• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lemba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lemba"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

SALINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANG

PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MOJOKERTO,

Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan kecenderungan masyarakat yang konsumtif menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah yang beragam ;

b. bahwa penanganan sampah dan limbah belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan yang benar sehingga menimbulkan pencemaran dan mengakibatkan dampak negatif lainnya yang merugikan masyarakat dan lingkungan ;

c. bahwa pengelolaan kebersihan perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu, pendayagunaan manfaat sampah/ limbah secara ekonomi dan mengubah perilaku masyarakat ; d. bahwa pelayanan kebersihan dan keindahan perlu ada kepastian

dan kejelasan pengaturan pembagian kewenangan antara Pemerintah Daerah dengan peran serta masyarakat dan dunia usaha ;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kebersihan dan Pertamanan ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur Juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730) ;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ;

Comment [a1]: Disisipkan : e. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan tidak sesuai dengan perkembangan peraturan Perundang-undangan yang berlaku sehingga perlu diganti ;

(2)

SALINAN

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687) ;

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengeloaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) ;

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) ;

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ;

8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356) ;

9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;

10. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400) ;

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) ;

12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ;

(3)

SALINAN

14. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139) ;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578) ;

16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ;

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah ;

18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah ;

19. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah ;

20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 245 Tahun 2004 tentang Pedoman Penetapan Tarip Retribusi Jasa Umum ;

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 ;

22. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 1 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Mojokerto (Lembaran Daerah Kabupaten Mojokerto Tahun 1988 Nomor 2 Seri C) ;

23. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 20 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Mojokerto Tahun 2006 Nomor 14 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 17) ;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO dan

BUPATI MOJOKERTO MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN.

(4)

SALINAN

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Mojokerto.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Mojokerto. 3. Bupati adalah Bupati Mojokerto.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mojokerto.

5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Mojokerto.

6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberi oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, orgasisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk usaha lainnya.

9. Air kotor adalah limbah cair yang berada di bak penampung.

10. Pertamanan adalah suatu tanaman yang menurut sifatnya dikelola, dijaga dan dirawat keindahannya secara terus menerus.

11. Sampah adalah limbah yang berbentuk padat atau setengah padat yang berasal dari sisa kegiatan manusia, terdiri dari bahan organik dan anorganik termasuk buangan biologis/ tinja.

12. Sampah organik adalah jenis sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti tumbuhan dan binatang yang mudah diolah menjadi pupuk.

13. Sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari bahan-bahan yang menurut sifatnya bisa digunakan kembali setelah melalui pengolahan dengan mempergunakan teknologi tertentu.

14. Sampah spesifik adalah sampah karena sifat, konsetrasinya dan atau jumlahnya memerlukan penanganan khusus.

15. Lumpur tinja adalah limbah cair yang dihasilkan oleh manusia.

16. Sumber sampah adalah setiap orang, usaha atau kegiatan yang menghasilkan timbunan sampah.

17. Pengelolaan adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi penanganan, pemeliharaan dan pengurangan.

18. Jasa pengelolaan sampah adalah pelayanan sampah yang diberikan kepada masyarakat oleh Pemerintah Daerah.

19. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat untuk menampung sampah hasil pengumpulan dari sumbernya.

20. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk kegiatan mengolah sampah agar dapat dikembalikan ke media lingkungan. 21. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang selanjutnya disingkat IPLT adalah

instalasi yang mengolah limbah cair dari septic tank.

22. Lampu Penerangan Jalan Umum yang selanjutnya disingkat LPJU adalah lampu penerangan yang berada di jalan umum.

(5)

SALINAN

23. Retribusi Jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

24. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi Daerah.

25. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan pelayanan di bidang pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

26. Surat Pendaftaran Obyek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPdORD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data obyek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar penghitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi Daerah. 27. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selajutnya disingkat SKRD adalah surat

keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang.

28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan.

29. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

30. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

31. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD, SKRDKBT, SKRDLB atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib retribusi.

32. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi Daerah.

33. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi Daerah yang terjadi serta, menentukan tersangkanya.

BAB II

PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Kesatu Sumber dan Jenis Sampah

Pasal 2 (1) Sumber sampah meliputi :

a. Sampah rumah tangga dan/atau domestik ; b. Sampah kegiatan komersial ;

c. Sampah dari fasilitas umum, sosial dan sumber lainnya. (2) Jenis sampah meliputi :

a. Sampah organik ; b. Sampah anorganik ; c. Sampah spesifik.

(6)

SALINAN

Bagian Kedua Cara Pengelolaan Sampah

Pasal 3

(1) Pengumpulan sampah dilakukan dengan memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS yang selanjutnya diangkut menuju TPA.

(2) Pengumpulan sampah dari sumber sampah ke TPS dilakukan sendiri oleh masyarakat dan/atau dapat menggunakan jasa.

(3) Pengangkutan sampah dari TPS menuju TPA harus menggunakan sarana yang memenuhi syarat teknis dan/atau dapat menggunakan jasa Pemerintah Daerah atau jasa pihak lain yang telah mendapatkan ijin dari Pemerintah Daerah.

(4) Pemrosesan akhir sampah dapat dilakukan dengan cara open dumping, sanitasi landfill, enginerator, komposting dan cara lain yang dapat memusnahkan sampah. (5) Sampah spesifik yang mengandung bahan beracun berbahaya dan tidak dapat dimusnahkan dilarang dibuang di TPA, solusi dari larangan dibuang di Tempat Pembuangan Akhir.

Bagian Ketiga Pengelola Sampah

Pasal 4

(1) Bagi masyarakat yang memiliki lahan cukup, wajib mengelola sampah di halaman sendiri dan/atau menggunakan jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Produk sampah yang tidak dapat dikelola ditempat sumber sampah itu sendiri

dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau penyedia jasa yang mempunyai ijin dari Pemerintah Daerah.

(3) Setiap orang atau badan yang menyediakan jasa pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib mendapatkan ijin dari Bupati.

(4) Tata cara pengajuan permohonan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Bupati.

BAB III

PENGELOLAAN LUMPUR TINJA Bagian Kesatu

Sumber Tinja Pasal 5 Sumber tinja meliputi :

a. Tinja rumah tangga dan/atau domestik ; b. Tinja dari fasilitas umum dan sosial ; c. Tinja dari tempat sumber lainnya ;

(7)

SALINAN

Bagian Kedua Cara Pengelolaan Tinja

Pasal 6

(1) Penyedotan tinja dari penampungan/ septic tank atau bak penampung lainnya harus dilakukan dengan peralatan teknis yang memenuhi syarat.

(2) Pihak penyedia jasa penyedotan tinja dilarang membuang lumpur tinja ke sungai atau tempat lain yang dapat mencemari lingkungan.

(3) Pihak penyedia jasa wajib membuang lumpur tinja pada IPLT yang disediakan oleh Pemerintah Daerah atau pihak lain.

(4) Pada IPLT yang disediakan oleh Pemerintah Daerah atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), lumpur tinja diproses dengan menggunakan teknologi yang memadai sehingga tidak mencemari lingkungan. (5) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Bagian Ketiga Penyediaan Jasa

Pasal 7

(1) Penyedotan dan pengelolaan lumpur tinja pada IPLT dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau pihak penyedia jasa yang telah memiliki Ijin dari Bupati. (2) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah lain

guna mewajibkan pihak penyedia jasa, bahwa pengelolaan lumpur tinja dapat dilakukan pada IPLT milik Pemerintah Daerah atau Pihak Penyedia Jasa yang telah memiliki ijin dari Bupati.

(3) Pihak penyedia jasa penyedotan tinja dapat menentukan biaya penyedotan dari bak penampung/ septic tank.

