• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2010-2014 ini dapat diselesaikan.

Penyempurnaan dokumen ini disusun sebagai tindak-lanjut dari Hasil Evaluasi Atas Renstra Direktorat Perlindungan Perkebunan pada periode sebelumnya oleh Tim Inspektorat Jenderal kementerian Pertanian, yang salah satu sarannya adalah pembuatan Renstra agar disesuaikan dengan Pedoman Penyusunan Renstra dari Lembaga Administrasi Negara yang terkini.

Sistematika dokumen Renstra mengacu kepada Pedoman Penyusunan Renstra Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) 2010-2014 dari Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, yaitu: BAB I. PENDAHULUAN yang berisi Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Jenis Komoditi Binaan, dan Alur Pikir, BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN berisi Visi, Misi ,Tujuan dan Sasaran Strategis, BAB III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI berisi Arah dan Strategi Kebijakan, Program dan Kegiatan, dan BAB IV. PENUTUP.

Maksud dan tujuan penyusunan Renstra Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2010-2014 adalah sebagai arahan bagi seluruh jajaran di lingkungan Direktorat Perlindungan dalam pelaksanaan tugas pelayanan teknis dan administratif di bidang perlindungan perkebunan kepada semua stakeholders (pemangku kepentingan) terkait serta dalam berkoordinasi dengan institusi terkait pada periode 2010-2014. Dalam pelaksanaannya akan diadakan penyesuaian sesuai perkembangan yang terjadi.

Akhirnya kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan dan ikut berpartisipasi aktif dalampenyusunan Renstra Direktorat Perlindungan ini.

(3)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kondisi Umum ... 3

1.3 Potensi dan Permasalahan ... 13

BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN 2.1 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategi Direktorat Jenderal Perkebunan ………20

2.2 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategi Direktorat Perlindungan Perkebunan………...23

BAB III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Perkebunan ………27

3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Perlindungan Perkebunan……….30

3.3 Program dan Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan……….33

BAB IV. PENUTUP………42 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(4)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel :

1. Perkembangan Anggaran dan Realisasi Keuangan

Direktorat Perlindungan ... 8

2. Keadaan Serangan OPT Pada Komoditi Unggulan Nasional Perkebunan .... 8

3. Luas Pengendalian OPT pada 11 Komoditi Perkebunan Tahun 2005-2009 . 10 4. Kasus Gangguan Usaha Perkebunan 2005 – 2009 ... 12

5. Pemantauan Hotspot dan Kebakaran Lahan Tahun 2005-2009 ... 12

6. Pemantauan Dampak Perubahan Iklim tahun 2005-2009 ... 13

7. Sasaran Luas Areal Komoditas Unggulan Nasional 2010-2014 ... 21

8. Sasaran Produksi Komoditas Unggulan Nasional 2010-2014 ... 22

9. Sasaran Produktivitas Komoditas Unggulan Nasional 2010-2014 ... 23

(5)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran :

1. Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Perkebunan ... 43 2. Jumlah Jabatan Fungsional Pengendali Organisme

Pengganggu Tumbuhan ... 44 3. Pemandu Lapang Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu

(SL-PHT) ... 45 4. Petani SLPHT perkebunan tahun 2005 – 2009 ... 45 5. Perkembangan Alokasi Anggaran Perlindungan

Tahun 2007-2011 (APBN) ... 45 6. Analisis SWOT Untuk ASAP (Analisis Strategis Alternatif Pilihan) ... 46 7. Sasaran Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Direktorat Perlindungan

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas areal perkebunan di Indonesia sampai dengan tahun 2009 diperkirakan sekitar 19,53 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 74 % dari total areal perkebunan. Produktivitas rata-rata tanaman perkebunan masih rendah yaitu sekitar 72,5 % dari potensi, meskipun ada beberapa yang sudah mendekati potensi (> 85 %). Rendahnya produktivitas tersebut antara lain disebabkan oleh adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan non OPT berupa Gangguan Usaha Perkebunan dan dampak perubahan iklim yang belum bisa tertangani secara optimal.

Serangan OPT mengakibatkan terjadinya kehilangan hasil dan penurunan kualitas produk perkebunan, sedangkan dampak tidak langsung dari gangguan usaha perkebunan antara lain seperti penjarahan, gangguan keamanan, menyebabkan aktivitas pengelolaan kebun tidak dapat berjalan dengan baik yang pada akhirnya usaha perkebunan menjadi terganggu. Sementara itu pengaruh perubahan iklim (banjir, kekeringan dan kebakaran) dapat menyebabkan proses metabolisme tanaman terganggu, aborsi bunga, pelayuan tanaman bahkan mati, pencemaran asap lintas batas serta peningkatan serangan OPT.

Kerugian yang diakibatkan oleh OPT dan gangguan usaha serta dampak perubahan iklim cukup besar. Kerugian akibat serangan OPT pada 11 komoditas utama perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh dan kapas pada tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp. 2,35 milyar. Luas areal perkebunan dan lahan masyarakat yang mengalami kebakaran pada tahun 2009 seluas 7.000 ha, dengan perkiraan kerugian mencapai Rp.70 milyar,- (asumsi investasi per ha Rp.10 juta). Sedangkan dampak perubahan iklim pada tahun 2009 berupa banjir dan kekeringan pada areal perkebunan diperkirakan relatif besar. Beberapa produk ekpor perkebunan Indonesia relatif dihargai lebih rendah bahkan ada yang ditolak karena kualitasnya masih rendah atau tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan akibat terbawanya serangga, jamur dan kotoran serta residu pestisida dan belum baiknya penerapan GAP (Good

(7)

2

Agricultural Practices) pada tingkat usaha tani serta penerapan quality control yang belum optimum. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya klaim dan penolakan dari negara pengimpor akibat tidak terpenuhinya persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS). Sebagai contoh dikenakannya penahanan otomatis (automatic detention) oleh United States Food and Drug Administration (USFDA) terhadap ekspor biji kakao asal Indonesia. Diratifikasinya berbagai aturan perdagangan dalam WTO memberikan konsekuensi terhadap Indonesia untuk mengaplikasikannya dalam pelaksanaan agribisnis perkebunan. Pelaksanaan surveillance OPT perkebunan pada komoditas yang diekspor merupakan salah satu contoh dari persyaratan aturan International Standard for Phytosanitary Measures

(ISPM)

Meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan dan kebugaran kaitannya dengan konsumsi makanan, telah meningkatkan tuntutan terhadap produk perkebunan akan kandungan nutrisi yang sehat, aman dan menunjang kebugaran. Disamping itu meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup dan pentingnya faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) telah mendorong masuknya aspek tersebut dalam pertimbangan penerapan agribisnis perkebunan.

Undang Undang No.18 tahun 2004 tentang “Perkebunan”, mengamanatkan bahwa pembangunan perkebunan harus mampu meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat secara berkeadilan dan berkelanjutan, sehingga peran penting perkebunan sebagai penghasil devisa negara, penyerap tenaga kerja, pendorong pengembangan industri hilir perkebunan di dalam negeri, pendukung pengembangan wilayah serta pendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, akan semakin meningkat.

Saat ini telah dan sedang terjadi pergeseran paradigma, yaitu pergeseran peran dari serba negara ke swasta/masyarakat, kewenangan dari sentralisasi ke desentralisasi, politik dan budaya dari lokal tradisional ke global. Peran pemerintah bergeser lebih kepada pelayanan, fasilitasi, dan regulasi, dengan maksud agar jalannya kepemerintahan menjadi tertib dan teratur serta semua stakeholder yang terkait dapat bergerak dan berfungsi secara optimal dalam pembangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka mencapai pengelolaan kegiatan yang lebih akuntabel, transparan, dan partisipatif, serta pemberian pelayanan publik yang prima kepada

(8)

3

masyarakat, sebagai wujud pertanggungjawaban dalam mencapai misi dan tujuan instansi pemerintah serta dalam rangka perwujudan Good Governance, maka Pemerintah saat ini telah dan sedang melakukan Reformasi Birokrasi.

