STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN PENERBIT EFEK SYARIAH
Oleh : Molbi F. Harsanto, SEI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia cukup dinamis baik dilihat dari beragamnya efek syariah yang diterbitkan, indeks syariah yang diluncurkan maupun Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) terkait pasar modal dan peraturan Bapepam-LK yang mengatur mengenai pasar modal berbasis syariah. Penerbitan reksa dana syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 1997 merupakan tonggak pertama perkembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia. Tonggak berikut nya adalah peluncuran Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 oleh PT. Bursa Efek Indonesia berkerja sama dengan PT. Danareksa Investment Management.
Selanjutnya, perkembangan pasar modal berbasis syariah sampai dengan saat ini ditandai dengan banyaknya produk yang diterbitkan seperti penerbitan sukuk (obligasi syariah), reksadana syariah, saham yang memenuhi kriteria sebagai efek syariah, dan peluncuran Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) oleh PT. Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu terdapat produk syariah lainnya berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang telah diatur melalui Undang-Undang SBSN Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Sebagai implementasi dari UU tersebut, pemerintah pertama kali menerbitkan SBSN pada 26 Agustus 2008 yaitu SBSN IFR senilai Rp2,7triliun dan SBSN IFR0001 senilai Rp1,9 triliun. Penerbitan SBSN ritel juga menjadi salah satu momentum dalam perkembangan pasar modal syariah. SBSN ritel yang pertama kali diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2009 adalah SR001senilai Rp5,56 triliun.
Beragamnya produk syariah di pasar modal tersebut memerlukan adanya kepastian hukum khususnya terkait aspek kesyariahannya. Untukitu DSN-MUI telah menerbitkan Fatwa-fatwa terkait pasar modal. Fatwa pertama yang diterbitkan adalah Fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, DSN-MUI telah menerbitkan Fatwa-fatwa terkait pasar modal berbasis syariah antara lain Fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, Fatwa No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, dan Fatwa No.80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, dan Peraturan Nomor II.K.I tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Pada tahun 2012, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah, dimana secara detil menyebutkan rasio keuangan yang harus dimiliki oleh Emiten tang akan menerbitkan Efek Syariah. Sejalan dengan itu, dalam pasar modal terdapat teori-teori yang membahas tentang Struktur Modal (Capital Structure). Sehingga peraturan dan ketentuan pasar modal syariah dapat mempengaruhi teori Struktur Modal yang dimiliki oleh Emiten-emiten penerbit efek syariah.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam kajian ini adalah, “Bagaimanakah dampak Pasar Modal
Syariah terhadap teori Capital Structure?
C. Tujuan Penelitian
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pasar Modal Syariah
1. Pengertian Pasar Modal
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menyebutkan bahwa Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.1
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.2
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar
modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Menurut Husnan (2003) adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Menurut Usman (1990: 62), umumnya surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat dibedakan menjadi surat berharga bersifat hutang dan surat berharga yang bersifat pemilikan. Surat berharga yang bersifat hutang umumnya dikenal nama obligasi dan surat berharga yang bersifat pemilikan dikenal dengan nama saham. Lebih jauh dapat juga didefinisikan bahwa obligasi adalah bukti pengakuan hutang dari perusahaan, sedangkan saham adalah bukti penyertaan dari perusahaan.
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang
1DSN-MUI. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003. Jakarta: DSN-MUI. 2003. hal 6.
keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek (Sunariyah, 2000: 4). Dilihat dari pengertian akan pasar modal diatas, maka jelaslah bahwa pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan dalam mencari dana dengan menjual hak kepemilikkan perusahaan kepada masyarakat.
2. Pengertian Pasar Modal Syariah
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Pasar modal syariah merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.3
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut.
Menurut Soemitra, saham syariah merupakan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Akad yang berlangsung dalam saham syariah dapat dilakukan dengan akad mudharabah dan musyarakah.
Menurut Kurniawan (2008), Saham Syariah adalah saham-saham yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memiliki karakteristik sesuai dengan syariah Islam.
Serta dalam Fatwa DSN-MUI menyebutkan bahwa Efek Syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal adalah surat berharga yang akad, pengelolaan perusahaannya, maupun cara penerbitannya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah.4
Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah
satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait perniagaan.
