• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kadar hba1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan kadar hba1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

HUBUNGAN KADAR HbA1c DENGAN PREVALENSI KEJADIAN

KANDIDIASIS KUTIS DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

AMORA FADILA

G0008003

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul : Hubungan Kadar HbA1c dengan Prevalensi Kejadian

Kandidiasis Kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Amora Fadila, NIM : G0008003, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Selasa, Tanggal 22 November 2011

Pembimbing Utama

Nama : Prof. Dr. H. Harijono Kariosentono, dr., Sp.KK (K)

NIP : 19461207 197412 1 001 (...)

Pembimbing Pendamping

Nama : Arie Kusumawardani, dr., Sp.KK

NIP : 19750718 201001 2 001 (...)

Penguji Utama

Nama : Prasetyadi Mawardi, dr., Sp.KK

NIP : 19611210 199003 1 005 (...)

Anggota Penguji

Nama : Nurrachmat M., dr., Sp.KK

NIP : 19741209 201001 1 005 (...)

Surakarta,...

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

(3)

commit to user

iii PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 20 November 2011

(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Amora Fadila, G0008003, 2011. Hubungan Kadar HbA1c dengan Prevalensi Kejadian Kandidiasis Kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional pada bulan April sampai September 2011 di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan sampel secara purposive sampling dengan kriteria inklusi adalah pria atau wanita berumur 18-60 tahun, bersedia mengikuti penelitian dan kriteria eksklusi yaitu kehamilan, obesitas, alkoholisme, memakai kontrasepsi oral, antibiotik dan steroid, setelah transfusi darah serta menderita penyakit kronik. Sampel kemudian mengisi lembar persetujuan serta diukur kadar HbA1c. Diperoleh 14 data dan dianalisis menggunakan (1) uji t-independent (2) uji Chi Square melalui program SPSS 17.0 for Windows.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan rerata kadar HbA1c pada kelompok kandidiasis kutis positif sebesar (6,9 ± 3,1) % dan untuk kadidiasis kutis negatif sebesar (5,0 ± 1,1) % dengan p = 0,208. Hasil uji Chi Square dengan cut of point

HbA1c ≥ 6% didapatkan nilai odds rasio 7,0 (p = 0,124), cut of point HbA1c ≥ 7 %

didapatkan nilai odds rasio 3,5 (p = 0,347) dan cut of point HbA1c ≥ 8 % didapatkan nilai odds rasio 9,4 (p = 0,063).

Simpulan Penelitian: Terdapat (1) hubungan yang kuat namun tidak signifikan antara kadar HbA1c dengan kejadian kandidiasis kutis dimulai ketika kadar HbA1c ≥ 6 % (2) perbedaan rerata kadar HbA1c yang tidak signifikan antara pasien kandidiasis kutis positif dengan kandidiasis kutis negatif.

(5)

commit to user

v

ABSTRACT

Amora Fadila, G0008003, 2011. The Relation of HbA1c Content with Candidiasis Cutis Prevalence of Dr. Moewardi Hospital of Surakarta. Medical Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta.

Objectives: This research is aims to know the relation between HbA1c content with candidiasis cutis prevalence at Dr. Moewardi Hospital of Surakarta

Methods: This research is an analytically observational research with cross sectional approach executed in the month of April until September 2011 in Skin and Sexual Disease Polyclinic at Dr. Moewardi Hospital of Surakarta. The sample taking was done in purposive sampling with inclusive criteria as follows: male or female aged 18 - 60, willing to join the research and the eksclusive criteria are pregnancy, obese or consumes alcohol frequently, applies oral contraception or in antibiotic and steroid medication or after the object has just run a blood transfusion and the chronic disease. Then they need to fill up the informed consent upon a measuring HbA1c applied to them. Eighty four samples were obtained and analyzed with t-independent test and Chi Square test trough SPSS 17.00 for Windows.

Results : This research shows that the average of the HbA1c content on positive candidiasis cutis as much as (6,9 ± 3,1) % and for negative one is as much as (5,0 ±

Conclusion: (1) Although is not significant there is a strong relation between HbA1c content and the prevalence of candidiasis cutis which is started when the content of HbA1c is ≥ 6 %. (2) There is a clear distinction which is not significant appears between the patient with positive candidiasis cutis and patient with negative candidiasis cutis.

(6)

commit to user

vi

PRAKATA

Alhamdulillaah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Hubungan Kadar HbA1c dengan Kejadian Kandidiasis Kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta."

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Zaenal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. H. Harijono Kariosentono, dr., Sp.KK, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.

4. Arie Kusumawardani, dr., Sp.KK, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingannya.

5. Prasetyadi Mawardi, dr., Sp.KK, selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini..

6. Nurrachmat M., dr., Sp.KK, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasihat.

7. Bapak, Ibu, adikku Andri dan Vika serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.

8. Teman-teman BEM Kabinet Bersinar yang telah memberi dukungannya (Gerry, Firda, Etika, Ucil, Fahmi, Wildan, Indi, Salma, Ria, Sigit, dll).

9. Teman-teman yang bersedia membantu dan selalu memotivasi penulis dengan semangat nya (Yulyan, Shaumy, Timur, Mega, Izza, Aila, Zahra, Agil dll).

10.Seluruh pasien yang bersedia meluangkan waktunya demi terselesainya skripsi ini.

11.Mbak Yeni, Mbak Jeki, Pak Slamet, Mas Alifi, Mbak Ratna yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan.

