• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Teori 1. Pedagang Eceran ( Retailing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Teori 1. Pedagang Eceran ( Retailing"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendekatan Teori

1. Pedagang Eceran (Retailing)

Retailing adalah sekumpulan kegiatan bisnis yang dilibatkan

dalam penjualan produk-produk dan jasa ke konsumen akhir (Leavy, Michael dan Weitz, Barton A dalam Soedjarwo ,1993). Kegiatan ritel

merupakan aktivitas yang meliputi penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir, dimana konsumen tersebut tidak menggunakannya untuk diperjualbelikan kembali. Ritel bisa dilakukan di dalam toko, melalui email, telepon, vending machines, berbagai alat

elektronik dan secara personal (Kotler dan Armstrong, 2001).

Peritel memiliki jumlah gerai yang bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi belanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta. Arti modern adalah penataan menurut keperluan yang sama dikelompokkan dibagian yang sama yang dapat dilihat dan langsung diambil oleh pembeli (konsep swalayan), penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional.

Contoh gerai modern adalah department store, supermarket, dan

hypermarket (Ma’ruf, 2006).

Tjiptono (2008) mengemukakan bahwa ada empat fungsi utama ritel yaitu : (1) membeli dan menyimpan barang, (2) memindahkan hak milik barang tersebut ke konsumen akhir, (3) memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut, (4) memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu. Menurut Berman dan Evans (2001), terdapat beberapa karakteristik khusus ritel yang membedakan dengan tipe-tipe usaha lain, yaitu :

(2)

a. Small Average Sale (Ukuran rata-rata dari transaksi penjualan para

pedagang masih kecil)

Transaksi penjualan pedagang ritel relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan yang dihasilkan para pengusaha manufaktur. Para pedagang eceran harus berupaya menekan biaya-biaya yang menyertai penjualan seperti fasilitas kredit, pengiriman barang maupun pembungkus. Mereka juga harus meningkatkan jumlah konsumen yang berkunjung ke toko dengan melakukan promosi, serta mendorong pembelian impulsif.

b. Impulse Purchase (Pembelian Impulsif)

Karakteristik konsumen yang cenderung melakukan pembelian yang tidak direncanakan semakin meningkat sehingga para peritel harus mengelola displai, tata letak, dan etalase lebih baik.

c. Popularity of Store (Kepopuleran toko)

Saat ini banyak diperkenalkan cara berbelanja baru seperti berbelanja via pos, telepon, internet, atau televisi, namun pada kenyataanya konsumen tetap mengalir ke toko-toko eceran. Hal ini disebabkan oleh popularitas toko eceran dimata konsumen.

Soedjarwo (1993) mengemukakan ada 8 jenis ritel yang utama, yaitu:

1. Specialty Store Retailing 2. Department Store Retailing 3. Discount Store Retailing 4. Off-Price Retailing 5. Supermarket Retailing 6. Convenience Store Retailing

7. Superstore, Combination Store, dan Hypermarket 8. Catalog Showroom

Department Store

Departmen Perdagangan Amerika Serikat mendefinisikan

department store sebagai perusahaan eceran yang mempekerjakan

paling sedikit 25 orang dan menjual pakaian dan peralatan rumah

(3)

9 tangga dari bahan linen berjumlah sampai lebih dari 20 % dari jumlah

keseluruhannya (Tjiptono, 2008). Department store tergolong dalam

general merchandise retail yang menjual produk yang luas dan

berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti

layanan pelanggan (customer services) dan tenaga sales counter

(Utami, 2006).

Department store adalah institusi ritel yang besar yang

menawarkan aneka barang dagangan dan diorganisasikan oleh departemen. Menurut karakteristiknya ada tiga kategori utama barang

yang ditawarkan yaitu : (1) apparel untuk seluruh keluarga, (2)

appliances, home furnishings, dan furniture, dan (3) household linens

dan dry goods. Department store juga menawarkan jewelry, kosmetik,

peralatan olahraga, dan mainan (Soedjarwo, 1993).

Lebih lanjut Soedjarwo (1993) mengungkapkan bahwa jika dilihat dari titik pandang management, keuntungan dari department store adalah dapat membeli barang dalam jumlah besar dengan harga

yang murah. Hal ini disebabkan department store merupakan retail

yang berukuran besar dan kekuatan keuangannya cukup besar,

sehingga mampu menggaji spesialis pembelian, marchandising, store

design, promosi penjualan, dan bidang lain. 2. In-store Promotion

Menurut Yusriyanti (2008), in store promotion merupakan

kegiatan promosi yang dilakukan di dalam toko dan bertujuan untuk menimbulkan keinginan konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Berdasarkan bauran promosi ritel yang dikemukakan

Lewison dan Delozier (1989) dalam Yusriyanti (2008) , yang

termasuk ke dalam in-store promotion adalah sales promotion, store display dan personal selling.