Perubahan lingkungan domestik lainnya seperti diterbitkannya UU No.22/1999 yang telah direvisi dengan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP 25/2000 tentang Kewenangan pemerintah dan Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom dan PP No.38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, membawa perubahan penting dalam pelaksanaan pembangunan agribisnis perkebunan. Peran masyarakat menjadi lebih dominan serta peran pemerintah daerah menjadi lebih besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat termasuk dalam pembangunan perlindungan tanaman. Koordinasi dan sinkronisasi antara pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menjadi hal yang sangat penting untuk dapat terlaksananya pembangunan perlindungan tanaman perkebunan yang efektif dan efisien.

Dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategik internasional dan domestik tersebut diatas dan dalam rangka mendukung tercapainya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil tanaman perkebunan yang berkelanjutan serta mencapai berbagai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dan mengacu kepada Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan Tahun 2010-2014, Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2010-2014 serta Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Direktorat Perlindungan Perkebunan dan Pedoman Penyusunan Renstra Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) 2010-2014 dari Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, maka disusunlah “Rencana Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2010-2014”.

1.2 Kondisi Umum

1.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.61/Permentan/ OT.140/10/2010 tgl 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, merupakan salah satu unit kerja eselon 1 dengan susunan organisasi sebagai berikut :

a. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan b. Direktorat Tanaman Semusim

(9)

4 c. Direktorat Tanaman Tahunan

d. Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar e. Direktorat Perlindungan Perkebunan

f. Direktorat Pasca Panen dan Pembinaan Usaha

Tugas Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan perkebunan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Direktorat Perlindungan menyelenggarakan fungsi :

1). penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian organisme penganggu tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; 2). pelaksanaan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian

organisme penganggu tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; 3). penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang identifikasi

dan pengendalian organisme penganggu tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

4). pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pengendalian organisme penganggu tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran; dan

5). pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Perkebunan.

1.2.2 Organisasi

Organisasi Direktorat Perlindungan Perkebunan terdiri dari:

1). Sub Direktorat Identifikasi dan Pengendalian Organisme

Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Semusim.

Tugas pokoknya adalah melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pengendalian OPT tanaman semusim, dengan fungsi :

(10)

5

a. Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman semusim;

b. Penyiapan pelaksanaan di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman semusim;

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman semusim; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman semusim; Subdit Identifikasi dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (IPOPT) Tanaman Semusim membawahi dua seksi yaitu : Seksi Identifikasi dan Seksi Pengendalian.

2). Sub Direktorat Identifikasi dan Pengendalian OPT Tanaman Rempah dan Penyegar.

Tugas pokoknya adalah melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pengendalian OPT tanaman rempah dan penyegar, dengan fungsi :

a. Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman rempah dan penyegar;

b. Penyiapan pelaksanaan di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman rempah dan penyegar;

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman rempah dan penyegar;

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman rempah dan penyegar.

Subdit IPOPT Tanaman Rempah dan Penyegar membawahi dua seksi yaitu : Seksi Identifikasi dan Seksi Pengendalian.

3). Sub Direktorat Identifikasi dan Pengendalian OPT Tanaman Tahunan.

Tugas pokoknya adalah melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pengendalian OPT tanaman tahunan, dengan fungsi :

(11)

6

a. Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman tahunan;

b. Penyiapan pelaksanaan di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman tahunan;

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman tahunan; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

identifikasi dan pengendalian pengganggu tumbuhan tanaman tahunan. Subdit IPOPT Tanaman Tahunan membawahi dua seksi yaitu : Seksi Identifikasi dan Seksi Pengendalian.

4). Sub Direktorat Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran

Tugas pokoknya adalah melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran, dengan fungsi :

a. Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

b. Penyiapan pelaksanaan di bidang dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran.

Sub Direktorat Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran membawahi dua seksi yaitu : Seksi Dampak Perubahan Iklim dan Seksi Pengendalian Kebakaran.

5). Kelompok Jabatan Fungsional;

Tugas pokoknya adalah melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6). Subbagian Tata Usaha;

Tugas pokoknya adalah melakukan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga, perlengkapan, dan surat-menyurat, serta kearsipan Direktorat Perlindungan Perkebunan.

(12)

7

Bagan Struktur Organisasi Direktorat Perlindungan Perkebunan pada Lampiran 1.

1.2.3 Sumber Daya Manusia

Sampai dengan tahun 2009 pegawai Direktorat Perlindungan Perkebunan berjumlah 70 orang PNS (Struktural 59 orang dan Fungsional 11 orang), dengan rincian sebagai berikut :

- S2 sebanyak 12 orang (Teknis perlindungan 3 orang dan non teknis perlindungan 9 orang);

- S1 sebanyak 16 orang (Teknis perlindungan 12 orang dan non teknis perlindungan 4 orang);

- SLTA sebanyak 40 orang (Teknis/SPMA 4 orang dan non teknis 36 orang);

- SLTP sebanyak 2 orang.

Selain di Pusat pegawai teknis yang menangani perlindungan juga terdapat di empat UPT Pusat yaitu di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan sebanyak 459 orang, BBP2TP Surabaya sebanyak 221 orang, BBP2TP Ambon sebanyak 233 orang, dan di Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak sebanyak 113 orang. SDM Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selain diperkuat oleh SDM yang berada di UPT Pusat tetapi juga yang berada di Dinas dan UPTD daerah, sebagai berikut :

1) Jumlah Petugas Pengamat dan Pejabat Fungsional POPT

Jumlah Petugas Pengamat di seluruh Indonesia sampai saat ini berjumlah 841 orang dan Pejabat Fungsional POPT sebanyak 444 orang.

2) Jumlah Pemandu Lapang

Jumlah Pemandu Lapang Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) perkebunan sampai dengan tahun 2009 sebanyak 1.167 orang.

3) Jumlah Petani SLPHT

Jumlah petani yang telah dilatih SLPHT perkebunan pada periode tahun 2005-2009 sebanyak 131.910 orang.

(13)

8

1.2.4 Program, Anggaran dan Realisasi

Pada periode Kabinet Indonesia Bersatu (2006-2010) program pembangunan perkebunan meliputi Program Pengembangan Agribisnis, Peningkatan Ketahanan Pangan, Peningkatan Kesejahteraan Petani dan Penerapan Kepemerintahan Yang Baik, yang dijabarkan kedalam beberapa kegiatan utama. Pada tahun anggaran 2009 salah satu fokus kegiatan pembangunan perkebunan adalah Revitalisasi Perlindungan.

Alokasi anggaran untuk Direktorat Perlindungan Perkebunan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, meskipun masih dibawah target, sebagaimana disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Perkembangan Anggaran dan Realisasi Keuangan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2005-2009

Tahun Target Renstra

(Rp,-) DIPA (Rp,-)

Realisasi Terhadap Target (%)

Peningkatan/Penurunan dibanding Tahun Lalu

(%) 2005 9.246.000.000 8.593.152.000 92,95 -- 2006 5.157.000.000 4.863.882.000 94,32 56.60 2007 3.195.000.000 2.978.058.000 93 61,23 2008 2,436.000.000 2.355.146.000 97 79,08 2009 3.198.500.000 2,943.535.000 92 124,98 1.2.5 Aspek Teknis

1) Keadaan Serangan OPT

Luas dan intensitas serangan OPT pada komoditi unggulan nasional perkebunan yaitu kelapa, karet, kakao, kopi, lada, cengkeh, jambu mete, kelapa sawit, teh, tebu, dan kapas dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2005 seluas 638.298 ha, meningkat menjadi 948.808 ha pada tahun 2006, dan pada tahun 2009 menjadi 1.795.296 ha atau meningkat 281 % . Data secara rinci dapat dilhat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Keadaan Serangan OPT Pada Komoditi Unggulan Nasional Perkebunan Tahun 2005-2009

No Komoditas Jenis OPT Luas Serangan (ha)

2005 2006 2007 2008 2009

1 KELAPA Oryctes sp. 67,201 76,368 100,695 81,622 79,518

(14)

