• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN KERUKUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN KERUKUNAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (KODE SEKSI 1000000474)

Dosen Pengampu:

Hendrawanto, M.Pd., M.A.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

VENA LEGITA

NIM: 1701617108

LUIS FERNANDO

NIM: 1209617031

MUHAMMAD QAIS

NIM: 5315160882

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya sebagai penulis telah berhasil menyelesaikan makalah pengantar konversi energi. Shalawat dan salam tak lupa selalu dipanjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Rasulullah SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, para tabi'in, para tabi'ut, serta kita semua umatnya hingga akhir zaman.

Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata kuliah umum yang wajib ditempuh di Universitas Negeri Jakarta. Salah satu bab dari bahan ajar mata kuliah PAI yaitu “Masyarakat Madani dan Kerukunan Antar Umat Beragama” yang akan diuraikan dalam bentuk makalah oleh kelompok 9 selaku penulis. Penulisan makalah ini dalam rangka memenuhi penugasan yang telah diamanatkan kepada masing-masing kelompok dalam mata kuliah PAI.

Dengan selesainya makalah ini, tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberi masukan-masukan kepada kami selaku penulis. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Hendrawanto M.Pd M.A selaku dosen pengampu mata kuliah PAI, serta seluruh pihak yang telah memandu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan laporan ini. maka Kami mengharapkan kritik dan saran kepada pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 15 Oktober 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...ii

BAB

I

PENDAHULUAN ...1

I.1 Latar

Belakang ...1 I.2 Perumusan

Masalah ...1

I.3 Tujuan Penulisan ...2 I.4 Manfaat Penulisan ...2

BAB

II

PEMBAHASAN ...3

2.1 Konsep Masyarakat Madani ...3

2.1.1 Pengertian Masyarakat

Madani ...3

2.1.2 Dasar Pembentukan Masyarakat Madani Menurut Al-Quran ...4

2.2 Masyarakat Madani dalam

Sejarah ...6 2.2.1 Masyarakat

Saba ...6

2.2.2 Masyarakat Madinah ...6

2.2.3 Perkembangan Masyarakat Madani di

Indonesia ...7

2.3 Karakteristik Masyarakat

(4)

2.4 Peranan Umat Islam dalam Membangun Masyarakat Madani ...11

2.5 Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal ...12

2.5.1 Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan

Lokal ...13

2.5.2 Pengetahuan Budaya Lokal sebagai Muatan Lokal ...13

2.5.3 Forum Komunikasi Pemikiran

Budaya ...14

2.5.4 Festival Budaya Lokal ...15

2.6 Kerukunan Antar Umat

Beragama ...15

2.6.1 Kerukunan Antar Umat Beragama di

Indonesia ...17

BAB

III

PENUTUP ...18

3.1

Kesimpulan ...18 3.2

Saran ...19

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Madani menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti menjunjung tinggi nilai, norma, hukum yg ditopang oleh penguasaan iman, ilmu, dan teknologi yg berperadaban. Kehidupan dengan masyarakat madani dapat disebut sebagai bentuk kehidupan yang ideal yang mewujudkannya dengan membangun masyarakat yang agamis sesuai keyakinan individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Untuk mewujudkan masyarakat madani tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing individu ini untuk mereformasi diri secara total dan konsisten dalam sesuatu perjuangan yang gigih. Supaya tercipta pemahaman yang menyeluruh tentang masyarakat madani, kami kelompok 9 selaku penulis ingin membahas konsep masyarakat madani yang lebih kompleks mencakup konsep masyarakat madani, masyarakat madani dalam sejarah, karakteristik masyarakat madani, peranan umat islam dalam membangun masyarakat madani dan membangun masyarakat madani berbasis kearifan lokal.

1.2

Rumusan Masalah

1.

Bagaimana konsep masyarakat madani?

2.

Bagaimana bentuk-bentuk masyarakat madani dalam sejarah?

3.

Bagaimana karakteristik masyarakat madani?

4.

Apa saja peranan umat islam dalam membangun masyarakat madani?

(6)

6.

Bagaimana bentuk kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia?

