• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRASI MULTI RESOLUSI CITRA SATELIT D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INTEGRASI MULTI RESOLUSI CITRA SATELIT D"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010 109

INTEGRASI MULTI RESOLUSI CITRA SATELIT DENGAN

METODE SEDERHANA UNTUK MEMONITOR KONDISI

LAHAN

Integration of Multi-resolution of Satellite Images for Land condition Monitoring

Rizatus Shofiyati

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumbedaya Lahan Pertanian, Bogor

ABSTRACT

(2)

Integrasi Multi Resolusi Citra Satelit Dengan Metode Sederhana 110

PENDAHULUAN

Citra satelit, yang memiliki cakupan spasial yang luas dan informasi secara temporal, dapat digunakan untuk pemantauan tutupan lahan. Saat ini, jenis citra satelit semakin beragam dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga pengguna harus melakukan berbagai pertimbangan dalam memilih citra satelit dan metode analisisnya agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. Ada kalanya, untuk mengisi kekurangan suatu citra dan meningkatkan ketelitian suatu analisis, diperlukan integrasi dua citra satelit.

Untuk meningkatkan ketelitian informasi pemantauan tutupan lahan, terutama lahan pertanian tanaman semusim, studi dapat dilakukan dengan menggunakan citra satelit multi resolusi, spasial dan temporal. Hal-hal yang harus diperhitungkan dalam menyeleksi citra satelit dan metode dalam melakukan integrasi citra untuk pemantauan lahan pertanian adalah frekuensi akuisisi atau waktu perekaman citra satelit yang disesuaikan dengan karakter tanaman yang terkait dengan resolusi temporal citra satelit dan kondisi lahan yang akan diteliti, seperti luas lahan, yang terkait dengan resolusi spasialnya. Informasi yang diperlukan adalah: 1) karakter tanaman yang terkait dengan periode pertumbuhan tanaman, dan 2) citra atau informasi yang diperoleh dari citra satelit yang bisa dimanfaatkan untuk identifikasi perubahan pertumbuhan tanaman tersebut.

Untuk cakupan wilayah lokal, citra satelit beresolusi rendah mempunyai kendala heterogenitas spasial. Informasi yang terekam dalam 1 piksel citra tersebut lebih luas dibanding dengan luas lahan, sehingga akurasi data rendah. Di sisi lain, citra beresolusi spasial tinggi yang dapat memberikan informasi heterogenitas lahan yang sekaligus mempunyai resolusi temporal atau waktu yang tinggi juga sulit diperoleh. Selain itu, penggunaan data citra beresolusi tinggi secara multi waktu, akan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Untuk itu diperlukan cara agar dapat diperoleh citra beresolusi spasial tinggi dan yang mempunyai frekuensi waktu perekaman yang lebih banyak. Metode multi resolusi merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjawab permasalahan tersebut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa integrasi multi resolusi pada citra satelit mampu meningkatkan akurasi hasil analisis.

(3)

Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010 111

Integrasi Multi Resolusi

Integrasi multi resolusi citra satelit adalah mengkombinasikan dua jenis citra satelit yang mempunyai resolusi yang berbeda, seperti spasial (kedetailan informasi keruangan di permukaan bumi yang dapat terekam dalam satu piksel citra satelit), temporal (frekuensi perekaman citra satelit pada satu lokasi yang sama di permukaan bumi), dan spektral (jumlah jenis band yang memiliki panjang gelombang tertentu, dimana setiap band mempunyai kemampuan untuk dapat memberikan informasi kondisi suatu obyek di muka bumi). Konsep dasar integrasi multi resolusi citra satelit disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Konsep dasar integrasi multi resolusi citra satelit

(4)

Integrasi Multi Resolusi Citra Satelit Dengan Metode Sederhana 112

Gambar 2. Proses Multiresolusi pada Tiga Tingkat Resolusi Spasial yang Berbeda (Gotway dan Young, 2002).