Menurut Metwally (1995) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :
• Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
• Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
• Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya
• Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
• Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.5
3. Fatwa MUI
a. Definisi dan Sifat Fatwa
Secara etimologi kata fatwa berasal dari bahasa Arab al-fatwa. Menurut Ibnu Manzhur kata fatwa ini merupakan bentuk mashdar dari kata fata, yaftu, fatwa, yang bermakna muda, baru, penjelasan, penerangan. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat Al-Fayumi, yang menyatakan bahwa al-fatwa berasal dari kata al-fata artinya pemuda yang kuat. Sehingga seorang yang mengeluarkan fatwa dikatakan sebagai mufti, karena orang tersebut diyakini mempunyai kekuatan dalam memberikan penjelasan (al-bayan) dan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapinya sebagaimana kekuatan yang dimiliki oleh seorang pemuda. Sedangkan menurut Al-Jurjani fatwa berasal dari al-fatwa atau al-futya, artinya jawaban terhadap suatu permasalahan (musykil) dalam bidang hukum. Sehingga fatwa dalam pengertian ini juga diartikan sebagai memberikan penjelasan (al-ibanah).6
Secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh Zamarkhsari, (w. 538H) fatwa adalah
penjelasan hukum syara’ tentang suatu masalah atas pertanyaan seseorang atau kelompok.
Menurut As-Syatibi, fatwa dalam arti al-iftaa berarti keterangan-keterangan tentang hukum
syara’ yang tidak mengikat untuk diikuti.7
Istilah fatwa berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu fata, yaftu, fatwa atau futya yang berarti menjawab (penjelasan atau penerangan) perkara-perkara yang menjadi permasalahan. Selanjutnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi fatwa adalah jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah atau nasihat orang alim atau pelajaran baik atau petuah.
Menurut Yusuf Qardawi definisi fatwa adalah menerangkan hukum syara’ dalam suatu persoalan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) baik secara perorangan atau kolektif.8
5Huda, Nurul dan Nasution, Mustofa ,Edwin. 2008.Investasi Pada Pasar Modal Syariah.Jakarta:Kencana Hal 76.
6KH. Ma ruf Amin.Fatwa dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Elsas. 2008. hal 1919 7Ibid
b. Fatwa DSN-MUI tentang Pasar Modal
Hingga saat ini Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang secara khusus mengatur Pasar Modal sudah cukup banyak diantara adalah:
• Fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah.
• Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
• Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
• Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
• Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
• Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
• Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu Syariah.
• Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah.
• Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Pada kajian ini, ruang lingkup pembahasan yaitu terkait fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Dari fatwa tersebut, dapat kita ambil intisari sebagai berikut:
• Kriteria Emiten atau Perusahaan Publik9
o Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam poin nomor 1, antara lain:
perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
konvensional;
produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; dan produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang
merusak moral dan bersifat mudarat.
melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya;
o Emiten atau Perusahaan Publik yang bermaksud menerbitkan Efek Syariah wajib untuk menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas Efek Syariah yang dikeluarkan.
o Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah dan memiliki Shariah
Compliance Officer.
o Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas, maka Efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai Efek Syariah.
• Jenis Efek Syariah10
o Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
o Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
o Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil
shahib almal dengan pengguna investasi.
o Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
o Surat berharga komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan Prinsip-prinsip syariah.
• Transaksi yang dilarang11
o Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman.
o 2. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum dimiliki (short selling);
Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah tersebut; dan
Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu
Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain;
Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.
• Harga Pasar Wajar12
Harga pasar dari Efek Syariah harus mencerminkan nilai valuasi kondisi yang sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbitan Efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar dan efisien serta tidak direkayasa.
• Pelaporan dan Keterbukaan Informasi13
Dalam hal DSN-MUI memandang perlu untuk mendapatkan informasi, maka DSN-MUI berhak memperoleh informasi dari Bapepam dan Pihak lain dalam rangka penerapan Prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal.
4. Peraturan Bapepam-LK
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam-LK) adalah sebuah lembaga di bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang bertugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang lembaga keuangan.14
Fungsi yang dimiliki Bapepam-LK adalah15:
• Penyusunan dan penegakan peraturan di bidang pasar modal primer dan sekunder
• Penegakan peraturan di bidang pasar modal;
• Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari Badan dan pihak lain yang bergerak di pasar modal;
• Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik;
• Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
• Penetapan ketentuan akuntansi di bidang pasar modal;
• Penyiapan perumusan kebijakan di bidang lembaga keuangan;
• Pelaksanaan kebijakan di bidang lembaga keuangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
• Perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang lembaga keuangan;
• Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan;
• Pelaksanaan tata usaha Badan.
