... 35
F. Tawadhu’ pada Guru dan Menuntut Ilm u ... 37
G. Dasar dan Tujuan Pembentukan Sikap Tawadhu’ ... 38
BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN SYAIKH AZ ZARNUJ1 DAN IBNU MISKAWAIH TENTANG TAWADHU’ A. Persamaan Pendapat Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih 41 B. Perbedaan Pendapat Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih 46 C. Mengapa Ada Perbedaan dan Ada Persamaan... 50
D. Analisa Perbandingan Methodologi Pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih... 51
E. Relevansi pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih tentang tawaduk dalam konteks kekinian... 56
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 60
B. Saran-saran ... 61
C. Penutup... 62
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
A. Latar Belakang Masalah
Dengan perubahan zaman yang semakin maju secara otomatis juga
telah merombak perubahan tatanan kehidupan. Pada masa dulu kehidupan
masyarakat yang sangat dinamis, saling menghormati dan menghargai
terutama pada yang lebih tua (baik sebagai orang tua atau guru).
Penulis melihat bahwa kehidupan masyarakat yang semakin modem
dan pluralistik telah memberikan wama yang bervariasi dalam berbagai segi.
Perubahan itu teijai di bahwa hantaman kekuatan semua segi kehidupan yaitu
gelombang modemisasi. Bahwa moderenisasi itu telah terasa sampai k segala
penjuru tanah air. Bahkan sampai ke pelosok yang paling kecil. Hampir tidak
ada dimensi yang tak tersentuh.
Pembahan tersebut bukan hanya pada bidang teknologi saja, tetapi
yang berbahaya cara berfikirpun bembah. Rasionalisme, individualisme,
sekulerisme, materialisme, serta sistem pendidikan modem secara hakiki
mengubah lingkungan budaya dan rohani di Indonesia. Bahkan yang sangat
dirasakan adalah rusaknya moral, akhlak etika dan perilaku manusia, yang
akibatnya memicu kerusakan bangsa ini. Secara spesifik lagi bahwa nilai
ketawadhu’an sudah mulai pudar dan bahkan telah hilang, walaupun tawadhu’ itu ada, banyak salah penempatan sehingga terkesan bahwa yang tawadhu’
dalam kasus bahasa Arab itu tawadhu’ berasal dari ittadha 'a, tawaa dha 'a
yang artinya merendahkan diri, rendah hati. Sedangkan dalam kamus
Indonesia itu tawadhu artinya merendahkan diri, patuh.
Dengan demikian tawadhu’ itu merendahkan diri terhadap guru atau
yang telah memberi ilmu kepada kita yang lebih jauhnya menghormati kepada
yang lebih tua.
Penulis melihat karya-karya masa lampau, karena karya masa lampau
merupakan sejarah yang perlu kita jadikan tolok ukur untuk dapat diambil
hikmahnya, untuk bisa membawa perubahan ke masa depan yang lebih baik.
Dalam hal ini penulis melihat filosof muslim Timur karena kami
menganggap timurlah yang tepat sebagai acuan, tuntunan disamping kesamaan
aqidah juga kesesuaian dengan jati diri manusia di Indonesia. Dengan adanya
kesamaan dan kesesuaian inilah dapat memberikan jalan keluar di dalam
setiap masalah yang teijadi. Sedangkan penulis tidak melihat para tokoh Barat
yang dianggap lengkap secara proposional. Penulis memandang walaupun
Barat itu lebih lengkap akan tetapi tidak bisa menyelesaikan masalah, bahkan
sebaliknya.
Penulis mengambil tokoh Miskawaih dan Zamuji, karena kedua tokoh
ini seorang muslim yang memiliki krdibilitas tinggi dalam bidang akhlak,
etika, budi pekerti, yang secara otomatis akan mencapai tingkat ketawadhu’an.
sendiri, yang waktu usia muda sering dihasilkan pada perbuatan-perbuatan
yang sia-sia, telah menjadikan dorongan kuat baginya untuk menulis kitab
tentang akhlak sebagai tuntunan bagi generasi sesudahnya.
Begitu pada ahli (pendidikan dan filsafat) yang lelah membahas elika
atau akhlaq, baik pada kalangan bahasan etika tidak kalah seriusnya
dibandingkan dengan kalangan filosof Yunani. Tetapi tokoh yang paling
menonjol banyak mencurahkan perhatiannya pada etika dalam pemikirannya adalah Ibn Miskawaih, dengan karya momunentalnya “Tahzibul al Akhlaq wa
That-hir al A’raq”. 1 2
Kitab tersebut merupakan uraian mahzab dalam akhlak yang bahan- bahannya adalah dan Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajar an Islam dan hukumnya serta direkayasa dengan hidup pribadinya dan situasi zamannya.
Ibn Miskawaih pemikiran yang dititik beratkan pada pembahasan etika dan akhlak. Hal tersebut karena mempunyai tujuan untuk memberikan
bimbingan dan pembinaan bagi generasi muda dan menuntun mereka pada
kehidupan yang berpijak pada nilai-nilai akhlak yang luhur serta menghimbau mereka untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat, agar
2
mereka tidak sesat dan umur mereka tidak disia-siakan.
Pandangan Ibn Miskawaih tentang etika dan akhlak merupakan sebuah karya besar bagi dunia pendidikan dan banyak dijadikan referensi dalam praktek pendidikan Islam.
Dalam kitab Ta’limul Muta’alim Thariqatta’allum karya Syaikh Az Zamuji banyak dijelaskan pentingnya sikap tawadhu’. Di sana dijelaskan bahwa tawadhu adalah salah satu tanda/sifat orang yang bertaqwa. Dengan bersifat tawadhu’, orang takwa akan semakin tinggi martabanya. Keberadaannya menajubkan orang-orang bodoh yang tidak bisa membedakan
antara yang beruntung dan orang yang celaka.3
Alasan yang mendasar dipilihnya judul “Pembentukan Sikap
Tawadhu’ (Telaah Menurut Pendapat Az Zamuji dan lbnu Miskawaih), adalah
begitu pentingnya peranan tawadhu’ dalam kehidupan manusia secara pribadi
maupun dalam kelompok masyarakat. Terutama didunia pendidikan, yang
terapannya ditujukan pada gum yang telah memberikan ilmunya, dengan
tujuan dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat (barokah).
Rincian alasan problem pemilihan judul sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji lebih jauh dan mendalam tentang tawadhu’ yang diangkat
oleh tokoh Islam abad pertengahan, yaitu Syaikh Az Zamuji dan lbnu
Miskawaih. Mengenai pembentukan sikap tawadhu’ untuk dapat kita
telaah sebagai dasar pijakan untuk mengantisipasi problematika sekarang,
terutama pada dunia pendidikan.
2. Banyak penyimpangan yang terjadipada dunia pendidikan terutama
kurangnya sikap tawadhu’ para pelajar (santri) pada gum dalam proses
pendidikan. Untuk itulah penulis bemsaha membahas pembentukan sikap
tawadhu’ menurut pendapat Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih,
yang seharusnya dilakukan oleh pelajar (santri) pada guru dalam belajar.
3. Memudamya sikap tawadhu’ diberbagai dunia pendidikan, terutama
banyak dilakukan oleh pelajar (santri) kepada gurunya dalam menuntut
ilmu. ^
N r
Bahwa tingginya sikap tawadhu’ itu sehingga martabatnya bisa
terangkat, bahkan menajubkan bagi orang-orang yang bodoh. Sikap tawadhu’
ini merupakan pancaran dari sifat yang bertakwa.
Dalam hal ini penulis mengkaji buku-bukunya Syaikh Az Zamuji dan
lbnu Miskawaih sebagai.suatu telaah komparasi dalam pembentukan sikap
tawadhu’. Sedangkan penulis mengambil kedua tokoh ini karena Syaikh Az
Zamuji adalah seorang filosof Arab yang lebih sufistik, dan yang terkenal
dengan Kitab Ta’lim al Muta’allim Thariq al Ta’aum. Di dalamnya dibahas
tiga belas pasal kajian yang kesemuanya terdapat sikap tawadhu’ di dalam
pembahasannya4 5
Sedangkan Ibnu Miskawaih adalah filosof mashur yang hidup pada
zaman keemasan Islam yang dalam karyanya Tahdzibul Al Akhlaq
(Pendidikan Moral) bahwa perubahan moral dan budi pekerti dalam diri
seseorang. Ibnu Miskawaih filosof muslim yang pertama mencurahkan
s \
perhatiannya pada masalah etika Islam (akhlak)
4 Syaikh Az Zamuji, op. c it, him. 2
Inilah alasan penulis mengambil kedua tokoh ini sebagai referensi.