Metode Dasar Integrasi Multi Resolusi

Tiga metode sederhana yang dikemukakan oleh Lertlum (1997) untuk menghitung nilai pewakil dari piksel-piksel tersebut, adalah:

1. Mode (nilai dominan), nilai yang muncul paling sering 2. Median (nilai tengah)

3. Mean (rata-rata)

Metode Mode mewakili kondisi mayoritas dari suatu area, tetapi jika kondisi mempunyai nilai yang hamper sama, perhitungan dengan menggunakan metode tersebut tidak memberikan hasil yang bagus. Median mewakili kondisi tengah suatu areal. Kedua metode tersebut relative memerlukan waktu yang lama untuk proses perhitungannya. Mean dapat menunjukkan kondisi rata-rata dari suatu areal dan relative muda untuk menghitungnya. Meskipun hal itu menunjukkan kondisi secara matematis, bukan kondisi sesungguhnya, tetapi metode tersebut bermanfaat untuk menunjukkan kondisi sejumlah data.

Mean merupakan metode yang umum digunakan untuk menjelaskan atau menarik kesimpulan dari sekelompok data sehingga bisa memberikan informasi yang berguna. Metode ini adalah yang paling muda, akan tetapi karena menggunakan nilai dari semua data di populasi atau sampel, Mean dipengaruhi oleh outlier yang ekstrim pada kumpulan data tersebut.

(5)

Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010 113

Metode mode baik digunakan untuk data yang menggambarkan kategori. Akan tetapi jika digunakan dalam interval dan skala rasio, data mungkin tersebar tipis tanpa data yang mempunyai nilai yang sama. Dalam kasus tersebut, modus tidak mungkin ada atau mungkin tidak terlalu berarti.

Ketiga metode tersebut jika digunakan dalam integrasi multi resolusi pada data penginderaan jauh, dapat dijelaskan secara mudah pada ilustrasi berikut. Gambar 3 adalah ilustrasi perbandingan besar piksel pada data inderaja beresolusi rendah dan tinggi.

Gambar 3. Perbandingan piksel dari data inderaja Terra MODIS dan Landsat ETM dari penelitian Rochon et al (2010)

Jika angka-angka tersebut ditulis secara berurutan, maka diperoleh sebaris angka sebagai berikut : 24, 25, 30, 39, 40, 45, 45, 45, 45, 45, 48, 50, 50, 55, 58, 60, 61, 65, 65, 65, 70, 72, 75, 200, 205. Dari angka-angkah tersebut dapat diperoleh nilai mean = 63.28 atau 51.17 (tanpa outlier = 200, 205), median = 50, mode= 45. Angka-angka piksel pada Gambar 3 bukan nilai piksel yang sebenarnya, hanya sebagai ilustrasi untuk mempermudah penjelasan.

(6)

Integrasi Multi Resolusi Citra Satelit Dengan Metode Sederhana 114

piksel dari data beresolusi spasial yang lebih rendah yang diintegrasikan. Penelitian Shofiyati (2000) dan Lertlum (1997) menggunakan data Landsat TM sebagai data yang beresolusi tinggi (30 meter x 30 meter) dan NOAA AVHRR untuk data beresolusi spasial rendah (1 km x 1 km), atau penelitian Rochon et al. (2010) yang mengkombinasikan dengan citra Landsat ETM dengan Terra MODIS (250 m x 250 m). Kedua data tersebut harus ditumpang-tepatkan (overlay) pada posisi koordinat yang sama di permukaan bumi. Sehingga dapat dijelaskan bahwa 1 piksel NOAA AVHRR menggambarkan sekelompok piksel dari data Landsat TM pada posisi geografi yang sama. Dalam 1 piksel NOAA AVHRR yang secara riil di permukaan bumi adalah 1 km x 1 km, terdapat 1.111 piksel Landsat TM yang merupakan rekaman dari ukuran 30 m x 30 m (25 m x 25 m) suatu lahan di permukaan bumi. Sedangkan pada 1 piksel Terra MODIS terdapat 69 piksel Landsat ETM.

Integrasi citra NOAA AVHRR dan Landsat TM Untuk Pemantauan Kekeringan Lahan Pertanian

Pemantauan kekeringan lahan pertanian dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, perubahan kehijauan tanaman, kelembaban lahan, indeks vegetasi dari nilai piksel pada band merah dan infra merah dekat (Near Infra Red), band thermal yang dapat menggambarkan kondisi suhu suatu obyek di permukaan bumi, atau nilai spektral citra satelit (Shofiyati dan Kuncoro, 2007). Terkait dengan metode multi-resolusi, analisis dapat dilakukan dengan melakukan kombinasi dua citra asli atau menggunakan citra hasil pengolahan data dengan salah satu metode tersebut yang mempunyai dua resolusi spasial dan temporal yang berbeda.