Bagi para supplier, aktivitas in store promotion mempunyai

lima keuntungan. Pertama, produk atau merek tersebut menjadi lebih menonjol dibandingkan produk atau merek lain dari kategori yang sama. Kedua, konsumen akan bisa mengingat kembali iklan yang

(4)

10 pernah dilihatnya di media lain. Ketiga, mendorong konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. Keempat, bagi produk atau merek yang sudah populer dan banyak digemari oleh konsumen dapat mempertahankan diri dari serangan merek baru. Kelima, dapat memperkuat komunikasi pemasaran (Kertajaya, 1994).

Penjualan Pribadi (Personal Selling)

Suyanto (2007) mengemukakan bahwa penjualan pribadi (personal selling) merupakan komunikasi personal bayaran yang

mencoba menginformasikan kepada konsumen tentang suatu produk dan membujuknya untuk membeli produk tersebut. Penjualan perseorangan merupakan bentuk komunikasi yang lebih tepat karena menjamin perusahaan dalam berkomunikasi dan kontak langsung dengan calon konsumen. Menurut Lubis (2004), Sedikitnya terdapat 7 aktivitas dalam personal selling :

1. Mencari dan menjalin hubungan dengan mereka;

2. Mengalokasikan kelangkaan waktu penjual dari pembeli;

3. Memberi informasi mengenai produk perusahaan kepada

pelanggan;

4. Mendekati, mempresentasikan, mendemonstrasikan, mengatasi

penolakan serta menjual produk kepada pelanggan;

5. Memberikan berbagai jasa dan pelayanan kepada pelanggan;

6. Melakukan riset jasa dan intelijen pasar;

7. Menentukan pelanggan yang akan dituju

Lovelock dan Wright (2005) menjelaskan bahwa penjualan pribadi merupakan komunikasi dua arah antara karyawan jasa dengan pelanggan yang dirancang untuk langsung mempengaruhi proses pembelian. Sifat langsung dari personal selling memungkinkan wakil

penjualan menyesuaikan pesan tersebut agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Manfaat pelaksanaan personal selling antara lain lebih

mudahnya penyesuaian cara menjual ke konsumen, transaksi penjualan langsung saat terjadi kontak dengan calon pembeli,

(5)

11 langsung menjawab pertanyaan konsumen tentang informasi produk dan dapat membantu calon pembeli tentang petunjuk mengenai barang yang ditawarkan (Suyanto, 2007).

Dalam industri ritel, khususnya department store, personal selling adalah elemen terpenting dalam pembentukan image ritel. Ritel

seperti department store biasanya menggunakan Sales Promotion Girl

(SPG) sebagai orang pertama yang berinteraksi dengan konsumen secara langsung (tatap muka). SPG merupakan faktor yang signifikan meningkatkan total kesan konsumen. (Tjiptono, 2008)

Displai Toko (Store Display)

Displai toko merupakan penataan toko dalam memamerkan produk disertai dengan informasi yang relevan dengan produk

tersebut. Menurut Lewison dan Delozier dalam Yusriyanti (2008),

interior toko merupakan hasil desain displai secara keseluruhan yang digunakan peritel untuk menjual produknya. Displai toko dibedakan menjadi:

a. Selectioning display yaitu kedekatan penempatan produk oleh

peritel yang menekankan pada pelayanan dan pemilihan produk sendiri oleh konsumen. Selectioning display didesain oleh peritel

untuk mempermudah konsumen dalam memilih produk sendiri dan mengakses produk di toko secara menyeluruh.

b. Special display menampilkan suatu produk tertentu dalam

penempatan yang strategis dan didesain sedemikian rupa sehingga menarik perhatian konsumen.

c. Point of purchase display didesain untuk menarik perhatian dan

ketertarikan konsumen, menguatkan tema toko dan menyesuaikan dengan interior toko. Point of purchase display melibatkan displai

meja kasir, displai jendela, efek peluas ruangan, kereta makanan, displai lantai, menghias lorong dan sebagainya. Menurut Suyanto

(2007), Promosi Point of Purchase (POP) sangat efektif karena

digunakan di dalam toko dimana 70%-80% konsumen menentukan keputusan pembelian.

(6)

12 d. Audiovisual display merupakan displai toko yang menggunakan

berbagai peralatan audiovisual seperti pengeras suara, microphone,

televisi dan sebagainya.

Menurut Lewison dan Delozier (1989) dalam Yusriyanti

(2008) dalam prakteknya, displai toko digunakan untuk:

- memaksimalkan penjelasan tentang produk

- meningkatkan penampilan produk

- merangsang ketertarikan terhadap produk

- menjelaskan informasi tentang produk

- memfasilitasi transaksi penjualan

- memastikan keamanan produk

- menyediakan tempat penyimpanan produk

- mengingatkan rencana pembelian konsumen

- menghasilkan penjualan tambahan berdasarkan impulse

Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian poduk dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan (Soedjarwo, 1993).