12.Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 20 November 2011

(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Candida albicans ... 5

2. Kandidiasis kutis ... 7

3. Kadar HbA1c... 12

4. Mekanisme HbA1c sebagai pemicu kandidiasis kutis... 16

B. Kerangka Pemikiran... 19

C. Hipotesis ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis Penelitian... 21

(8)

commit to user

viii

C. Subjek Penelitian ... 21

D. Teknik Sampling ... 22

E. Rancangan Penelitian ... 23

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 24

H. Sumber Data yang Diambil ... 26

I. Cara Kerja ... 26

J. Teknik Analisis Data Statistik ... 27

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 29

A. Deskripsi Sampel ... 29

B. Analisis Statistika ... 31

BAB V. PEMBAHASAN ... 36

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Simpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Diabetes ... 28

Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 29

Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... 29

Tabel 4.4. Rerata Hasil Pengukuran Kadar HbA1c... 30

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test ... 31

Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas dengan Levene’s Test... 31

Tabel 4.7. Hasil Uji t-Independent terhadap Beda Mean Kadar HbA1c Menurut Kejadian Kandidiasis Kutis ……….…..…..32

Tabel 4.8. Hasil Analisis Chi Square tentang Hubungan Kadar HbA1c dengan Kejadian Kandidiasis Kutis………...……...33

(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari FK UNS

Lampiran 2. Surat Ijin Kelaikan Etik

Lampiran 3. Surat Pengantar Penelitian

Lampiran 4. Surat Bukti Penelitian

Lampiran 5. Lembar Persetujuan

Lampiran 6. Kuesioner Penelitian

Lampiran 7. Data Hasil Penelitian

Lampiran 8. Hasil Analisis Uji t-Independent

Lampiran 9. Hasil Analisis Uji Chi Square

Lampiran 10. Gambar Lokasi Kandidiasis Kutis Pasien

(12)

commit to user

xii BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut yang

disebabkan oleh genus Candida terutama Candida albicans dan merupakan

flora normal terutama saluran pencernaan, selaput mukosa, saluran pernafasan,

vagina, uretra, kulit dan di bawah jari-jari kuku tangan dan kaki (Kuswadji,

2002). Penyakit yang disebabkan oleh infeksi Candida sp. pada kulit disebut

sebagai kandidiasis kutis (Rarasati, 2008). Penyakit ini ditemukan di seluruh

dunia dan dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan

(Kuswadji, 2002).

Infeksi jamur pada kulit termasuk salah satu penyakit yang masih

merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Prevalensinya dapat mencapai 27,6

% berdasarkan data dari berbagai rumah sakit pendidikan (Yulian, 2007).

Terdapat penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak 121 kasus

kelainan kulit dan didapatkan 30 sampel di antaranya menderita kandidiasis

kutis atau sekitar 20,5 % (Grover and Roy, 2003). Studi yang dilakukan oleh

Puruhito, Dewi, Soekandar dan Soejito di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP

Dr. Kariadi didapatkan 528 kasus kandidiasis kutis (0,82%) dari 36.709 pasien

baru berdasarkan periode penelitian Januari 1999 sampai Desember 2004

(13)

commit to user

xiii

Candida albicans merupakan jamur dimorfik yang dapat bersifat

komensal dan patogen pada manusia. Pada keadaan immunokompeten dan

keadaan mukosa kulit baik maka jamur ini hanya bersifat komensal dan pada

keadaan sebaliknya dapat bersifat patogen yang oportunistik (Bernadus, 2007).

Seperti pada pasien Diabetes Melitus yang mengalami penurunan imunitas

seluler, dimana terjadi perubahan bentuk jamur dari ragi menjadi pseudohifa

atau hifa yang bersifat patogenik (Habif, 2004).

Pengukuran HbA1c, merupakan salah satu dasar pengelolaan pasien

dengan diabetes. HbA1c dapat digunakan untuk memantau kontrol glukosa

darah jangka panjang, menyesuaikan terapi penderita diabetes, menilai kualitas

perawatan diabetes dan memprediksi risiko terjadinya komplikasi (Goldstein et

al., 2004; Sacks et al., 2002).

Telah banyak penelitian yang membuktikan hubungan erat antara

Diabetes Melitus dengan kejadian kandidiasis kutis (Dowd et al., 2011). Di

antaranya adalah penelitian yang dilakukan pada 90 pasien diabetes dan

didapatkan infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur sebesar 50 % sedangkan

spesifik pada Candida albicans sebesar 22,2 % (Baloch et al., 2008). Namun,

hubungan langsung antara kadar HbA1c yang dapat mengakibatkan kejadian

kandidiasis kutis belum dapat ditentukan. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu

untuk melakukan penelitian agar dapat mengetahui hubungan kadar HbA1c

(14)

commit to user

xiv B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian

kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar HbA1c

dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai sejauh mana kadar HbA1c berhubungan dengan prevalensi

kejadian kandidiasis kutis.

2. Aspek Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai

tindakan pencegahan yang efektif dan efisien terhadap kejadian kandidiasis

(15)

commit to user

xv

E. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian

kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?

F. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar HbA1c

dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

G. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai sejauh mana kadar HbA1c berhubungan dengan prevalensi

kejadian kandidiasis kutis.

2. Aspek Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai

tindakan pencegahan yang efektif dan efisien terhadap kejadian kandidiasis

(16)

commit to user

xvi BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Candida albicans

a. Taksonomi

Taksonomi Candida albicans yang diakui secara internasional

yaitu:

divisio : Fungi

subdivisio : Ascomycota

kelas : Saccharomycetes

ordo : Saccharomycetales

famili : Saccharomycetaceae

genus : Candida

spesies : Candida albicans

(Moran et al., 2002)

b. Morfologi dan Identifikasi

Candida sp. merupakan salah satu flora normal yang terdapat

pada kulit, membran mukosa dan saluran pencernaan. Adanya faktor

endogen maupun eksogen dapat mengubah bentuk Candida sp. menjadi

(17)

commit to user

xvii

penyakit yang ditimbulkannya disebut kandidiasis dengan penyebab

paling banyak adalah Candida albicans (Jawetz et al., 2004).