9

No Komoditas Jenis OPT Luas Serangan (ha)

2005 2006 2007 2008 2009 Artona sp. 1,235 1,567 940 1,081 838 Brontispa sp. 6,332 19,406 12,772 17,612 246,147 Busuk Pucuk 969 1,672 2,626 7,376 9,180 2 KARET JAP 75,202 85,154 107,800 87,482 68,030 Colletotrichum sp 21,776 38,329 24,208 11,504 14,940 Bidang Sadap 53,813 44,708 51,719 79,829 58,084 Jamur Upas 7,582 11,783 5,296 4,612 10,022 Rayap 1,769 11,898 25,984 30,677 11,202 3 KAKAO PBK 195,332 314,792 411,973 281,163 308,298 Busuk Buah Kakao. 24,038 45,148 46,295 121,086 105,724 Helopeltis sp 17,681 26,927 40,859 29,544 50,716 VSD 27,136 96,874 234,371 283,640 121,390 4 KOPI PBKo 46,974 38,887 174,366 99,395 568,969 Hemileia vastatrix 12,498 4,666 6,408 5,254 9,839 Xylosandrus sp 6,542 13,110 12,197 10,620 11,627 5 LADA BPB 2,993 4,828 7,534 4,947 5,154 Dasynus sp 1,080 1,659 4,006 5,508 4,550 Lophobaris sp 1,961 4,148 8,177 3,915 4,810 6 CENGKEH Nothopeus sp 6,267 8,177 8,917 11,147 11,619 CDC 7,347 16,204 16,343 17,448 10,342 BPKC 3,691 3,680 3,679 5,354 13,939 7 J. METE Helopeltis sp. 10,815 18,665 30,032 11,147 9,222 Jamur Akar 1,767 1,368 2,223 17,448 3,195 Cricula sp. 1,268 261 967 5,354 1,001 8 K. SAWIT Ulat api 2,905 3,600 3,710 8,689 2,721 Babi hutan 792 130 436 536 3,434 Tikus 530 201 5,455 6,700 3,572 Ganoderma 12 166 2,715 2,703 5,371 9 TEH Cacar daun teh 2,982 1,622 2,336 215 6,536

Helopeltis sp 3,214 2,551 1,794 189 7,159 Ganoderma sp 68 9 16 10 - 10 TEBU Chilo sp 670 5,095 5,095 480 353 Scripophaga sp 596 5,175 5,176 488 35 Luka api 116 289 297 12 - 11 KAPAS Helicoverpa armigera 0 71 71 0 0

(15)

10

No Komoditas Jenis OPT Luas Serangan (ha)

2005 2006 2007 2008 2009 Sundapteryx sp 0 115 115 2 0 Earias sp 0 0 0 0 0 JUMLAH 638,298 948,808 1,398,17 0 1,280,22 4 1,795,29 6

2) Luas Pengendalian OPT

Luas pengendalian OPT yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dari tahun ke tahun semakin meningkat, pada tahun 2005 luas pengendalian 32.417 ha dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 124.357 ha atau meningkat 384 %. Dibanding dengan luas serangan pada tahun yang sama, luas yang dikendalikan hanya 6,9 %. Data luas pengendalian secara rinci per komoditi dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Luas Pengendalian OPT pada 11 Komoditi Perkebunan Tahun 2005-2009

No Komoditi Luas (Ha) Jenis OPT

Luas Pengendalian OPT (Ha)

2005 2006 2007 2008 2009 1 KELAPA 4,367,568 Oryctes sp. 13,287 10,731 11,122 21,151 14,461 Sexava sp. 215 1,366 2,525 1,791 2,720 Artona sp. 24 215 322 312 71 Brontispa sp. 540 151 1,601 2,418 2,898 Busuk Pucuk 11 11 91 2,085 2,085 2 KARET 3,578,388 JAP 2,731 7,445 7,016 8,116 4,244 Colletotrichu m sp - 3 - 189 567 Bidang Sadap 1,340 3,864 3,847 4,856 5,621 Jamur Upas 31 189 15 11 47 Rayap 93 747 434 975 1,251 3 KAKAO 1,126,674 PBK 2,022 13,061 18,315 11,183 22,093 Phytophthor a sp. 265 791 2,724 2,036 3,496 Helopeltis sp 1,384 2,592 3,844 5,147 3,781 VSD 30 30 6,153 1,315 5,337

(16)

11

No Komoditi Luas (Ha) Jenis OPT

Luas Pengendalian OPT (Ha)

2005 2006 2007 2008 2009 4 KOPI 1,371,621 PBKo 2,404 3,351 2,666 10,773 28,905 Hemileia vastatrix 161 135 533 153 1,463 Xylosandrus sp 677 1,221 2,209 2,730 2,971 5 LADA 796,931 BPB 722 718 1,305 1,583 2,083 Dasynus sp 23 152 678 904 513 Lophobaris sp 260 989 1,416 1,166 1,341 6 CENGKE H 335,258 Nothopeus sp 59 564 835 595 648 CDC 270 5,108 4,891 4,856 5,000 BPKC 39 92 92 167 93 7 JAMBU METE 1,422,863 Helopeltis sp. 1,994 30 2,183 1,368 1,196 Jamur Akar 61 952 1,240 1,698 1,608 Cricula sp. 1 2 2 786 319 8 KELAPA

SAWIT 1,618,751 Ulat api 105 765 864 1,854 77 Babi hutan 183 24 350 137 397 Tikus - 25 116

782 141 Ganoderma 2 - - 7 177 9 TEH 55,453 Cacar daun

teh 1,168 273 1,676 59 4,709 Helopeltis sp 1,980 254 1,681 69 3,752 Ganoderma sp 14 11 - 3 - 10 TEBU 117,397 Chilo sp 223 29 29 48 263 Scripophaga sp 82 34 34 66 28 Luka api 16 - 1 12 - 11 KAPAS 1,737 Helicoverpa armigera - - - - - Sundapteryx sp - - - - - Earias sp - 0 - - - JUMLA H 14,792,64 1 32,417 55,926 90,811 91,427 124,357

(17)

12

3) Luas Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan

Jumlah kasus GUP yang tertangani tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada

Tabel 4 berikut ini. Pada struktur organisasi yang baru yaitu sejak tahun 2011 penanganan gangguan usaha menjadi tupoksi Direktorat Pasca Panen dan Pembinaan Usaha Perkebunan.

Tabel 4. Kasus Gangguan Usaha Perkebunan 2005-2009

N o

Kasu s

Jumlah Kasus Jumlah Kasus Yang Dapat Ditangani

200 5 200 6 2007 200 8 200 9 200 5 200 6 200 7 2008 200 9 Rata 2 1 Laha n 535 518 417 524 426 116 94 100 48 184 108 2 Non Laha n 111 80 58 72 82 38 18 23 16 12 21 ∑ 646 598 475 596 508 154 112 123 64 196 129

4) Pemantauan hotspot dan kebakaran lahan

Jumlah hotspot dan Kebakaran Lahan dan Kebun mengalami fluktuatif sejalan dengan banyaknya aktivitas penyiapan lahan dan datangnya musim kering/kemarau. Kebakaran tidak hanya terjadi di lahan untuk perkebunan, tetapi justru pada perkembangan terakhir lebih banyak pada lahan untuk perladangan usaha tanaman pangan dan palawija. Pada tahun 2005 sebanyak 4.251 Hotspot, dengan kebakaran seluas 21.658 Ha, pada tahun 2006 meningkat menjadi 33.805 Hotspot dengan luas kebakaran 14.835 Ha, dan pada Tahun 2009 menurun menjadi 29.093 Hotspot dengan luas kebakaran 14.232 Ha. Data Hotspot serta Luas Kebakaran Lahan dan Kebun dari tahun 2005 - 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pemantauan Hotspot dan Kebakaran Lahan Tahun 2005-2009 No Tahu n Hotspot (Titik Panas) Peningkatan/ Penurunan dibanding Tahun Sebelumnya (%) Kebakara n (Ha) Peningkatan/ Penurunan dibanding Tahun Sebelumnya (%) 1 2005 4.251 - 21.658 - 2 2006 33.805 795 14.385 66 3 2007 6.783 20 750 5 4 2008 9.237 136 6.211 828 5 2009 29.093 314 14.232 229