Secara umum, seluruh peraturan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam-LK terkait dengan pasar modal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok peraturan sebagai berikut16:
• Bursa Efek
• Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP)
• Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)
• Reksa Dana
• Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat Investasi
• Lembaga Penunjang Pasar Modal
• Profesi Penunjang Pasar Modal
• Emiten dan Perusahaan Publik
• Dokumen Publik dan Laporan ke Bapepam
• Pemeriksaan oleh Bapepam
13Ibid, Hal. 8.
14http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pengawas_Pasar_Modal_dan_Lembaga_Keuangan 15Ibid
• Sanksi
• Peraturan Lainnya
Pada kajian ini, ruang lingkup pembahasan yaitu terkait Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dari Surat Keputusan tersebut, dapat kita ambil intisari sebagai berikut17:
• Efek yang dimuat dlam Daftar Efek Syariah
o Efek berupa saham termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah dan Waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar;
o Efek berupa saham termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah dan Waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut: tidak melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
perjudian dan permainan yang tergolong judi;
perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain: perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu; jasa keuangan ribawi, antara lain:
bank berbasis bunga;
perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan antara lain:
barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi);
barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI;
barang atau jasa yang merusak moral dan/atau bersifat mudarat;
melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah); dan memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut:
total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% (empat puluh lima per seratus); atau
total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per seratus);
B. Struktur Modal (Capital Structure)
1. Pengertian Struktur Modal
Menurut J. Fred Weston dan Thomas E Copeland (1996) mengatakan bahwa struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham.
Menurut Frank J Fabozzi and Pamela Peterson (2000), capital structure is the combination of
debt and equityused to finance a firm’s projects. The capital structure of a firm is some mix
of debt, internally generated equity, and new equity.18
Menurut Keown et.al (2008), struktur modal adalah paduan atau kombinasi sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan.19
Menurut Farah Margaretha (2005), struktur modal menggambarkan pembiayaan permanen perusahaan yang terdiri atas utang jangka panjang dan modal sendiri.20
Menurut Robert C Higgins (2004), capital structure is the composition of the liabilities side
of a company’s balance sheet, the mix of funding sources a company uses to finance its operations.
Menurut Handono Mardiyanto (2009), struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proposi utang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan perusahaan.21
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010), struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.22
Menurut Husnan Suad (2004) struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri.
Menurut Sabar Warsini (2003) struktur modal merupakan sumber pendanaan jangka panjang terdiri dari obligasi dan saham.
Menurut Bambang Riyanto (2001), struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.23
Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya.
Jadi, berdasarkan beberapa referensi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan
18Frank J Fabozzi.Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat. 2000
19Arthur J. Keown, et.al.Manajemen Keuangan: Prinsip dan PenerapanJakarta: Indeks. 2008
20Farah Margaretha.Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan: Investasi dan Sumber Dana Jangka Panjang. Jakarta: Grasindo. 2005.
21Handoyo Mardiyanto.Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo. 2009.
sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan demikian struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka pendek. Sedangkan pengertian struktur keuangan menurut Farah Margaretha (2005) 24 menggambarkan susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan modal sendiri.
Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara itu utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan ekuitas. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana jangka panjang (Handono Mardiyanto, 2009).25
Kebutuhan dana yang berasal dari dalam atau sering disebut modal sendiri adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri seperti cadangan laba yang berasal dari pemilik seperti modal saham. Modal inilah yang menjadi tanggungan terhadap keseluruhan resiko perusahaan dan dijadikan jaminan bagi kreditor. Sedangkan dana yang berasal dari luar adalah modal yang berasal dari kreditur (panyandang dana), modal inilah yang merupakan utang bagi perusahaan yang bersangkutan.
