BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya dimensi militer dan terangkatnya dimensi ekonomi. Dua gejala penting yang dapat langsung dirasakan adalah, pertama, meningkatnya nasionalisme sumberdaya bersamaan dengan krisis energi dan meningkatnya globalisasi ekonomi dunia. Kedua, adalah semakin tergantungnya negara-negara Asia Pasifik pada perdagangan menjadikan sea lines of communication menjadi semakin penting untuk menjamin pasokan energi dan bahan mentah yang diperlukan untuk menyangga pertumbuhan ekonomi. Negara-negara Asia Timur, misalnya, sangat tergantung pada kawasan perairan Asia Tenggara untuk kelangsungan pembangunan ekonomi mereka. Semakin banyak dan semakin meningkatnya lalu lintas di Alur Laut Kepulauan semakin berat tugas pengawasan jalur laut, bukan hanya dalam perlindungan lingkungan laut dan lalu lintas perdagangan tetapi juga ancaman pembajakan. Laporan IMO menyebutkan pada tahun 1994, dilaporkan terjadi pembajakan sebanyak 90,40% diantaranya terjadi di perairan Asia, 22% di perairan Asia Tenggara dan 14% di Laut Cina Selatan.Angka-angka tersebut bisa melonjak tajam, seiring dengan dinamisme ekonomi Asia Pasifik dan liberalisasi perdagangan (Anggoro, 2003).
Selama ini Selat Malaka merupakan “chokepoints shipping” dunia, menempatkan selat paling sibuk di dunia setelah Selat Hormuz. Akibat dampak
tingginya frekwensi pelayaran, menjadi kendala bagi pengguna jalur selat ini seperti “traffic congestions” misalnya, yang menyebabkan kemacetan akibat menyempitnya alur dan terjadinya pendangkalan di beberapa bagian selat. Sehingga timbul pelambatan kecepatan kapal akibat padatnya alur, potensi tubrukan dan kandas serta munculnya potensi masalah baru seperti pembajakan dan perompakan. Semua itu membawa biaya tambahan yang tidak sedikit bagi pengguna seperti waktu tempuh yang lebih lama, sistem pengamanan ekstra bagi kapal-kapal yang melintas serta pembiayaan asuransi resiko yang tinggi (Pranoto, 2012).
Jalur transportasi minyak dan gas untuk kebutuhan energi di Asia Timur selain melalui Selat Malaka, adalah di Selat Sunda, Selat Lombok. Oleh sebab itu ketiganya merupakan selat vital bagi negara-negara Asia Timur, khususnya Cina dan Jepang. Bilamana terjadi hambatan pelayaran di Selat Malaka maka jalur alternatif paling dekat adalah Selat Sunda. Penggunaan Selat Sunda juga mengantisipasi jika titik kulminasi akibat perang terbuka antara Cina dan USA, dimana jalur Selat Malaka dipastikan "tersumbat". Maka Selat Sunda dianggap rute alternatif tersingkat dari jalur-jalur lazimnya. Disisi lain, potensi ini merupakan keuntungan geopolitik Indonesia dari negara-negara yang terlibat konflik. Betapa dahsyat urgensi Selat Sunda dan alur-alur laut lain di mata dunia, karena banyak negara tergantung pada wilayah perairannya (Pranoto, 2012).
Selat Sunda merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, yang menghubungkan perairan Samudera Hindia melewati Selat Karimata menuju Laut China Selatan atau sebaliknya, menghubungkan lalu lintas maritim
dari Afrika, Australia Barat ke Laut Cina Selatan, Jepang ataupun sebaliknya. ALKI merupakan konsekuensi Indonesia sebagai negara kepulauan setelah pemerintah Indonesia meratifikasi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985. Indonesia telah menetapkan tiga ALKI sebagai jalur lintas kapal asing dalam pelayaran dari suatu Laut bebas (ZEE) ke Laut bebas lainnya yang mencakup jalur udara di atasnya (Buntoro, 2012:95)
Selat Sunda terletak antara pulau Sumatera dengan Pulau Jawa, menghubungkan Samudera Hindia dengan Laut Jawa dengan batas-batas, Timurlaut adalah garis yang menghubungkan Tanjung Sumur Batu (pada posisi 05°50'S - 105°47'E) yang berada di pantai Tenggara Pulau Sumatera ke arah Timur dan Tanjung Pujut (pada posisi 05°53'S - 105°02'E) berada di ujung Baratdaya Pulau Jawa, atau titik perbatasan lazim dengan Laut Jawa (Gambar 1). Batas Baratdaya adalah garis yang menghubungkan Tanjung Guha Kolak (06°50'S - 105°15'E), pada Baratdaya Pulau Jawa ke arah Tanjung Cuku Balimbing (05°56'S - 104°33'E) pada Pulau Sumatera (batas lazim dengan Samudera Hindia) (IHO, 2002:6-16).
