• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2010"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

No. 28/ 07/14/Th. X, 1 Juli 2010

TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2010

1.

PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI RIAU, 2005-2010

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Riau pada periode 2005-2010 menunjukkan

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2010 adalah 500,26 ribu atau

8,65 persen dari total penduduk.

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Riau Maret 2010 sebesar 500,26 ribu jiwa (8,65 persen). Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 527,49 ribu jiwa (9,48 persen), penduduk miskin di Riau mengalami penurunan sebanyak 27,23 ribu jiwa.

Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 10,55 ribu jiwa, sementara di daerah perkotaan berkurang 16,68 ribu jiwa.

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Riau memperlihatkan kecenderungan menurun pada periode 2005-2010. Jumlah penduduk miskin menurun dari 604.4 ribu jiwa pada tahun 2005 menjadi 500,26 ribu jiwa pada bulan Maret 2010. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 12,51 persen pada tahun 2005 menjadi 8,65 persen pada bulan Maret 2010.

Distribusi persentase penduduk miskin di Riau pada Bulan Maret 2009 di perdesaan sebesar 57,23 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 42,77 persen. Distribusi ini mengalami pergeseran pada tahun 2010, dimana persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik menjadi 58,24 persen dan perkotaan turun mejadi 41,76 persen. Hal ini berarti penurunan persentase penduduk miskin di perdesaan tidak secepat di perkotaan.

Selama periode Maret 2009-Maret 2010, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 3,91 persen, yaitu dari Rp 246.481,- perkapita perbulan pada Maret 2009 menjadi Rp 256.112,- perkapita perbulan pada Maret 2010. Peran komoditas makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komiditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap GK pada Maret 2010 mencapai 72,81 persen. GKM Riau tahun 2010 adalah sebesar Rp 186.478,- dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) sebesar Rp 69.634,-.

Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan. Pada bulan Maret 2009, P1 Riau sebesar 1,25 dan naik menjadi

1,38 pada Maret 2010, sedang P2 nya pada Maret 2009 sebesar 0,25 naik menjadi 0,37 pada Maret

2010. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin relatif meningkat.

(2)

tahun 2008. Pada periode yang sama persentase penduduk miskin menurun dari 12,51 persen menjadi 10,63 persen.

Trend dua tahunan yaitu periode 2009-2010, menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan sebesar 27,23 ribu jiwa yaitu dari 527,49 ribu jiwa pada tahun 2009 menjadi 500,26 ribu jiwa pada tahun 2010. Pada periode yang sama persentase penduduk miskin mengalami penurunan dari 9,48 persen menjadi 8,65 persen.

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Riau menurut Daerah, 2002-2010

Jumlah Penduduk Miskin

(ribu) Persentase Penduduk Miskin

Tahun

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

2002 n.a n.a 635,0 n.a n.a 15,39

2003 n.a n.a 660,7 n.a n.a 14,97

2004 n.a n.a 658,6 n.a n.a 14,67

2005 199,9 400,5 600,4 8,26 16,82 12,51 2006 226,3 338,6 564,9 9,37 14,40 11,85 Maret 2007 246,4 328,1 574,5 9,53 12,90 11,20 Maret 2008 245,1 321,6 566,67 9,12 12,16 10,63 Maret 2009 225,6 301,9 527,49 8,04 10,93 9,48 Maret 2010 208,92 291,34 500,26 7,17 10,15 8,65

Sumber: BPS, Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

2.

PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2009-MARET

2010

Jumlah penduduk miskin di Riau pada bulan Maret 2010 sebesar 500,26 ribu atau 8,65 persen dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak 27,23 ribu jiwa atau sebesar 0,83 persen jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 527,49 ribu atau 9,48 persen dari jumlah penduduk Riau.

Jika dibandingkan antara daerah perdesaan dengan perkotaan, kecepatan penurunan penduduk miskin di daerah perdesaan tidak secepat daerah perkotaan.

Jumlah penduduk miskin di Riau yang tinggal di daerah perdesaan Maret 2010 mencapai 291,34 ribu penduduk, turun sebesar 10,56 ribu penduduk atau sekitar 0,78 persen jika dibandingkan dengan Maret 2009 yaitu 301,9 ribu penduduk. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Riau yang tinggal di daerah perkotaan Maret 2010 mencapai 208,92 ribu jiwa, turun sebesar 16,68 ribu jiwa atau sebesar 0,87 persen jika dibandingkan dengan Maret 2009 yaitu 225,6 ribu jiwa.