BAB IV

PENGELOLAAN AIR KOTOR Bagian Kesatu Sumber Air Kotor

Pasal 8 Sumber air kotor meliputi :

a. Air kotor rumah tangga dan/atau domestik ; b. Air kotor dari fasilitas umum dan sosial ; c. Air kotor dari tempat sumber lainnya ;

Bagian Kedua Cara Pengelolaan Air Kotor

Pasal 9

(1) Masyarakat dan/atau badan dilarang membuang air kotor pada saluran pematusan umum agar tidak mencemari lingkungan.

(8)

SALINAN

(2) Pembuangan air kotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwajibkan setiap warga masyarakat untuk membuat resapan air kotor di wilayah masing-masing.

Bagian Ketiga

Pengawasan dan Pengendalian Pasal 10

(1) Pengawasan dan pengendalian pengelolaan air kotor dilakukan secara insidentil. (2) Pembangunan Instalasi Air Kotor dapat diajukan ijin dan/atau 1 (satu) paket

dengan komponen bangunan lainnya.

(3) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana pada ayat (1) dan (2), dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB V

PENGELOLAAN PERTAMANAN Bagian Kesatu

Jenis Pertamanan Pasal 11

(1) Lampu penerangan jalan umum merupakan bagian pertamanan yang mempunyai fungsi menunjang kepentingan keamanan.

(2) Lampu taman mempunyai fungsi penerangan, keamanan dan keindahan.

(3) Tanaman jenis produktif atau tidak produktif yang keberadaannya di tepi setiap ruas jalan mempunyai fungsi sebagai pelindung jalan dan penghijauan.

(4) Berbagai jenis tanaman yang menjadi satu dalam kawasan baik milik Pemerintah Daerah atau milik pihak lain yang keberadaannya ada pada wilayah kota merupakan bagian dari penghutanan kota.

(5) Bangunan monumen, tugu, baliho, rumah papan reklame dan sejenisnya merupakan pertamanan yang menunjukkan identitas dan informasi.

Bagian Kedua

Pelaksanaan dan Pemeliharaan Pasal 12

(1) Pemasangan dan pemeliharaan LPJU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat secara swadaya untuk mendapat rekomendasi Pemerintah Daerah dan pihak terkait.

(2) LPJU sebagaimana pada ayat (1), harus memenuhi syarat teknis agar tidak membahayakan kepentingan umum.

(3) Lampu taman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), pelaksanaan dan pemeliharaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah di tempat umum sesuai dengan kepentingannya.

(4) Penamanan dan pemeliharaan pohon pelindung jalan yang ruas jalannya di luar batas wilayah kota dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(9)

SALINAN

(5) Penanaman dan pemilihan jenis pohon tidak produktif pada ruas jalan di wilayah luar batas menjadi tugas Pemerintah Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

(6) Pertamanan yang merupakan media identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pasal 11, yang dilaksanakan oleh berbagai pihak agar memenuhi asas keindahan dan kenyamanan dalam pelaksanaannya harus mendapatkan ijin dari Bupati.

(7) Syarat teknis dan ketentuan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (6) diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Bagian Ketiga Pengawasan

Pasal 13

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pemeliharaan pertamanan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan agar penyelenggaraan pertamanan oleh masyarakat dan pihak lain sesuai dengan ketentuan.

(3) Setiap orang atau badan yang melakukan pemangkasan dan penebangan pohon penghijauan kota, terlebih dahulu wajib mendapatkan ijin dari Bupati.

(4) Ketentuan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Bupati.

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 14

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

(2) Pengelolaan kebersihan dan pertamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

a. Penanganan sampah ; b. Penanganan lumpur tinja ;

c. Pengawasan dan pengendalian air kotor ; d. Pengelolaan pertamanan.