Tujuan dari manajemen struktur modal atau capital structure management adalah menggabungkan sumber-sumber dana yang digunakan perusahaan untuk membiayai operasi. Dengan kata lain, tujuan ini dapat dilihat sebagai pencarian gabungan dana yang akan meminimumkan biaya modal dan dapat memaksimalkan harga saham. Struktur modal yang demikian, dapat kita sebut sebagai struktur modal yang optimal (Ahmad Rodoni dan Herni Ali, 2010).26
2. Jenis-jenis Struktur Modal
a. Modigliani-Miller
Teori capital structure yang modern dimulai dengan paper Modigliani dan Miller (1958) (selanjutnya terkenal dengan MM) yang merupakan terobosan baru dalam manajemen keuangan modern. Proposisi yang diajukan MM mempunyai pendukung yang sangat besar sampai sekarang. Proposisi yang menyatakan tidak relevannya keputusan financing memberikan implikasi penting, yaitu pada kondisi bagaimana keputusan tersebut menjadi tidak relevan; dan secara implisit juga menimbulkan pertanyaan pada kondisi bagaimana keputusan tersebut menjadi relevan (Harris dan Raviv, 1991; Myers, 2001).
Dengan seiringnya waktu, teori ini berkembang menjadi 2 jenis, yaitu teori tanpa pajak dan teori dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak
24Farah Margaretha. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan: Investasi dan Sumber Dana Jangka Panjang. Jakarta: Grasindo. 2005.
25Handoyo Mardiyanto.Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo. 2009.
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2001, p.31)27yaitu:
• Tidak terdapat agency cost.
• Tidak ada pajak.
• Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
• Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan
• Tidak ada biaya kebangkrutan
• Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari
hutang.
• Para investor adalah price-takers.
• Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).
Teori MM dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.28
b. Pecking Order Theory
Menurut Myers (1984), pecking order theorymenyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai
urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.
3. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka
perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order
theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan
urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh
(1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih
untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini
berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.
c. Trade off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan
(financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa
faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric
information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal
tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress).
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka
trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
d. Market Timing Theory
Teori yang diungkapkan oleh Baker dan Wurgler (2002) ini mengemukakan bahwa
membeli kembali equity pada saat market value rendah” (p.1) Praktik inilah yang kemudian
disebut sebagai equity market timing.
Tujuan dari melakukan equity market timing ini adalah untuk mengeksploitasi fluktuasi sementara yang terjadi pada cost of equity terhadap cost of other forms of capital.
Menurut Baker dan Wurgler (2002),”Struktur modal adalah hasil kumulatif dari usaha melakukan equity market timing di masa lalu”. Baker dan Wurgler menemukan bahwa perusahaan dengan tingkat hutang rendah adalah perusahaan yang menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan perusahaan dengan tingkat hutang tinggi adalah perusahaan yang menerbitkan equity pada saat market value rendah. Baker dan Wurgler menggunakan
market-to-book ratio, yang umumnya digunakan sebagai proxy untuk mengukur kesempatan
investasi, namun dalam teorinya market-to-book ratio juga digunakan untuk melihat apakah nilai suatu ekuitas itu overvalued atau undervalued. Baker dan Wurgler membangun suatu model variabel yaitu external finance weighted-average market-to-book ratio. Variabel ini adalah rata-rata tertimbang dari market-to-book ratio suatu perusahaan di masa lampau. Variabel ini digunakan oleh Baker dan Wurgler untuk melihat usaha dari suatu perusahaan dalam melakukan equity market timing.
Ada dua versi dari equity market timing yang mengikuti hasil penelitian Baker dan Wurgler. Yang pertama adalah versi dinamis dari Myers dan Majluf (1984) mengenai informasi asimetris yang mengasumsikan rasional manajer dan investor. Versi yang kedua dari equity market timing melibatkan para investor atau manajer yang tidak rasional dan persepsi dari mispricing. Para manajer akan menerbitkan equity saat mereka yakin bahwa cost of equity rendah dan membeli kembali equity saat cost of equity tinggi. Market-to-book diketahui secara umum berkorelasi negatif dengan future equity returns, dan nilai ekstrem dari market-to-book dikaitkan dengan ekpektasi-ekspektasi yang ekstrem dari investor, sesuai dengan penelitian dari La Porta (1996), La Porta et al. (1997), Frankel dan Lee (1998), dan Schleifer (2000). Apabila manajer mencoba untuk mengeksploitasi terlalu jauh (ekstrem) ekspektasi-ekspektasi dari investor, net equity issues akan berkorelasi positif dengan market-to-book.29
Apabila tidak terdapat struktur modal yang optimal, manajer tidak perlu mengganti keputusan-keputusan pendanaannya pada saat perusahaan telah dinilai dengan benar dan cost of equity terlihat normal, hal ini menunggu fluktuasi-fluktuasi sementara yang terjadi pada
market-to-book mempunyai efek yang tetap pada leverage.