Promosi penjualan pada ritel disebut juga sales incentive

(insentif penjualan) yaitu rangsangan baik secara langsung atau pun tidak langsung yang menawarkan nilai tambah bagi konsumen. Promosi penjualan mencakup beraneka macam alat perangsang jangka pendek seperti kupon (coupon), sampel (sampling), premi, kontes,

potongan harga, undian, iklan khusus, dan tie-ens. (Suyanto, 2007).

Promosi penjualan merupakan insentif jangka pendek yang disertakan dalam penjualan produk (Kotler dan Armstrong, 2001). Dengan kegiatan promosi penjualan, diharapkan dapat mempercepat keputusan pembelian dan memotivasi pelanggan menggunakan jasa tertentu lebih cepat dalam volume lebih banyak atau frekuensi yang lebih sering (Lovelock dan Wright, 2005).

(7)

13 Promosi harga jangka pendek dapat menawarkan keuntungan-keuntungan, salah satu keuntungannya adalah dapat menambah keinginan konsumen untuk melakukan pembelian ulang dan menarik bagi konsumen yang sadar akan harga (Lovelock, 2005).

Menurut Kotler (2005), tujuan promosi penjualan bagi perusahaan antara lain untuk menarik pembeli baru, memberi penghargaan kepada konsumen lama, meningkatkan daya beli ulang, menghindarkan larinya konsumen ke merek lain dan meningkatkan loyalitas.

3. Perilaku Pembelian Konsumen

Menurut Engel et al. (1995), konsumen mengutarakan niat

pembelian dalam dua kategori yaitu, (1) niat membeli produk ataupun merek dan (2) niat membeli hanya kelas produk (misalnya, niat membeli permen, tetapi keputusan tambahan harus dibuat mengenai merek apa yang akan dibeli).

Lebih lanjut Engel et al. (1995), mengemukakan bahwa dari

kedua kategori tersebut, maka perilaku pembelian konsumen dalam membeli produk atau jasa, yaitu:

1. Pembelian yang Terencana Sepenuhnya

Niat membeli produk atau merek dapat dikatakan pembelian yang sepenuhnya direncanakan, artinya sebelum melakukan pembelian konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek apa yang nantinya akan dibeli.

2. Pembelian yang Separuh Terencana

Konsumen sering kali sudah mengetahui produk yang ingin dibeli sebelum masuk ke swalayan, tetapi belum merencanakan merek apa yang akan dibeli sampai ia bisa memeperoleh informasi yang lengkap dari pramuniaga atau displai di swalayan (Sumarwan, 2002).

3. Pembelian yang Tidak Terencana (Impulse Buying)

Pembelian impulsif didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu

(8)

14 pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko (Mowen dan Minor, 2000).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuvita (2001), tingkah laku konsumen berdasarkan gaya berbelanja terdiri dari:

1. Shopping for pleasure, yaitu gaya berbelanja sebagai suatu jenis

hiburan (entertainment). Kecenderungan impulse buying lebih

besar.

2. Basic Shopper, yaitu gaya berbelanja hanya sebagai kebutuhan.

Konsumen jenis ini sudah memiliki tujuan terhadap produk yang akan dibelinya.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Wayne Hoyer (1984)

dalam Soedjarwo (1993) terungkap bahwa lebih dari setengah dari

pembelian yang dilakukan di supermarket adalah impulse purchase.

Impulse purchase berarti bahwa pembeli tidak niat membeli produk

sebelum pergi ke pasar. Dari penelitian ini terungkap bahwa lebih dari 80% dari semua keputusan pembelian adalah untuk permen, makanan kecil, serta aneka saus adalah tidak direncanakan.

4. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Engel et al. (1994) menggolongkan faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan pembelian pada konsumen menjadi tiga, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh lingkungan terdiri dari budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi (Engel et al., 1994). Budaya

adalah kumpulan nilai, persepsi, preferensi, serta perilaku keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar (Kotler, 2005). Kelas sosial adalah pembagian didalam masyarakat yang terdiri atas individu dan berbagai nilai, minat dan perilaku yang sama, atau kelompok-kelompok yang relatif homogen dalam suatu masyarakat lama yang tersususn secara hirarki (Kotler, 2005). Terdapat lima kelompok relevan yang akan mempengaruhi perilaku konsumen dimana konsumen melibatkan dirinya. Kelompok tersebut adalah kelompok

(9)

15 keluarga, kelompok teman atau sahabat, grup sosial formal yang diperlukan konsumen untuk mencapai tujuannya, kelompok belanja, dan kelompok kerja (Schiffman dan Kanuk, 1994). Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan atau adopsi, dan yang tinggal bersama

(Engel et al., 1994). Situasi yang mempengaruhi konsumen dapat

dibagi menjadi tiga, yaitu situasi konsumsi, situasi pembelian, dan situasi komunikasi (Engel et al., 1994).