1.3

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu:

1)

Memahami materi masyarakat madani dan kerukunan antar umat beragama

2)

Menjelaskan definisi dan dasar-dasar masyarakat madani

3)

Mendeskripsikan karakteristik dan model masyarakat madani

4)

Mendeskripsikan kerukunan antar umat beragama terkhusus di Indonesia dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari

1.4 Manfaat Penulisan

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Masyarakat Madani

Pembentukan masyarakat dalam Islam diawali dengan pembentukan keluarga dengan mengemukakan konsep pernikahan. Pembentukan keluarga sakinah penuh mawaddah wa rahmah, merupakan cikal bakal pembentukan masyarakat ideal, yang hidup dalam sebuah tantangan kemasyarakatan sesuai dengan aturan Allah SWT sebagaimana dalam Al-Quran, baldatun thoyyibatun wa robbun ghoffuur (Q.S. 34; 35).

2.1.1 Pengertian Masyarakat Madani

Berbagai definisi tentang masyarakat madani berkembang sesuai dengan perkembangan kondisi sosio-cultural suatu bangsa seperti di Eropa Barat dan Selatan yang dikembangkan oleh Zbiyniew Rau atau di Korea Selatan dikembangkan oleh Han Sung – Joo dan Kim Sunhui dengan batasan yang berbeda.

Secara umum masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri sendiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, serta adanya lembaga-lembaga yang mandiri dan dapat memyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

(8)

Istiqlal 26 September 1995, memperkenalkan istilah masyarakat madani sebagai terjemahan civil society.1 Lebih lanjut Anwar Ibrahim

menyebutkan bahwa masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang di asaskan pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat. Penerjemahan civil society menjadi masyarakat madani didasari oleh konsep kota Ilahi, kota peradaban atau masyarakat kota dan di sisi lain pemaknaan itu juga dilandasi oleh konsep al-Mujtama’ al-Madani yang dikenalkan oleh Naqwib al-Attas.2

Masyarakat madani merupakan konsep tentang masyarakat yang mampu memajukan dirinya melalui aktifitas mandiri dalam suatu ruang gerak yang tidak mungkin Negara melakukan intervensi terhadapnya. Hal ini terkait erat dengan konsep masyarakat madani dengan konsep demokrasi dan demokratisasi, karena demokrasi hanya mungkin tubuh pada masyarakat madani dan masyarakat madani hanya berkembang pada lingkungan yang demokratis.3

2.1.2 Dasar Pembentukan Masyarakat Madani Menurut Al – Quran

Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang mengemukakan mengenai tentang bermasyarakat, mulai dasar pembentukan keluarga sampai kepada bagaimana mengembangkan tatanan kemasyarakatan menuju sebuah masyarakat yang hidup rukun, damai dan sejatera serta selalu dalam ampunan Allah SWT. Di antara ayat-ayat tersebut adalah:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak…” (Q.S. 4; 1)

1Culla. Masyarakat Madani, hlm. 7.

(9)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang…” (Q.S. 30; 21)

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…” (Q.S. 49; 13)

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. 3; 104) “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (Q.S. 3; 110)

“Maka disebabkan rahrnat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri darimu sekeliingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segalah urusan” (Q.S 3;159)

“Manusia itu adalah umat yang satu.” (Q.S 2;213)

(10)

adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Maha Pengampun”” (Q.S 34;15)

2.2 Masyarakat Madani dalam Sejarah

Ada dua corak masyarakat dalam al Qur’an yang dapat kita lihat dan pahami sebagai dasar pembentukan masyrakat madani, yaitu tatanan kemasyarakatan yan dicerminkan oleh kaum Saba dan masyarakat Madinah yang dibentuk oleh Muhammad SAW.

2.2.1 Masyarakat Saba

Sebuah masyrakat seperti yang digambarkan dalam surat Saba (34) ayat 15 yaitu Masrakat yang hidup dalam wilayah yang tanahnya subur dan negerinya makmur lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup masyrakatnya, sehingga Allah memerintahkan mereka untuk menikmatinya sebagai rezeki yang telah dianugerahkan untuk hambaNya. Kehidupan masyarakat seperti inilah yang digambarkan dengan sebutan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (sebuah negeri yang subur dan makmur, adil dan aman. Dimana yang berhak akan mendapat haknya, yang berkewajiban akan melaksanakan kewajibannya dan yang yang berbuat baik akan mendapat anugerah sebesar kebaikannya. Tidak ada lagi kezaliman.