(18)

13

5) Pemantauan Dampak Perubahan Iklim (Banjir, Longsor, dan Kekeringan)

Berdasarkan data yang dapat direkam, luas kejadian banjir, longsor, dan kekeringan tahun 2005 – 2009 disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pemantauan Dampak Perubahan Iklim tahun 2005-2009

No Bencana Alam 2005 2006 2007 2008 2009 1 Kekeringan (Ha) - 5.046,72 3.681 - - 2 Banjir (Ha) - 4.120,113 4.492 777,6 2.693,4 3 Longsor (Ha) - 14 - 118 - JUMLAH - 9.180,93 8.173 895,6 2.693,4

1.3 Potensi dan Permasalahan 1.3.1 Potensi

1) Landasan Hukum

 UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;  UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;

 Peraturan Pemerintah No.6/1995 ttg Perlindungan Tanaman;  Peraturan Pemerintah No.4/2001 ttg Pengendalian Kerusakan

dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup Berkaitan Dengan kebakaran Hutan dan/atau Lahan;

 PP 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;

 PP No.38 tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

 Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian RI Nomor 881/Menkes/SKB/VIII/1996 dan Nomor 711/Kpts/ TP.270/8/96 tentang “Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian”;

 Keputusan Mentan No. 887/Kpts/OT.210/9/1997 ttg Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan;

 Peraturan Menteri Pertanian No.26/Permentan/OT.140/2/2007 ttg Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan;

(19)

14

 Peraturan Menteri Pertanian No.01/Permentan/OT.140/1/2007 ttg Daftar Bahan Aktif Pestisida Yang Dilarang dan Pestisida Terbatas;

 Peraturan Menteri Pertanian No.07/Permentan/SR.140/2/2007 ttg Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida;

 Keputusan Mentan No.511/Kpts/PD.310/9/2006 junto Kepmentan No.3399/Kpts/PD.310/10/2009 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura;

 Peraturan Menteri Pertanian No.61/Permentan/ OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian.

2) Kelembagaan

 Tersedianya Puslit/Balit Perkebunan, tiga balai besar UPT pusat yaitu Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan, BBP2TP Surabaya, BBP2TP Ambon, dan satu Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak;

 Tersedianya delapan belas UPTD yang menangani Perlindungan di tingkat provinsi;

 Di tingkat Kabupaten/Kota terdapat 528 (lima ratus dua puluh delapan) UPPT;

 Di tingkat lapangan terdapat 5.277 kelompok tani SL-PHT;  Terdapatnya Pusat/Balai Penelitian/Perguruan Tinggi terkait

dengan perlindungan perkebunan.

3) Sumber Daya Manusia

 Tersedianya petugas pengamat hama-penyakit sebanyak 841 orang yang tersebar di seluruh provinsi sentra perkebunan dan balai besar/balai perlindungan perkebunan.

 Tersedia petugas funsional OPT (POPT) sebanyak 444 orang dengan berbagai jenjang, yaitu : POPT Ahli sebanyak 182 orang dan POPT Terampil sebanyak 262 orang. Rincian per provinsi disajikan pada Lampiran 1;

 Tersedia petugas pemandu lapang SL-PHT sebanyak 1.167 orang;

 Tersedia petani alumni SL-PHT sebanyak 131.910 orang;

 Tersedia 64 Penyidik PNS perkebunan yang tersebar di UPT Pusat dan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

(20)

15

4) Pembiayaan

 Tersedianya alokasi biaya untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Direktorat Perlindungan Perkebunan.

5) Prasarana dan Sarana Kerja

 Tersedianya perangkat prasarana dan sarana kerja, laboratorium, rumah kaca, perpustakaan dan ruang informasi, asrama, brigade proteksi tanaman, dan UPPT pada balai besar/balai perlindungan perkebunan.

6) Teknologi

Tersedianya teknologi :

4) Perangkat Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG);

5) Perangkat Sistem Akuntansi Instansi (SAI);

6) Perangkat Sistem Monitoring dan Evaluasi (SIMONEV);

7) Hardware dan software untuk pengumpulan dan pengolahan data; 8) Paket Pengendalian OPT yang berwawasan lingkungan yang

telah diuji terap oleh balai.

 Pengamatan dan Peramalan OPT tanaman perkebunan

 Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

 Penanganan dampak perubahan iklim (adaptasi dan mitigasi)

 Pencegahan kebakaran

7) Data dan Informasi serta Pedoman dan Standar

 Tersedianya Data dan Informasi Komoditas Perkebunan;

 Tersedianya Data dan Informasi Kepegawaian;

 Tersedianya data base serangan OPT;

 Adanya Pedoman Umum Pelaksanaan Anggaran Tahunan;

 Adanya Pedoman Umum yang terkait dengan Proteksi;

 Adanya Pedoman Umum Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.

8) Sumber Daya Hayati

 Tersedianya organisme yang berpotensi sebagai musuh alami dan tanaman berfungsi sebagai pestisida nabati serta klon/varietas tanaman yang memiliki ketahanan terhadap OPT.

(21)

16

9) Sumber Daya Lahan dan Agroekosistem

 Tersedianya lahan yang sesuai/cocok untuk budidaya tanaman perkebunan dan tersedianya tanaman perkebunan yang memiliki potensi dalam memfiksasi CO2 dan berfungsi sebagai tanaman konservasi tanah dan air.

1.3.2 Permasalahan

1) Pelayanan prima belum terlaksana dengan baik, antara lain karena :

 Peran unit kerja Direktorat dan UPT Pusat sebagai fasilitator, motivator, dan pengawas belum terlaksana secara maksimal karena terbatasnya jumlah SDM yang berkualitas a.l. seperti Petugas Pengamat OPT, Penyidik PNS dan Petugas Laboratorium.

2) Kelembagaan

 Belum semua provinsi memiliki UPTD yang menangani perlindungan perkebunan, sehingga pelayanan kepada masyarakat/pekebun belum dapat optimal.

 Hubungan kerja antara UPT Pusat, Dinas dan UPTD belum berjalan optimal

 Sub stasiun perlindungan dan Laboratorium Lapangan yang ada belum dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.

 Brigade Proteksi Tanaman (BPT) yang pernah dibentuk umumnya sudah tidak berfungsi setelah Otda

 Regu proteksi tingkat petani yang menjadi bagian dari sistem agribisnis umumnya tidak ada

3) Koordinasi belum optimal

 Koordinasi dengan berbagai pihak terkait belum optimal terutama dalam mendukung pengamatan dan pengendalian OPT, pengawasan pestisida dan pemantauan hotspot dan penanggulangan kebakaran lahan serta antisipasi dampak perubahan iklim guna meningkatkan daya saing perkebunan yang tinggi dan berkelanjutan.

4) Pembiayaan belum memadai

 Belum semua kegiatan perlindungan tanaman perkebunan terfasilitasi dengan dana yang memadai, khususnya untuk

(22)

17

kegiatan pengendalian OPT. Luas yang dapat dikendalikan meskipun meningkat dari tahun ke tahun, tetapi luas serangan juga meningkat dan pada tahun 2009 luas yang dikendalikan hanya 6,9 % dari total luas serangan.

5) Sarana dan Prasarana belum memadai

 Sarana dan prasarana untuk mendukung pengamatan dan pengendalian OPT, pengawasan pestisida dan pemantauan hotspot dan penanggulangan kebakaran lahan serta antisipasi dampak perubahan iklim saat ini belum memadai;

 Sebagian sarana dan prasarana kerja pada UPT Pusat tidak layak pakai a.l. seperti fasilitas klimatologi, kendaraan roda 2 untuk operasional petugas POPT yang sudah tua, dan beberapa peralatan laboratorium yang sudah tidak berfungsi/rusak, serta peralatan untuk LAP (Laboratorium Analisa Pestisida) yang belum utuh.