Candida albicans termasuk sel ragi uniseluler yang

memperbanyak diri secara bertunas dan merupakan spesies paling

patogen dari genus Candida (Ramali and Werdani, 2001). Pada sediaan

eksudat, Candida albicans tampak seperti ragi lonjong, kecil, berdinding

tipis, bertunas, gram positif, berukuran 2-3 x 4-6 µm yang memanjang

menyerupai hifa (pseudohifa). Candida albicans membentuk pseudohifa

ketika tunas terus tumbuh tetapi gagal melepaskan diri, menghasilkan

rantai sel-sel yang memanjang yang terjepit atau tertarik pada

septasi-septasi di antara sel. Candida albicans bersifat dimorfik, selain

ragi-ragi dan pseudohifa, jamur ini juga bisa menghasilkan hifa sejati

(Anaissie, 2007). Candida albicans mempunyai dua bentuk, yaitu

bentuk miselium atau bentuk hifa ditemukan pada penyakit, karenanya

bentuk ini dianggap patogen, sedangkan bentuk ragi atau bentuk

klamidospora merupakan bentuk istirahat yaitu sebagai saprofit (Ramali

and Werdani, 2001).

Candida sp. umumnya mudah tumbuh dalam suhu kamar

(25º C - 30º C) dan suhu 37º C pada agar Sabouraud glukosa dengan

atau tanpa antibiotika untuk menekan pertumbuhan bakteri. Antibiotika

untuk agar biasanya digunakan kloramfenikol. Dalam 24 -48 jam

terbentuk koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni bakteri,

(18)

commit to user

xviii

koloni menjadi lebih besar, berwarna putih kekuningan. Pada sediaan

langsung dari Candida albicans ditemukan klamidospora. Mula-mula

permukaan koloni halus, licin, lama kelamaan berkeriput dan berbau

ragi. Candida albicans membentuk germ-tube seperti kecambah bila

diinkubasikan 2 jam dengan serum pada suhu 37º C dan membentuk

klamidospora bila ditanam pada beberapa media khusus misalnya

medium agar tepung jagung dan tween 80 (Ramali and Werdani, 2001).

c. Habitat

Candida albicans hidup sebagai saprofit, merupakan flora

normal pada mulut, tenggorokan, saluran pencernaan lainnya, vagina,

pada lipatan kulit dan di alam ditemukan pada tanah, air, serangga dan

tumbuh-tumbuhan (Ramali and Werdani, 2001).

Ditemukan lebih banyak pada daerah tropis dengan kelembaban

udara yang tinggi dan saat musim hujan. Dapat menyerang segala umur,

baik laki-laki maupun perempuan (Siregar, 2004).

2. Kandidiasis Kutis

a. Definisi

Kandidiasis didefinisikan sebagai suatu penyakit kulit akut

atau subakut, disebabkan oleh jamur intermediet yang menyerang

kulit, sukutan, kuku, selaput lender dan alat-alat dalam (Siregar,

2004). Penyakit yang disebabkan oleh Candida sp. yang menyerang

(19)

commit to user

xix b. Klasifikasi

Kandidiasis kutis diklasifikasikan menjadi:

1. Lokalisata : (a) daerah intertriginosa (b) daerah perianal

2. Generalisata

3. Paronikia dan onikomikosis

4. Kandidiasis kutis granulomatosa

(Kuswadji, 2002)

c. Etiologi dan Epidemiologi

Kandidiasis kutis disebabkan oleh genus Candida yang

terutama oleh Candida albicans. Kandidiasis dapat ditularkan secara

langsung atau tak langsung dan dapat menyerang pria maupun

wanita pada semua kelompok umur. Tak jelas hubungan ras dengan

penyakit ini, tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara

berkembang. Kandidiasis kutis banyak terjadi pada musim hujan,

sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air, terutama

menyerang pekerja kebun, tukang cuci dan petani. Terdapat

faktor-faktor predisposisi lain untuk penyakit kandidiasis ini seperti

pemakaian antibiotik yang lama, obesitas, alkohol, gangguan

(20)

commit to user

xx

d. Patogenesis

Infeksi Candida sp. dapat terjadi apabila ada faktor

predisposisi baik endogen maupun eksogen.

1) Faktor endogen:

a) Perubahan fisiologi

Perubahan fisiologi yang dapat mempengaruhi infeksi

Candida sp. antara lain kehamilan, obesitas, hiperhidrosis,

debilitas, iatrogenik (antibiotik, kortikosteroid atau sitostatik)

dan Diabetes Melitus, penyakit menahun (tuberkulosis, lupus

eritematosus, karsinoma dan leukemia).

b) Umur

Menurut kelompok umur, orang tua dan bayi lebih

mudah terkena infeksi karena status imunologiknya rendah.

c) Status imunologik yang menurun akibat penyakit genetik

seperti dermatitis atopik.

2) Faktor eksogen:

a) Iklim panas dan kelembaban tinggi yang menyebabkan

perspirasi meningkat terutama pada lipatan kulit,

menyebabkan maserasi dan ini mempermudah invasi

kandida.

b) Kebersihan kulit.

c) Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama

(21)

commit to user

xxi d) Kontak dengan penderita.

(Kuswadji, 2002)

e. Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang timbul pada pasien yang terkena

kandidiasis kutis menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut

(Kuswadji, 2002):

1) Kandidiasis intertriginosa

Lokalisasi kandidiasis kutis pada tipe ini yaitu di daerah

lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara

jari tangan dan kaki, glans penis dan umbilicus, berupa bercak

yang berbatas tegas, bersisik basah dan eritematosa. Lesi

tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan

pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah

erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi

primer

2) Kandidiasis perianal

Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe

basah. Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.

3) Kandidiasis kutis generalisata

Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat

payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis,

stomatitis dan paronikia. Lesi berupa ekzematozoid dengan

(22)

commit to user

xxii

pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina

atau mungkin karena gangguan imunologik.

4) Paronikia dan onikomikosis

Jenis ini sering diderita oleh orang-orang yang

pekerjaannya berhubungan dengan air dan bentuk ini termasuk

yang sering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan

yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan

berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak

rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah

kuku seperti pada tinea unguium.