2.2.2.

Masyarakat Madinah

(11)

 Mempersaudarakan pengungsi dari Mekkah dengan penduduk asli Madinah (Muhajirin-Anshar), yang keduanya merupakan tonggak pilar dalam pembentukan masyarkat Madinah.

 Menganut tata kehidupan individu maupun dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat (mu amalah).‟

 Mengkukuhkan kedudukan Nabi Muhammad SAW bukan saja sebgai seorang rasul, tetapi sebagai pemimpin masyarakat yang dalam menjalankan kebijakan selalu bermusyawarah dengan para sahabat besar serta menampung aspirasi masyrakatnya.

 Menjalin perjanjian perdamaian dengan semua kekuatan social kehidupan sosial, baik dalam kehidupan pribadi maupun sebagai pemimpin agama dan pemimpin masyarakat.

2.2.3 Perkembangan Masyarakat Madani di Indonesia

Secara historis kelembagaan civil society muncul ketika proses proses tranformasi akibat modernisasi terjadi dan menghasilkan pembentukan sosial baru yang berbeda dengan masyarakat tradisional. Hal ini dapat ditelaah ulang ketika terjadi perubahan sosial pada masa kolonial, utamanya ketika kapitalisme mulai di kenalkan oleh Belanda. Hal itu telah mendorong terjadinya pembentukan sosial lewat proses industrialisasi, urbanisasi dan pendidikan modern. Pada akhirnya muncul kesadaran dikalangan kaum elit pribumi yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi sosial modern di awal abad ke-XX, gejala ini menandai mulai berseminya masyarakat madani.4

Pada awal ini gerakan-gerakan organisasi melibatkan pekerja dan intelektual yang masih muda dan ditandai juga dengan timbulnya kesadaran para buruh tentang kebutuhan mereka untuk berorganisasi dalam rangka menuju ke-arah yang lebih baik. Sebenarnya pekerja

(12)

Eropa yang memperkenalkan semangat persyarikatan kepada para pekerja Indonesia, dan pada bulan Oktober 1905 pertama kali didirikan serikat buruh oleh pekerja Eropa diperumka Bandung.

Pada tahun 1980-an terjadi perubahan politik yang cukup signifikan yang dipandang sebagai proses demokratisasi dan perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Kalangan muslim yang sebelumnya berada dimargin politik mulai berani masuk ketengah kekuasaan dan pada saat yang sama proses demokratisasi menemukan hal yang baru dan katup yang membendung proses demokratisasi mulai terbuka terbukti dengan maraknya gerakan prodemokrasi.

Turunnya rezim Soeharto dan munculnya orde baru menunjukkan proses rekonstruksi politik, ekonomi, sosial dan membawa dampak bagi perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Pada tataran sosial ekonomi akselerasi pembangunan melalui industrialisasi telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mendorong terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat Indonesia yang diandai dengan bergesernya pola-pola kehidupan masyarakat agraris.5

Berakhirnya rezim orde baru dibawah pimpinan Soeharto yang memerintah dengan memperkuat posisi negara disegala bidang yang menyebabkan merosotnya kemandirian dan partisipasi masyarakat sehingga menyebabkan kondisi dan pertumbuhan masyarakat madani menampilkan beberapa produk. Misalnya dengan semakin berkembangnya kelas menengah seharusnya semakin mandiri sebagai keseimbangan kekuatan negara sebagaimana yang terdapat dinegara kapatalis Barat, tetapi kenyataannya kelas menengah yang tumbuh masih bergantung kepada negara.