 Masih rendahnya peran perangkat perlindungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat

 Keberadaan perangkat perlindungan belum diketahui secara luas oleh masyarakat

6) Sistem Informasi dan Dokumentasi belum baik

 Pengumpulan data sering terlambat, pengamatan dan pelaporan belum berjalan seperti yang diharapkan sehingga keberadaan OPT sering terlambat diketahui karena terbatasnya dana dan fasilitas transportasi petugas yang sebagian besar sudah rusak (pengadaan tahun 1988/1989) dengan jumlah yang jauh dari cukup;

 Penyajian data spasial masih sangat terbatas karena belum adanya perangkat berikut programnya dan SDM yang terlatih;

 Publikasi data dan informasi masih terbatas.

 Pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian data base perlindungan belum memadai.

 Belum optimalnya pemanfaatan Web-Site Ditjen Perkebunan/ perlindungan oleh Dirat Perlinbun/Dinas/UPT/UPTD sebagai wadah tukar menukar informasi/konsultasi penanganan OPT.

(23)

18

7) Pedoman dan Distribusinya

 Petunjuk teknis yang seringkali tidak sampai ke tingkat lapangan (petugas dan petani);

 Pedoman Umum yang seharusnya dijabarkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang spesifik lokasi oleh daerah serta SOP kegiatan belum seluruhnya tersedia.

 Teknologi perlindungan perkebunan spesifik lokasi yang sudah tersedia belum sepenuhnya tersosialisasi dan terdiseminasi.

8) Implementasi Teknologi

 Tekonologi PHT belum sepenuhnya diterapkan dalam pengendalian OPT.

 Teknik pembukaan lahan dan penanaman tanaman baru masih banyak yang belum menerapkan PLTB dan mempertimbangkan risiko timbulnya serangan OPT.

 Implementasi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, karena masih kurangnya pemahaman, keterampilan dan sosial-budaya petugas dan petani dalam penerapan PHT.

 Terbatasnya teknologi praktis dalam pengembangan APH (Eksplorasi , pemurnian, pengembangan, dan pemanfaatan APH, musuh alami) terkait dengan stabilitas dan virulensi APH

 Teknologi adaptasi kekeringan sudah tersedia namun belum banyak diadopsi oleh pekebun

 Legalitas dan hak paten APH/Teknologi Pengembangan Musuh Alami belum dilakukan secara keseluruhan

9) Kondisi Pekebun dan Petugas

 Petani/pekebun belum menganggap kebunnya sebagai suatu sumber pendapatan utama, sehingga mereka masih mengandalkan usaha diluar kebunnya untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti nelayan, buruh, ojek motor, dan lain-lain sehingga kebun umumnya kurang terpelihara dan menjadi terlantar.

 Kelompok tani SL-PHT dan Regu Pengendali OPT belum sepenuhnya berfungsi secara optimal.

 Ketergantungan petani pada pemerintah terutama pada lokasi eks proyek masih tinggi.

 Penempatan Petugas Pengamat (POPT) di Wilayah Endemik OPT masih sangat terbatas belum sesuai dengan luasanya

(24)

19

 Sebagian Pemandu lapang (PL) memasuki usia pensiun, sehingga jumlahnya masih terbatas

 Kualitas dan kuantitas petugas UPT dan UPTD masih terbatas

10) Kondisi geografis

 Kondisi geografis sentra perkebunan yang berupa kepulauan dengan aksesibilitas yang terbatas, tersebarnya lokasi kebun dengan luas areal yang kecil-kecil dan sulit dijangkau (remote area), menyebabkan biaya tinggi dan menyulitkan dalam pembinaan.

11) Sumberdaya Hayati

 Sumber daya hayati masih banyak yang belum dieksplor dan dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati, pestisida nabati dan varietas/klon yang tahan/ toleran terhadap OPT.

(25)

20

BAB II

VISI,

MISI,

TUJUAN

DAN

SASARAN STRATEGIS

2.1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

Visi Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2010-2014 yaitu : “Profesional

dalam memfasilitasi peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan”, dengan misi sebagai berikut :

1) Memfaslitasi Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan;

2) Memfasilitasi penyediaan benih unggul serta sarana produksi;

3) Memfasilitasi penanganan perlindungan tanaman dan gangguan usaha perkebunan;

4) Memfasilitasi pengembangan usaha perkebunan serta menumbuhkan kemitraan yang sinergis antara pelaku usaha perkebunan secara berkelanjutan;

5) Mendorong penumbuhan dan pemberdayaan kelembagaan petani serta memfasilitasi peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka meningkatkan harmonisasi antara aspek ekonomi , sosial, dan ekologi; 6) Memberikan pelayanan bidang perencanaan, peratutan perundang-

undangan, manajemen pembanguan perkebunan dan pelayanan teknis lainnya yang terkoordinasi secara efisien dan efektif

Untuk dapat mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional dan tujuan pembangunan pertanian, tujuan Direktorat Jenderal Perkebunan ditetapkan sebagai berikut:

1) Meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing perkebunan;

2) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan; 3) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara dari subsektor perkebunan; 4) Mendukung penyediaan pangan di wilayah perkebunan;

5) Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan penyediaan bahan baku indutri dalam negeri;

6) Mendukung pengembangan bio-energi melalui peningkatkan peran subsektor perkebunan sebagai penyedia bahan bakar nabati;

(26)

21

7) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya secara arif dan berkelanjutan serta mendorong pengembangan wilayah;

8) Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia perkebunan;

9) Meningkatkan peran subsektor perkebunan sebagai penyedia lapangan kerja; 10)Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.

Pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 akan lebih difokuskan pada 15 komoditas unggulan nasional, yaitu karet, kelapa sawit, kakao, kelapa, jarak

pagar, teh, kopi, jambu mete, lada, cengkeh, kapas, tembakau, tebu, nilam, dan kemiri sunan. Indikator mikro yang digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan perkebunan selama lima tahun ke depan adalah luas areal, produksi, produktivitas, dan sasaran mutu pertanaman pada ke-15 komoditas tersebut.

Tabel 7. Sasaran Luas Areal Komoditas Unggulan Nasional 2010-2014

Luas areal komoditas unggulan nasional diproyeksikan tumbuh rata-rata sebesar 2,04% per tahun dari 20,394 juta hektar pada tahun 2010 menjadi 22,144 juta hektar pada tahun 2014, kecuali tembakau yang luasnya diproyeksikan konstan yaitu sekitar 205 ribu hektar untuk lima tahun ke depan (Tabel 7).

Sasaran luas areal tebu rata-rata meningkat sebesar 13,47% per tahun dimaksudkan untuk mendukung pencapaian swasembada gula nasional pada tahun 2014 melalui perluasan areal di luar pulau Jawa. Pengembangan kapas

2010 2011 2012 2013 2014 Laju Pertumbuhan (%/tahun) 1 Kelapa sawit 8.127,00 8.342,00 8.557,00 8.772,00 8.987,00 2,55 2 Kakao 1.655,00 1.746,00 1.837,00 1.929,00 2.020,00 5,11 3 Karet 3.445,00 3.456,00 3.466,00 3.476,00 3.487,00 0,30 4 Kelapa 3.807,37 3.813,78 3.820,20 3.826,61 3.833,00 0,17 5 Kopi 1.291,00 1.308,00 1.328,00 1.331,00 1.354,00 1,20 6 Tebu 464,64 572,12 631,85 691,95 766,61 13,47 7 Jambu mete 573,35 574,12 574,90 575,67 577,00 0,16 8 Cengkeh 464,79 469,44 474,13 478,87 483,66 1,00 9 Teh 129,00 130,00 130,13 130,26 130,39 0,27 10 Tembakau 205,00 205,00 205,00 205,00 205,00 0,00 11 Kapas 15,00 17,50 20,00 23,50 25,00 13,71 12 Lada 192,00 193,00 194,00 195,00 196,45 0,57 13 Jarak pagar 10,19 12,47 15,07 17,98 21,22 20,14 14 Nilam 14,00 15,00 16,00 17,00 18,00 6,49 15 Kemiri sunan 1,00 2,00 4,00 7,00 10,00 79,46 20.394,34 20.856,43 21.273,28 21.676,84 22.114,33 2,04 Pertumbuhan sub sektor perkebunan

No. Komoditi

(27)

22

rakyat ditargetkan meningkat rata-rata 13,71% per tahun dalam rangka kontribusi sebesar 4% dari total kebutuhan kapas di dalam negeri.