Faktor pribadi atau pengaruh individu terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, kepribadian, gaya hidup, dan demografi (Engel et al.,

1994). Pengetahuan dapat diartikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Pengetahuan konsumen mencakup informasi, seperti ketersediaan dan karakteristik produk, dimana dan kapan untuk membeli, serta bagaimana menggunakan produk. Pengetahuan adalah faktor penentu utama perilaku konsumen. Apa yang dibeli, dimana mereka membeli, dan kapan mereka membeli tergantung pada

pengetahuan yang relevan dengan keputusan (Engel et al., 1994).

Sikap merupakan evaluasi perasaan emosional dan kecenderungan tindakan menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama terhadap beberapa objek atau gagasan (Kotler, 2005). Menurut Sumarwan (2002), motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kepribadian merupakan karakteristik psikologis atau pola respon yang berbeda dari setiap orang dalam menghadapi lingkungan yang relatif konsisten. Gaya hidup merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat, dan pendapat seseorang (Kotler 2005). Sasaran demografi adalah mendeskripsikan pangsa konsumen dalam istilah seperti usia, pendapatan, dan pendidikan (Engel et al., 1994).

Faktor psikologi terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, dan sikap konsumen. Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan suatu tindakan. Persepsi adalah bagaimana konsumen mengartikan

(10)

16 Perluasan logis dari proses motivasi dan persepsi adalah pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses menggali atau memperluas pengetahuan berdasarkan pengalaman masa lalu. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) sikap merupakan suatu eveluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon terhadap objek yang diberikan.

Menurut Kotler dan Armstrong (2001), keputusan pembelian konsumen ada dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain, dan faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan.

Menurut Levy (1992) dalam Soedjarwo (1993),

langkah-langkah dalam proses pembelian dapat dibagi menjadi dua, yaitu pre-store visit dan in-store visit. Pre-store visit meliputi : adanya

kebutuhan, mencari informasi, menilai sumber, dan memilih sumber. Sedangkan in-store visit meliputi : ada kebutuhan, mencari informasi

mengenai produk, menilai sumber, memilih produk, dan menilai setelah pembelian.

Menurut Sciffman dan Kanuk (2004) model keputusan konsumen terdiri dari tiga komponen, yaitu input, proses, dan output.

Komponen input merupakan pengaruh eksternal yang memberikan informasi kepada konsumen tentang produk. Pengaruh eksternal ini terdiri dari pengaruh aktivitas pemasaran dan pengaruh sosial budaya. Proses berfokus pada bagaimana konsumen membuat keputusan.

Sedangkan output merupakan keputusan pembelian.

5. Impulse Buying

Pemahaman tentang konsep pembelian impulsif (impulse

buying) dan pembelian tidak direncanakan (unplanned buying) oleh

beberapa peneliti tidak dibedakan. Philipps dan Bradshow (1993)

dalam Bayley dan Nancarrow (1998) tidak membedakan antara unplanned buying dengan impulse buying, tetapi memberikan

perhatian penting kepada periset, pelanggan harus memfokuskan pada interaksi antara point-of-sale dengan pembeli yang sering diabaikan.

(11)

17

Engel dan Blacwell (1982) dalam Asmoro (2009), mendefinisikan

unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa

direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko.

Mowen dan Minor (2000), mendefinisikan pembelian impulsif sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Beberapa konsumen sering kali membeli produk atau jasa tanpa direncanakan terlebih dahulu. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal seperti displai pemotongan harga 50%. Displai atau peragaan tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan

pembelian seperti ini disebut sebagai pembelian impulsif (impulse

purchasing/impulse buying) (Sumarwan, 2002).

Utami (2006), mendefinisikan impulse buying (pembelian

spontan) adalah keputusan pembelian yang dibuat oleh pelanggan

secara spontan dengan menggunakan pemajangan (display) yang

menonjol untuk menarik perhatian pelanggan dan merangsang suatu keputusan belanja berdasarkan analisis yang tidak berkesinambungan. Bayley dan Nancarrow (1998), mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko.

Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse sinonim

dengan unplanned ketika para psikologi dan ekonom memfokuskan

pada aspek irasional atau pembelian impulsif murni.