5) Diaper-rash

Bentuk yang disebut diaper-rash sering terdapat pada

bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang dapat

menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus

sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal.

6) Kandidiosis granulomatosa

Penyakit jenis kandidiasis granulomatosa sering

menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup

krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada

dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2

cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan,

tungkai dan faring (Kuswadji, 2002).

(23)

commit to user

xxiii

Penatalaksanaan untuk penderita kandidiasis kutis baiknya

dimulai dengan memperbaiki keadaan umum pasien dan mengatasi

faktor-faktor predisposisi seperti menghindari obesitas, menghindari

bekerja pada tempat-tempat lembab atau banyak air dan pemakaian

antibiotik secara hati-hati (Siregar, 2004).

Penatalaksanaan pengobatan pada penderita kandidiasis

dibagi menjadi pengobatan sistemik dan pengobatan topikal.

Pengobatan sistemik berupa amfoterisin B 0,5 - 1 mg/kg BB

intravena, tablet nistatin 3 x 100.000 U selama 1 - 4 minggu,

ketokonazol 400 mg/hari selama 5 hari atau flukonazol 150 mg/hari

selama 7 hari, sedangkan pengobatan topikal berupa larutan gentian

violet 1 - 2 %, nistatin 100.000 U/ml, ekonazol

1 - 2 % (krim atau larutan), mikonazol 1 - 2 % (krim, solusio atau

bedak) dan toksiklat 1 - 2 % (bedak, larutan atau krim) (Siregar,

2004).

3. Kadar HbA1c

Hemoglobin terdiri dari tetramer rantai globin. Kebanyakan orang

dewasa memiliki hemoglobin yang sebagian besar terdiri dari dua rantai

α-globin dikombinasikan dengan dua rantai β-α-globin, yang disebut HbA.

Terdapat variasi pada ekson yang menyandikan β-globin, yaitu δ-globin dan

γ-globin. Sekitar 2 % dari kebanyakan hemoglobin orang dewasa terdiri atas

(24)

commit to user

xxiv

dari 1 % dari kebanyakan hemoglobin janin terdiri dari dua rantai α-globin

dan dua rantai γ-globin, yang disebut HbF. Sebagian dari HbA menjadi

terglikosilasi selama pembentukan hemoglobin tersebut. Bentuk stabil

hemoglobin glikosilasi disebut HbA1c (Fitzgerald, 2004).

Hemoglobin terglikasi berasal dari penambahan glukosa secara

nonenzimatik kepada kelompok amino dari hemoglobin. HbA1c adalah

hemoglobin terglikasi yang spesifik dan dihasilkan dari pengikatan glukosa

ke N-terminal valin dari rantai β hemoglobin (Sacks, 2006). Konsentrasi

HbA1c tergantung pada konsentrasi glukosa dalam darah dan masa hidup

dari eritrosit. Eritrosit yang beredar dalam sirkulasi memiliki umur rata-rata

120 hari, sehingga kadar HbA1c yang didapat merupakan kadar glukosa

terpadu selama 8 - 12 minggu terakhir (Little and Sacks, 2009).

Prinsip semua metode adalah untuk memisahkan bentuk terglikasi

dan tidak terglikasi dari hemoglobin (Berg and Sacks, 2008). Sistem yang

paling banyak digunakan adalah National Glycohemoglobin

Standardization Program (NGSP), yang berdasar pada dua uji klinis

terbesar mengenai efek dari pengobatan intensif penderita diabetes, yaitu

Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom

Prospective Diabetes Study (UKPDS). Sistem NGSP telah mengurangi

variasi dalam pengukuran hemoglobin terglikasi antarlaboratorium secara

signifikan (Little et al., 2001).

International Federation for Clinical Chemistry (IFCC) juga

(25)

commit to user

xxv

dengan cara membelah heksapeptida N-terminal dari rantai β hemoglobin

oleh enzim Glu-C endoproteinase. Heksapeptida terglikasi maupun tidak

terglikasi terpisah satu sama lain dengan kromatografi cair berkinerja tinggi

dan dihitung secara terpisah baik oleh spektrometri masa atau elektroforesis

kapiler. Sistem IFCC menghasilkan nilai HbA1c 1,5 - 2,0 % lebih rendah

daripada yang diukur oleh NGSP (Hoelzal et al., 2004) karena metode IFCC

memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada metode NGSP. Metode

IFCC juga memerlukan waktu yang lebih panjang, teknis yang lebih rumit

dan dengan biaya yang lebih tinggi, sehingga tidak digunakan untuk

pemeriksaan rutin pasien (Little and Sacks, 2009).

Konsensus internasional mengenai standarisasi HbA1c menyatakan

bahwa nilai HbA1c dapat dinyatakan dalam IFCC (mmol/mol) maupun

NGSP (%) melalui sistem konversi (Little and Sacks, 2009).

HbA1c telah digunakan secara luas sebagai alat ukur kontrol glukosa

darah pada pasien dengan diabetes. Banyak dokter telah menggunakan

HbA1c sebagai metode skrining dan diagnosis. HbA1c memiliki korelasi

yang kuat dengan terjadinya komplikasi pada diabetes. Untuk pengukuran

HbA1c, pasien tidak perlu puasa terlebih dahulu. Variasi HbA1c dalam

individu secara umum lebih rendah daripada variasi yang terdapat pada

pemeriksaan glukosa darah puasa. Pengukuran HbA1c saat ini telah sesuai

standar dan akurasinya dipantau secara berkala. Hasil pengukuran

(26)

commit to user

xxvi

panjang, sehingga tidak dapat dipengaruhi dengan perubahan gaya hidup

yang singkat (Little and Sacks, 2009).