Tumbangnya pemerintahan Soeharto dengan cepat dan dramatis pada Mei 1998 dan diikuti dengan perubahan-perubahan sosial dan politik sangat penting dan potensial bagi terciptanya masyarakat madani. Secara umum politik represi (menekan) yang menandai

(13)

pemerintahan Soeharto berakhir dan digantikan dengan politik yang lebih bebas dan demokratis. Berakhirnya era 3 parpol yaitu PPP, PDI, dan GOLKAR dengan pemberian kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan partai-partai, sehingga pada akhirnya terdapat lebih dari 100 partai, namun setelah melalui seleksi tim 11 hanya ada 48 partai yang dinyatakan berhak mengikuti pemilu serta berakhirnya era asas tunggal Pancasila dan memberikan kebebasan memilih asas lain termasuk asas agama.6

Pemerintahan orde baru yang telah menghilangkan kekuatan kebhinekaan dan mencoba menggusur suatu masyarakat yang uniform sehingga terciptalah suatu struktur kekuasaan yang sangat sentralistik dan birokratik yang menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia karena dalam usaha menekan persatuan yang mengesampingkan perbedaan melalui cara-cara represif yang berakibat mematikan inisiatif dan kebebasan berfikir serta bertindak dalam pembangunan bangsa. Maka era reformasi yang mempunyai cita-cita pengakuan kebhinekaan sebagai modal bangsa Indonesia dalam rangka untuk menciptakan masyarakat madani yang menghargai perbedaan sebagai kekuatan dan sebagai identitas bangsa yang secara kultural dinilai sangat kaya dan bervariasi.

Gerakan untuk membentuk masyarakat madani berkaitan dengan proses demokratisasi merupakan tujuan era reformasi untuk membina suatu masyarakat Indonesia yang baru dalam rangka mewujudkan proklamasi tahun 1945 yaitu membangun masyarakat Indonesia yang demokratis atau masyarakat madani Indonesia merupakan misi dari gerakan reformsi dan misi dari reformasi sistem pendidikan nasional.7

2.3 Karakteristik Masyarakat Madani

(14)

Secara umum masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat atau institusi yang mempunyai ciri-ciri antara lain : Kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama lain dan menjujung tinggi norma dan etika yang telah disepakati bersama-sama.8 Secara historis

upaya untuk merintis institusi tersebut sudah muncul sejak masyarakat Indonesia mulai mengenal pendidikan modern dan sisitem kapitlisme global serta modernisasi yang memunculkan kesadaran untuk mendirikan orgnisasi-orgnisasi modern seperti Budi Utomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) dan lain-lain.

Jika merujuk kepada tatanan masyarakat yang dibagun oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrah dari Mekkah ke Yastrib dan menggantikan nama kota tersebut menjadi Madinah, di sana ditemui sebuah masyarakat dengan tatanan etik dan moral sesuai ajaran Islam. Piagam Madinah sebagai sebuah konstitusi tertulis yang disepakati untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat, mencirikan karakter dari masyarakat tersebut yang antara lain ialah:

 Masyarakat yang berTuhan yaitu sebuah masyarakat yang mengakui adanya Tuhan dan mengakui hokum Tuhan sebagai landasan pengaturan kehidupan mereka.

 Masyarakat yang pluralistik yang terdiri dari berbagai suku dan agama, namun dapat hidup berdampingan secara aman, damai, dan sejahtera.

 Mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama dengan baik tanpa adanya diskriminatif, sehingga terlihat adanya pengakuan persamaan hak.

 Adanya pengakuan dan perlindungan negara dalam menjamin kebebasan dalam menjalankan ibadah bagi pemeluknya sesuai keyakinan mereka.

 Berperadaban tinggi, yaitu unggul dalam penguasaan IPTEK, sehingga dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai khalifatullah fil ardh.

(15)

 Berakhlak mulia, dengan kata lain anggun dalam moral. Indahnya sebuah masyarakat terlihat dari tatanan akhlak yang ditampilkan sebagai manifestasi dari keyakinan dan pelaksanaan syariah mereka.

2.4 Peranan Umat Islam dalam Membangun Masyarakat Madani

Membangun masyarakat madani, sebagai sebuah masyrakat ideal secara yang berperadaban tinggi sebagaimana yang dicita-citakan setiap bangsa tidaklah mudah. Jumlah atau kuantitas saja tidak dapat menjamin, tanpa didukung oleh beberapa faktor, seperti sumber daya manusia yang berkualitas,system politik yang tangguh, perekonomian yang kuat, kehidupan sosial kemasyarakatan secara teratur yang dibangun dalam masyarakat tersebut.