BAB III PEMBAHASAN
A. Pandangan Islam terhadap Hutang (Qardh)
Sayyid Sabiq dalam karyanya Fiqh Sunnah mendefinisikan hutang sebagai harta yang diberikan oleh kreditor (pemberi utang) kepada debitor (penerima utang), agar debitor mengembalikan yang serupa dengannya kepada kreditor ketika mampu. Secara etimologis,
qardhberarti “pemotongan”.30
Perutangan adalah salah satu sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., karena memberikan utang berarti menyayangi manusia, mengasihi mereka, memudahkan urusan mereka, dan menghilangkan kesusahan mereka. Islam menganjurkannya dan menyarankannya bagi kreditor dan Islam membolehkannya bagi debitor mengambil harta untuk memanfaatkannya dalam pemenuhan hajat-hajatnya lalu mengembalikan yang serupa dengannya.31
Dalam Fiqh Sunnah juga disebutkan beberapa kaidah dalam utang (qardh), diantaranya adalah:
1. Piutang yang mendatangkan manfaat adalah Riba
Manfaat yang dimaksud dalam kajian poin ini bukanlah manfaat dalam mempergunakan harta dari kreditor tetapi adalah kelebihan pembayaan utang dari debitor kepada kreditor. Berdasarkan pengertian utang diatas, dapat kita pahami bahwa debitor tidak boleh mengembalikan kepada kreditor kecuali apa yang diutangnya atau yang serupa dengannya.
Hal ini juga sesuai dengan kaidah fiqh “setiap piutang yang mendatangkan manfaat adalah Riba”.
Keharaman ini hanya berlaku apabila manfaat dari pitang diisyaratkan atau dikenal dalam tradisi. Apabila manfaat ini tidak disyariatkan dan tidak dikenal dalam tradisi, maka devitor boleh membayar utang dengan sesuatu yang lebih baik kualitasnya daripada apa yang diutang, atau menambah kuantitas, atau menjual rumahnya kepada kreditor.32
2. Bersegera membayar hutang sebelum mati
3. Mengulur-ulur membayar utang adalah kezhaliman
4. Anjuran memberi tangguh kepada orang yang dalam kesusahan
30Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah. Cet. II. Jil.5. Jakarta: Pena. 2010. Hal. 115 31Ibid
Dari pandangan Islam tentang utang diatas menunjukkan bahwa selama ini di Pasar Modal konvensional yang memberikan imbalan atas utang piutang adalah berstatus haram. Keharaman ini dikarenakan penjelasan diatas tentang kaidah utang piutang salah satunya
dalam “Kullu qardhin jarra manfaat fahuwa Riba” (Setian piutang yang mendatangkan
manfaat/imbalan adalah Riba). Instrumen Pasar Modal yang bersifat utang piutang adalah Obligasi yang merupakan bukti pengakuan hutang dari perusahaan.
Tetapi, jika bersifat investasi saham yang diberikan oleh pemilik modal dan mendapatkan deviden dari jumlah saham yang dia miliki adalah diperbolehkan sebagaimana akad investasi
mudharabah dalam Islam. Instrumen yang masuk dalam hal ini adalah instrumen saham
dimana didefinisikan sebagai buki kepemilikan atas suatu perusahaan.
B. Pandangan Islam terhadap Mudharabah.
Akad yang biasanya dipakai dalam instrumen Pasar Modal Syariah, salah satunya adalah akad mudharabah. Kata mudharabah diambil dari kata adh-dharbu fil ardhi yang berarti
‘Bepergian dimuka bumi untuk berdagang’33, Allah SWT. Berfirman:
“...dan yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah” (QS. al-Muzammil : 20)
Mudharabah dinamaakan juga dengan qiradh. Kata qiradh berarti ‘pemotongan’ karena
pemilik harta memotong sebain dari hartanya untuk diperdagangkan dan memotong sebagian dari keuntungannya. Selain itu, mudharabah juga dinamaan dengan muamalah.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah mendefinisikan mudharabah secara istilahi dengan pengertian akad antara dua pihak yang mengharuskan salah satu dari keduanya untuk menyerahkan sejumlah uang kepada yang lain untuk diperdagangkan, dengan catatan keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan keduanya.
Pada prinsipnya, Saham sebagai salah satu instrumen pasar modal sesuai dengan konsep inventasi mudharabah pada sistem keuangan syariah, sehingga menurut hemat penulis, bahwa pada dasarnya Saham adalah investasi yang diperbolehkan oleh syariah Islam.