Karena penulis melihat kedua tokoh ini dalam pembahasannya tentang
masalah etika, akhlak, budi pekerti, moral. Kesemuanya ini merupakan hal-hal
yang mendasar untuk dikaji, dipelajari, serta dimiliki oleh generasi ke
generasi.
B. Fokus Penelitian
Untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam
penafsiran judul, maka perlu dikemukakan maksud dari kata-kata yang ada
dalam redaksi di atas, agar dapat dipahami secara konkrit dan lebih
operasional. Adapun bahasan istilah tersebut adalah :
1. Tawadhu’
Tawadhu’ yaitu rendah hati, merendahkan diri, patuh, taat6
Tawadhu’ merupakan sikap merendah hati dan lemah lembut terhadap
sesama manusia. Sedangkan tawadhu’ pada guru adalah sikap berbuat baik
terhadap gurunya dan berbuat baik di dalam proses belajar.
2. IbnMiskawaih
Abu Ali Ahmad Ibn Miskawaih dilahirkan di Ray (Teheran).
Mengenai tahun kelahiran para penulis berbeda-beda pendapat, MM.
Syarif mencatat tahun 320 H/932 M sebagai tahun kelahiran.7 Margoliouth
sebagaimana dikutip oleh Izzat menyebut 330 H/941 M, sementara Abdul
*Ibi(L, him. 908
Aziz Izzat sendiri menyebutkan 325 H.8 dalam buku Tahdzib A1 Akhlaq
ibn Miskawaih menyebutkan (330 H/941 M) tahun kelahiran9 Sedang
penulis sendiri lebih condong pada tahun (330 H/941 M) sebagai tahun
kelahiran Miskawaih.
Ibnu Miskawaih adalah seorang yang representatif dalam bidang
akhlak (filsafat etika) dalam Islam, sungguhpun terpengaruh oleh budaya
asing, terutama Yunani, namun usahanya sangat berhasil dalam melakukan
harmonisasi antara pemikiran filsafat dan pemikiran Islam, terutama dalam bidang akhlak. Hal itu bisa kita lihat dengan karyanya.
“Tahdzib al Akhlak wa Lahthir al A’raq” yang merupakan uraian
suatu aliran akhlak yang materinya ada yang berasal dari konsep-konsep
akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran Islam serta
diperkaya dengan pengalaman hidupnya dan jugasituasi pada zamannya.
la terutama ditunjukkan untuk memberikan bimbingan bagi generasi muda
dan menuntut mereka pada kehidupan yang berpijak pada nilai-nilai luhur
serta menghimbau mereka untuk selalu melakukan perbuatan yang
bermanfaat agar mereka tidak sesat dan umur mereka tidak disia-siakan.
Dari itu “Aliran akhlak ibn Miskawaih merupakan perpaduan antara kajian
filsafat teoritis dan juga tuntunan praktis dimana segi pendidikan dan
pengajaran lebih menonjol”.10
8 Abu Bakar Atjeh, Sejarah Filsafat Islam, Ramadani, Solo, 1991, him. 170 9 Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung, cet. I, 1994, 13
Pada tanggal 9 Shoffar 421 H/16 Pebruari 1030 M Ibnu Miskawaih
menghembuskan nafasnya yang terakhir, Ibnu Miskawaih hidup pada
masa pemerintah Bani Abbas.11
3. Syaikh Az Zamuji
Untuk memahami pengarang (Az Zamuji), hampir semua penulis
kitab ta ’lim menyatakan sulit menemukan nama, masa hidup, tempat
tinggal dan halhal lain yang berkaitan dengan biografi pengarangnya.
Informasi yang singkat ditulis oleh A1 Zarkeli. Menurutnya pengarang
kitab Ta’lim adalah A1 Nu’man Ibn Ibrahim Ibn A1 Khalil A1 Zamuji Taj
A1 Din. Ia lahir di daerah Zamuj (Turkistan) pada tahun 1175 dan wafat
padatahun 1234 M.12
A1 Zarkeli sependapat dengan para saijaa lain tentang masa hidup
A1 Zamuji yaitu penghujung abad kedua belas dan permulaan abad ketiga
belas.
Syaikh Az Zamuji dalam kitabnya Ta’lim Muta’allim
Ta’riqatta’allum, seorang ulama Islam yang menjelaskan tentang
tawadhu’. Di dalam kitabnya menerangkan tiga belas pasal sikap
tawadhu’, yang salah satunya adalah cara menghormati ilmu dan gum.13
Begitu mulianya para pelajar (santri) jika menghormati ilmu dan gum.
11 Ibid, him. 18
12 A1 Zarkly, Al A ’lam Biograpical Dictonary II, Beirut, Dar A1 Fikr, 1989, hi. 650 13 Syaikh Az Zamuji, op. cit, him. 3
Karena jika tidak menghormati ilmu dan guru santri tidak akan
memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya.14
Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap tawadhu’ itu
perlu sekali dimiliki pelajar (santri), dengan harapan pelajar (santri) dapat
memperoleh ilmu yang baik dan dapat mengambil manfaatnya.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana biografi intelektual Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih ?
2. Bagaimana konsep Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih tentang
tawadhu’ ?
3. Bagaimana perbandingan metode pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu
Miskawaih yang meliputi persamaan dan perbedaannya ?
4. Bagaimana relevansi pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih
tentang tawadhu’ dalam makna kontemporer ?
D. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan objek dan pokok permasalahan, maka tujuan yang ingin
dicapai adalah:
1. Mengetahui biografi intelektual Syaikh Az Zamuji dan Ibnu
Miskawaih.
2. Mengetahui konsep Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih tentang
tawadhu’.
3. Mengetahui perbandingan metode pemikiran Syaikh Az Zarauji dan Ibnu
Miskawaih tentang persamaan dan perbedaannya.
4. Mengetahui relevansi pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih
tentang tawadhu’ dalam makna kontemporer ?
E. Manfaat Penelitian
Setelah penulis mengkaji karya-karya Ibn Miskawaih (Tahzib Al
Akhlak) dan karya Syaikh Az Zanuji {la 'lim Mula 'allim Tariqalla 'allurn) serta
karya lain yang ada hubungannya.
Diharapkan bermanfaat bagi semua, terutama :
1. Peneliti
a. Menambah pengetahuan bahwa sikap tawadhu’ harus dimiliki oleh
siswa-siswi dan santriwan-santriwati, sebagai kepribadian yang baik
dan menjadi syarat utama dalam mencari ilmu yang barokah dari guru
dan kyai/ustadz.
b. Dapat menambah khasanah pengetahuan tentang sikap tawadhu’ untuk
berhasilnya suatu proses belajar.
2. Akademik
Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan siswa-
siswi atau santriwan-santriwati dalam menuntut ilmu yang barokah.
F. Telaah Kepustakaan
Untuk menghindari teijadinya pengulangan hasil temuan yang
bentuk buku, kitab dan dalam bentuk tulisan yang lainnya, maka penulis akan
memaparkan beberapa buku yang sudah ada sebagai bandingan dengan
mengupas permasalahan beberapa buku yang sudah ada sebagai bandingan
dalam mengupas permasalahan tersebut sehingga diharapkan akan muncul
penemuan baru.
