BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sintesis Fe2O3 Dari Pasir Besi
Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe3O4) yang diambil dari pasir besi menjadi
mineral hematit (α-Fe2O3) melalui proses oksidasi. Hasil oksidasi mempunyai susceptibility magnetik yang lebih kecil jika dibandingkan dengan mineral
magnetit awalnya. Dikarenakan semakin tingginya suhu oksidasi (Yulianto, 2007). Ferit dapat diaplikasikan terutama pada teknologi seperti gelombang elektromagnetik dengan frekuensi tinggi berkisar seperti Radar. Namun Penyerapan gelombang membutuhkan subsitusi Fe kation dengan rasio tetap. Pada tingkat subsitusi yang lebih tinggi anisotropi uniaksial berubah menjadi planar magnetocystalline (Wisnu, Azwar, 2012).
Magnetit dan maghemit memiliki fasa kubus sedangkan hematit memiliki fasa hexagonal. Fasa maghemit dan hematit diperoleh melalui proses oksidasi pada temperatur sintering yang berbeda. Transisi fasa maghemit menjadi hematit telah terjadi pada suhu 550 ˚C. P ada saat suhu pemanasan 250 ˚C dan ter us meningkat hingga suhu 350 ˚C dimana pada keadaan tersebut, maghemit merupakan fasa yang mendominasi sampel. Sedangkan pada suhu 550 ˚C, telah muncul hematit yaitu fasa Fe2O3 (Mashuri dkk, 2007).
2.2. Absorpsi Gelombang Elektromagnetik
terdidri dari couple (pasangan) medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus satu sama lain. Jenis penyerapan gelombang elektromagnetik terbagi 2 (dua) yaitu rekayasa material dan rekayasa geometri (Bentuk). Rekayasa material adalah ketika membuat suatu material dengan menambahkan beberapa unsur strukturnya tetap. Sedangkan rekayasa geometri pembuatannya harus memperhatikan bentuk partikel, ketebalan morfologi permukaan, medan listrik dan medan magnet. Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik telah melahirkan material baru yaitu Radar Absopsing Material (RAM). Material ini bersifat meredam pantulan atau penyerap gelombang mikro, sehingga benda yang dilapisi dengan RAM tidak terdeteksi oleh radio detection and ranging (RADAR). Bahan absorber dipengaruhi oleh impedance matching dari bahan dengan gelombang elektromagnetik melalui mekanisme frekuensi resonansi yang drumuskan dengan Reflection Loss (RL) :
Untuk mendapatkan single phase dari bahan magnet berbasis ferrite ini tidak mudah dilakukan. sintesis barium hexaferrite dapat menghasilkan fasa pengotor, yaitu: hematite (Fe2O3) dan monoferrite (BaFe2O4) (Wisnu, 2011). Batuan besi yang disintesis digunakan sebagai material filler pada material komposit penyerap gelombang mikro. Batuan besi tersebut disintesis menjadi nanopartikel magnetik, seperti Fe3O4. Besi yang teroksidasi tersebut mempunyai permeabilitas yang sangat tinggi (Erika, Astuti, 2012).
Menurut Alvin lie, seorang pemerhati penerbangan, dampak gangguan pesawat terbang sebenarnya sangat kecil. Dengan catatan hanya satu ponsel saja yang aktif. Dikarenakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satu ponsel masuk dalam skala mikro. Alvin menyimpulkan bahwa cukup berpengaruh bagi keselamatan penerbangan berpotensi mengganggu komunikasi dan navigasi (Dessy, dkk, 2013). Serapan gelombang mikro terjadi akibat interaksi gelombang dengan material yang menghasilkan efek Refflection loss energi yang umumnya
daerah jangkauan yang telah ditetapkan secara internasional. Sesuai tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Pembagian Daerah Jangkauan Gelombang Mikro (Athessia, 2014)
Band Frequncy Range (GHz)
L 1,22-1,70
Karakteristik suatu material absorber yang baik yaitu memiliki magnetik dan listrik yang baik pula. Material tersebut harus memiliki nilai impedansi
tertentu yang nilai permeabilitas relatif (µr) dan permitivitas relatifnya (εr) sesuai dengan nilai µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi, sehingga
2.3 Barium Heksaferit
Barium Heksaferit merupakan tipe-M, yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial (Darminto, dkk. 2011). Magnet permanen anisotropi adalah magnet pada pembentukannya dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah dominan partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu (Efhana P.D, dkk, 2013).