Tabel 8. Sasaran Produksi Komoditas Unggulan Nasional 2010-2014

2010 2011 2012 2013 2014

Laju Pertumbuhan

(%/tahun)

1 Kelapa sawit (CPO) 23.200,00 24.429,00 25.710,00 27.046,00 28.439,00 5,22 2 Kakao (biji kering) 988,00 1.074,00 1.342,00 1.539,00 1.648,00 13,86 3 Karet (karet kering) 2.681,00 2.711,00 2.741,00 2.771,00 2.801,00 1,10 4 Kelapa (setara kopra) 3.266,00 3.290,00 3.317,00 3.348,00 3.380,00 0,86 5 Kopi (biji kering) 698,00 709,00 718,00 728,00 738,00 1,40 6 Tebu ( gula ) 2.996,00 3.867,23 4.396,20 4.934,73 5.700,00 17,63 7 Jambu mete (gelondong kering) 144,97 148,00 152,00 156,00 159,12 2,36 8 Cengkeh (bunga kering) 77,52 79,51 83,49 84,49 85,51 2,49 9 Teh (daun kering) 168,00 171,00 174,00 177,00 182,00 2,02 10 Tembakau ( daun kering) 181,00 182,00 183,00 183,00 184,00 0,41 11 Kapas (serat berbiji) 26,25 33,00 40,00 57,00 63,00 24,99 12 Lada (lada kering) 82,93 85,02 87,15 89,34 91,58 2,51 13 Jarak pagar (biji kering) 15,00 20,00 24,00 29,00 35,00 23,71 14 Nilam (daun kering) 91,00 97,00 106,00 116,00 124,00 8,05 15 Kemiri sunan (biji kering) 4,80 4,80 4,80 4,80 4,80 0,00

34.620,47 36.900,56 39.078,64 41.263,36 43.635,01 5,96 Pertumbuhan sub sektor perkebunan

No. Komoditi

SASARAN PRODUKSI (000 ton)

Sebagaimana terlihat pada Tabel 8, produksi 15 komoditas unggulan nasional (karet, kelapa sawit, kakao, kelapa, jarak pagar, teh, kopi, jambu mete, lada, cengkeh, kapas, tembakau, tebu, nilam, dan kemiri sunan) diproyeksikan tumbuh rata-rata sebesar 5,96% per tahun dari 34.62 juta ton pada tahun 2010 menjadi 43,63 juta ton pada tahun 2014, sedangkan tingkat produksi kemiri sunan selama lima tahun ke depan diperkirakan belum mengalami pertumbuhan, dan berada pada kisaran 4.800 ton per tahunnya akibat masih belum berkembangnya budidaya tanaman kemiri sunan di masyarakat selama beberapa tahun belakangan ini dan baru akan dikembangkan mulai tahun 2010.

(28)

23

Tabel 9. Sasaran Produktivitas Komoditas Unggulan Nasional 2010-2014

2010 2011 2012 2013 2014

2 Kelapa sawit (CPO) 3.888 3.997 4.109 4.225 4.344 2,81 3 Kakao (biji kering) 1.000 1.100 1.200 1.400 1.500 10,73 1 Karet (karet kering) 999 1.000 1.009 1.014 1.019 0,50 4 Kelapa (setara kopra) 1.105 1.119 1.135 1.151 1.200 2,09 7 Kopi (biji kering) 780 840 900 900 900 3,71 13 Tebu ( gula ) 6.448 6.760 6.960 7.130 7.440 3,65 8 Jambu mete (gelondong kering) 537 569 579 616 640 4,50 10 Cengkeh (bunga kering) 266 274 281 289 300 3,05 6 Teh (daun kering) 1.520 1.600 1.680 1.760 1.780 4,04 12 Tembakau ( daun kering) 885 888 890 892 893 0,23 11 Kapas (serat berbiji) 1.750 1.900 2.000 2.200 2.500 9,37 9 Lada (lada kering) 694 713 722 734 760 2,30 5 Jarak pagar (biji kering) 1.000 1.250 1.500 1.750 2.000 18,99 14 Nilam (daun kering) 6.300 6.400 6.500 6.550 6.600 1,17 15 Kemiri sunan (biji kering) 16.000 16.000 16.000 16.000 16.000

-No. Komoditi

PROYEKSI PRODUKTIVITAS (kg/ha) Laju Pertumbuhan

(%/tahun)

Tabel 9 memperlihatkan sasaran mutu pertanamantahun 2010-2014. Jumlah populasi tanaman untuk 15 komoditas unggulan nasional sebagai salah satu indikator mutu pertanamandiproyeksikan meningkat dan mencapai 80% dari populasi standarnya pada tahun 2014. Parameter lainnya, yaitu luas serangan OPT diproyeksikan turun menjadi hanya 26% pada tahun 2014. Adapun penggunaan benih unggul bermutu/bersertifikat akan meningkat dan mencapai 60% pada tahun 2014.

2.2. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan

Salah satu dari misi Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu “memfasilitasi

penanganan perlindungan tanaman dan gangguan usaha perkebunan” menjadi

substansi dari visi Direktorat Perlindungan Perkebunan. Memperhatikan visi dan misi Direktorat Jenderal Perkebunan serta tupoksi yang diemban oleh Direktorat Perlindungan, maka Visi Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2010-2014 yaitu : ” Profesional dalam memfasilitasi perlindungan perkebunan, dengan misi sebagai berikut :

1). Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM petugas dan petani, ketersediaan teknologi, pemanfaatan sarana dan prasarana dan pemantapan sistem perlindungan perkebunan;

(29)

24

2). Meningkatkan sistem pengamatan, peramalan, pemantauan, dan

pengendalian OPT serta antisipasi dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran lahan perkebunan;

3). Memantapkan jejaring dan kerjasama di bidang perlindungan dengan Puslit/Balit, BBP2TP, BPTP, UPTD, Dinas Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;

4). Memperkuat sistem informasi perlindungan perkebunan.

Nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan pelayanan Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah kebersamaan, keterbukaan dan profesional, yaitu:

1). Kebersamaan, rencana kerja disusun secara demokratis dan tugas

dilaksanakan secara bersama/tim guna mencapai hasil yang optimal.

2). Keterbukaan, sebagai upaya menuju pemerintahaan yang bersih dan

akuntabel untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

3). Profesional, fasilitasi pelayanan dilakukan secara efisien dan efektif

berdasarkan tuntunan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan didukung SDM yang handal.

Motto adalah Jujur dan kreatif. Jujur terhadap pribadi, keluarga, dan institusi sesuai dengan tuntunan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan didukung SDM yang profesional yang dilandasi kreatifitas.

Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkebunan 2010 - 2014 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan 2010 - 2014, maka tujuan Direktorat Perlindungan Perkebunan sebagai berikut:

1) Menyiapkan rumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah dan penyegar, tahunan.

2) Menyiapkan rumusan kebijakan penanggulangan gangguan usaha perkebunan dan dampak perubahan iklim.

3) Memberikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah dan penyegar, tahunan dan penanggulangan gangguan usaha perkebunan dan dampak perubahan iklim.

4) Meningkatkan pengawasan dan pengawalan melalui pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pengendalian organisme

(30)

25

pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah dan penyegar, tahunan dan penanggulangan gangguan usaha perkebunan.

5) Meningkatkan pengawasan dan pengawalan melalui pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penanggulangan gangguan usaha perkebunan dan dampak perubahan iklim.

6) Meningkatkan pelayanan organisasi.