Karya tulis mengenai pemikiran Ibnu Miskawaih dan Syaikh Az
Zamuji sebelumnya sudah ada diantaranya :
1. Tentang Pemikiran Ibn Miskawaih
a. Menuju kesempumaan akhlak, karya Ibnu Miskawaih, penerjemah
Helmi Hidayat yang berisi : pembahasan tentang jiwa, tentang fitrah
manusia dan asal usulnya, mengetahui dan memahami etikasecara
filosofis dan sangat mendidik.15
b. Filsafat pendidikan akhlak IbnuMIskawaih, karya Prof. Dr. Suwito,
berisi tentang konsep manusia sebagai sumber perilaku dan kualitas
mental, pokok keutamaan akhlak menjaga kesucian diri, pendidikan
akhlak, pendidikan dan anak didik.16
c. Etika dalam Islam, karya Majid Fakhhry, yang berisi tentang Moralitas
skriptual, teori-teori teologi dengan landasan A1 Qur'an dan sunnah,
tetapi filsafat karya-karya etika Plato dan Aristoteles, teori religius
berakar dari konsepsi A1 Qur'an tentang manusia dan kedudukannya di alam semesta.
2. TentangPemikiransyaih AzZamuji
a. Ta’limul Muta’allim, Kiat Sukses dalam Menuntut Ilmu, karya syaikh
Az Zamuji, peneijemah Ghazali KH yang berisi memilih ilmu, gru,
sahabat dan teguh dalam berilmu; menghormati ilmu dan ahli ilmu
(guru)16 17
b. Pemberdayaan pendidikan perspektif, karya Muh. Saerozi, yang berisi
tentang pandangan metodologi yang memadukan intelektualita dan
spiritualitas, konsep metode yang dikembangkan oleh A1 Zamuji.
Dari beberapa buku pemikiran kedua tokoh tersebut belum ada yang
secara khusus membahas'tentang pembentukan sikap tawadhu’, oleh sebab itu
penulis perlu mengangkat tema tersebut dari kedua tokoh, sebagai suatu teori
lebih lanjut dan rinci.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian bibliografi, karena penelitian
dengan metode sejarah untuk mencari, menganalisa, membuat interprestasi
serta generalisasi dari fakta-fakta yang merupakan pendapat para ahli dan
mencakup hasil pemikiran dan ide yang telah ditulis oleh pemikir-pemikir
dan ahli-ahli.18
16 Prof. Dr. Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak, Yogyakarta, Belukar, 2004
17 Syaikh Az Zarnuji, Ta’limul Muta’allim Thariqut ta’allum, terjemah Ghazali KH, Rica Grafika, Jakarta, 1994
Bila dilihat dari tempat dimana peneliti dilakukan, maka peneliti
ini tergolong ke dalam peneliti literer. Dalam hal ini penulis mengacu pada
pendapat Ibn Miskawaih dan Syaikh Az Zamuji.
Tatang M. Arifin yang menyebutkan bahwa peneliti literer lebih
dimaksudkan studi “kepustakaan” dan bukan “studi di perpustakaan”.19
Jadi penelitian ini menggali datanya dari bahan-bahan tertulis (khususnya
berupa teori-teori). Penelitian didasarkan pada studi literer dari buku-buku
yang ada hubungan langsung dengan penelitian ini. Dengan cara demikian,
maka penulis akan mendapatkan data-data serta informasi yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
2. Metode Pengumpulan Data
Penulisan di dalam pengumpulan data menggunakan metode
dokumentasi. Karena penelitian ini bibliografi maka pengumpulan data
yang dipergunakan adalah metode dokumentasi yaitu laporan dari
kejadian-kejadian yang berisi pandangan pemikiran-pemikiran manusia di
masa lalu.20
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu :
a. Sumber data yang bersifat primer :
1) Ta ’lim Muta ’alim karya Syaikh Az Zamuji
2) Tahdzibul Akhlaq karya Ibn Miskawaih
19Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, CV. Rajawali, Jakarta, 1990, him. 135
b. Sumber data yang bersifat sekunder, yaitu yang menjadi pelengkap
dalam penelitian ini, merupakan bacaan yang ada kaitannya dengan
permasalahan dalam penelitian.
3. Metode Analisa Data
Penelitian ini merupakan semua rangkaian kegiatan untuk menarik
kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang mendukung penelitian
ini. Untuk menganalisis pembentukan sikap tawadhu’ penulis
menggunakan analisis
a. Library research, suatu riset kepustakaan.21
Dalam metode ini menempuh langkah-langkah diantaranya :
1) Mencari buku-buku yang ada kaitannya dengan penulisan ini.
2) Mencari penyusunan dalam buku-buku, mulai buku pegangan
sistematis, karangan khusus dan lain-lain.
3) Menyusun catatan, kemudian dikonsultasikan atau dirujuk pada
buku metodik yang berkaitan.
b. Metode Deskripsi
Yaitu suatu metode penelitian dengan cara mendiskripsikan
realita-realita fenomena sebagaimana adanya yang dipilih dari
perspektif subyektif.22 Dalam hal ini mendiskripsikan pemikiran serta
pendapat Ibn Miskawaih dan Syaikh Az Zamuji yang berkaitan dengan
pembentukan sikap rendah hati, patuh dan taat (tawadhu’) dalam kitabnya Tahdzibul Akhlaq wa tathirul a’roq.
c. Metode Historis
Yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan pemikiran tokoh yang bersangkutan, baik yang
berhubungan dengan lingkungan historis dan pengaruhnya di
dalamnya maupun dalam hidup sehari-hari.23 Juga metode ini berarti
penyelidikan yang mengaplikasikan metode pemecahan yang ilmiah
dari perspektif historis sesuatu masalah.
d. Metode Analisis
Metode ini adalah dimaksudkan untuk menganalisis babper
bab guna mencari pembentukan sikap tawdhu’ yang terkandungdi
dalam masing-masing bab dalam kitab Tahdzibul Akhlak wa Tathirul
A’raq dan kitab Ta’lim Muta’allim.
e. Metode Induksi
Berdasarkan pada analisis dari isi kitab tersebut, maka penulis
mengambil kesimpulan dengan metode induksi.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika di sini dimaksudkan sebagai gambaran umum yang akan
dibahas dalam skripsi ini.
Penulisan skripsi ini penulis bagi menjadi 5 bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Fokus Penelitian
C. Perumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Telaah Pustaka
F. Manfaat Penelitian G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan Skripsi
BAB II : LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SYAIKH AZ ZARNUJI
DAN IBNU MISKAWAIH
A. Riwayat Hidup dan Seting Sosial pada Masa Hidupnya B. Karya-karya Ibnu Miskawaih dan Syaikh Az Zamuji
BAB III : TAWADHU’
A. Pengertian secara Etimologi B. Pengertian secara Terminologi
C. Manusia sebagai Subyek Pembentukan Sikap Tawadhu’ D. Tawadhu’ pada Guru dalam Menuntut Ilmu
E. Dasar dan Tujuan Pembentukan Sikap Tawadhu’
BAB IV : PERBANDINGAN PEMIKIRAN SYAIKH AZ ZARNUJI DAN IBNU MISKAWAIH TENTANG TAWADHU’
C. Mengapa Ada Perbedaan dan Ada Kesamaan
D. Analisa Perbandingan Methodologi Pemikiran Syaikh Az
Zamuji dan Ibnu Miskawaih.
E. Relevansi pemikiran Syaikh Az Zamuji dan Ibnu Miskawaih tentang tawaduk dalam konteks kekinian.
DAN IBNU MISKAWAIH
A. Riwayat Hidup Syaikh Az Zarnuji dan Seting Sosial Masa Hidupnya
1. Biografi Syaikh Az Zarnuji
Sebuah karya tubs termasuk ta Tim pada umumnya merupakan
respon terhadap situasi dalam ruang dan waktu yang dihadapi oleh
penulisnya. Atas dasar asumsi itu, maka memahami sisi teologi, psikologi
dan status sosial dan aspirasi politik mengarang menjadi sangatlah penting.