Tetapi pada prakteknya yang terjadi pada pasar sekunder, saham diperjualbelikan dengan hal-hal yang melanggar ketentuan keuangan Islam yang lain, seperti penawaran palsu, judi, dan lainnya. Sehingga dalam fatwa Dewan Syariah Nasonal Majelis Ulama Indonesia dan Surat Keputusan Bepepam LK merincikan transaksi-transaksi apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh emiten penerbit efek syariah dan apa yang tidak boleh dalam trasaks-transakso di dalamnya.
C. Pandangan Islam terhadap Ijarah.
Terdapat satu akad lagi yang digunakan dalam Pasar Modal Syariah, adalah akad Ijarah. Kata Ijarah berasal dari kata ajr yang berarti ‘imbalan’. Dalam bahasa indonesia ijarah lebih
diartikan sebagai ‘sewa-menyewa’ atau ‘penyewaan’. Secara Istilah, ijarah merupakan akad
atas manfaat dengan imbalan. Oleh karena itu emnurut Sayyid Sabiq, tidak boleh menyewa
pohon untuk dimakan buahnya karena pohon bukanlah manfaat. Tidak boleh juga menyewa emas dan perak, menyewa makanan untuk dimakan, serta menyewa barang yang bisa ditakar dan ditimbang karena semua ini tidak bisa dimanfaatkan kecuali dengan menghabiskannya. Tidak boleh juga menyewasapi, kambing, atau unta untuk diperah susunya karena penyewaan memberikan kepemilikan atas manfaat, sementara dalam kondisi ini ia memberikan manfaat atas susu yang merupakan benda, padalah akad penyewaan berlaku pada manfaat bukan
pada benda.34
Manfaat terdiri dari beberapa bentuk. Pertama, manfaat benda, seperti penghunian rumah dan pemakaian mobil. Kedua, manfaat pekerjaan, seperti pekerjaan arsitek, tukang bangunan, tukang tenun, tukang celup, tukang jahit, dan sejenisnya. Dan ketiga,manfaat orang yang mengerahkan tenaganya, seperti pembantu dan buruh.
Akad inilah yang biasanya dipakai di Pasar Modal Syariah, selain dari mudharabah. Tetapi hal ini terdapat persyaratan lain yang tidak ada pada mudharabah, yaitu aset ijarah, yang digunakan untuk akad sewa-menyewa yang dilakukan antara pemilik modal dan penerbit efek. Jadi penerbit efek sebagai mu’ajjir, dan investro sebagai musta’jir. Dan imbalan yang
dikeluarkan sebagai konpensasi manfaat dinamakan dengan ajr atau ujrah. Aset ijarah biasanya disebut dengan nama Underlying Asset.
D. Struktur Modal pada Emiten Penerbit Efek Syariah
Fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi untuk Reksa Dana Syariah menyebutkan bahwa Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah dimana salah satunya disebutkan
bahwa “dalam melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya”.Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Kemudian dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang direfleksikan melalui Surat Keputusan Ketua No. KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Disana disebutkan bahwa struktur modal yang harus dimiliki oleh emiten penerbit efek syariah adalah:
1. Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% (empat puluh lima per seratus); atau
Dengan ketentuan diatas, penulis dapat memberikan ilustrasi sebagai berikut:
Dari kedua ketentuan struktur permodalan emiten penerbit efek syariah di atas, dapat kita lihat bahwa ketentuan dari Bapepam-LK lebih konservatif dibanding dengan fatwa DSN-MUI. Bahkan, Bapepam LK memberikan tambahan ketentuan terkait Laporan Laba/Rugi
dimana “Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%.”
Dengan dikeluarkan peratukan Bapepam-LK tersebut, seharusnya emiten yang akan dan telah menerbitkan efek syariah harusnya manaati peraturan yang telah diterbitkan salah satunya terkait malah struktur permodalan dan struktur kinerja keuangan perusahaan/emiten. Tetapi juga jangan keluar dari prosedur lainnya.
E. Pembahasan Syariah tentang Capital Structure Theory.
Pembahasan ini dilakukan agar kita dalam memahami dan menerapkan Pasar Modal Syariah tidak serta-merta mengambil mentah-mentah apasaja teori yang dibangun di dalamnya. Kita harus senantianya meng-screening semua teori agar tidak bertentangan dengan falsafah dan prinsip keuangan syariah.