(7)

Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010 115

memberikan informasi lebih baik pada kondisi lahan pertanian seperti itu, sehingga dapat mengisi kekurangan citra NOAA AVHRR.

Nilai rata-rata digunakan sebagai pewakil piksel citra beresolusi tinggi untuk areal yang sama pada 1 piksel citra beresolusi rendah. Nilai rata-rata merupakan refleksi rata-rata dari 1 km x 1 km pada citra beresolusi tingi untuk 1 piksel citra beresolusi rendah. Satu kilometer piksel citra NDVI dan BT dari Landsat TM yang diperoleh dari perhitungan rata-rata NDVI atau BT pada setiap 40 x 40 piksel dari Landsat TM. Perhitungan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic C++. Linier regresi diperoleh dari hubungan antara nilai piksel dari citra NDVI atau BT Landsat TM hasil perhitungan tersebut dan nilai piksel dari citra NDVI atau BT dari NOAA AVHRR. Selanjutnya, persamaan regresi sederhana tersebut digunakan untuk menghasilkan citra NDVI dan BT pada tanggal akuisisi yang tidak ada pada Landsat TM. Secara visual menunjukkan citra NDVI dan BT hasil integrasi menunjukkan perbedaan yang lebih kontras dibandingkan dengan citra NDVI dan BT dari NOAA AVHRR asli.

Gambar 4 menyajikan Citra BT hasil integrasi multi resolusi Landsat TM dan NOAA AVHRR bulan April 1997, sebagai tahun kekeringan sampai November 1998, sebagai tahun normal. Bandingkan dengan Gambar 5 yang merupakan citra BT dari NOAA AVHRR asli bulan April 1997 sampai November 1998.

(8)

Integrasi Multi Resolusi Citra Satelit Dengan Metode Sederhana 116

(9)

Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010 117 Gambar 5. Citra BT dari NOAA AVHRR asli bulan April 1997 (tahun kekeringan)

sampai November 1998 (tahun normal)

(10)

Integrasi Multi Resolusi Citra Satelit Dengan Metode Sederhana 118

Tabel 1. Perbedaan nilai piksel NDVI dan BT hasil perhitungan intergrasi multi resolusi Landsat TM dan NOAA AVHRR

Jenis Tutupan

Integrasi Citra NOAA AVHRR dan Landsat TM Untuk Pemantauan Hutan pada Tingkat Regional

Studi yang dilakukan oleh Lertlum (1997) untuk sistem klasifikasi tutupan lahan dalam untuk keperluan penghutanan kembali pada skala regional di Indo-China Peninsula. Pertimbangan penggunaan multi resolusi adalah ketidak tersediaan data citra beresolusi spasial tinggi dan sekaligus juga memiliki resolusi temporal tinggi untuk sistem klasifikasi hutan.

Citra yang digunakan adalah NOAA AVHRR sebagai data utama dan Landsat TM sebagai data pembanding lapangan untuk memantau hutan primer, hutan sekunder, dan jenis vegetasi lainnya. Satu methodologi klasifikasi vegetasi dari integrasi citra resolusi rendah dan tinggi dengan menggunakan kombinasi band optik dan thermal.

(11)

Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010 119 Gambar 6. Kerangka kerja methodology pemantauan hutan (Lertlum, 1997)

Studi ini menggunakan indeks vegetasi baru yang diperoleh dengan mengkombinasikan NDVI (band 1 dan band 2) dan themal band (band 4) dari NOAA AVHRR, yang disebut Normalized Thermal-NDVI (NT-NDVI). Perhitungan NT-NDVI juga diaplikasikan pada citra beresolusi tinggi (Landsat TM).

Rata-rata band 3, 4, dan 6 dari Landsat TM dihitung untuk menghasilkan dataset yang mempunyai resolusi sama seperti NOAA AVHRR 1,1 km untuk menghitung NT-NDVI. Selanjutnya model regresi dihitung antara citra beresolusi rendah dan rata-rata citra beresolusi tinggi. Hubungan NT-NDVI dari rata-rata Landsat TM dan NOAA AVHRR diperoleh hubungan dengan persamaan sebagai berikut :

NT-NDVIavhrr = 0.5531*NT-NDVItm - 0.3437 dengan r = 0.84

Dimana: NT-NDVIavhrr = Normalized Thermal - NDVI dari NOAA AVHRR; NT-NDVItm = Normalized Thermal dari Landsat TM.