A1 Zarnuji (A1 Nu’man ibn Ibrahim ibn A1 Khalil al Zarnuji Taj A1
Din), adalah seorang filosof Arab yang tidak diketahui nama dan waktu hidupnya secara pasti. Ada yang menyebutnya dengan Burhan Al din, ada juga yang menyebutnya dengan Burhan Al Islam. Namun kedua nama itu
diperkirakan sebagai julukan (laqab) saja atas jasa-jasanya dalam menyebarkan Islam. Al Zarnuji sendiri diyakini bulan nama asli, tapi nama
yang dinisbatkan kepada tempat yakni Zumuj atau Zaranj. Al Qurasyi menyatakan Zumuj adalah sebuah tempat di wilayah Turki.1
Al Zarnuji termasuk dalam generasi ke- 12 dari ulama Hanafiyyah yang diperkirakan hidup pada sekitar tahim 620/1223 yang hidup diujung
pemerintahan Abbasyiyah di Bagdad. Kitab Ta’lim al Muta’allim
dikatakan sebagai satu-satunya kitab yang dialamatkan kepada al Zarnuji.
1 Majalah Pesantren Edisi VH/th. 1/2002, him. 61
Namun demikian menurut ahwani, kitab ini disinyalir sebagai kitab yang
cukup terkenal di kalangan bangsa Arab.
A1 Zamuji mengarang kitab yang dinamai Ta’limul Muta’allim
Thoriqotta ‘allum, pada tahun 599 H/1203 M kitab ini mendapatkan
tempat yang besar bagi para penuntut ilmu dan para guru. Mereka
mempelajari dan mengangkat pendapat-pendapat arahan-arahan yang
terkandung di dalamnya.
Pentingnya kitab Ta’limul Muta’allim karena dianggap sebagai
modal tersendiri dalam topiknya tentang pendidikan Islam. Hal ini karena
keterangan-keterangan sejak abad pertama hijrah sampai masa Az Zamuji
pada abad ke- 6 kebanyakan tentang ulumul qur’an, ulumul hadits, fiqih,
bahasa Arab dan sair.
2. Seting Sosial pada Masa Hidupnya
A1 Zamuji hidup pada akhir abad 6 dan awal abad 7 H atau akhir
abad 12 Awal abad 13 M. Dari sini diketahui beliau hidup pada masa keempat dari masa perkembangan pendidikan Islam. Dalam sejarah Islam
masa tersebut adalah masa keemasan Islam dan terkenal dengan
menyeluruhnya budaya Islam, dan khususnya pendidikan Islam dalam
kekuasaan Abasiyah. Pada mas aini A1 Zamuji terlibat di dalam
membangun lembaga-lembaga pendidikan dari dasar sampai atas diantaranya sekolah nizamiyah yang didirikan oleh Nidzomul Mulk (457
Zanky (563/1167) di Damaskus dan sekolah A1 Mustan Sirrah didirikan
oleh A1 Mustanshor billah di Bagdad (631/1234)
Dari landasan ini A1 Zamuji hidup pada masa mashumya
pengetahuan dan peradaban Islam atau pada akhir abad bani Abasiyah,
dari kitab Ta’limul Muta’allim, bahwa A1 Zamuji ulama paling luas
ilmunya, karena beliau mewarisi ilmu-ilmu ulama-ulama terdahulu.
A1 Zamuji bukan orang yang dekat dengan penguasa. Ia
menyatakan secara tegas bahwa mengabdi kepada penguasa bukan
merupakan nikmat, tetapi cobaan dari Tuhan bagi orang yang ketika
belajar tidak bersikap.wara’. Cobaan itu beratnya sama dengan mati muda
atau tinggal di tengah-tengah orang bodoh. Indikasi lain dari statusnya
adalah larangan A1 Zamuji agar siswa tidak menuntut ilmu dengan niat
ingin mendapat kemuliaan dihadapan penguasa. Jikapun niat itu
menyelinap dalam diri siswa maka A1 Zamuji mensyaratkan agar pangkat
yang akan diraihnya kelak dimaksudkan untuk amar ma ’ruf nahi munkar.2 3
Sikap A1 Zamuji mengambil jarak dengan penguasa menunjukkan
pula bahwa ia adalah seorang yang berkecenderungan hidup sufi.
Sebagaimana dipahami bahwa salah satu pendorong munculnya gerakan
sufi adalah kehidupan mewah yang ditampilkan oleh para penguasa.
Orang-orang yang hidup di kalangan penguasa pakaiannya sutra,
sedangkan kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana
menyimbulkan diri dengan pakaian wol kasar.4
B. Riwayat Hidup Ibnu Miskawaih dan Setting Sosial pada Masa Hidupnya
1. Biografi Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih adalah seorang filosof muslim yang menitik
beratkan perhatian pada bidang etika. Menurut abdul Aziz Izzat,
Miskawaih adalah “seorang filosof muslim yang pertama mencurahkan
perhatiannya pada masa etika Islam (akhlak), dan dialah yang mula-mula
membahas masalah tersebut dalam suatu uraian yang terinci”.5
Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn
Miskawaih. Akan tetapi ada orang yang menyebut namanya dengan Ibn
Miskawaih atau Miskawaih.6 7 8 Sedangkan penulis cenderung menggunakan
namanya Ibnu Miskawaih.
Ibnu Miskawaih lahir di Rayy (Teheran) dan meninggal di Isfahan,
tahun kelahirannya diperkirakan 320 H/932 M dan wafat 9 Shafar 421/16
n
Februari 1030. Ibn Miskawaih sepenuhnya hidup pada masa
pemerintahan dinasti Buwaihi (320-450 H/932-1062 M) yang para
o
pemukanya berfaham syi’ah.
4 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, him. 58
5 Abdul Aziz Izzat, Ibnu Miskawaih, Mustofa A1 Babil llalaby, Mesir, 1946, him. I 6 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Belukar, Yogyakarta, 2002, him. 67
Ibnu Miskawaih adalah salah seorang anak yang bemasib tidak
mujur. Sejak kecil ia tidak pemah menerima dan merasakan belaian kasih
sayang seorang ayah, karena ayahnya meninggal sewaktu ia masih dalam
kandungan “hidup dalam keadaan yatim, ia diasuh dan dibesarkan hanya
oleh ibunya sampai menginjak dewasa”.9
Menginjak dewasa, Ibnu Miskawaih juga pemah tinggal bersama
Ibnu A1 Hamid sebagai seorang petugas perpustakaan (pustakawan).
Kemudian berhidmat pula kepada anaknya Ali bin Muhammad bin al
Hamid. Tetapi terakhir (tugas) ini bukan sebagai tugas pokok melainkan
dilakukan oleh Ibnu • Miskawaih sebagai ungkapan rasa hormat dan
penghargaan terhadap orang yang ia pandang seniomya. “Ketika Ibnu
Hamid meninggal tahun 360 H, ia diganti oleh anaknya dengan nama
keluarganya Dzu al Kifayatain”.10 Ibnu Miskawaih juga pemah mengabdi
kepada Abduh al Daulah, salah seorang keturunan Buwaih, dan kemudian
beberapa penguasa yang lain.
Memperhatikan tahun kelahirannya dan wafatnya serta
kehidupannya di atas, dapat diketahui bahwa Ibnu Miskawaih hidup pada masa pemerintahan Bani Abbas berada di bawah pimpinan Buwaih yang
beraliran syiah dan dari keturunan Persi Bani Buwaih mulai terpengaruh sejak Khalifah al Mustakhfi dari bani Abbas mengangkat Ahmad bin Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar M’az al Daulah pada tahun 945 M. Ayahnya Abu Saja’ Buwaih adalah pimpinan suku yang sangat
berpengaruh. Dan kebanyakan pengikutnya berasal dari daerah selatan laut
Kaspia yang merupakan pendukung keluarga Saman. Tiga anaknya selain Ahmad, Ali dan Hasan adalah tokoh pimpinan yang disegani di negeri
Dailan. Mereka muncul dalam bidang politik pada abad IV H. Dengan
berhidmat pada seorang panglima Dailan Muzdawi bin Ziar yang berpengaruh besar di negeri-negeri laut Kaspia di tanah Persi.