BaFe12O19 merupakan golongan heksaferit tipe M. tipe M ini disebut juga magnetoplumbite. Ion Fe tersusun secara tetrahedral (FeO4) secara trigonal Bipiramida (FeO5) secara oktrahedral dengan orientasi spin paralel terhadap Fe pada bidang 4f. Nilai space group p 63/mmc dengan parameter kisi adalah a= 0,58836 nm dimana a=b dan c= 2,306 nm pada temperature ruangan. Sedangankan densitas Kristal melalui pengukuran dengan X-Ray diperoleh 5,33
gr/cm3 (Wisnu, 2010).
STRUKTUR HEKSAGONAL
Gambar 2.1. Struktur Kristal BaO.6Fe2O3 (Wisnu, 2010)
a b
Sifat magnetik dari MFe12O19 meliputi magnetisasi saturasi (Ms) yaitu magnetisasi jenuh dimana medan yang diberikan tidak akan mempengaruhi penambahan nilai magnetisasinya, Remanen (Mr) yaitu magnetisasi total dari bahan setelah medan dihilangkan dan koersivitas (Hc) yaitu energi yang diperlukan untuk mengorientasikan spin magnetik ke arah tertentu. Medan koersivitas menentukan suatu magnet apakah magnet tersebut hard magnetic atau soft magnetic. Ketiga sifat ini ditentukan dari loop histerisis. Kurva histerisis pada
uji sebuah sampel merupakan bentuk disipasi energi yang terjadi selama proses pembentukan kurva B-H.
Gambar.2.2 Kurva Histerisis (Tri, 2014)
Heksaferit sangat menjanjikan untuk pengembangan material anti radar. Material Barium M-Heksaferit (BaFe
12O19) mempunyai polarisasi magnet saturasi tinggi (78 emu/g), yang terdiri dari kristal uniaxial anisotropi yang kuat, temperatur Curie tinggi (450°C) dan medan koersivitas yang besar (6700 Oe), terkait dengan sangat baik dalam stabilitas kimia dan ketahanannya terhadap korosi (Findah, Zainuri, 2012).
penyanggah gelombang-gelombang mikro termasuk gelombang dengan frekuensi yang digunakan dalam RADAR. Material tersebut masuk ke dalam kelas ferrimagnetik dimana ion Fe menempati kisi yang berbeda. Ferrimagnetik ini memiliki saturasi magnetik total dan koersivitas magnetik yang paling tinggi diantara kelas ferit lainnya (priyono, 2010).
2.4. Alumina (Al2O3)
Alumina adalah penyangga yang paling banyak digunakan karena harganya yang tidak mahal, stabil secara struktur dan dapat dipreparasi dengan ukuran pori dan distribusi pori yang bervariasi. Disamping itu, alumina mempunyai sifat yang relatif stabil pada suhu tinggi, mudah dibentuk, memiliki titik leleh yang tinggi, struktur porinya yang besar dan relatif kuat secara fisik. Pada penelitian ini alumina digunakan untuk menghambat pertumbuhan grain dalam domain magnetik. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dan meningkatkan laju
reaksi melalui peningkatan konstanta laju (Indah, dkk, 2012).
Alumina pada penggunaan sebagai penyangga adalah alumina transisi γ -Al2O3 adalah material yang paling banyak digunakan karena memiliki luas area yang besar dan stabil pada interval temperatur pada sebagian besar reaksi katalitik (Ayuko, 2011). Penggunaan alumina sebagai penyangga dapat meningkatkan kinerja kitalis yang dimaksudkan untuk meningkatkan luas permukaan inti aktif dan untuk menambah fungsi katalis itu sendiri (Dora, 2010).
2.5. Nikel Oksida (NiO)
matriks dan NiFe2O4 sebagai fase kedua. Kedua, NiO sebagai matriks dan NiFe2O4 sebagai fase kedua dan ketiga, NiFe2O4 sebagai matriks utama tanpa fase kedua atau dengan sedikit fase kedua Fe2O3 atau NiO (Suhendi,dkk, 2015). Pada penelitian ini nikel digunakan untuk menaikkan momen dipol magnetik dalam bahan sehingga sifat magnetnya akan meningkat.