Prosesnya dilakukan dengan mendifinisikan model regresi antara parameter yang sama dari citra resolusi rendah dan tinggi, dimana proses ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Yasuoka et al. (1995). Dengan mengimplementasikan cara ini, verifikasi hasil yang sulit dilakukan karena kurangnya referensi data di lapangan dapat dikurangi.

Studi Integrasi Multi Resolusi Lainnya

Beberapa penelitian lainnya yang telah dilakukan kami sajikan berikutnya. Metode lain yang dapat digunakan pada tahap integrasi dua resolusi spasial disebut resampling. Resampling adalah tehnik matematika yang digunakan untuk membuat citra versi baru beresolusi

(12)

Integrasi Multi Resolusi Citra Satelit Dengan Metode Sederhana 120

berbeda (Sachs, 2001). Dua macam resampling, yaitu upsampling dan downsampling.

Untuk integrasi data dari resolusi spasial tinggi ke rendah, sebagai contoh pada integrasi yang dilakukan pada Landsat TM yang beresolusi 30 m menjadi 250 m - 1 km (MODIS dan NOAA AVHRR) untuk pemantauan iklim. Metodenya bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu mean, mode, atau median. Proses tersebut merupakan proses downsampling. Tehnik resampling yang paling banyak digunakan adalah piksel baru diperoleh dari rata-rata bobot dari piksel sekitarnya. Bobot tergantung dari jarak antara lokasi piksel baru dan piksel yang terdekat. Metode yang paling sederhana adalah hanya mempertimbangkan piksel terdekat secara langsung.

Pendekatan baru untuk downsampling data kategori atau data klasifikasi telah dilakukan oleh Steinwand (2003). Metode nearest neighbor adalah yang umum digunakan untuk integrasi jenis data hasil klasifikasi tersebut, dimana untuk data satelit yang berdasarkan spektral aslinya, piksel terdekat tidak terlalu berpengaruh. Sedangkan metode lainnya, seperti metode cubic convolution, bilinear interpolation dan lainnya, umumnya tidak digunakan untuk data jenis kelas atau kategori. Sebagai jalan keluarnya, digunakan metode baru, dimana piksel tidak diperlakukan sebagai titik, akan tetapi sebagai bidang.

Sedangkan sebaliknya adalah upsampling, yaitu proses integrasi dua data yang dilakukan dari resolusi spasial rendah ke tinggi. Integrasi multi resolusi pemantauan periode pertumbuhan padi merupakan metode upsampling. Dalam hal ini citra beresolusi rendah digunakan sebagai acuan untuk membuat data baru citra beresolusi tinggi. Konsepnya adalah satu piksel citra resolusi rendah mengandung beberapa informasi dari piksel citra resolusi tinggi. Beberapa metode

upsampling, selain menggunakan nearest neighbor seperti telah

dijelaskan di atas, juga dapat digunakan bilinear dan bicubic. Dari ketiga metode, yang menghasilkan citra baru paling baik adalah bicubic resampling. Selain itu masih terdapat metode lainnya, yaitu Lanczos 4x4, 6x6, dan 8x8.

(13)

Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010 121

(2008) dan data multi resolusi untuk aplikasi tutupan lahan oleh Usery dan Finn (2003).

Cara lain untuk mendapatkan metode resampling yang sesuai untuk integrasi data klasifikasi kelas kehijauan dan kelembaban multi resolusi dilakukan analisis pembobotan dengan menggunakan Analytical Hirarchical Process (AHP). Menurut Windupranata (2007), AHP adalah suatu metode kuantitatif yang didesain oleh Saaty pada tahun 1980 sebagai sebuah metode sistematik untuk membandingkan kriteria yang menentukan. Parameter yang digunakan adalah macam metode resampling, yaitu nearest neighbor, bilinear, bicubic dan Lanczos 4x4, 6x6, dan 8x8.

Metode lain yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan adalah Least Square Adjustment (LSA). Metode ini banyak digunakan pada survei dan pemetaan, karena pada kegiatan tersebut data yang dikaji adalah data pengukuran. Pada data pengukuran seringkali ditemukan data yang redundant, sehingga terjadi ketidak konsistenan dan kontradiksi dari hasil pengukuran yang disebut misclosure. Untuk mengurangi hal tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang bagus, dilakukan adjustment (Fan, 2003). Pada penelitian ini konteksnya dalam kajian perubahan derajat kehijauan tanaman padi. Untuk metode tersebut, hal yang dilakukan adalah membuat model fungsionalnya untuk beberapa metode pengamatan berdasarkan temporalnya. Kemudian dilakukan pembobotan dalam bentuk matriks korelasi variabel bobotnya.