2. Seting Sosial pada Masa Hidupnya
Berawal dari latar belakang pendidikannya secara rinci tidak
diperoleh keterangan. Akan tetapi ia didapati belajar sejarah kepada Abu
Bakr Ahmad ibn Kamil A1 Qadi. Pelajaran falsal'at ia peroleh dari ibn
Khammar dan pelajaran kimia didapat dari Abu Thayyib. Pekerjaan utama
ibn Miskawaih adalah bendaharawan, sekretaris, pustakawan dan
pendidikan anak para pemuka dinasti Buwaihi. Selain akrab dengan
penguasa, Ibnu Miskawaih juga banyak bergaul dengan para ilmuan
seperti Abu Hayyan A1 Tauhidi, Yahya Ibn Adi dan Ibn Sina.1'
Ibnu Miskawaih juga dikenal sebagai sejarawan besar yang
kemashurannya melebihi pendahulunya, A1 Thabari (W. 310/923). Selain
itu ia juga dikenal sebagai dokter, penyair dan ahli bahasa. Keahliannya
diberbagai bidang tersebut yang kesemuanya dibuktikan dengan karya
tulis berupa buku atau artikel yang tidak luput dari kepentingan falsafat
akhlak.11 12
Secara konklusif dapat dikatakan bahwa dalam keseluruhan
perjalanan studi Ibnu Miskawaih mendapatkan tuntunan guru hanya pada
pelajaran-pelajaran tingkat dasar. Adapun untuk pelajaran tingkat lanjutan
diperoleh melalui se lf study yang berarti tanpa bimbingan guru.
3. Karya-karya Ibnu Miskawaih
Dari buku reverensi tentang Ibnu Miskawaih yang penulis baca,
bahwa Ibnu Miskawaih seorang penulis yang produktif, secara jelas tidak
ada literatur yang memberikan informasi yang biasa dijadikan rujukan
untuk mengetahui sejak usia berapa Ibnu Miskawaih mulai menulis.
Namun yang pasti ada banyak artikel maupun buku yang telah berhasil
ditulisnya.
Karya-karya Ibnu Miskawaih antara lain :
a. Tahzib A1 Akhlak Wa Tathir A1 A’raq, (kitab ini membahas tentang
teori-teori etika atau akhlak.
b. Fauz al Asghar, (kitab ini membahas persoalan ketuhanan, kejiwaan
dan kebahagiaan)
c. Tajarub al Umam, (kitab ini berisi uraian tentang peristiwa sejarah
setelah banjir pada masa Nabi Nuh as. Sampai tahun 369 H).
d. Jawizan al khiraad, (kitab ini berisi uraian tentang filsafat Yunani,
Arab, Persi dan India).
e. Tartib al Sa’adah, (kitab ini membahas tentang etika adab politik).
f. Al Uns al Akbar, (kitab ini berisi tentang kumpulan syair, anekdot,
g. Fauz A1 Akbar, (kitab ini berisi tentang persoalan etika)
h. A1 Musthafa fi al syi’ri, (kitab ini berisi tentang kumpulan syair)
i. Al Syiar, (kitab ini berisi tentang aturan hidup)
j. Al Jami’, (kitab ini berisi tentang ketabiban atau dokter)
k. Al Syribah, (kitab ini berisi tentang minuman)
l. Jawidan Khirad (kitab ini berisi kumpulan ungkapan bijak).13
Hampir seluruh bidang keilmuan yang berkembang pada masa
Ibnu Miskawaih dipelajarinya. Oleh karena itu, ada beberapa penulis
memberikan predikat filosof, sastrawan, ahli kedokteran, sejarawan dan
fisikawan. Selain seorang saijana yang amat luas ilmu pengetahuannya,
Ibnu Miskawaih juga selalu tercantum namanya dalam deretan nama-nama
para filosof muslim.
4. Karya-karya Al Zamuji
Dari buku-buku yang saya baca, jarang sekali yang mencantumkan karya-karyanya. Bahkand alam kitab Ta’lim Al M uta’allim tidak menyebutkan.
Namun demikian menurut Fuad al Ahwani (abad ke- 12 dari ulama Hanafiyyah), kitab sebagai satu-satunya karya yang dialamatkan kepada Al Zamuji yaitu Ta’lim Al M uta’allim.14 Kemashuran kitab ini di kalangan bangsa Arab, selain isinya yang komprehensif dalam membahas persoalan
bimbingan belajar yang termuat dalam tiga belas pasal pembahasan, juga diselingi dengan hikayat-hikayat, syair dan matsal-matsal.
Ta’ilmul M uta’lim Thariqatt’allum memberikan isyarat yang kuat
bahwa A1 Zamuji adalah penganut madhzb Fiqh Hanafi dan madzhab
kalam ahlu sunnah maturidiyah bukhara.15 Di dalam kitab ini A1 Zamuji
menyebutkan 11 orang gurunya yang bermadzhab Hanafi; Abu Hanifah,
A1 Marghinani, Muhammad bin Hasan, Abu Yusuf, Hamad bin Ibrahim,
Asy Syirazi, Hilal bin Yasar, Qawamuddin, A1 Hamdani, A1 Hulwani, As
Sadrussahid.16
Di dalam menumbuhkan akhlaq tawadhu’ bukanlah satu hal
sederhana. Perbedaan yang begitu tipis antara tawadhu’ dengan rendah diri
(minder), telah menyudutkan banyak orang yang menjadi tidak percaya
diri, dengan alasan ingin menjadi orang yang tawadhu’. Begitu juga
tipisnya perbedaan antara tawadhu’ dengan sombong, tanpa sadar
membawa sebagian orang teijerumus untuk “menyombongkan” ke
tawadhu’-annya.17
15 Ta’lim Al Muta'allim Thariq Al Ta’allum Thaqiq wa Al Dirasah, Mesir, A1 Nahdlah al Misriyah, 1980, him. 12
16 Al Zarnuji, Ta’lim Al Muta’allim, Ditahqiq Imam Ghazali Sa’id, Surabaya, Diyanatama, 1997, him. 16
A. Pengertian Secara Bahasa
Secara etimologi Arab kata, tawadhu’ berasal dari kata
yang mempunyai arti (merendahkan diri, rendah hati). Selain itu ada kata lain
) yang artinya (tempat, letaknya). 1 Sedangkan dalam
etimologi Indonesia kata tawadhu mempunyai arti (1) rendah hati;
2
merendahkan diri, (2) patuh, taat.
B. Tawadhu Menurut Terminologi
Tawadhu’ menurut Hasan adalah mengeluarkan kedudukanmu / kita
-5
dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita. Tawadhu’ menurut
Ahmad Athoilah hakekat tawadhu’ itu adalah sesuatu yang tumbuh dan
menyaksikan keagungan Allah dan kemuliaan sifatnya.4
1 Prof. H. Mahmud Junus, Kamus Arab - Indonesia, Jakarta, him. 105
2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, balai
Pustaka, him. 908
3 Al-Ghozali, Ihya' Ulumuddin Juz III, Darul Fiqri, Beirut Libanon, 1995, him. 350
4 Ahmad Ibnu Athoilah, Hikam, Syirkah Nur Asia, Indonesia, him. 62
27
1
Menyaksikan kagungan Allah dan sifat-sifatnya itu yang akan
mendatangkan seorang hamba mempunyai sikap tawadhu’. Karena itu yang
akan bisa mengekang hawa nafsu dan melebumya.
Dzunun A1 Misri berkata barang siapa menghendaki mempunyai sikap
tawadhu’, maka hadapkanlah hatinya pada keagungan Allah karena
dengannya itu akan bisa menghancurkan dan mengecilkan hawa nafsunya
barang siapa melihat kepada kekuasaan Allah Ta’ala, maka akan hilang
kekuasaan nafsunya, karena semua nafsu itu hina di sisi kewibawaan Allah.5
1. Indikator Bentuk Tawadhu
a. Ia orang yang tawadhu’ tidak suka dianggap penting oleh orang lain.
b. Ia tidak bangga ketika beijalan diiringi orang lain.
c. Bila tidak malu duduk bserta orang yang hina.
d. Ia tidak menjaga jarak dari orang-orang yang sakit dan cacat.
e. Ia ringan untuk melayani orang lain dalam segala hal.
f. Ia akan mengerjakan kebutuhannya sendiri (tidak selalu memerintah).
g. Dia mau memakai pakaian yang sederhana.