Terdapat tiga kelompok pasien dengan diabetes: individu dengan

Better Controlled Diabetes (BCD HbA1c 6 - 8 %), individu dengan Poorly

Controlled Diabetes (PCD, HbA1c ≥ 8 %) dan Non-Diabetes (ND, HbA1c

< 5,9 %)

menimbulkan komplikasi, termasuk penyakit kardiovaskular, stroke,

penyakit ginjal, kerusakan mata dan kerusakan saraf. International Diabetes

Federation (IDF) merekomendasikan nilai HbA1c yaitu < 6,5 % pada

sebagian besar orang dengan diabetes tipe 2. Namun, terdapat target

individual yang ditetapkan dalam beberapa kelompok (misalnya orang tua).

Untuk orang dengan diabetes tipe 1 (terutama anak-anak) target individual

berkisar antara 7,0 % dan 7,5 % (Silink and Mbanya, 2007).

Bagi sebagian besar pasien dengan diabetes, HbA1c memberi

gambaran yang sangat baik dari kontrol glukosa darah. Namun, ada situasi

dimana HbA1c tidak dapat diandalkan yaitu kondisi yang berhubungan

dengan masa hidup eritrosit (misalnya, anemia hemolitik), anemia defisiensi

zat besi berat, pada variasi hemoglobin tertentu dan transfusi darah yang

mengandung eritrosit HbA1c dapat meningkat dalam kondisi medis tertentu.

Kondisi ini termasuk uremia (gagal ginjal), konsumsi alkohol yang

berlebihan dan hipertrigliseridemia (Little and Sacks, 2009). HbA1c juga

menurun pada akhir kehamilan pada individu nondiabetes karena

(27)

commit to user

xxvii

Variasi nilai HbA1c dalam individu pada pasien nondiabetes sangat

rendah (< 2 %) (Rohlfing et al., 2002; Kilpatrick et al., 1998), tetapi variasi

substansial antarindividu mungkin terjadi (Cohn and Smith, 2008). Variasi

dalam HbA1c yang ditemukan di antara ras atau kelompok etnis relatif kecil

(≤ 0,4 %), sehingga tidak signifikan secara klinis (Pani et al., 2008; Nuttal,

1999). Beberapa menyimpulkan bahwa toleransi glukosa yang terjadi akibat

perbedaan kelompok umur sangat sedikit pengaruhnya terhadap variasi

peningkatan HbA1c (Wiener and Roberts, 1999).

d) Mekanisme HbA1c sebagai Pemicu Kandidiasis Kutis

HbA1c merupakan salah satu metode diagnosis diabetes dan telah

banyak digunakan sebagai alat ukur kontrol gula darah pada pasien dengan

Diabetes Melitus.

Orang dengan Diabetes Melitus sering memiliki kelainan kulit

seperti gatal dan lesi eritematosa pada kulit. Patogenesis gangguan kulit ini

secara umum adalah karena Diabetes Melitus dapat menekan sistem

kekebalan, khususnya sistem imun seluler yang bertanggung jawab untuk

mencegah kandidiasis (Suisan, 2000).

Pasien dengan Diabetes Melitus memiliki kerentanan yang lebih

tinggi terhadap infeksi. Beberapa penelitian telah menguji mekanisme yang

memungkinkan kondisi hiperglikemia dapat menghambat fungsi neutrofil

yang kemudian meningkatkan kejadian infeksi pada pasien diabetes. Pada

(28)

commit to user

xxviii

neutrofil ke endothelium, migrasi ke daerah inflamasi, kemotaksis, aktivitas

bakterisidal, fagositosis dan produksi Reactive Oxygen Species (ROS).

Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan dari fungsi neutrofil.

Neutrofil juga membutuhkan energi untuk berkerja, dimana energi banyak

diproduksi pada metabolisme glukosa menjadi laktat dan sedikit pada siklus

krebs. Pada pasien diabetes kedua proses tersebut mengalami gangguan

akibat kurangnya insulin, sehingga neutrofil tidak mendapatkan energi yang

cukup untuk menjalankan fungsinya. Penurunan proses glikolisis dan

sintesis glikogen akibat kondisi diabetes juga dapat diamati pada leukosit

pasien (Loureiro et al., 2007)

Perbedaan Strain dari Candida sp. mungkin juga mempengaruhi

kemampuan fagositosis pada pasien dengan diabetes. Seperti pada Candida

albicans yang menghasilkan glucose-indusible protein. Protein ini berfungsi

memicu adhesi jamur pada kulit dan membantu menghindari proses

fagositosis pada jamur. Pada penelitian terlihat ragi dan hifa menyebar luas

secara signifikan di permukaan lapisan korneum kulit pada pengambilan

sampel pasien diabetes dibandingkan dengan pasien normal. (Eric et al.,

2000).

Pada studi yang dilakukan olehRuneman, Faergemann and Larkoè

(2000) mengenai hubungan pertumbuhan Candida albicans dengan PH

permukaan kulit, didapatkan pertumbuhan Candida albicans pada bentuk

ragi meningkat pada PH asam dan pertumbuhan bentuk pseudohifa atau hifa

(29)

commit to user

xxix

pseudohifa atau hifa merupakan bentuk patogen dari Candida albicans.

Sehingga, pada daerah intertriginosa pasien diabetes yang memiliki PH

permukaan kulit secara signifikan lebih tinggi dibanding subyek kontrol

normal, menunjukkan peningkatkan kerentanan terhadap infeksi Candida

albicans.

Telah banyak penelitian yang membuktikan hubungan erat antara

Diabetes Melitus dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis (Dowd et al.,

2011). Namun, hubungan langsung antara kadar HbA1c yang dapat

(30)

commit to user

xxx

B. Kerangka pemikiran

: menjadi

: variabel perancu yang mempengaruhi hasil penelitian

: mempengaruhi

: alat diagnosis Diabetes Melitus

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Bentuk ragi Candida sp.

sebagai flora normal (Apatogen)

Bentuk pseudohifa atau hifa Candida sp.

sebagai penyakit gagal ginjal, variasi hemoglobin,

hipertrigliseriemia

Terkendali:

usia, jenis kelamin, kehamilan, obesitas, alkoholisme, pemakaian kontrasepsi oral, antibiotik maupun steroid topikal.