Aspek lalu lintas pelayaran di Selat Sunda menjadi semakin komplek, manakala di selat yang sempit ini juga memintas jalur ferry dan kapal cepat penumpang lainnya, sebagai sarana transportasi yang menghubungkan Jawa dengan Sumatera melalui Pelabuhan Merak di Banten dengan Pelabuhan Bakauheni di Lampung. Seiring dengan laju pembangunan di kedua pulau ini, lalu lintas pelayaran dari Merak ke Bakauheni atau sebaliknya semakin padat dan
makin semrawut. Belum optimalnya pola pengaturan lalu lintas yang diterapkan di lintas Merak-Bakauheni sering menyebabkan penumpukan kapal ferry di satu titik. Hal ini meningkatkan potensi tubrukan antar kapal laut yang melintasi perairan itu.
Beberapa kejadian tubrukan antar kapal di Selat Sunda sudah sering terjadi. Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) pun telah memberikan rekomendasi khusus untuk mengurangi kejadian tubrukan di selat ini, yaitu dengan membagi alur pelayaran menjadi dua (Traffic Separation Scheme) sehingga menjadi lebih teratur. Saat keadaan lalulintas pelayaran sangat ramai komunikasi antar kapal dalam menghindari tubrukan juga tidak lagi begitu efektif (Nugroho, 2013). Rekomendasi KNKT tersebut malah kemudian tidak diteruskan dan terhenti akibat prioritas pembangunan yang lebih memilih pembangunan jembatan di atas Selat Sunda yang menghubungkan Jawa dan Sumatera. Beruntung rencana itu kemudian gagal dilakukan dan meneruskan pembangunan sarana transportasi Laut Jawa-Sumatera dengan membangun armada baru.
Hingga saat ini, apa yang telah menjadi rekomendasi KNKT hanya baru sebatas wacana, belum sampai pada skenario dan modelmodel serta implikasinya bagi ketahanan nasional. Oleh karena itu, diperlukan skenario dan modelmodel yang sesuai baik dengan memperhatikan kondisi alamiahnya maupun pendanaannya serta keunggulannya.
1.2. Permasalahan Penelitian
Selat Sunda merupakan rute pelayaran terdekat dengan Selat Malaka, rute ini menghubungkan Samudera Hindia dengan Laut Cina Selatan dan Samudera Pasifik. Tingginya kepadatan lalu lintas Laut serta resiko keselamatan navigasi di Selat Malaka, membuat perusahaan pelayaran mengalihkan rute pelayaran kapal-kapal besarnya ke Selat Sunda. Rute pendek menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, serta keberadaan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I menjadikan Selat Sunda rute yang biasa digunakan untuk pelayaran internasional. Pada perairan ini juga terdapat jalur penyeberangan dari Pulau Jawa (pelabuhan Merak) ke Pulau Sumatera (pelabuhan Bakauheni) yang dioperasikan oleh Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Kementerian Perhubungan RI. Kepadatan lalu lintas Laut tersebut meningkatnya potensi terjadinya kecelakaan di Laut akibat tubrukan. Perlu pemecahan permasalahan untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan Laut, Traffic Separation Scheme (TSS) dapat menjadi salah satu alternatif utama. Adapun rangkuman masalah adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana bentuk / ujud model Traffic Separation Scheme (TSS) di Alur Laut Kepulauan Indonesia di Selat Sunda?
b. Apakah dampak model Traffic Separation Scheme (TSS) di Alur Laut Kepulauan Indonesia di Selat Sunda bagi ketahanan wilayah ?