Berdasakan penelitian Rook (1982) dalam Engle et al. (1995)

pembelian berdasar impulse tidak didasarkan pada pemecahan

masalah konsumen dan paling baik dipandang dari perspektif hedonik atau pengalaman. Pembelian berdasar impulse mungkin memiliki satu

(12)

18

a. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi

konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.

b. Dorongan untuk membeli dengan segera. Ada motivasi untuk

mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

c. Kesenangan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli

sering disertai dengan emosi.

d. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat

menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

Menurut Berman (2001) impulse buying terjadi ketika

konsumen membeli produk dan/atau merek yang tidak direncanakan sebelum masuk kedalam toko, membaca katalog penawaran, melihat TV, online di WEB, dan yang lainnya. Dengan impulse buying,

pembuatan keputusan membeli oleh konsumen dipengaruhi oleh peritel. Ada tiga jenis pembelian dengan dorongan (impulse buying),

yaitu:

1. Completely Unplanned (tidak terencana seluruhnya), yaitu jika

konsumen tidak berniat membeli kategori produk atau jasa sebelum datang ke toko.

2. Partially Unplanned (tidak terencana sebagian), yaitu jika

konsumen sudah berniat membeli kategori produk atau jasa tetapi belum menentukan merek apa yang akan dibeli sebelum mengunjungi toko.

3. Unplanned Substitution (penggantian yang tidak direncanakan),

yaitu jika konsumen telah menetapkan merek apa yang akan dibeli tetapi merubah pilihannya setelah tiba di toko.

Menurut Ma’ruf (2006) pembelian impulsif terjadi pada barang-barang seperti pakaian dalam wanita, pakaian pria, produk

bakery, perhiasan, dan barang-barang grocery (food based).

Pembelian impulsif terjadi karena impulsif semata-mata, impulsif karena diingatkan ketika melihat barangnya, impulsif karena timbul

(13)

19

kebutuhan (suggestion impulse), dan impulsif yang direncanakan.

Impulsif yang direncanakan adalah pembelian sudah direncanakan tetapi merek, jenis, ukuran atau info spesifik lainnya belum diputuskan. Keputusan membeli dibuat di dalam toko ketika melihat barang yang tersedia.

Menurut Amir (2004), perilaku impulse buying banyak

didominasi oleh wanita. Atau yang dalam pembelian barang tersebut proses pengambilan keputusan banyak dipegang oleh wanita. Asosiasi peritel di Canada menunjukkan, permen merupakan barang yang paling tinggi tingkat impulse buying-nya di setiap convenience store.

Hampir 55% dari pembeli mengaku itu hanya impulse buying. Untuk

mendorong terjadinya impulse buying, hal yang dapat dilakukan

adalah menggunakan displai dengan warna yang menarik, menggunakan tema yang unik, dan sering mengubah tampilan.

B. Pendekatan Teori Alat Analisis

1. Metode dan Penentuan Ukuran Sampel

Metode sampling adalah cara pengumpulan data yang hanya mengambil sebagian elemen populasi atau karakteristik yang ada dalam populasi dan kesimpulan yang diperoleh dapat digeneralisasi pada populasi. Metode sampling terbagi menjadi dua yaitu probability sampling dan nonprobability sampling (Hasan, 2003). Probability sampling adalah cara pengambilan sampel dengan semua objek atau

elemen populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi

sampel, sedangkan nonprobability sampling terdiri dari sampling

kuota, sampling pertimbangan, dan sampling seadanya (Hasan 2003). Ada banyak cara untuk menentukan ukuran sampel atau banyaknya jumlah sampel yang akan diambil. Dalam analisis regresi penentuan ukuran sampel dilihat dari tingkat variasi atau keragaman populasi. Jika populasi memiliki varians yang kecil maka dapat digunakan sampel kecil yaitu kurang dari 30. sedangkan untuk populasi yang tingkat keragamannya cukup tinggi digunakan sampel besar yaitu lebih dari sama dengan 30 (Sudarmato, 2005). Pada

(14)

20

metode Structural Equation Modeling (SEM) ukuran sampel

minimum adalah sebanyak lima observasi untuk setiap estimated

parameter dimana ukuran contoh yang sesuai adalah antara 100-200

responden (Ferdinand, 2002).

2. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas digunakan untuk mengukur apakah instrumen penelitian (alat pengukur) yang digunakan dapat mengukur apa yang akan diukur. Menurut Umar (2003), uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur tersebut mengukur hal yang diukur. Rumus dari korelasi adalah sebagai berikut:

Keterangan :

r = Angka korelasi

n = Jumlah responden

X = Skor masing-masing pertanyaan dari setiap responden

Y = Skor total semua pernyataan dari tiap responden

Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Reliabilitas menunjukkan suatu hasil pengukuran relatif konstan walaupun pengukuran dilakukan lebih dari satu kali. Teknik uji reliabilias yang digunakan yaitu teknik Alpha Cronbach. Rumus

reliabilitas ialah :

( )

1 2 ...(2) 1 2 1 11 = − ⎜⎛ − ∑σ⎞ σb k k r Keterangan : r11 = reliabilitas instrumen

k = banyak butir pertanyaan

∑σb2 = jumlah ragam butir

∑σ12 = ragam total ) 1 ...( ... ... ... ... ... )) ) ( ( ) ( ) ( ) ( 2 2 2 2 ∑ ∑∑ ∑ ∑ ( ∑ ∑ = X n r − − − Y Y n X Y X XY n

(15)

21 Nilai alpha cronbach dapat dihitung dengn bantuan software

SPSS data editor versi 17.00. Setelah itu, reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai alpha cronbach > 0.60

(Santosa, 2005).