2. Cara untuk mendapatkan / memperoleh sikap/sifat tawadhu’
a. Cara untuk mendapatkan dia harus menghilangkan sikap takabur pada
dirinya dan menghilangkan takabur itu dan tidak cukup angan-angan
saja, tetapi harus diamalkan dan menggunakan cara yang tepat dan
cara untuk mengobati takabur dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Menghancurkan pokok / inti dari takabur dari mencabutnya tempat
tumbuhnya I hati. Dibagi 2 :
a) Ilmu
Pengertian ilmu yaitu : hendaknya ia mengerti akan kedudukan
dirinya dan mengerti kedudukan Tuhannya, karena orang yang
tau kedudukan dirinya sebagai seorang hamba, maka usia akan
tau bahwa dirinya adalah makhluk yang hina / rendah tidak
pantas baginya untuk sombong atau harus baginya tawadhu’ /
rendah diri, dan ketika ia mengenal Tuhannya maka ia akan
tau bahwa keagungan, kesombongan itu tidak pantas kecuali
bagi Allah. 6
b) Amal
Amal yaitu membiaskaan untuk rendah diri di hadapan Allah
dan semua makhluk dengan menggunakan akhlak twadhu’
salah bentuk tawadhu’ ditanya kepada Salman kenapa engkau
tidak memakai pakaian baru, saya tidak memakai pakaian baru
karena saya seorang hamba, maka ketika saya telah merdeka
saya akan memakai pakaian baru (merdeka dari api neraka).
Dan sikap tawadhu’ tidak akan sempuma hanya dengan ilmu
saja tetapi harus Allah dan rasulnya itu diperintahkan untuk
beriman dan melaksanakan shalat.
Di dalam sholat ada nilai tawadhu’ yaitu di dalam taat
berdiri rukuk dan sujud.
Barang siapa yang menetapkan dirinya / mengaku-aku
dirinya orang yang tawahu’ itu berarti menganggap dirinya
itu mempunyai sikap yang baik.7
Pengakuan seseorang bahwa dirinya tawadhu’ itu tidak
menghilangkan sikap takabur pada dirinya, tetapi tawadhu’
yang sesungguhnya ia tidak merasa memiliki sikap tawadhu’
pada dirinya, karena dia menyaksikan tentang rendah
pangkatnya/kedudukannya dan hinanya.
Pengertian
Akhlak tawadluk sebagaimana akhlak-akhlak yang
lain mempunyai 3 sisi, yaitu 2 pucuk dan satu tengah. Satu sisi
yang condong kepada berlebih di sebut takabur dan satu sisi
yang condong kepada kurang disebut menghinakan diri dan
merendahkan diri dan pertengahan dari keduanya dinamai
tawadlu’ sifat yang terpuji adalah seseorang bersekan rendah
hati dengan tanpa menghinakan diri dan merendahkan diri.
Kedua sisi perkara tercela dan dicintainya urusan di sisi Allah
adalah pertengahannya. Orang alim cendekiawan ketika
datang kepadanya tukang tambal sepatu kemudian dia
tempat duduknya dan menempatkan di tempat duduknya, menata
sendiri sepatunya maka ia termasuk menghinakan dirinya sendiri
dan merendahkan diri ini bukan sifat terpuji.
Sikap terpuji adalah adil yaitu memberikan hak orang lain
sesuai dengan haknya. Sebaiknya ia bersikap tawadluk seperti
contoh di atas kepada teman-temannya dan orang yang sama
dengan deraj atnya. Tawadluknya kepada orang pasar dengan
berkata-kata yang baik menjawab pertanyaan dengan baik,
bertanya dengan baik dan lain-lain dan tidak melihat pada dirinya
lebih baik dari orang lain dan tidak menganggap rendah kepada
o
orang lain karena kita tidaklah akhir dari amal dan umur kita.
Adapun keadaan-keadaan yang bisa menyampaikan
kepada takabur yang harus kita tolak yaitu :
1. Sombong dengan nasabnya
Oran yang mmbanggakan nasbnya henaknya ia menyadari
dengan nasabnya yang hakiki, yairu bapak dan kakeknya
bapaknya yang dekat adalah seperma yang hina dan
kakeknya yang jauh adalah tanah yang kotor.
2. Sombong dengan ketampanan dan kecantikannya.
3. Kekayaan dan berlebihnya harta.
4. Sombong dengan ilmu dan kepandaiannya.
4. Sombong dengan ilmu dan kepandaiannya.
5. Sombong dengan kekuatannya.
6. Sombong dengan ibadahnya
C. Syaikh Az Zarnuji
Pemikiran Syaikh Az Zarnuji tentang tawadhu’, dikemukakan dalam
kitab Ta’lim bahwa
Jij
j u i
j ija\
j i
“tawadhu ’ adalah salah satu tanda/sifat orang bertakwa. Dengan bersifat tawadhu orang yang takwa akan semakin tinggi martabatnyd'.
Az Zarnuji mengatakan bila seorang murid / santri semakin tawadhu’, itu menaakan tingkat ketakwaan kepada Allah SWT sangat tinggi, ketinggian
sikap / sifat tawadhu’ baik pada guru, pada orang lain yang lebih tua, apalagi
kepada Allah SWT dalam ketakwaannya semakin menigkat maka Allah akan
mengangkat hartkbat dan martabatnya.
pribadi dan sikap murid sebagai penuntut ilmu. 9 Sebagai pribadi seorang murid harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah
dan benar dalam menangkap pelajaran, menghafal dan mengamalkannya.10 *
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw :
O J u J \ \ ' $ \ j l *)j\
. js—&
“Ingatlah bahwa dalam jasad terdapat segumpal daging, jika segumpal daging tersebut sehat, maka sehatlah seluruh perbuatannya dan jika segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh amalnya. Ingatlah bahwa segumpal daging itu adalah hatF] 1
Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap tawadhu ’ (rendah hati)
pada ilmu dan guru. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-
citanya. Ia juga harus menjaga keridhoan gurunya. Ia jangan
mengguncing di sisi gurunya, juga jangan menunjukkan persuatan yang
buruk.12
D. Ibnu Miskawaih tentang Tawadhu’
Dalam pendahuluan kitab “Tahzib al Akhlak"’ Ibnu Miskawaih :
9 Syakh Az Zarnuji, Ta'lim Muta’allim Tariqatta’allum, Terjemah, Abdul Kadir Al Jufri, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995, him. 16
10 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru - Murid Studi Pemilihan Tasawuf At Ghazali, PT. Raja Grafmdo Persada, Jakarta, 2001, him. 102
u Ibid., him. 101
Is— ^*2.£ • \,Xfc \***0j £ '
(jili j SjLIl* 'i!j *il IxAp a!^-u< tiiii Od^ j aSu_^“ Ix p
J ^ J c ^ J
Mengatakan, tujuan kami dalam kitab ini adalah agar mencapai
budi pekerti yang melahirkan perbuatan-perbuatan luhur, serta mudah
dilakukan dan tidak memberatkan atau menyakiti. Budi pekerti tersebut
dapat dicapai dengan latihan dan pendidikan.13
Penjelasan dalam kitab Tahzib Al Akhlak wa Fatjir Al A ’raq, bahwa
untuk mencapai suatu budi pekerti, (di mana budi pekerti merupakan
cabang dari sikap / perilaku tawadhu’) yang tentunya harus dimiliki oleh
pelajar / santri. Berawal dari budi pekerti yang baik inilah akan
melahirkan perbuatan-perbuatan luhur, sehingga murid / santri untuk
mendapatkan ilmu lebih mudah dan barulah serta manfaat bagi dirinya.
Ungkapan tersebut memberikan penjelasan tentang teori akhlak
yang tujuan akhimya adalah untuk turut memberikan sumbangan dan
ikhtiar menyembuhkan penyakit hati sehingga seseorang bisa lebih
tawadhu’ dimanapun dan kapanpun berada.