Tak terkendali:

kondisi psikologis pasien, lingkungan, higene personal, kelembaban kulit,

endokrinopati, penyakit kronik, hiperhidrosis.

1. Peningkatan pH kulit. 2. Penurunan sistem

kekebalan seluler tubuh: Penurunan fungsi neutrofil dalam

membunuh Candida sp.

3. Strain virulen: Candida abicans mensekresi

glucose-inducible proteinmeningkatkan

adhesi jamur pada kulit

Kandidiasis kutis Penggunaan stratum

(31)

commit to user

xxxi C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian

(32)

commit to user

xxxii BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian observasional

analitik dengan rancangan penelitian cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. Moewardi selama bulan April sampai September 2011 dengan

diagnosis kandidiasis kutis positif maupun negatif yang memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Pria atau wanita 18 - 60 tahun

b. Bersedia mengikuti penelitian ini

2. Kriteria Eksklusi

a. Kehamilan

(33)

commit to user

xxxiii c. Alkoholisme

d. Kontrasepsi oral

e. Pemakaian antibiotik dan steroid topikal

f. Setelah transfusi darah yang mengandung eritrosit

g. Menderita penyakit kronik

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara non-probability sampling

dengan menggunakan teknik purposive sampling. Caranya adalah setiap

anggota populasi sumber yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan

dipilih sebagai sampel sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi

(Sastroasmoro, 2007).

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus

sebagai berikut (Taufiqqurahman, 2004):

Keterangan:

n : besar sampel

p : perkiraan prevalensi penyakit yang di teliti (0,82 % = 0,0082)

q : 1- p (0,9918)

: nilai standar Zα pada kurve normal standar pada tingkat kemaknaan (1,96)

d : presisi absolute yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi

n = Zα² x p x q

(34)

commit to user

xxxiv E. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : kadar HbA1c

2. Variabel terikat : kejadian kandidiasis kutis

3. Variabel luar :

Inform consent Tidak setuju

Pemilihan sampel yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi melalui pengisian kuesioner

terpimpin Setuju

Uji t-independent dan

Chi Square

Ukur kadar HbA1c

Pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr Muwardi pada Bulan April

sampai September 2011

Kandidiasis kutis (+) Kandidiasis kutis (-)

(35)

commit to user

xxxv

a. Terkendali : usia, kehamilan, obesitas, alkoholisme, pemakaian

kontrasepsi oral, antibiotik maupun steroid topikal,

penyakit kronik.

b. Tidak terkendali: kondisi psikologis pasien, lingkungan, higene

personal, kelembaban kulit, endokrinopati,

hiperhidrosis, hemoglobinopati (terdapat variasi

hemoglobin), uremia (gagal ginjal), gangguan

vaskularisasi (anemia hemolitik, anemia defisiensi

besi).

G. Definisi Operasional Variabel

1. Kadar HbA1c

Kadar HbA1c yang diperiksa sebagai variabel dari penelitian ini

adalah kadar HbA1c baik pada pasien kandidiasis kutis maupun pasien

yang tidak menderita kandidiasis kutis. Pasien yang memenuhi

persyaratan kemudian diminta memeriksakan kadar HbA1c dalam

darahnya di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi.

Penelitian ini memakai Tina-quant analyzers yang memiliki kemampuan

cukup baik dalam mengukur HbA1c. Tina-quant analyzers

menggunakan prinsip High Performance Liquid Chromatography

(HPLC). Prinsip teknik ini adalah memisahkan komponen dari

campuran diikuti dengan identifikasi dan penghitungan konsentrasi

(36)

commit to user

xxxvi 2. Kandidiasis Kutis

Diagnosis kandidiasis kutis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

klinis dan pemeriksaan mikologi langsung berupa kerokan kulit (KOH

10 – 20 %). Kandidiasis kutis diidentifikasikan berdasarkan

pemeriksaan oleh seorang dokter Spesialis Kulit dan Kelamin melalui

Ujud Kelainan Kulit (UKK) yang khas pada penderita kandidiasis kutis.

Pada pemeriksaan kerokan kulit (KOH 10 – 20 %), secara mikroskopik

akan tampak jamur Candida sp. dalam bentuk sel ragi (yeast form),

berupa sel-sel tunas berbentuk lonjong (blastospora), pseudohifa sebagai

sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun bersambung-sambung dan

hifa yang bersepta (Hidayati et al., 2005).

Berdasarkan manifestasi klinis khas, pemeriksaan mikroskopik

maupun kerokan kulit (KOH 10 – 20 %) pasien dapat didiagnosis

kandidiasis kutis positif maupun negatif. Jenis skala data yang dipakai

adalah nominal.

H. Sumber Data yang Diambil

(37)

commit to user

xxxvii

a. Kuesioner untuk membantu menentukan ada atau tidaknya faktor

predisposisi kandidiasis kutis serta mengendalikan variabel luar

yang ada.

b. Pemeriksaan seorang Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin

berdasarkan Ujud Kelainan Kulit (UKK) yang khas.

c. Pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit dengan KOH 10 – 20 %.

d. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai kadar HbA1c pasien.

2. Sumber data sekunder yang diambil dari data rekam medik pasien.

I. Cara Kerja

Penelitian ini dimulai dengan mencari pasien baik yang menderita

kandidiasis kutis maupun yang tidak menderita kandidiasis kutis di

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi dan bersedia mengikuti

beberapa pemeriksaan. Pasien diminta untuk mengisi kuesioner yang

digunakan sebagai sarana pemenuhan kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh

pasien yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan kemudian diminta

melakukan beberapa pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain

pemeriksaan kadar HbA1c di Laboratorium Patologi Klinik, pemeriksaan

kerokan kulit dengan KOH 10 – 20 % di Laboratorium Poliklinik Kulit dan

Kelamin.