Sasaran strategis dan indikator kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan yang ingin dicapai sesuai dengan tupoksi yang diemban seperti pada Tabel 10 berikut ini :

Tabel 10. Tujuan dan Sasaran Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan

TUJUAN SASARAN STRATEGIS KET

URAIAN INDIKATOR 1 2 3 4 1. Menyiapkan rumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan, Rumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan. Tersusunnya dokumen rumusan kebijakan 2. Menyiapkan rumusan kebijakan penanggulangan gangguan usaha

perkebunan dan dampak perubahan iklim

Rumusan kebijakan penanggulangan gangguan usaha dan dampak perubahan iklim.

Tersusunya dokumen rumusan kebijakan

3. Memberikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan, serta penggalangan gangguan usaha perkebunan dan dampak perubahan iklim

Norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan, serta penanggulangan gangguan usaha perkebunan dan Tersusunnya : 1. Pedoman Umum 2. Pedoman Teknis 3. SOP 4. Publikasi

(31)

26

TUJUAN SASARAN STRATEGIS KET

URAIAN INDIKATOR

1 2 3 4

dampak perubahan iklim

4. Meningkatkan pengawasan dan pengawalan melalui pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan, Kebijakan dan NSPK di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, rempah, penyegar, dan tahunan, 1. Terlaksananya pengawalan, dan monitoring dan evaluasi di tk provinsi/kab 2. Terlaksananya pembinaan, monev di tk UPT Pusat 3. Terlasananya pembinaan dan monev pada perangkat perlindungan 4.Terlaksananya pembinaan dan monev pada Pejabat Fungsional Pengendali OPT Perkebunan 5.Tersusunya Rekomendasi/info rmasi teknis 5. Meningkatkan pengawasan

dan pengawalan melalui pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penanganan dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran.

Kebijakan dan NSPK penanganan dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran. 1.Terlaksananya pembinaan dan monev di provinsi/kab 2.Terlaksananya pembinaan, monev di tk UPT Pusat 3.Terlasananya pembinaan dan monev di perangkat perlindungan 4.Tersusunnya Rekomendasi/info rmasi teknis 6. Meningkatkan pelayanan organisasi Meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan organisasi

Terlaksananya pelayanan internal dan eksternal

(32)

27

BAB III

ARAH

KEBIJAKAN

DAN

STRATEGI

3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkebunan 3.1.1. Arah Kebijakan Pembangunan Perkebunan

Dengan memperhatikan arah kebijakan nasional dan pembangunan pertanian periode 2010-2014, dalam menjalankan tugas pelaksanaan pembangunan perkebunan di Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan merumuskan kebijakan yang akan menjadi kerangka pembangunan perkebunan periode 2010-2014 yang dibedakan menjadi kebijakan umum dan kebijakan teknis pembangunan perkebunan tahun 2010-2014. Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah Mensinergiskan seluruh sumberdaya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, produktivitas dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan, dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintah yang baik.

Adapun kebijakan teknis pembangunan perkebunan yang merupakan penjabaran dari kebijakan umum pembangunan perkebunan yaitu “Meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan yaitu : Meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan melalui pengembangan komoditas, SDM, kelembagaan dan kemitraan usaha, investasi usaha perkebunan sesuai kaidah pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dengan dukungan pengembangan system informasi manajemen perkebunan.

3.1.2. Strategi Pembangunan Perkebunan 1) Strategi Umum

Untuk mencapai sasaran, mewujudkan visi, misi dan tujuan, serta mengimplementasikan kebijakan pembangunan perkebunan selama periode 2010-2014, strategi pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 yang dikenal dengan Tujuh Gema Revitalisasi menjadi strategi umum pembangunan

(33)

28

perkebunan tahun 2010-2014. Komponen tujuh gema revitalisasi tersebut sebagai berikut :

a. Revitalisasi lahan

Ketersediaan sumberdaya lahan, termasuk air, yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas merupakan faktor yang sangat fundamental bagi pertanian. Lahan dan air sebagai media dasar tanaman harus dijaga kelestariannya agar sistem produksi dapat berjalan secara berkesinambungan. Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian secara serius dalam revitalisasi lahan adalah: ketersediaan, kesuburan atau pengelolaan, status dan kepemilikan lahan pertanian, dan ketersediaan air pertanian.

b. Revitalisasi perbenihan

Setelah lahan dan air maka dalam aspek budidaya ketersediaan benih dan bibit unggul merupakan suatu hal yang sangat fundamental. Perpaduan antara lahan yang subur dengan benih/bibit yang unggul akan memproduksi/melahirkan produksi yang unggul. Secara historis peran benih unggul telah dibuktikan pada saat keberhasilan dalam peningkatan produksi pada era Revolusi Hijau ditahun 1960-an, dan keberhasilan swasembada beras dan jagung yang dicapai baru-baru ini antara lain juga karena penggunaan benih unggul. Dengan demikian untuk mencapai dan mempertahankan swasembada pangan yang berkelanjutan maka perangkat perbenihan/perbibitan harus kuat.

c. Revitalisasi infrastruktur dan sarana

Jalan usaha tani sangat penting meningkatkan efisiensi usaha tani terutama dalam hal pengangkutan sarana produksi dan hasil panen. Upaya untuk membuat jalan usaha tani dan jalan tingkat desa perlu terus dilakukan. Untuk hal ini koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah setempat sangat diperlukan terutama untuk membuka akses ke daerah sentra produksi pertanian.

d. Revitalisasi sumber daya manusia

Manusia merupakan sumberdaya yang sangat vital karena merupakan pelaku utama pembangunan, termasuk pertanian. Tanpa pelaku yang handal dan berkompeten, maka pembangunan pertanian tidak dapat berjalan secara optimal. Kementerian Pertanian mengembangkan berbagai kegiatan bagi peningkatan sumberdaya manusia pertanian melalui pendidikan, pelatihan, magang, dan sekolah lapang. Pembinaan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini diperuntukkan bagi petani dan aparatur pertanian.

(34)

29 e. Revitalisasi pembiayaan petani

Kendala yang dialami petani utamanya petani menengah kebawah adalah akses terhadap permodalan. Hal ini disebabkan karena masalah klasik yaitu tidak adanya jaminan/agunan yang dipersyaratkan perbankan. Pada kondisi ini petani terpaksa berhubungan dengan rentenir yang sudah barang tentu dengan bunga yang sangat mencekik. Untuk memperbaiki kendala ini maka upaya-upaya yang selama ini dilakukan perlu diteruskan seperti penyediaan skim perkreditan dengan kemudahan proses administrasi seperti KKP-E, KPEN-RP, KUPS; memperluas skim baru yang lebih mudah; menumbuhkan kelembagaan ekonomi mikro di pedesaan; melakukan koordinasi dengan instansi di pusat dan di daerah untuk mempermudah petani dalam mengakses sumber pembiayaan koperasi termasuk skim pembiayaan yang sudah ada, dan; menumbuhkan kembali koperasi khusus dibidang pertanian.

f. Revitalisasi kelembagaan petani

Kegiatan pertanian secara alami melibatkan sumberdaya manusia (petani) yang cukup banyak, sarana produksi dan permodalan yang cukup besar. Selain itu juga sangat berhubungan erat dengan sumber inovasi teknologi dan informasi pasar mulai dari hulu sampai hilir. Dengan karakteristik seperti ini maka untuk mempermudah melakukan koordinasi sangat diperlukan kelembagaan petani. Melalui kelembagaan petani, mereka dengan mudah melakukan koordinasi diantara mereka dan antara kelompok. Demikian juga melalui kelompok mereka akan menjadi kuat untuk bisa mengakses pasar dan informasi.

g. Revitalisasi teknologi dan industri hilir.