3. Analisis Regresi Linier

Menurut Hasan (2003) regresi merupakan suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel. Istilah regresi yang berarti ramalan atau taksiran pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton pada tahun 1877. Regresi linier adalah regresi yang variabel bebasnya (variabel X) berpangkat paling tinggi satu. Analisis regresi digunakan untuk menentukan bentuk dari hubungan antarvariabel. Tujuan utama dalam penggunaan analisis regresi adalah untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel dalam hubungannya dengan variabel lain yang diketahui melalui persamaan regresinya. Untuk regresi linier sederhana, yaitu regresi linier yang hanya melibatkan dua variabel (variabel X dan Y).

Regresi linier berganda adalah regresi dimana variabel terikatnya (Y) dihubungkan atau diijelaskan oleh lebih dari satu variabel bebas namun masih menunjukkan diagram hubungan yang linier. Penambahan variabel bebas ini diharapkan dapat lebih menjelaskan karakteristik hubungan yang ada walaupun masih saja ada variabel yang terabaikan (Hasan, 2003).

Menurut Hasan (2003) dalam penggunaan regresi, terdapat asumsi dasar yang dapat menghasilkan estimatorlinear tak bias yang terbaik dari model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa. Dengan terpenuhinya asumsi tersebut, maka hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan. Asumsi-asumsi dasar tersebut dikenal sebagai asumsi klasik. Penyimpangan terhadap asumsi dasar akan menimbulkan beberapa masalah, seperti standar kesalahan untuk masing-masing koefisien yang diduga akan sangat besar, pengaruh masing-masing variabel bebas tidak dapat dideteksi, atau variasi dari koefisiennya

(16)

22 tidak minim lagi. Akibatnya, estimasi koefisiennya menjadi kurang akurat lagi yang pada akhirnya dapat menimbulkan interpretasi dan kesimpulan yang salah. Penyimpangan asumsi dasar tersebut terdiri atas: a) Heterokedastisitas, b) Autokorelasi, dan c) Multikolinieritas. a. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas berarti variasi variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Pada heteroskedastisitas, kesalahan yang terjadi tidak random tetapi menunjukkan hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel bebas. Misalnya, heteroskedastisitas akan muncul dalam bentuk residu yang semakin besar jika pengamatan semakin besar. Rata-rata residu akan semakin besar untuk pengamatan variabel bebas (X) yang semakin besar. Dengan adanya heteroskedastisitas maka:

1) Penaksir (estimator) yang diperoleh menjadi tidak efisien, hal itu disebabkan variansnya sudah tidak minim lagi.

2) Kesalahan baku koefisien regresi akan terpengaruh sehingga

memberikan indikasi yang salah dan koefisien determinasi memperlihatkan daya penjelasan terlalu besar.

Untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas dalam regresi dapat digunakan uji koefisien korelasi Spearmen, uji Park, dan uji Glesjer. (Hasan, 2003).

b. Autokorelasi

Hasan (2003) menyatakan bahwa autokorelasi berarti terdapatnya korelasi antaranggota sampel atau data pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu, sehingga munculnya suatu datum dipengaruhi oleh datum sebelumnya. Autokorelasi muncul pada regresi yang menggunakan data berkala (time series). Dengan

adanya autokorelasi mengakibatkan hal berikut:

1) Varians sampel tidak dapat menggambarkan varians populasi

2) Model regresi yang dihasilkan tidak dapat dipergunakan untuk menduga nilai variabel terikat dari nilai variabel bebas tertentu.

(17)

23

3) Varians dari koefisiennya menjadi tidak minim lagi (tidak

efisien lagi), sehingga koefisien yang diestimasi kurang akurat 4) Uji t tidak berlaku, jika uji t tetap digunakan maka kesimpulan

yang diperoleh salah.

Adanya autokorelasi dalam regresi dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara, diantaranya adalah metode grafik dan uji Durbin-Watson.

c. Multikolinearitas

Uji asumsi mengenai multikolinearitas ini dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan linier antara variabel bebas satu dengan variabel bebas lainnya. Adanya hubungan linier antar variabel bebas akan menimbulkan kesulitan dalam memisahkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Uji asumsi multikolinieritas yaitu menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar peubah bebas. Pendeteksian terjadinya suatu kolinier ganda dapat dilihat pada hasil VIF (Variance Inflation Factors). Nilai VIF

ini diperoleh dari persamaan:

VIF= ………... (3) 1

dengan,

rj2 = koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke-j dengan

semua peubah lainnya.

Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa peubah tersebut berkolinier ganda (Myers,1990 dalam Naliebrata,2007). Adanya kolinier ganda dalam model akan mengakibatkan (Jollite,1986 dalam Naliebrata,2007) :

1 -rj2

1. Penduga koefisien regresinya menjadi tidak nyata walaupun

nilai rj -nya tinggi.

2. Nilai-nilai dengan koefisien regresi menjadi sangat sensitif

(18)

24

3. Dengan metode kuadrat terkecil, penduga koefisien regresi

mempunyai simpangan baku yang sangat besar.

4. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis pada analisis regresi dapat menggunakan beberapa cara, diantaranya adalah uji hipotesis serentak (uji F) dan uji hipotesis individu (uji t) (Hasan, 2003).

a) Pengujian hipotesis serentak (uji F)

Uji F digunakan untuk menguji kesesuaian model secara serentak apakah faktor-faktor X bersama-sama mempengaruhi Y. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan formulasi hipotesis

H0 : b1 = b2 = 0 (semua faktor Xi tidak mempengaruhi Y)

H1: b1 ≠ b2 ≠ 0 (sekurang-kurangnya ada satu Xi yang

mempengaruhi Y)

2. Menentukan taraf nyata (α) dan nilai F tabel

Taraf nyata (α) dan nilai F tabel ditentukan dengan derajat bebas v1= k-1 dan v2 = n-k. Nilai F tabel = F α(v1,v2).

3. Menentukan kriteria pengujian

H0 diterima apabila Fhitung≤ Ftabel

H0 ditolak apabila Fhitung > Ftabel

4. Menentukan nilai uji statistik dengan tabel ANOVA

5. Membuat kesimpulan apakah menerima atau menolak H0.

Suatu faktor X akan mempengaruhi Y secara bersama-sama dapat dilihat dari nilai Fhitung. Jika Fhitung lebih besar dari Ftabel,

maka minimal ada satu X yang mempengaruhi Y. b) Pengujian hipotesis individual (uji t)

Uji t digunakan untuk menguji parameter koefisien regresi setiap peubah bebas secara parsial. Hal ini berarti bahwa uji t dapat mengetahui apakah peubah bebas secara individu memiliki pengaruh yang berarti terhadap peubah respon. Pengujiannya adalah:

(19)

25 H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh Xi terhadap Y)

Taraf nyata dari t tabel ditentukan dengan derajat bebas (db) = n -k. Dalam melihat pengaruh faktor X terhadap faktor Y digunkan uji t dengan rumus: thitung = ... (4) b Dimana: bi = slope faktor Xi a = slope konstanta SE = Standar Eror SE = ... (5) Yi = Y pada X ke i Y = Y hasil regresi n = jumlah sampel

Pengambilan keputusan untuk uji t adalah x mempengaruhi y jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel atau nilai probabilitas hitung lebih kecil dari alpa.

thitung>ttabel atau Pvalue< alpha; tolak H0

thitung<ttabel atau Pvalue> alpha; terima H0 i - a SE

(

)

(

)

= = − − − n i n i Xi X n Yi Y 1 1 2

5. Model Persamaan Structural Equation Modelling (SEM)

Structural Equational Modelling (SEM) merupakan sebuah

teknik analisa statistika yang mengkombinasikan beberapa aspek yang terdapat pada analisa jalur dan analisa faktor konfimatori untuk mengestimasi beberapa persamaan secara simultan (Hisyam, 2003).

Menurut Hisyam (2003), variabel dalam SEM terdiri atas variabel observasi (indikator) dan variabel construct (laten). Variabel

(20)

26 sedangkan variabel laten adalah variabel yang tidak dapat diamati dan diukur langsung, tetapi dapat dibangun dan dibentuk oleh variabel lain yang dapat diukur. Variabel laten dibagi menjadi dua yaitu variabel laten eksogenus, diberi simbol ξ (ksi) dan variabel laten endogenus

dengan simbolnya η (eta). Variabel indikator diberi simbol X dan Y.

Pengaruh dari variabel laten terhadap variabel indikator disebut faktor

loading yang diberi simbol λ (lamda). Sedangkan koefisien pengaruh

peubah laten eksogenus terhadap peubah laten endogenus diberi simbol γ (gamma).

Dalam sebuah model SEM, sebuah peubah laten dapat berfungsi sebagai peubah eksogen atau peubah endogen. Peubah eksogen adalah peubah independen yang mempengaruhi peubah dependen. Pada model SEM, peubah eksogen ditunjukkan dengan adanya anak panah yang berasal dari peubah tersebut menuju peubah endogen. Sedangkan peubah endogen adalah peubah dependen yang dipengaruhi oleh peubah independen (eksogen). Pada model SEM, peubah eksogen ditunjukkan dengan adanya anak panah yang menuju peubah tersebut (Santoso, 2007).