Teknik integrasi citra lainnya dilakukan oleh Mastra (1998) dan Sanjaya (2004), dengan metode komposit warna RGB, transformasi RGB-IHS, dan transformasi IHS-RGB. Komposit warna RGB adalah penggabungan tiga band atau tiga informasi yang berbeda dalam tiga warna utama yaitu Merah (red – R), Hijau (green – G), dan Biru (blue – B). Nilai skala abu-abu yang terdapat pada masing-masing band digunakan untuk membentuk himpunan atau gabungan kecerahan warna merah, hijau, dan biru. Metode tersebut digunakan untuk mempermudah analisis visual dari pengguna. Pemilihan band didasarkan pada karakteristik spektral masing-masing band yaitu sesuai dengan rentang panjang gelombang yang diterima oleh band tersebut. Studi dilakukan Sanjaya (2004) menggunakan citra ASTER (beresolusi spasial 15 m), Landsat ETM (30 m), dan SPOT (10 m).

Sedangkan transformasi warna IHS (Intensitas – Hue – Saturation) secara efektif memisahkan informasi spasial (I) dan spektral (HS) dari citra penggabungan RGB. Terdapat 2 cara untuk mengaplikasikan teknik IHS, yaitu secara langsung dan substitusi:

(14)

Integrasi Multi Resolusi Citra Satelit Dengan Metode Sederhana 122

2. Secara substitusi, yaitu dengan cara transformasi dari RGB ke IHS dengan memisahkan aspek warna dalam kecerahan reratanya (intensity). Hal ini terkait dengan kekasapan permukaan, kontribusi panjang gelombang dominan (hue) dan puritas (saturation). Hue dan saturatuion, dalam hal ini, berhubungan dengan komposisi atau reflektifitas permukaan. Satu dari tiga komponen tersebut dapat diganti dengan data lain yang akan diintegrasikan. Transformasi berlawanan arah (IHS ke RGB) mengkonversi data kembali ke kondisi semula dengan menghasilkan citra gabungan.

Teknik IHS tersebut digunakan untuk mendapatkan penajaman warna dari data yang terhubung, meningkatkan kenampakan, dapat menambah resolusi spasial, dan menggabungkan beberapa data yang terpisah.

Penggunaan teknik IHS dalam penggabungan citra berdasarkan pada prinsip penggantian salah satu komponen (I, H, atau S) dari suatu data dengan data lain. Pada umumnya komponen yang diganti adalah komponen intensity, yaitu dengan mengantikannya dengan data beresolusi lebih tinggi kemudian dilakukan transformasi berlawanan untuk mendapatkan kombinasi komposite warna kembali.

PENUTUP

(15)

Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010 123 PUSTAKA

Abdurachman, A., Wahyunto, dan R. Shofiyati. 2005. Kriteria Biofisik dalam Penetapan Lahan Sawah Abadi di Pulau Jawa. Jurnal Litbang Pertanian, 24(4), 131-136.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Statistik Indonesia. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia, dalam Abdurachman, A., Wahyunto, dan R. Shofiyati. 2005. Kriteria Biofisik dalam Penetapan Lahan Sawah Abadi di Pulau Jawa. Jurnal Litbang Pertanian, 24(4), 131-136.

Coulter, L.L. dan D.A.Stow. 2008. Assessment of the Spatial Co-registration of Multitemporal Imagery from Large Format Digital Cameras in the Context of Detailed Change Detection. Sensors 2008, 8: 2161-2173

Fan, H. 2003. Theory of Errors and Least Squares Adjustment. Lecture Notes Division of Geodesy Report No. 2015. Royal Institute of Technology. Department of Geodesy and Photogrammetry. Stockholm, Sweden

Gotway, C.A. and L.J. Young. 2002. Review Paper: Combining Incompatible Spatial Data. American Statistical Association. Journal of the American Statistical Association, June 2002, 97(458): 632-648.

Lertlum, S. 1997. Vegetation Classification Methodology From Multi-resolution Satellite Data Using a Combination of Optical and Thermal Bands. Dissertation of Doctor of Technical Science. AIT. Bangkok, Thailand.