Hal yang perlu dilakukan dalam rangka revitalisasi teknologi dan industri hilir adalah meningkatkan kegiatan penelitian khususnya dalam rangka penciptaan inovasi teknologi benih, bibit, pupuk, obat hewan dan tanaman, alsintan dan produk olahan, pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, dan pengelolaan limbah kebun menjadi suatu produk bermanfaat; mempercepat diseminasi hasil penelitian dengan mengoptimalkan kelembagaan pengkajian, diklat, penyuluhan, tenaga teknis pertanian lapangan dan kelembagaan petani; mendorong pengembangan industri pengolahan pertanian di perdesaan secara efisien guna peningkatan nilai tambah dan daya saing di pasar dalam negeri dan internasional; meningkatkan jaminan pemasaran dan stabilitas harga komoditas pertanian, dan; meningkatkan dan menjaga mutu dan keamanan pangan pada semua tahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir.

(35)

30

2) Strategi Khusus

Strategi umum pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 merupakan strategi yang mengacu pada target utama pembangunan pertanian sehingga sifatnya masih sektoral. Agar lebih sesuai dengan karateristik khusus sub sector perkebunan, strategi umum dimaksud diformulasikan ke dalam strategi khusus sebagai berikut :

(1) Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan

(2) Pengembangan komoditas

(3) Peningkatan dukungan terhadap system ketahanan pangan (4) Investasi usaha perkebunan

(5) Pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan (6) Pengembangan sumberdaya manusia

(7) Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha

(8) Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan lingkungan hidup

3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Perlindungan Perkebunan 3.2.1. Arah Kebijakan Direktorat Perlindungan Perkebunan

Dengan memperhatikan arah kebijakan dan strategi pembangunan perkebunan periode 2010-2014, dalam menjalankan tugas pelaksanaan, Direktorat

Perlindungan Perkebunan merumuskan kebijakan yang akan menjadi kerangka pembangunan perkebunan periode 2010-2014 yang dibedakan menjadi

kebijakan umum dan kebijakan teknis Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2010-2014. Berdasarkan ketujuh gema revitalisasi pembangunan

perkebunan, maka arah kebijakan Umum Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah: “Memperkuat SDM, kelembagaan, sarana dan prasarana perlindungan guna mengurangi kehilangan hasil dan memperbaiki mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat dalam identifikasi dan pengendalian OPT serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran.

Kebijakan teknis Direktorat Perlindungan Perkebunan yang merupakan penjabaran dari kebijakan umum yaitu :

(36)

31

A. Aspek OPT

1. Perlindungan merupakan tanggung jawab masyarakat, pemerintah dapat memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan yang ada.

2. Perlindungan Tanaman dengan sistem PHT Budidaya Tanaman Sehat, pengamatan, pemanfaatan dan pelestarian musuh alami. Mendorong agar petani mau dan mampu secara mandiri menerapkan PHT yang memperhatikan keragaman ekologi dan sosial budaya, aspek ekonomi, keunggulan komparatif dan kompetitif, keberlanjutan produksi dan mutu produk.

3. PHT harus menjiwai Sistem dan Usaha Agribisnis

4. Dalam keadaan Eksplosi pemerintah secara berjenjang dapat membantu sarana atau peralatan pengendalian sesuai dengan kemampuan.

5. Fasilitasi Penyediaan Data dan Informasi

Penyediaan dan pendistribusian Informasi keadaan OPT dan Non OPT ( komponen iklim) kepada user.

6. Karantina sebagai garda terdepan perlindungan tanaman.

B. Aspek Non OPT

1. Pencegahan kebakaran melalui penerapan PLTB

2. Mendorong optimalisasi sistem peringatan dini kebakaran lahan dan dampak perubahan iklim

3. Adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim

3.2.2. Strategi Direktorat Perlindungan Perkebunan

Berdasarkan strategi pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 yang dikenal dengan Tujuh Gema Revitalisasi menjadi strategi umum pembangunan perkebunan tahun 2010-2014, maka dengan memperhatikan kondisi dan keterbatasan yang ada maka strategi yang ditempuh adalah :

1) Strategi Umum

Sesuai ketujuh komponen strategi pembangunan perkebunan, maka strategi umum Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2010-2014 adalah strategi yang terkait dengan revitalisasi sumberdaya manusia dan revitalisasi kelembagaan petani dengan mengacu kepada tugas pokok dan fungsi Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah :

(37)

32

1) Pemberdayaan SDM Direktorat Perlindungan Perkebunan antara lain melalui pelatihan, magang, dan studi banding sesuai kebutuhan.

2) Memperluas dan memantapkan jaringan sistem informasi perlindungan antara petani, pengamat, dinas, UPTD, Balai Besar dan Direktorat Perlindungan Perkebunan, perluasan jaringan dan optimalisasi pemanfaatan Website serta penguatan database perlindungan dan penerbitan bahan/dokumen informasi teknis pengendalian OPT dan Non OPT.

3) Memaksimalkan hasil pengamatan dan peramalan OPT serta faktor iklim. 4) Penyediaan teknologi pengendalian OPT dan antisipasi dampak perubahan

iklim melalui penyebarluasan rekomendasi dan informasi teknis pengendalian OPT dan antisipasi dampak perubahan iklim secara cepat dan tepat.

5) Optimalisasi sarana dan prasarana perkantoran melalui pendataan kondisi, perawatan dan pemanfaatan serta pengutuhan prasarana dan sarana perangkat perlindungan.

6) Penguatan perangkat perlindungan.

7) Pemantapan gerakan pengendalian OPT dan pencegahan kebakaran kebun dan lahan melalui revitalisasi brigade pengendalian OPT dan pembentukan regu proteksi OPT di tingkat kelompok tani/Gapoktan.

8) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan pihak terkait di bidang perlindungan perkebunan.

9) Mengoptimalkan petugas fungsional POPT dan PPNS perkebunan.

10)Pengembangan dan pemantapan informasi perlindungan tanaman perkebunan.

11)Meningkatkan sinergi dan kerjasama dengan Puslit/Balit, BBP2TP dan BPTP, Dinas dan UPTD Daerah.

2) Strategi Khusus

Strategi khusus pembangunan perkebunan yang kedelapan yaitu “Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan lingkungan hidup” sangat terkait dengan fungsi Direktorat Perlindungan Perkebunan, yaitu :

1) Meningkatkan penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah-wilayah perkebunan termasuk lahan kritis, gambut, DAS hulu dan pengembangan perkebunan di kawasan penyangga sesuai kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.

2) Meningkatkan penerapan paket teknologi ramah lingkungan.

3) Meningkatkan pemanfaatan pupuk organik, pesnab, APH, serta teknologi pemanfaatan limbah usaha perkebunan yang ramah lingkungan.

Gambar

Tabel 1.  Perkembangan Anggaran dan Realisasi Keuangan Direktorat  Perlindungan Perkebunan Tahun 2005-2009
Tabel  3.  Luas Pengendalian OPT pada 11 Komoditi Perkebunan Tahun  2005-2009
Tabel 4 berikut ini. Pada struktur organisasi yang baru yaitu sejak tahun
Tabel  6.  Pemantauan Dampak Perubahan Iklim tahun 2005-2009
+5

Referensi

Dokumen terkait

Subjek terdiri dari 6 siswa yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria 1) siswa kelas XI 2) siswa yang telah melaksanakan tes penyelesaian soal;

peningkatan produktivitas karet kering lima kali lebih tinggi dengan menggunakan klon - klon unggul dibandingkan bahan tanaman.. semaian terpilih dan mas a

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Menurut fuqaha dari kalangan mazhab hanafi, zina adalah hubungan seksual yang dilakukan seorang laki-laki secara sadar terhadap perempuan yang disertai nafsu

Oleh sebab itu Penulis termotivasi untuk membuat sebuah aplikasi yang dapat membantu wisatawan dan masyarakat dalam mencari masjid terdekat yang dapat dilihat melalui

Jika Anda tidak berupaya membangun opt-in email database untuk melakukan kontak reguler dengan prospek dan kastemer Anda melalui email, bisnis Anda hanya akan seperti

Program penanggulangan kemiskinan melalui program Komunitas Adat Terpencil (KAT) ini tepat hanya diberikan kepada masyarakat yang benar- benar kurang mampu dalam

Metode wavelet stasioner, model deret waktu autoregressive dan ANFIS digunakan untuk prediksi strain energi release gempabumi pada penelitian ini.. Dengan metode prediksi