Melihat kondisi umat islam saat ini, secara kuantitas tidak diragukan lagi, namun secara kualitas sumber daya manusianya masih perlu ditingkatkan, mengingat masih banyakya jumlah umat Islam yang hidup dibawah garis kemiskinan dan tidak tersentuh pendidikan, khususnya umat Islam di Indonesia. Begitu juga kalau kita lihat dari segi sistem politiknya, masih diperlukan kekuatan untuk membangun masyarakat Islam yang ideal. Peranan umat Islam dalam segala bidang dituntut untuk lebih maksimal. Umat Islam harus bertekad meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dengan megejar ketertinggalannya terutama dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki kompetensi penguasaan IPTEK.

(16)

Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, perencanaan dan pengembanganbidang ekonomi untuk meningkatkan lesejahteraan umat, perlu ditingkatkan manajemen pengelolaan sumber daya dan lembaga ekonomi Islam secara profesional, serta harus menjadi tonggak pembangunan ekonomi umat. Kesadaran untuk membayar zakat dan memberdayakan harta wakaf, serta mengembangkan sikap kerjasama baik sesama umat Islam maupun di luar Islam perlu dipupuk dengan subur. Memperkokoh kekuatan dalam pembentukan Ukhuwah Islamiyah ataupun hubungan dengan masyarakat di luar Islam (Ukhuwah Insaniyah) perlu dibina dengan baik untuk mewujudkan sebuah masyarakat Islam sebagai ummatan wahidah, ummatan washathan, yang hidup dalam negeri yang aman makmur dan sejahtera baidatun thayyibatun wa rabbun ghafuur.

2.5 Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal

Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran tercapainya kondisi madani, yaitu:

 Terpeliharanya eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat

 Terpelihara dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan keselamatan

 Tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dan sehat

 Terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dan tenteram dengan penuh toleransi dan tenggang rasa

 Terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab serta bermoral tinggi

 Terbangunnya profesionalisme aparatur yang tinggi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab yang mampu mendukung pembangunan daerah.

(17)

budaya yang kuat membentuk manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, yang akhirnya mampu berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai manusia yang tangguh, kompetitif, berbudi luhur, bertoleransi, bergotong-royong, berjiwa patriotik, menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa, mengedepankan kearifan lokal, dan selalu berkembang secara dinamis”.

Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun masyarakat madani? Walaupun kearifan lokal terdapat dalam kebudayaan lokal yang dijiwai oleh masyarakatnya, namun sejalan dengan perubahan sosial kultural yang demikian cepat kebudayaan lokal yang menyimpan kearifan lokal sebagaimana sinyalemen para ahli sebagian telah tergerus oleh kebudayaan global (Smiers, 2008: 383). Oleh karena itu, perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun masyarakat madani. Untuk merevitalisasi budaya lokal diperlukan adanya strategi politik kebudayaan dan rekayasa sosial dengan pembuatan dan implementasi kebijakan yang jelas. Salah satu di antaranya adalah adanya peraturan daerah tentang pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan budaya lokal yang dapat menjadi payung hukum dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya oleh dinas-dinas atau lembaga-lembaga terkait.

Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan untuk merevitalisasi budaya lokal untuk membangun masyarakat madani berbasis kearifan lokal:

2.5.3 Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan Lokal

Tidak semua kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal telah diketahui olehmasyarakat. Oleh karena itu, dalam membangun

masyarakat madani berbasis kearifan

(18)

seperti: sikap-sikap antikejahatan, suka menolong, dan giat membangun (Nasirun, Cikal Bakal Desa Tanggungsari); nilai-nilai patriotisme dan memperjuangkan nasib rakyat; nilai-nilai kepemimpinan yang bertanggung jawab dan menepati janji; nilai kepemimpinan yang peduli pada daerah dan rakyatnya; nilai demokrasi dengan cara pemilih an kepala desa yangdemokratis dan transparan, nilai kejujuran, keikhlasan, dan tanpa pamrih. Selanjutnya, kearifan lokal yang relevan dengan pembangunan masyarakat madani perlu disosialisasikandan diinternalisasikan kepada masyarakat.