Mastra, R. 1998. Pembuatan Foto Berwarna “Artificial True Colour” Dari Foto Hitam Putih Dengan Konversi HIS. Prosiding FIT, ISI, Jakarta, 4-6 November 1998.

Pasaribu, H.B. 2009. Pengembangan Kebijakan Pertanahan: Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Lahan Berkelanjutan. Land Management and Policy Development Project. (LMPDP). http://www.landpolicy.

or.id/kajian/2/tahun/2009/bulan/08/tanggal/06/id/174/. Diunduh tanggal 8 Desember 2010.

(16)

Integrasi Multi Resolusi Citra Satelit Dengan Metode Sederhana 124

Sachs, J. 2001. Image Resampling. Digital Light and Color Message Boards.

http://ftp2.bmtmicro.com/dlc/Resampling.pdf. Dikutip tanggal 25 Desember 2008.

Sanjaya, H. 2004. Zamrud Khatulistiwa: Teropong dari Luar Angkasa Sampai Laut Dalam. P3-TISDA BPPT bekerjasama dengan SEACORM Badan Riset Perikatan dan Kelautan. ISBN 979-3017-03-1.

Shofiyati, R. 2009. Remote Sensing and Geographical Information System Application: Agricultural Drought Monitoring Using Satellite Data. VDM Publisher. German. ISBN 978-3-639-20507-7.

Shofiyati, R. dan Kuncoro G.P. 2007. Inderaja untuk Menkaji Kekeringan di Lahan Pertanian. Informatika Pertanian Vol. 16, 2007. Hlm 933 – 947. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Steinwand, D.R. 2003. A New Approach to Categorical Resampling. USGS EROS Data Center, SAIC, Sioux Falls, SD 57198-0001.

Usery, E.L. dan M.P. Finn. 2003. Resolution and Resampling Effects of GIS Databases for Watershed Models. ASPRS 2003 Proceeding. http://carto-research.er.usgs.gov/watershed/ppt/asprs2003-water.ppt. Dikutip tanggal 25 Desember 2008.

Windupranata, W. 2007. Development of a Decision Support System for Suitability Assessment of Mariculture Site Selection. Disertasi program Doktor pada Universitas Delf. Jerman.

Gambar

Gambar 1. Konsep dasar integrasi multi resolusi citra satelit
Gambar 2. Proses Multiresolusi pada Tiga Tingkat Resolusi Spasial yang Berbeda (Gotway dan Young, 2002)
Gambar 3. Perbandingan piksel dari data inderaja Terra MODIS dan Landsat ETM dari penelitian Rochon et al (2010)
Gambar 4. Citra BT hasil integrasi multi resolusi Landsat TM dan NOAA AVHRR bulan April 1997 (tahun kekeringan) sampai November 1998 (tahun normal)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kemana Kiai ditengah dominasi Jawara? Secara umum, Kiai di Banten di era reformasi terjebak sebagai penggembira dalam dunia politik. Sebagai pemanis Kiai tetap dibutuhkan dalam

tinggi ) tidak menarik petani; b) Pemerintah daerah belum mampu menyediakan dana jika harus memberikan insentif kepada petani LP2B. Alih Fungsi Lahan Pertanian

bahwa sejak terbentuknya Perwakilan Kecamatan Tapin Utara di Bakarangan dan Perwakilan Kecamatan Tapin Utara di Piani di Kabupaten Daerah Tingkat II Tapin, Perwakilan

Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan gelombang mikro (microwave), pertama daun nilam sebanyak 100 gram ditambahkan pelarut atau steam untuk variabel daun

2 Penulis adalah dosen di Prodi Pelayanan Pastoral.. murid ini terjadi karena situasi dan kondisi pada jaman Yesus, yaitu kurangnya tenaga yang melayani umat. Situasi

Tiga dari mereka mengaku pemain bola yang tengah mencari peruntungan di Indonesia.. l Peliput:

Pada dasarnya, rangkaian diskusi dalam bidang ekonomi ini didasarkan oleh suatu keinginan luhur untuk dapat memberikan suatu kontribusi penting bagi pembangunan ekonomi

Kajian yang dijalankan oleh Wong Khek Seng dan Tan Piek Lee (1994) terhadap guru-guru Bahasa Melayu yang baik yang menggunakan 40 orang pelajar di sebuah sekolah menengah