(3) Setiap orang atau badan berhak memperoleh pelayanan pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

(4) Pemerintah Daerah berhak menggerakkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

(5) Setiap orang atau badan berkewajiban ikut serta berpartisipasi memberikan kompensasi dan membayar retribusi pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

(10)

SALINAN

BAB VII

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 15

(1) Dengan nama retribusi pengelolaan kebersihan dan pertamanan dipungut retribusi atas kegiatan pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

(2) Objek Retribusi adalah pelayanan bidang pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

(3) Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapat pelayanan pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

BAB VIII

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 16

Retribusi pelayanan di bidang pengelolaan kebersihan dan pertamanan termasuk golongan retribusi jasa umum.

BAB IX

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 17

(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan atas klasifikasi, frekuensi, luas, volume, kategori, lokasi dan Tarif Retribusi.

(2) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

(3) Ketentuan besarnya Tarif Retribusi Dasar ditetapkan oleh Bupati dengan persetujuan DRDD.

BAB X

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 18

Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk mengganti biaya administrasi, pembinaan, pengawasan, pengendalian dalam pelayanan pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

BAB XI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 19

Struktur dan besarnya tarif pengelolaan kebersihan dan pertamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sebagai berikut :

(11)

SALINAN

a. Pelayanan kebersihan :

NO. KLASIFIKASI LUAS LAHAN KATEGORI

BESARNYA TARIF RETRIBUSI (Rp./ bulan)

1. Rumah tangga < 100 m2 - Pedesaan

- Perkotaan - Perumahan 750,- 1.750,- 1.500,-100 s/d 200 m2 - Pedesaan - Perkotaan - Perumahan 1.000,- 2.000,- 1.750,-> 200 m2 - Pedesaan - Perkotaan - Perumahan 1.250,- 2.250,- 2.000,-2. Kios, pertokoan, warung dan

rumah makan < 100 m2 - Individual - Kawasan 2.000,- 2.250,-100 s/d 300 m2 - Individual - Kawasan 3.000,- 3.500,-> 300 m2 - Individual - Kawasan 4.000,- 4.500,-3. Pedagang kaki lima dan < 2 m2 - Berpindah-pindah 750,-Sejenisnya > 2 m2 - Berpindah-pindah 1.000,-4. Bangunan umum dan

sejenisnya < 100 m2 - Pedesaan - Perkotaan 500,- 750,-100 s/d 200 m2 - Pedesaan - Perkotaan 750,- 1.000,-> 200 m2 - Pedesaan - Perkotaan 1.000,- 1.250,-5. Pabrik/ industri < 1 Ha - Individual

- Kawasan 200.000,- 250.000,-1 s/d 2 Ha - Individual - Kawasan 300.000,- 400.000,-> 2 s/d 3 Ha - Individual - Kawasan 450.000,- 600.000,-> 3 Ha - Individual - Kawasan 500.000,-

700.000,-b. Pelayanan pengelolaan sampah :

NO. KLASIFIKASI LUAS LAHAN KATEGORI

BESARNYA TARIF RETRIBUSI (Rp./ bulan)

1. Rumah tangga < 100 m2 - Pedesaan

- Perkotaan - Perumahan 1.500,- 2.500,- 2.000,-100 s/d 200 m2 - Pedesaan - Perkotaan - Perumahan 2.000,- 3.000,- 2.500,-> 200 m2 - Pedesaan - Perkotaan - Perumahan 2.500,- 3.500,- 3.000,-2. Kios, pertokoan, warung dan

rumah makan < 100 m2 - Individual - Kawasan 75.000,- 100.000,-100 s/d 300 m2 - Individual - Kawasan 90.000,- 110.000,-> 300 m2 - Individual - Kawasan 110.000,-

(12)

125.000,-SALINAN

NO. KLASIFIKASI LUAS LAHAN KATEGORI

BESARNYA TARIF RETRIBUSI (Rp./ bulan)

3. Pedagang kaki lima dan < 2 m2 - Berpindah-pindah 1.750,-Sejenisnya > 2 m2 - Berpindah-pindah 2.500,-4. Bangunan umum dan

sejenisnya < 100 m2 - Pedesaan - Perkotaan 1.000,- 1.250,-100 s/d 200 m2 - Pedesaan - Perkotaan 1.250,- 1.500,-> 200 m2 - Pedesaan - Perkotaan 1.500,- 1.750,-5. Pabrik/ industri < 1 Ha - Individual