2.6. Sifat-Sifat Magnet
Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetic antara lain adalah : • Induksi Remanen (Br)
Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) menghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel- partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/ mengarahkan pada kutub utara dan selatan.
• Gaya Koersif (Hc)
Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft magnetic alloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil
daripada magnet permanen. • Gaya Gerak Magnetis (Θ)
Gaya gerak magnetis ialah jumlah dari semua arus dalam beberapa penghantar yang dilingkupi oleh medan magnet (atau oleh garis fluks magnet).
• Fluks Magnetik (Φ) Fluks magnetik total ialah jumlah dari semua garis fluks magnetik, ini berarti bahwa fluks sama besar disebelah dalam dalam dan di sebelah luar kumparan.
• Reluktansi Magnet (Rm)
Relukstansi magnet tergantung dari panjang jejak fluks magnetik, bidang penampang lintang A yang ditembus fluks magnetik dan sifat magnet bahan, tempat medan magnet.
Sifat dan karakterisis bahan magnetik erat kaitannya dengan suseptibilitas magnetik dan permeabilitas magnetik. Permeabilitas adalah kemampuan suatu bahan untuk dilewati garis gaya magnet. Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasar bagaimana sifat kemagnetan suatu bahan yang merupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkan dengan adanya respon terhadap induksi medan magnet yang merupakan rasio antara magnetisasi dengan intensitas medan magnet. Permeabilitas dinyatakan dengan simbol µ. Benda yang mudah dilewati gaya garis magnet karena memiliki permeabilitas tinggi. Permeabilitas merupakan konstanta pembanding antara induksi magnet (B) dengan kuat medan (H) yang dihasilkan magnet.Untuk udara dan bahan non magnetik, permeabilitas dinyatakan
sebagai permeabilitas ruang hampa µo = 4�.10-7 H/m, yang didefenisikan sebagai :
B = µo H (2.2)
Untuk bahan lain maka permeabilitasnya sebanding dengan permeabilitas ruang hampa dikalikan dengan permeabilitas relative bahan µr sehingga diperoleh :
B = µo µr H
Dengan permeabilitas relatif didefinisikan sebagai :
µ
r = µµo
(2.3)
Pada ruang hampa
µ
r = 1 danµ
oµ
r = sering dikenal sebagai permeabilitasabsolut.
Secara umum suseptibilitas magnetik dapat ditulis sebagai berikut :
χ
m =�
�
(2.4)
χ
m adalah suseptibilitas magnet bahan, M adalah intensitas magnetik dan H adalah kuat medan magnet. Berdasarkan nilai suseptibilitas ini dapatdiketahui jenis bahan magnet yaitu :χm < 0 : bahan diamagnetik, χm : > 0
2.7. Jenis Kemagnetan
Semua bahan dapat diklasifikasikan jenis kemagnetannya menjadi tiga kategori yaitu ferromagnetik, paramagnetik, diamagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik. Semuanya dibedakan dari keteraturan arah domain pada bahan magnet tersebut.
2.7.1. Diamagnetik
Diamagnetik mempunyai suseptibilitas magnetik yang kecil dan bernilai negatif. Diamagnetik merupakan sifat magnet yang paling lemah, yang tidak permanen dan hanya muncul selama berada dalam medan magnet luar. Besarnya momen magnetic yang diinduksikan sangat kecil dan dengan arah yang berlawanan dengan arah medan luar.
2.7.2. Paramagnetik
Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas magnet yang kecil namun masih bernilai posif. Dengan adanya medan magnet luar yang diberikan pada material paramagnetik, mengakibatkan dwikutub atom yang bebas berotasi akan mensejajarkan arah sesuai dengan arah medan magnet. Kemudian memiliki permeabilitas relatif (>1) dan suseptibilitas magnetik akan sedikit naik. Oleh karena itu, magnetisasi bahan akan muncul jika ada medan dari luar serta dipol magnetik bertindak secara individual tanpa saling berinteraksi dengan dipol yang berdekatan. Dipol yang sejajar dengan medan magnet luar, akan memunculkan permeabilitas relatif yang lebih besar.
Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10-5 sampai 10-3 m3/Kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ0.
Gambar 2.4 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi medan magnet luar
2.7.3. Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomik besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain. Domain-domain dalam bahan
Bahan ferromagnetik mula-mula memiliki magnetisasi nol pada daerah yang bebas medan magnetik, bila mendapat pengaruh medan magnetik yang lemah saja akan memperoleh magnetisasi yang besar. Jika diperbesar medan magnetnya, akan makin besar pula magnetisasinya. Bila medan magnetik ditiadakan, magnetisasi bahan tidak kembali menjadi nol. Jadi bahan ferromagnetik itu dapat mempunyai magnetisasi walaupun tidak ada medan, sehingga bahan dikatakan memiliki magnetisasi spontan. Di atas temperatur Curie, ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik.
Histeresis adalah suatu sifat yang dimiliki oleh sistem dimana sistem tidak secara cepat mengikuti gaya yang diberikan kepadanya, tetapi memberikan reaksi secara perlahan, atau bahkan sistem tidak kembali lagi ke keadaan awalnya. Bahan feromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada pada medan magnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan bahwa spin elektron dan momen magnetik bahan ferromagnetik tersusun secara
teratur (Ahmad Yani, 2002).
2.7.4. Antiferromagnetik
Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal. Contohnya MnO, MnS, dan FeS. Pada unsur dapat ditemui pada unsur Cromium, tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature Curie yang rendah sekitar 37º C untuk menjadi paramagnetic.
2.7.5. Ferrimagnetik
Gambar 2.5. arah domain (a) paramagnetik (c) ferromagnetik (d) antiferromagnetik (e) ferrimagnetik (Dyah, Ratih, 2010)
2.8 Kurva Histerisis
Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnetik bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk umum
kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada Gambar 2.3 kurva B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal.
Gambar 2.6 Kurva Induksi Normal
Pada Gambar 2.6 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B=0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka
2.9 Bahan Soft Magnetic
Bahan magnetik lunak harus memiliki permeabilitas yang tinggi dan koersivitas rendah. Bahan yang memiliki sifat-sifat ini dapat mencapai magnetisasi saturasi dengan bidang terapan yang relatif rendah dan masih memiliki energi yang hilang histeresis rendah. bidang saturasi atau magnetisasi hanya ditentukan oleh komposisi bahan. misalnya, dalam ferit kubik, penggantian ion logam divalen seperti Ni2 + untuk Fe2 + di FeO-Fe2O3 akan mengubah saturasi magnetisasi. Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau material magnetik lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersivitas yang kuat.
Namun, kerentanan dan koersivitas (Hc) yang juga mempengaruhi bentuk kurva histerisis, sensitif terhadap variabel struktural lebih untuk komposisi. misalnya rendahnya nilai koersivitas sesuai dengan mudah pergerakan sebagai medan magnet perubahan besar atau arah. cacat struktural seperti partikel dari fase nonmagnetik atau void dalam bahan magnetik cenderung membatasi gerak domain dan dengan demikian meningkatkan koersivitas tersebut. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus bebas dari cacat struktural tersebut. karakteristik histerisis bahan magnetik lunak dapat ditingkatkan untuk beberapa aplikasi oleh
perlakuan panas yang tepat di hadapan medan magnet.
2.10 Bahan Hard Magnetic
magnet. Besarnya momen magnetik induksi sangat kecil, dan dalam arah yang
berlawanan dengan medan yang diterapkan. Dengan demikian, permeabilitas μr
relatif kurang dari kesatuan (namun hanya sangat sedikit) dan kerentanan magnet negatif yang besarnya bahan diamagnetik adalah di urutan 10-5. Ketika ditempatkan di antara kutub dari eletromagnet yang kuat, bahan diamagnetik tertarik ke daerah lemah. Diamagnetisme ditemukan di semua bahan, tetapi karena begitu lemah, dapat diamati hanya ketika jenis magnet sama sekali tidak ada (William D. C, 2011).
(a) Soft Magnetic (b) Hard Magnetic
Gambar 2.7 Skematik Kurva Magnetisasi Untuk Bahan Soft dan Hard Magnetic