Tetapi di samping itu ada satu hal yang tidak menyenangkan pada
diri hati Ibnu Miskawaih, yaitu kemerosotan moral yang melanda
masyarakat. Oleh sebab itu, “Ibnu Miskawaih mulai tertarik untuk
mencurahkan perhatiannya dalam bidang etika Islam (akhlak) sebagai
ihtiar untuk mengatasi kondisi masyarakat yang dekadensi (kemerosotan
tentang akhlak) tersebut.14
Dari sinilah Ibnu Miskawaih untuk membangun masyarakat yang
mengalami kemerosotan moral, dengan segala pemikirannya dan merasa
bertanggung jawab untuk mengatasi keadaan masa itu.
Lalu ia menulis kitab “Tahzib al Akhlak?' tersebut dengan tujuan,
tatkala masyarakat dilanda penyakit kemorosotan moral. Oleh karena
itu rujukannya adalah untuk memberikan bimbingan dan menuntun
mereka kepada kehidupan berpijak pada nilai-nilai akhlak yang luhur.
Serta menghimbau mereka untuk selalu melakukan perbuatan yang
bermanfaat, agar tidak sesat dan umur mereka tidak disia-siakan seperti
yang dialami pada masa itu.15
E. Manusia sebagai Subyek Pembentukan Sikap Tawadhu’
Apabila kita pelajari manusia sebagai makhluk historis, karena
keberadaan manusia memiliki sejarah, maka ia senantiasa berubah dari
waktu ke waktu, baik pola pikir maupun pola hidupnya. Karena hal itu,
manusia dalam kurun waktu tertentu berbeda dengan eksistensi
manusia, yang membedakan pada unsur dan sifatnya ini yang terlihat oleh mata, akan tetapi h a k e k a tn y a sa m a (manusia).
Ibnu Miskawaih adalah salah seorang filosof muslim yang hidup di
abad pertengahan, tidak terlepas dari kecenderungan umum zamannya dalam
memandang manusia, bahwa hakekat manusia adalah jiwanya, karena jiwa
merupakan identitas tetap bagi manusia, jiwa manusia merupakan substansi
immaterial yang berdiri sendiri, ia tidak terdiri dari unsur-unsur yang
membentuknya hingga ia bersifat kekal dan tidak hancur.16
Dengan adanya akal, manusia dapat berfikir mana yang baik dan mana
yang buruk. Di lain sisi bisa menempatkan sikap yang baik dimanapun dan
kapanpun ia berada.
Manusia selalu subyek pembentukan sikap tawadhu’. Dengan jiwa
yang beradab, akhlak, budi pekerti, etika yang baik tentu saja manusia juga
semakin rendah hati (tawadhu’) yang muncul pada jiwanya.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang
penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan
bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancumya, sejahtera rusaknya suatu
banga dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila
akhlaknya baik (berakhlak), akan sejahteralah lahir batinnya. Akan tetapi
apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak), rusaklah lahimya dan atau
batinnya.17
16 Prof. Dr. Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Belukar, Yogyakarta, 2004, him. 73
Tawadhu’ yang dimaksud adalah tanpa harus menghinakan
1 k
dirinya, tunduk tetapi tidak merendahkan dirinya. Inilah mengapa
manusia disebut sebagai subyek pembentukan sikap tawadhu’, berawal
dari jiwa dan jasat yang baik maka akan muncul suatu akhlak. Budi
pekerti, etika, sopan santun, rendah hati yang baik pula.18 19
F. Tawadhu’ pada Guru dan Menuntut Ilmu
Seorang pelajar tidak akan mendapat ilmu yang berguna bila
tidak memuliakan ilmu, ahli ilmu dan menghormati guru.20 21
Kalau saya memperhatikan para siswa/pelajar (santri),
sebenamya mereka telah bersungguh-sungguh dal am mencari ilmu, tapi
banyak dari mereka yang tidak memperoleh manfaat dari ilmu, yakni
berupa pengalaman ilmu tersebut dan menyebarkannya. Hal itu teijadi
karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan syarat-syaratnya mereka
tinggalkan. Karena, barang siapa salah jalan, tentu tersesat. Tidak akan
sampai pada tujuan yang dicita-citakan.
18 Ibnu Abu Dunya, At Tawadhu’ Ulal Khumul, Terjemah Luqman Abdul Jalal Lc., Pustaka Inti, 2004, him. 65
19 Prof. Dr. Suwito, op. t i t, him. 73
20 Syaikh Az Zamuji, Ta’lim Muta’allim, Teijemah Abdul Kadir Aljufri, Mutiara Ilmu, Surabaya, him. 24
Dalam kitab Ta’lim menjelaskan bahwa “keberhasilan seseorang
tergantung dari penghormatannya, kegagalannya adalah karena
meremehkannya”. Sesungguhnya bagi seorang pelajar yang baik, agar
mendapatkan ilmu dari gurunya hendaknya tawadhu’ di setiap
menerima, mendengarkan, mengeijakan apa yang disampaikan gurunya,
dan jangan sekali-kali sebaliknya (meremehkan guru).
Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap rendah hati pada
ilmu dan guru. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia
juga harus menjaga keridhaan gurunya. Ia jangan menggunjing
gurunya. Dan jika ia .tidak sanggup mencegahnya, maka sebaiknya ia
harus menjauhi orang tersebut. Selanjutnya seorang pelajar hendaknya
tidak memasuki ruangan guru kecuali setelah mendapat izinnya.22
G. Dasar dan Tujuan Pembentukan Sikap Tawadhu’
Berbagai fenomena yang teijadi berupa bencana dimana-mana
dan kesulitan yang teijadi bagi siswa/pelajar maupun santri di dalam
mendapatkan ilmu dari gurunya. Dan banyaknya perubahan sikap yang
baik menjadi tidak baik. Ini tentunya suatu masalah yang besar.
Berangkat dari sini semua, kiranya harus kembali kepada Allah SWT
dan Rasulullah saw yang berupa A1 Qur'an dan As Sunnah (Hadits
Rasulullah saw) Allah SWT berfirman :
V “
ij’jij-*
u>~f o;^'
j
V£>
j
( - v r : j 6 j i i i ) l% * y e
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah had dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
yang baik
Seperti hadits Nabi saw :
jJu »j S '
Nabi saw bersabda, tawadhu ’ adalah tempat /cembali kemuliaan. Dan sabda beliau saw., kedermawanan adalah takwa, kemuliaan adalah
y a
tawadhu ’ dan keyakinan adalah kekayaan.
Hadits lain:
^
Vt*
ijAJij
jJ z"^
i J X \ j * & \ y i J U j A iSL iij j a i y \ * » .j j s l
23 Departemen Agama RI, At Qur'an At Karim dan Terjemahnya, CV. Toha Putra, Semarang, 1996, him. 291
Diriwayatkan dari Rahb Al Mishri bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Beruntunglah orang tawadhu ’ tanpa harus menghinakan dirinya, tunduk tetapi tidak merendahkan dirinya, menginfakkan harta yang dikumpulkannya dengan halal, menyayangi orang-orang miskin
i f
yang susah dan bersahabat dengan para ulama ’ dan ahli hikmah.
Dari ketiga dasar ini, maka sangatlah penting bagi setiap insan
untuk memiliki sifat tawadhu’. Yang tujuan pembentukan tawadhu’ agar
supaya setiap insan nantinya memperoleh kemuliaan baik di masyarakat
yang ia tinggal lebih-lebih di sisi Allah SWT. Dan jika murid/santri itu
tawadhu’ pada gurunya Insya Allah akan mendapatkan ilmu yang
bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.
DAN IBNU MISKAWAIH TENTANG TAWADHU’
A. Pcrsamaan Pendapat Syaikh Az Zarnuji dan Ibnu Miskawaih
Metode dalam Ta ’lim bukan hanya dinamakan dalam aktivitas
ceramah, diskusi, resitasi dan semacamnya yang lebih mengedepankan
pencapaian “kecerdasan intelektual” sebagaimana sering dipahami di zaman
ini.metode dimaknakan lebih jauh, yaitu pada cara pencapaian “kecerdasan
emosional yang religius”, sehingga dapat membangun watak pada perspektif
ini, maka akhlak baik yang dimiliki oleh subyek didik termasuk bagian dari
wacana metode.