- Kawasan 525.000,- 420.000,-1 s/d 2 Ha - Individual - Kawasan 945.000,- 735.000,-> 2 s/d 3 Ha - Individual - Kawasan 1.260000,- 980.000,-> 3 Ha - Individual - Kawasan 1.575.000,-

1.470.000,-c. Pelayanan pengelolaan lumpur tinja

NO. FREKUENSI

PEMBUANGAN PER HARI VOLUME LOKASI

BESARNYA TARIF RETRIBUSI

(Rp.)

1. Angkutan pertama 1 tangki mobil tinja IPLT 25.000,-2. Angkutan kedua dan

seterusnya

1 tangki mobil tinja IPLT

20.000,-BAB XII KOMPENSASI

Pasal 20

(1) Kompensasi dibebankan kepada Pemegang ijin penebangan pohon penghijauan kota.

(2) Bentuk dan besaran kompensasi ditetapkan sebanding dengan tingkat kerusakannya dan diatur lebih lanjut oleh Bupati.

BAB XIII

WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 21

(13)

SALINAN

BAB XIV

MASA RETRIBUSI DAN RETRIBUSI TERUTANG Pasal 22

(1) Masa retribusi terutang adalah jangka waktu yang lamanya sebagaimana ditetapkan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Retribusi terutang terjadi pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XV

SURAT PENDAFTARAN Pasal 23

(1) Wajib retribusi wajib mengisi SPdORD.

(2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.

(3) Bentuk, isi serta Tata Cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB XVI

PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 24

(1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka SKRDKBT dikeluarkan.

(3) Bentuk, isi dan Tata Cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB XVII

TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 25

(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, dan SKRDKBT.

(14)

SALINAN

BAB XVIII SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 26

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

BAB XIX

TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 27

(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD, SKRD Jabatan dan SKRD tambahan.

(2) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

(3) Apabila pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) dengan menerbitkan STRD.

Pasal 28

(1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/ lunas.

(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat memberi ijin kepada wajib retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Tata cara pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati.

(4) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat mengijinkan Wajib Retribusi untuk menunda pembayaran retribusi sampai batas waktu yang ditentukan dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 29

(1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diberikan tanda bukti pembayaran.

(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.

(3) Bentuk, isi, kualitas, ukuran buku dan tanda bukti pembayaran retribusi ditetapkan oleh Bupati.

(15)

SALINAN

BAB XX

TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 30

(1) Pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran dengan mengeluarkan surat bayar/ penyetoran atau surat lainnya yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran/ peringatan/ surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang. (3) Surat Teguran/ penyetoran atau surat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. Pasal 31

Bentuk-bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan Penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) oleh Bupati.

BAB XXI KEBERATAN

Pasal 32

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib

retribusi harus dapat membuktikan ketidak kebenaran ketetapan retribusi tersebut.

(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 33

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya surat keberatan tersebut harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruh atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi terutang.

(16)

SALINAN

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.

BAB XXII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 34

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

(5) Pengembalian pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 35

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan :

a. Nama dan alamat wajib retribusi ; b. Masa Retribusi ;

c. Besarnya Kelebihan Pembayaran ; d. Alasan yang singkat dan jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui Pos tercatat.

(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau pengiriman Pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.

Pasal 36

(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.

(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

(17)

SALINAN

BAB XXIII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 37

(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pengurangan, keringan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan dengan memperhatikan kemampuan retribusi.