(3)

Tabel 2

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Riau menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2010

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun

Makanan Bukan Makanan Total

Jumlah penduduk miskin (ribuan) Persentase penduduk miskin Perkotaan Maret 2009 183.706 82.002 265.707 225.6 8.04 Maret 2010 192.206 84.421 276.627 208,92 7,17 Perdesaan Maret 2009 174.711 52.234 226.945 301,9 10,93 Maret 2010 180.658 54.609 235.267 291,34 10,15 Kota+Desa Maret 2009 179.244 67.236 246.481 527,5 9,48 Maret 2010 186.478 69.634 256.112 500,26 8,65

Sumber: BPS, diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret 2010

3.

PERUBAHAN GARIS KEMISKINAN (GK) MARET 2008- MARET 2009

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh GK, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK. Semakin tinggi GK, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin.

Selama Maret 2009-Maret 2010, GK naik sebesar 3,91 persen, yaitu dari Rp 246.481,- per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp 256.112,- per kapita per bulan pada Maret 2010. Dengan memperhatikan komponen GK, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditas makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada Maret 2010 mencapai 72,81 persen sedangkan peranan GKNM terhadap GK adalah 27,19.

Beberapa harga barang kebutuhan pokok yang mempunyai share yang cukup besar, yaitu beras, gula pasir, telur, minyak goreng, mie instans, tahu, dan tempe, sedang komoditas bukan makanan yang berpengaruh cukup besar pada GK adalah perumahan,listrik, minyak tanah, dan angkutan.

4.

INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN DAN INDEKS KEPARAHAN

KEMISKINAN

(4)

Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 1,25 pada keadaan Maret 2009 menjadi 1,38 pada keadaaan Maret 2010. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,25 menjadi 0,38 pada periode yang sama (Tabel 3). Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin relatif mengalami peningkatan.

Jika dibandingkan antara daerah perdesaan dengan perkotaan, Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di perdesaan mengalami kenaikan dari 1,55 pada Maret 2009 menjadi 1,89 pada Maret 2010 sedangkan di perkotaan mengalami penurunan yaitu dari 0,95 pada Maret 2009 menjadi 0,88 pada Maret 2010. Hal ini berarti bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan menjauh dari garis kemiskinan sedangkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perkotaan semakin mendekati garis kemiskinan.

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan mengalami kenaikan dari 0,33 pada Maret 2009 menjadi 0,57 pada Maret 2010, sedangkan di daerah perkotaan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) relatif stabil. Hal ini berarti terjadi peningkatan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan, sedangkan di daerah perkotaan relatif tidak mengalami perubahan.

Tabel 3

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

di Provinsi Riau Menurut Daerah, Maret 2009- Maret 2010

Tahun Kota Desa Kota + Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2009 0,95 1,55 1,25

Maret 2010 0,88 1,89 1,38

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2009 0,16 0,33 0,25

Maret 2010 0,17 0,57 0,37

Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2008 dan Maret 2009  

(5)

5.

PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan

dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan.

b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua

komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

c. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data SUSENAS

(Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret 2008 dan Maret 2009. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditas pokok bukan makanan.

Referensi

Dokumen terkait

Body image yang positif atau sehat akan mempunyai sebuah persepsi yang baik akan ukuran dan bentuk tubuh mereka dan merasa nyaman dengan kondisi tubuhnya yang akan

Untuk mendapatkan minimum attractive rate of return (MARR), yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan apakah suatu investasi jalan tol layak atau tidak layak

Dinamika penerimaan diri pada subjek dengan umur yang paling tua dapat narpidana wanita bergantung pada faktor yang menerima keadaan subjek dengan cepat, bahkan menjadi

Landasan Konstitusional keberadaan Koperasi sebagai badan usaha dapat dilihat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yamg mengemukakan “Perekonomian disusun sebagai usaha

 Penurunan NTP di Provinsi Riau pada bulan Maret 2017 terjadi pada empat subsektor penyusun NTP, yaitu subsektor peternakan yang mengalami penurunan NTP sebesar

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jawa Barat September 2016 5 Jika dilihat dari persentase, penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan turun sebesar 0,08 persen (11,80

PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI RIAU, MARET 2012 – MARET 2017 Jumlah penduduk miskin di Riau pada periode Maret 2012- Maret 2017 menunjukkan kecenderungan meningkat,

jika dan hanya jika hak kontraktual atas arus kas yang berasal dari aset keuangan berakhir, atau Grup mentransfer aset keuangan dan secara substansial mentransfer seluruh risiko