Teknik pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH adalah sebagai

(38)

commit to user

xxxviii

1. Meletakkan bahan pemeriksaan yang didapat dari kerokan kulit atau

kuku diatas gelas objek yang telah diberi beberapa tetes larutan KOH

10 – 20 % kemudian diaduk dengan baik.

2. Menutup sediaan dengan gelas penutup (deck glass) dan menekan

perlahan untuk menghilangkan gelembung udara.

3. Menunggu 2 - 5 menit.

4. Memeriksa sediaan dengan mikroskop, dimulai dengan perbesaran

rendah (lensa objektif 10 x) dan mengatur sinar hingga terlihat jelas.

5. Bila elemen fungus (hifa) sudah terlihat, dapat menaikkan pembesaran

sampai 40 x agar dapat melihat morfologi lebih teliti.

Data-data yang terkumpul kemudian diolah untuk informasi sebagai

berikut:

1. Distribusi kelompok kandidiasis positif maupun negatif.

2. Analisis statistik terhadap responden tentang hubungan antara kadar

HbA1c dan prevalensi kejadian kandidiasis kutis.

J. Teknik Analisis Data Statistik

Teknik analisis data statistik yang digunakan adalah uji

t-independent dan uji Chi Square. Uji t-independent digunakan untuk uji

hipotesis dengan variabel bebas numerik dengan variabel terikat nominal.

Kelompok tidak berpasangan dimaksudkan pemilihan individu pada

kelompok yang satu tidak tergantung pada karakteristik individu kelompok

(39)

commit to user

xxxix

tidaknya hubungan antara variabel bebas maupun terikat (Satroasmoro dan

(40)

commit to user

xl

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Sampel

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-September 2011 yang

bertempat di Poliklinik Kulit dan Kelamin serta Laboratorium Patologi

Klinik RSUD Dr. Muwardi Surakarta dengan pasien sebagai sampel. Empat

belas orang menjadi sampel penelitian, dengan pembagian 6 orang

menderita kandidiasis kutis atau kandidiasis kutis positif dan 8 orang

lainnya tidak menderita kandidiasis kutis atau kandidiasis kutis negatif

sebagai kontrol.

Dari kelompok kandidiasis kutis positif, 3 orang temasuk dalam

kelompok Non-Diabetes (21,4 %), 1 orang termasuk kelompok Better

Controlled Diabetes (7,1 %) dan 2 orang termasuk kelompok Poorly

Controlled Diabetes (14,3 %). Sedangkan untuk kelompok kontrol, 7 orang

temasuk dalam kelompok Non-Diabetes (50 %), 1 orang termasuk Better

Controlled Diabetes (7,1 %).

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Diabetes

No Kategori diabetes Kandidiasis kutis positif Kandidiasis kutis negatif Jumlah Presentase(%) Jumlah Presentase(%)

1 Non-Diabetes 3 21,4 7 50

2 Better Controlled Diabetes 1 7,1 1 7,1

3 Poorly Controlled Diabetes 2 14,3 0 0

(41)

commit to user

xli

Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

No Kelompok Jenis Kelamin Total

Persentase

Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan pada

kedua kelompok memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan

laki-laki. Kelompok kandidiasis kutis positif memiliki jumlah sampel

perempuan sebanyak 5 orang (35,7 %) dan pada kelompok kandidiasis kutis

negatif sampel perempuan berjumlah 5 orang (35,7 %).

Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

No Kelompok Jumlah Rerata Umur

Pada Tabel 4.3 didapatkan rerata umur pasien kandidiasis kutis

positif yaitu 47 tahun dengan umur minimal 32 tahun dan maksimal 58

tahun. Sedangkan rerata umur kelompok pasien dengan kandidiasis negatif

(42)

commit to user

xlii

Tabel 4.4. Rerata Hasil Pengukuran Kadar HbA1c

No Kelompok Jumlah Rerata

B. Analisis Statistika

1. Uji t-Independent

Data penelitian yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan

uji t-independent yang merupakan uji parametrik dengan program SPSS

17.00. Uji ini digunakan bila nilai kedua kelompok tidak berhubungan

satu sama lain. Adapun syarat uji t-independent adalah data berskala

numerik, terdistribusi secara normal, dan variansi kedua kelompok dapat

sama atau berbeda (untuk 2 kelompok). Untuk mengetahui bahwa data

terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Suatu

data dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai p > 0,05

pada masing-masing kelompok tersebut. Uji normalitas yang dilakukan

pada masing-masing sebaran data dapat dilakukan dengan cara

deskriptif ataupun analitik. Cara analitik memiliki tingkat objektivitas

dan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan deskriptif

sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan uji

(43)

commit to user

xliii

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Data denganKolmogorov Smirnov Test

Tabel 4.5 menunjukkan sebaran data yang di uji normalitas

datanya dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Test, dengan ketentuan

bila p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi

secara normal, demikian sebaliknya bila nilai p < 0,05 maka data tidak

terdistribusi secara normal. Karena nilai p untuk kelompok kandidiasis

kutis positif maupun negatif adalah 0,200 dan 0,069 (p > 0,05) maka

sebaran dapat dikatakan normal.

Tabel. 4.6. Hasil Uji Homogenitas dengan Levene’s Test

Data Uji Homogenitas Levene’s Test Keterangan

F P

Kadar HbA1c 11,7 0,005 Data tidak homogen

Hasil uji homogenitas dengan Levene’s Test memiliki ketentuan

bila signifikan hitung < 0,05 data diasumsikan tidak homogen atau

terdapat perbedaan varians.

Berdasarkan uji tersebut dapat diketahui bahwa F = 11,7 (p =

0,005). Karena p < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data tidak

homogen atau terdapat perbedaan varians antara hasil pengukuran kadar

HbA1c pada pasien kandidiasis kutis positif dan negatif. Gambar 4.1

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar HbA1c pasien

kandidiasis kutis positif dan pasien candidiasis negatif.