2.5.4 Pengetahuan Budaya Lokal sebagai Muatan Lokal

Sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal untuk membangun masyarakat madani dapatdilakukan melalui jalur pendidikan formal dalam bentuk muatan lokal. Namun demikian,gagasan untuk memberikan muatan lokal yang berupa pengetahuan budaya (yang didalamnya terdapat kearifan lokal) dalam pendidikan umum dalam kenyataannya menghadapi kendala yang berkaitan dengan kurikulum dan tenaga pengajarnya.

Mengatasi permasalahan ini baik dalam penyediaan bahan pelaja ran maupun tenaga pengajarnya dapatdiupayakan dan dilegalkan dengan penggunaan tenaga-tenaga nonguru dalam masyarakatyang mempunyai keahlian-keahlian yang khas mengenai berbagai aspek kehidupan yang khasdi daerah. Pengetahuan budaya lokal dapat dipilah

ke dalam

pengetahuan&keterampilan bahasa serta pengetahuan dan ketrampilan s eni. Selain itu dapat ditambahkan pengetahuantentang adat-istiadat/ sistem budaya (cultural system) yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya nasional (Sedyawati, 2007: 5), khususnya tentang kearifan lokal yang relevandengan pembangunan masyarakat madani.

2.5.5 Forum Komunikasi Pemikiran Budaya

(19)

berbagaiforum dialog. Prakarsa untuk memulai forum ini dapat dilakukan oleh pemerintah denganmelibatkan elemen-elemen di luar birokrasi pemerintahan seperti lembaga-lembagakebudayaan dan penyelenggara media massa swasta meliputi radio, televisi, majalah, dansurat kabar. Dalam forum dialog itu perlu dibahas masalah-masalah aktual di bidangkebudayaan yang berkembang di masyarakat, seperti budaya (lokal) yang menghambatterbentuknya masyarakat madani, pembentukan warga negara Indonesia yang dwibudayawan(lokal dan nasional), mempersiapkan eksekutif yang mampu menghayati nilai-nilai budayayang luhur, dan lain-lain (Sedyawati, 2007: 6-7).

2.5.6 Festival Budaya Lokal

Unsur-unsur budaya lokal yang berpotensi untuk membangun masyarakat madani dapatdipergelarkan dalam bentuk festival budaya. Sebagai contoh festival seni tradisi, upacaratradisi, dan permainan (dolanan) tradisional anak-anak dapat dijadikan sebagai wahana untukmembangun kesadaran pluralisme, membangun integrasi sosial dalam masyarakat, dantumbuhnya multikulturalisme.Langkah-langkah strategis sebagaimana telah diuraikan di atas diharapkan akan membentuksuatu kesadaran kultural (Kartodirdjo, 1994a dan 1994b) yang pada gilirannya akanmembentuk ketahanan kultural pada masyarakat. Kesadaran dan ketahanan kultural menjadi pilar yang sangat kuat untuk membangun masyarakat madani yang berbasis kearifan lokal.

2.6 Kerukunan Antar Umat Beragama

(20)

Kerukunan antar umat beragama dalam pandangan Islam (seharusnya) merupakan suatu nilai yang terlembagakan dalam masyarakat. Islam mengajarkan bahwa agama Tuhan adalah universal karena Tuhan telah mengutus Rasul-Nya kepada setiap umat manusia (QS. al-Nahl (16): 36). Selain itu, ajaran Islam juga mengajarkan tentang pandangan tentang kesatuan kenabian (nubuwwah) dan umat yang percaya kepada Tuhan (QS. al-Anbiya’ (21): 92).

Ditegaskan juga bahwa agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. (Islam) adalah kelanjutan langsung agama-agama yang dibawa nabi-nabi sebelumnya (QS. al-Syura (42): 13). Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan baik dengan para pemeluk agama lain, khususnya para penganut kitab suci (Ahli Kitab) (QS. al-’Ankabut (29): 46).