(3) Tata Cara pengurangan, keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB XXIV

KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 38

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :

a. Diterbitkan Surat Teguran ; atau

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XXV

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 39

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan, berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah;

(18)

SALINAN

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimakud pada huruf c ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi Daerah ; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi ; j. menghentikan penyidikan ;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB XXVI KETENTUAN PIDANA

Pasal 40

(1) Penyedia jasa yang melakukan kegiatan membuang lumpur tinja di luar IPLT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satupuluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXVII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 41

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 42 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :

1. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Mojokerto Tahun 1999 Nomor 10 Seri B) ; dan

2. Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan (Lembaran Daerah Kabupaten Mojokerto Tahun 2004 Nomor 1 Seri C) ;

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 43

(19)

SALINAN

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Mojokerto.

Ditetapkan di Mojokerto pada tanggal 18 Januari 2008 BUPATI MOJOKERTO,

A C H M A D Y Diundangkan di Mojokerto

pada tanggal 18 Januari 2008

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO,

R. SOEPRAPTO

(20)

SALINAN

NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

I. UMUM

Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pelayanan pengelolaan kebersihan dan pertamanan merupakan urusan yang diserahkan kepada Daerah untuk itu dalam upaya meningkatkan pelayanan di bidang pengelolaan kebersihan dan pertamanan perlu dilakukan pembinaan/pengendalian dan perlindungan terhadap pengelolaan kebersihan dan pertamanan di daerah.

Sehubungan dengan itu, untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka untuk memberikan penegasan bagi Pemerintah Daerah dalam pelayanan pengelolaan kebersihan dan pertamanan, maka perlu dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pengawasan dan pengendalian pengelolaan air kotor dilakukan secara insidentil” adalah pengawasan dan pengendalian yang menurut sifatnya dilakukan pada tempat dan waktu tertentu.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas.

(21)

SALINAN

Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Huruf a

Yang dimaksud dengan “pelayanan kebersihan” adalah pelayanan yang hasilnya dinikmati secara umum.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “pelayanan pengelolaan sampah” adalah pelayanan penanganan sampah dari TPS sampai dengan TPA. Huruf c

Angka 1

Cukup jelas. Angka 2

Yang dimaksud dengan “Pelayanan penyedotan tinja yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah” adalah termasuk Pelayanan penyedotan tinja dan pelayanan pengangkutan.

Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dokumen lain yang dipersamakan” adalah antara lain berupa surat tanda terima telah membayar retribusi. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “tidak dapat diborongkan” adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini tidak berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerja sama Badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi secara lebih efisien. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan retribusi.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas.

(22)

SALINAN

Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “keadaan diluar kekuasaannya” adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan wajib retribusi misalnya : karena wajib retribusi sakit atau terkena musibah bencana alam. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1)

Dasar pemberian pengurangan dan keringanan dikaitkan dengan kemampuan wajib retribusi, sedangkan pembebasan retribusi dikaitkan dengan fungsi obyek retribusi.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1)

Dengan adanya sanksi pidana diharapkan timbul kesadaran dari wajib retribusi untuk memenuhi kewajibannya.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

1.900.000.000,- (satu milyar sembilan ratus juta rupiah) Tahun Anggaran 2016, maka bersama ini kami Kelompok Kerja I Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Daerah Kabupaten Lamandau

Maka Pejabat Pengadaan Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi dan Telematika Aceh Tahun Anggaran 2014 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai berikut :.

(1) Direksi yang diduga melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c dan huruf d diberhentikan sementara oleh Kepala Daerah atas usul Dewan Pengawas

Maka dengan ini kami mengundang Bapak/Ibu untuk mengikuti Pembuktian Isian Kualifikasi pada :. 13 Juni

Puji Syukur kehadirat Allah S.W.T yang senantiasa selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya tanpa terputus khususnya kepada penulis, terlebih selama proses penulisan skripsi

Abstrak : Penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh sikap kognitif, afektif, dan konatif terhadap keputusan pembelian konsumen pada

Dalam setiap kegiatan belajar, pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari akan berguna untuk membantu kita dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Untuk memudahkan

Badan Pelalaana penyuruhan pertanran, perrkanen dan Kehutanan (Bp4K. l(abupaten