1.3. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian telah dilakukan baik di Selat Sunda dan perairan sekeliling yang berbatasan dengan perairan ini, seperti Tabel 1. berikut:
Tabel 1.1 : Tabel penelitian yang pernah dilakukan di perairan Selat Sunda.
Nama Tahun Judul Tujuan Metode Hasil
1 2 3 4 5 6
Dishidros 1972 Survei hidro-oseanografi pangkalan Angkatan Laut Teluk Ratai Kajian kondisi hidro-oseanografi Teluk Ratai untuk Pembangunan Pangkalan Angkatan Laut Kawasan Barat Survei hidrografi, oseanografi,me teorology dan geografi maritim Melakukan penelaahan lingkungan secara terpadu untuk kepentingan pembangunan pangkalan angkatan Laut Teluk Ratai layak untuk dikembangkan menjadi pangkalan angkatan Laut
Dishidros 1986 Survei Hidro-oseanografi Teluk Semangka Kajian kondisi hidro-oseanografi Teluk Semangka Dishidros 1998 Survei Pelabuhan Ciwandan Kajian kondisi hidro-oseanografi Pelabuhan Ciwandan University of Bremen, Jerman 2005 PABESIA („Rekonstruktion der Paläoumweltbedi ngungen im Bereich des südlichen Indonesischen Archipels”atau rekonstruksi kondisi lingkungan rekonstruksi kondisi lingkungan purba di bagian Selatan Kepulauan Indonesia Survei geologi dengan sampling sedimen, sampai dengan kedalaman 26 m (proses sejak 150.000 yl) Deskripsi kondisi iklim purba sejak 150.000 tahun yang lalu diperairan Selatan Selat Sunda dan Samudera Hindia Selatan Sumatera sampai P. Rote
1 2 3 4 5 6 purba di bagian Selatan Kepulauan Indonesia) STTAL Hidros 2006 Survei Pangkalaan Angkatan Laut Piabung Kajian kondisi hidro-oseanografi Teluk Piabung Primkopal Dishidros 2010 Survei Dermaga Tanjung Sekong Kajian kondisi hidro-oseanografi dermaga Tanjung Sekong
Dishidros 2015 Survei Hari TNI Kajian kondisi
hidro-oseanografi Perairan
dermaga Indah Kiat
Pada Selat Sunda ini kajian ilmiah ataupun jurnal ilmiah masih belum pernah ada yang membahas tentang alur pelayaran di perairan ini sedangkan penelitian yang telah ada merupakan penelitian terapan untuk area lokal kawasan-kawasan perairan yang masuk ke dalam Selat Sunda, terkait dengan pengembangan infrastruktur pelabuhan dan alur pelayaran di depan pelabuhan, baik untuk kepentingan sipil dan militer. Penelitian di sekitar Selat Sunda merupakan bagian dari penelitian global Samudera Hindia Selatan perairan Indonesia, untuk mempelajari iklim purba. Penelitian yang diajukan ini merupakan evaluasi terhadap potensi perairan Selat Sunda guna meningkatan keselamatan pelayaran, dalam rangka ketahanan nasional. Hasil penelitian
terdahulu yang telah ada dijadikan pendukung untuk melengkapi penelitian ini, terutama dari aspek hidro-oseanografi.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Membuat model sistem Traffic Separation Scheme (TSS) di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I Selat Sunda.
b. Mengkaji dampak pembangunan model TSS bagi ketahanan wilayah Selat Sunda.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademis maupun praktis:
a. Manfaat akademis.
Sebagai referensi dalam rencana pembangunan TSS di ALKI I Selat Sunda. Secara akademis model-model Traffic Separation Scheme (TSS) dapat menjadi petunjuk bagi kajian-kajian teknis kartometri pada permasalahan-permasalahan serupa.
b. Manfaat praktis.
Memberikan kepastian hukum baik dalam skala nasional maupun internasional karena penelitian ini mengacu pada ketentuan hukum internasional dan perundang-undangan nasional, meningkatkan keamanan navigasi pelayaran serta memperlancar arus transportasi di ALKI I melalui Selat Sunda yang berimplikasi pada ketahanan wilayah.