Berikut ini adalah studi kritis dari teori struktur modal (capital structure theory) yang telah ada:
1. Modigliani-Miller
Teori MM tanpa pajak
Pendapatan Usaha 8.500 85%
Pendapatan Bunga/Ribawi 1.000 10%
Pendapatan Lainnya 500 5%
Total Pendapatan 10.000 100%
Income Statement Laporan Keuangan Perusahaan X
Hutang Ribawi 4.600 46%
Hutang Syar'i 1.500 15%
Modal 3.900 39%
Total 10.000 100% Total 10.000 100% Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva Pasiva
Hutang Ribawi 4.500 45%
Hutang Syar'i 1.500 15%
Modal 4.000 40%
Total 10.000 100% Total 10.000 100% Laporan Keuangan Perusahaan X
Aktiva Pasiva
Pendapatan Usaha 8.400 84%
Pendapatan Bunga/Ribawi 1.100 11%
Pendapatan Lainnya 500 5%
Total Pendapatan 10.000 100%
Terdapat beberapa teori yang sesuai dan tidak sesuai dengan Keuangan Islami dengan catatan instrumen hutang pada Invesntasi Pasar Modal Kovensional digantikan dengan instrumen
mudharabah atau ijarah, yaitu:
• Tidak ada pajak.
Pajak adalah kewajiban warga negara atas negara, maka dalam tataran hukum positif, pajak harus dibayarkan.
• Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan.
Tingkat imbal hasil harus sesuai dengan realisasi kinerja perusahaan jika dengan akad bagi hasil, dan harus sesuai dengan kesepakatan fee diawal jika dalam akad ijarah.
• Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan
Hal ini sesuai dengan semangat keuangan syariah, bahwa para pihak sebagai partner dalam bersyarikah, tidak boleh ada hal yang ditutup-tutupi dan informasi palsu.
• Tidak ada biaya kebangkrutan
Jika dalam akah bagi hasil kebangrutan harus dilihat dahulu penyebabnya, jika karena kalalaian/fraud dari pengelola modal, harus ditanggung oleh pengelola tersebut. Tetapi jika karena kinerja memang menurun, maka kerugian harus dibagikan secara proporsianal dari modal yang diinvestasikan.
• Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari
hutang.
EBIT akan mencerminkan dari permodalan yang perusahaan dapatkan. Dalam arti kata, sejauh perusahaan mengelola dengan baik dana investasi yang telah diberikan.
• Para investor adalah price-takers.
Harga harus sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran secara alami, bukan ditentukan oleh pemilik modal. Jika hal itu dilaksanakan sama saja budaya atau paham kapitalisme masih dilaksanakan.
• Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).
Harga Pasar dalam eksekusi aset merupakan keadilan bagi pengelola modal.
Teori MM dengan pajak.
Sesungguhnya Pajak akan ada juga dalam proses pembayaran Bagi Hasil dari perusahaan
Menurut Myers (1984), pecking order theorymenyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.”
Sesungguhnya, keputusan perusahaan harus dapat diperhitungkan dengan matang bagaimana harusnya proporsi saham atau obligasi yang akan diterbitkan. Karena berhutang itu boleh, jika orang tersebut memiliki kemampuan dalam pembayarannya.tetapi hal ini juga harus melihat ketentuan dari Bapepam-LK No. KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
3. Trade off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan
(financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa
faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric
information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal
tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress).
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka
trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak.
4. Market Timing Theory
Teori yang diungkapkan oleh Baker dan Wurgler (2002) ini mengemukakan bahwa
“Perusahaan-perusahaan akan menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan akan membeli kembali equity pada saat market value rendah” (p.1) Praktik inilah yang kemudian
disebut sebagai equity market timing.
Dalam tinjauan keuangan Islam, teori ini sangat buruk karena membuka celah spekulatif dalam harga di Pasar Moda Syariah, karena tujuan dari melakukan equity market timing ini adalah untuk mengeksploitasi fluktuasi sementara yang terjadi pada cost of equity terhadap
cost of other forms of capital.
BAB IV PENUTUP
Fatwa Dewan Syariah Nasional yang direfleksikan oleh Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, merupakan hal yang tidak mengikat bagi pelaku Pasar Modal Syariah. Maka pengikat dari regulasi tersebut adalah dari Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang terefleksikan dari Keputusan No. KEP-208/BL/2012 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Struktur modal dan keuangan emiten syariah harus total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% atau total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%.