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Djuranovik (2004) tentang analisis pengaruh promosi terhadap tingkat kunjungan konsumen menujukkan bahwa apabila promosi dilakukan maka dapat meningkatkan jumlah kunjungan konsumen, dimana setiap kenaikan biaya promosi sebesar 1% maka akan meningkatkan kunjungan konsumen satu bulan berikutnya sebanyak 49 orang. Berdasarkan hasil analisis uji t menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan (95%) antara promosi yang dilakukan dengan kunjungan konsumen potensial.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wiyanti (2007) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian kecap manis diketahui bahwa promosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian kecap manis. Faktor lain yang

(21)

27 mempengaruhi adalah rasa, pilihan tempat pembelian, sumber informasi, dan harga.

Penelitian yang dilakukan oleh Andriansyah (2006) menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara faktor-faktor emosi belanja konsumen

terhadap keputusan impulse buying. Hasil analisis regresi berganda

menunjukkan bahwa variabel kegembiraan (pleasure), kegairahan

(arousal), dan dominan (dominance) baik secara simultan maupun secara

parsial berpengaruh terhadap terjadinya pembelian impulsif, dan faktor

kegembiraan (pleasure) merupakan faktor yang memiliki pengaruh

dominan terhadap pembelian impulsif.

Penelitian yang dilakuan oleh Samuel (2006) menyatakan

Ekspektasi pelanggan hypermartket Carrefour Surabaya mempunyai

pengaruh yang negatif terhadap loyalitas mereka. Hal yang sama juga terlihat terhadap kepuasan yang diperoleh dari apa yang diperoleh dari kinerja toko modern. Kepuasan pelanggan dapat merupakan peubah intervening positif antara ekspektasi pelanggan maupun bauran pemasaran eceran terhadap loyalitas pelanggan. Penelitian ini menggunakan

Structural Equation Modelling (SEM) dimana variabel yang digunakan

adalah variabel laten. Hipotesis yang diuji pada penelitian ini yait H1 :

ekspektasi pelanggan berpengaruh langsung secara negaif terhadap loyalitas toko, H2 : bauran pemasaran eceran berpengaruh langsung secara

positif terhadap loyalitas toko, H3 : ekspektasi pelanggan berpengaruh

langsung secara negatif terhadap kepuasan pelanggan, H4 : bauran

pemasaran eceran berpengaruh langsung secara positif terhadap kepuasan pelanggan, H5 : kepuasan pelanggan dapat merupakan intervening positif

antara ekspektasi pelanggan dan aplikasi bauran pemasaran eceran terhadap loyalitas toko. Hasil penelitian menyatakan bahwa ekspektasi pelanggan berpengaruh langsung secara negatif terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan serta aplikasi bauran pemasaran yang dilakukan berpengaruh langsung secara positif terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan.

(22)

28 Kusdiantini (2004) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Strategi Promosi PT. Indomaret Minimarket. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa kegiatan promosi berpengaruh terhadap penjualan dengan koefisien determinasi sebesar 98.5% artinya 98.5% dari penjualan dapat dijelaskan oleh variabel biaya periklanan, promosi, penjualan perseorangan dan biaya publisitas. Berdasarkan uji koefisien, promosi penjualan dan penjualan perseorangan ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penjualan, namun dapat mendorong pelanggan untuk mencoba produk sehingga mendorong pelanggan untuk membeli produk.

Referensi

Dokumen terkait

- Bila serumen lembek dilakukan spuling / irigasi liang telinga dengan menggunakan alat spuling telinga dan air hangat kurang lebih 37 derajat Celcius yang

Guru yang juga merupakan peneliti menjalankan tugas sebagai penilai sementara siswa yang lain diberi kebebasan untuk memberikan apresiasi sastra geguritan dengan memilih salah

Menurut Nawawi (2012:67): Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan /melukiskan keadaan subyek/obyek

CV.Niagara dalam melaksanakan aktivitas, tidak terlepas dari penggunaan peralatan-peralatan yang termasuk kedalam kelompok aktiva tetap dan dikarenakan bahwa

c) tingginya rata-rata waktu yang digunakan pemira (konsumen) untuk menonton program siaran televisi. 6.2.11 Bahwa sebagaiman telah dijabarkan pada penjelasan 6.2.3 program

Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan motivasi bidan dengan pelaksanaan program Inisiasi Menyusus Dini di

Berdasarkan diagram di atas, negara Filipina memiliki penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan nasional tertinggi di ASEAN sebesar 25.2%, sedangkan negara dengan populasi di