Prinsip-prinsip Islam seperti yang terbubuh dalam ayat-ayat al-Quran di atas membawa konsekuensi adanya larangan untuk memaksakan agama (QS. al-Baqarah (2): 256). Ayat ini, menurut Ibn al-Qayyim al-Jauzi, seperti dikutip oleh Nurcholish Madjid (1990, h. 110), diturunkan karena ada anak-anak kaum Anshar di Madinah yang tidak mau mengikuti jejak orangtua mereka untuk memeluk Islam dan memilih agama Yahudi yang sudah mereka kenal, tetapi kemudian orangtua mereka ingin memaksa mereka memeluk agama Islam. Hal ini mendapat penegasan firman Allah, ”Dan jika seandainya Tuhanmu menghendaki, maka pastilah beriman semua orang di bumi, tanpa kecuali. Apakah Engkau (Muhammad) akan memaksa umat manusia sehingga mereka beriman semua?” (QS. Yunus (10): 99). Pendirian ini perlu dikemukakan karena sampai sekarang masih dirasakan kekurangpercayaan kepada prinsip ini dari berbagai kalangan.

(21)

pemerintah Islam dan dapat menjalin hubungan dengan masyarakat Muslim dengan baik dalam melaksanakan berbagai aktivitasnya.

2.6.1 Kerukunan umat beragama di Indonesia

Negara Indonesia menjamin kehidupan agama bagi seluruh rakyatnya. Dasar negara Pancasila memberikan jaminan kebebasan beragama dengan sila yang pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” UU D 1945 juga menjamin kebebasan menjalankan agama dengan satu pasal khusus, yaitu pasal 29. Di samping itu, semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” memberikan peluang leluasa bagi beragam agama yang ada untuk mengikuti dan melaksanakan ajaran agama di bawah satu kesatuan dasar Pancasila dan UUD 1945.

Menteri Agama RI tahun 1978-1984 (H. Alamsjah Ratu Perwiranegara) menetapkan Tri Kerukunan Beragama, yaitu tiga prinsip dasar aturan yang bisa dijadikan sebagai landasan toleransi antarumat beragama di Indonesia. Tiga prinsip dasar yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kerukunan intern umat beragama. 2) Kerukunan antar umat beragama.

3) Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah (Departemen Agama RI, 1982/1983, h. 13).

Untuk melaksanakan Tri Kerukunan Beragama ini, dikeluarkan juga Keputusan Menteri Agama yang menjabarkan aturan itu dengan lebih rinci, yaitu Keputusan Menteri Agama no. 70 tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama dan Keputusan Menteri Agama no. 77 tahun 1978 tentang Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga-lembaga Keagamaan di Indonesia.

(22)

PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Kesimpulan dalam materi ini, yaitu :

 Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan taraf kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.

 Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani.

 Karakteristik dari masyarakat madani yaitu wilayah Publik yang bebas Demokrasi, Toleransi, Pliralisme, dan Keadilan.

 Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensi umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Imam Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

(23)

baik bagi setiap umat manusia, dan membantu manusia melaksanakan kewajibannya kepada Allah.

 Kerukunan umat beragama di Indonesia pada prinsipnya sudah di atur dengan baik. Berbagai aturan sudah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakannya. Aturanaturan ini tidak jauh berbeda dengan aturan yang tertuang dalam Piagam Madinah. Jika pada akhirnya muncul berbagai konflik antar umat beragama di Indonesia, hal ini tidak semata-mata terkait dengan masalah agama belaka, tetapi sudah ditunggangi oleh berbagai kepentingan, terutama kepentingan politik.

3.2

Saran

Saran dari kami selaku penulis diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia, belajar dari sejarah dan ajaran agama. Yakni melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Semoga dengan izin Allah dan dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan. Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami sampaikan, semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti sehingga tidak menimbulkan kesalah-pahaman di masa yang akan datang. Kurang lebihnya mohon maaf, terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

(24)

Anonim. t.t. BAB II MASYARAKAT MADANI (Suatu Telaah Pustaka).

http://digilib.uinsby.ac.id/8316/2/Bab%202.pdf. Diakses pada 15 Oktober 2017.

Marzuki. t.t. Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Wacana Masyarakat Madani: Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya bagi Indonesia.

http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Marzuki,%20Dr.

%20M.Ag./17.%20KERUKUNAN%20ANTARUMAT%20BERAGAMA

Referensi

Dokumen terkait