1. Pendapat Syaikh Az Zarnuji tentang Tawadhu’
Dijelaskan dalam Ta 'lim “bagi setiap pelajar/santri sebaiknya
menjaga diri dari akhlak tercela, karena ia ibarat anjing. Rasulullah
bersabda malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat
gambar atau anjing. Padahal orang belajar itu perantaraan malaikat.1
Agar siswa terhindar dari akhlak tercela, maka diperlukan
internalisasi sikap wirai dan ta’dim. Kedua sikap itu menjadikan ilmu
lebih bermanfaat proses belajar lebih mudah dan ilmunya berdaya guna
lebih banyak.2
^J^Syaikh Az Zarnuji, Ta’lim Muta’alim, terjemah Abdul Qadir Ahmad, Mutiara Ilmu, Surabaya, him. 115
2 Ibid, him. 107, 164
Diantara sikap wara’ adalah :3
a. Menjaga diri dari kekenyangan
b. Menjaga diri dari kebanyakan tidur
c. Menjaga diri agar tidak terlalu banyak berbicara yang tidak
bermanfaat
d. Menjaga diri dari makanan yang dijual di pasar, sebab makanan
seperti itu lebih dekat dengan najis, khianat, jauh dari ingat Allah,
lebih dekat dengan kelalaian dan lagi pula telah banyak dilihat oleh
para orang fakir sedang mereka tidak mampu membeli.
e. Menjaga diri dari ghibah (membicarakan kejelekan orang lain)
f. Menjaga diri dari perkumpulan yang isinya hanya gurau. Perkumpulan
seperti itu hanya akan mencuri umur, menyia-nyiakan waktu
g. Menjauhkan diri dari orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan
maksiat, sebaliknya siswa hendaknya berdekat-dekat dengan orang-
orang shaleh (pada bait lain, Az Zamuji juga menyampaikan bahwa
maksiat menghambat proses hafalan).
h. Raj in melaksanakan perbuatan-perbuatan baik dan sunnah-sunnah
Rasul
i. Memperbanyak salat sebagaimana salatnya orang-orang yang khusyu’
j. selalu membawa buku dalam setiap waktu untuk dianalisa.
Adapun diantara sikap ta’dzim adalah penghormatan dan
penghargaan kepada ilmu dan pendidik, Az Zarnuji tidak menjadikan
keduanya analistik, sebagaimana ia juga tidak memisahkan antara
intelektualitas pendidikan dan spiritualnya. Siswa/santri tidak dibenarkan
hanya menimba hanya intelektualitas seseorang, tetapi hak yang melekat
padanya ditelantarkan. Pendidikan mempunyai “hak atas karya
intelektual” yang pantas dihargai dengan sikap pemuliaan dan
penghargaan material.* 3 4
Ta’dzim kepada pendidik juga tampil dalam perilaku taat pada
perintah dan menjauhi larangannya selama masih pada koridor kepatuhan
kepada Allah, bukan sebaliknya. Tampilan rinci lain lebih mengarah pada
“budi pekerti” yang di masa sekarang perlu ditegakkan, tetapi berangsur
luntur. Misalnya santri/siswa tidak boleh berjalan di depan guru, duduk di
tempat duduknya, tidak mulai pembicaraan, kecuali dengan izinnya, tidak
banyak bicara, tidak menanyakan sesuatu ketika ia sedang jenuh, menjaga
waktu, ketika berkunjung tidak mengetuk, tetapi bersabar sampai ia keluar.
“Barang siapa berkeinginan anaknya menjadi ilmuan, maka
sebaiknya ia bersedia untuk merawat, memuliakan, memberi sesuatu dan
mengagungkan ahli”.5
4 Ibid., him. 170
Berdasarkan uraian di atas, maka metode dalam perspektif Az
Zamuji tentang tawadhu’ yaitu dengan pencapaian kecerdasan
emosionalyang religius yang harapannya dapat membangun watak yang
baik. Dengan demikian bila siswa/santri emosionalnya terkendali secara
religius, secara otomatis akhlak tawadhu’, hormat, taat, serta menghargai
dimanapun dan kepada siapapun sudah barang tentu bisa diterapkan
dengan baik.
2. Pendapat Ibnu Miskawaih dalam Kitab Tahdzib al Akhlaq
Dijelaskan dalam kitab Tahdzib Al Akhlaq (pendidikan moral)
dinamakan juga Tathhir Al A ’raq (kesucian karakter) yang mengandung
pemikima dan ajaran, dan merupakan argumentasi praktis-logis atas
keyakinan Miskawaih bahwa mungkin teijadi perubahan moral dan budi
pekerti dalam diri seseorang.6 Perubahan ini tentu saja lebih baik sebagai
salah satu sarana untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi.
Tahdzib Al Akhlaq merupakan uraian suatu aliran akhlak yang
ditujukan untuk memberikan bimbingan bagi generasi muda dan menuntun
mereka kepada kehidupan yang berpijak pada nilai-nilai akhlak yang luhur
serta rendah hati dan menghimbau mereka untuk selalu melakukan
perbuatan yang bermanfaat agar mereka tidak tersesat dan umur mereka
tidak disia-siakan.7 8
Ibnu Miskawaih menempatkan metode pemikiran yang sangat
sistematis dalam kitab Tahdzibnya. Dimulai dengan pendahuluan untuk
mengantarkan para pembaca kepada langkah-langkah yang harus dilalui
untuk sampai kepada akhlak sempuma. Untuk itu, ia menjelaskan bahwa
landasan awal yang terpenting ialah keharusan terlebih dahulu memulai
dengan membersihkan diri dari sifat-sifat tercela sebelum mengisinya
dengan sifat-sifat utama.
Ini merupakan hal yang amat penting, karena dalam pengalaman
kehidupan selalu kita jumpai bahwa kita, umpamanya, tidak akan mungkin
mendirikan sebuah bangunan yang baik, bersih dan sehat di atas tumpukan
sampah, lumpur dan kotoran.
Dari uraian di atas, bisa diamati bahwa dari kedua tokoh ini ada
kesamaan pendapat, dimana di dalam pembahasan tentang rendah hati yang
merupakan bagian dari kesempumaan akhlaq. Hal ini juga merupakan sarat
utama bagi para siswa/santri untuk mendapatkan ilmu yang berokah dan
bermanfaat di dunia dan di akhirat.
Persamaan yang angat jelas bahwa langkah awal untuk sukses dalam
menuntut ilmu, harus dapat menghindari, untuk tidak berbuat yang tidak
bermanfaat, agar tidak tersesat, dan membersihkan diri dari sifat-sifat tercela.
Selain itu juga harus hormat, patuh, taat, dan tawadhu’ baik kepada guru-guru
dalam memberikan ilmunya.
Dalam penjelasan lain keduanya juga menghimbau mereka untuk
menghindari dari perbuatan kerusakan dan maksiat serta menjauhi perbuatan
dosa, karena berawal dari perbuatan dosa, maka jiwa ini merasa takut, minder,
dna rendah diri.9 Dan jika jiwa ini bersih maka petunjuk-petunjuk Allah SWT
dan Rahmat-Nya selalu menyertai mereka, sehingga akhlak yang baik akan
terwujud.
B. Perbedaan Pendapat Syaikh Az Zarnuji dan Ibnu Miskawaih
Berangkat dari penjelasan tahdzibul ahlak wa tathirul a ’raq dan ta ’lint
muta ’allim, ada sisi perbedaannya. Karena walaupun kedua tokoh ini seorang
filosof muslim, yang menitik beratkan perhatiannya pada pengajaran akhlak
etika tata aturan di dalam mendapatkan ilmu yang lebih bermanfaat serta
aturan budi pekerti, rendah hati, taat, hormat dalam kehidupan.
1. Pendapat Ibnu Miskawaih
Pemikiran Miskawaih bahwa pembentukan akhlak dan budi
pekerti, rendah hati, yang sanggup menghasilkan orang-orang yang
bermoral, baik laki-laki maupun perempuan. Jiwa yang bersih kemauan
keras, cita-cita yang benar juga akhlak yang baik, tahu arti kewajiban dan