Data Nilai p Keterangan

Kandidiasis kutis positif

Kandidiasis kutis negatif

0,200

0,069

Distribusi normal

(44)

commit to user

xliv Gambar 4.1. Boxlots Kadar HbA1c

Berdasarkan gambar 4.1 diketahui bahwa rerata kadar HbA1c

pada pasien kandidiasis kutis positif adalah (6,9 ± 3,1) %, sedangkan

pada pasien kandidiasis kutis negatif adalah (5,0 ± 1,1) %.

Tabel 4.7. Hasil Uji t-Independent terhadap Beda Mean Kadar HbA1c

Menurut Kejadian Kandidiasis Kutis

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar

HbA1c antara pasien kandidiasis kutis positif dan negatif, namun hasil

uji t-independent didapatkan p = 0,208. Berdasarkan perhitungan karena

p > 0,05, dapat diintepretasikan bahwa terdapat perbedaan kadar Hba1c

yang tidak signifikan pada pasien kandidiasis kutis positif maupun

Kelompok Mean

Kadar HbA1c (%) SD

Analisis Uji

Mann-Whitney P Kandidiasis kutis positif

Kandidiasis kutis negatif

6,9 5,0

3,1

(45)

commit to user

xlv

negatif pada taraf signifikasi 5 %. Pada perhitungan juga didapatkan

Confidence Interval (CI) 95 % adalah antara -1,0 sampai 5,4.

2. Uji Chi Square

Data penelitian juga diolah menggunakan uji Chi Square. Uji ini

digunakan untuk mencari cut of point dari kadar HbA1c yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya kandidiasis kutis secara bermakna.

Tabel 4.8. Hasil Analisis Chi Square tentang Hubungan Kadar HbA1c

dengan Kejadian Kadidiasis Kutis

Cut of Point

Berdasarkan hasil uji Chi Square pada tabel 4.7 diketahui bahwa

apabila kadar HbA1c ≥ 8 % akan meningkatkan risiko terkena

kandidiasis kutis sebesar 9,4 kali dibandingkan dengan HbA1c < 8 %

(OR 9,4; CI 95 % 0,4 sampai 242,1). Pada kadar HbA1c ≥ 7 % akan

meningkatkan risiko terkena kandidiasis kutis sebesar 3,5 kali

dibandingkan dengan kadar HbA1c < 7 % (OR 3,5; CI 95 % 0,2 hingga

51,9). Pada kadar HbA1c ≥ 6 % akan meningkatkan risiko terkena

kandidiasis kutis sebesar 7 kali dibandingkan dengan kadar HbA1c < 6

% (OR 7,0; CI 95 % 0,5 hingga 97,7). Sedangkan, pada kadar HbA1c ≥

(46)

commit to user

xlvi

dibandingkan dengan kadar HbA1c < 5 % (OR 1,0; CI 95 0,1 hingga

8,3).

Besarnya kekuatan hubungan berdasarkan nilai OR adalah

sebagai berikut (Murti, 2007):

Tabel 4.9. Besar Odds Ratio dan Interpretasi tentang Kekuatan Hubungan antara Paparan dan Penyakit.

Peningkatan risiko terjadinya kandidiasis kutis dalam penelitian

ini mulai terlihat pada peningkatan kadar HbA1c ≥ 6 %. Hasi l analisis

data menunjukkan Odds Ratio berkisar antara ≥ 3.0 - < 10.0 yang dapat

diinterpretasikan sebagai hubungan yang kuat antara peningkatan kadar

HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis, meskipun

hubungan tersebut dalam penelitian secara statistik tidak signifikan (p <

0,05).

1.0 1.0 Tidak terdapat hubungan

> 1.0 - < 1.5 > 0.67 - < 1.0 Hubungan lemah

≥ 1.5 - < 3.0 >0.33 - ≤ 0.67 Hubungan sedang

≥ 3.0 - < 10.0 >0.10 - ≤ 0.33 Hubungan kuat

(47)

commit to user

xlvii BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil penelitian diketahui keseluruhan sampel berjumlah

14 orang, yaitu 6 orang kandidiasis kutis positif dan 8 orang kandidiasis negatif.

Pada Tabel 4.1, sampel dibagi menjadi 3 kelompok diabetes menurut kadar HbA1c

yaitu Non-Diabetes (HbA1c < 5,9 %), Better Controlled Diabetes (HbA1c 6 – 8 %)

dan Poorly Controlled Diabetes (HbA1c ≥ 8 %).

Tabel 4.2 menunjukkan distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dimana

kelompok kandidiasis kutis positif maupun negatif memiliki sampel perempuan

lebih banyak dari pada laki-laki. Pada penelitian ini peneliti tidak mengkategorikan

jenis kelamin ke dalam variabel luar yang harus dikendalikan. Hal tersebut memang

tidak perlu dilakukan karena pada pengukuran kadar HbA1c tidak terdapat

perbedaan hasil pengukuran antara perempuan dan laki-laki.

Tabel 4.3 menunjukkan distribusi sampel berdasarkan umur. Pada penelitian

ini tidak terdapat perbedaan signifikan pada rerata umur kelompok pasien

kandidiasis positif dan negatif. Tabel 4.4 menunjukkan rerata, nilai minimal dan

maksimal dari kadar HbA1c pada pasien kandidiasis kutis positif maupun negatif.

Pada kelompok pasien kandidiasis kutis positif didapatkan rerata HbA1c yaitu 6,9

% dengan kadar minimal 4,3 % dan maksimal 11,5 % sedangkan pada kelompok

pasien kandidiasis negatif didapatkan rerata kadar HbA1c yaitu 5,0 % dengan kadar

(48)

commit to user

xlviii

Data yang diperoleh pertama dianalisis oleh uji t-independent. Syarat dari

uji tersebut adalah data berskala numerik, terdistribusi normal dan variasi kedua

kelompok bisa sama atau berbeda. Tabel 4.5 menunjukan hasil uji normalitas data

pada kandidiasis kutis positif yaitu p = 0,200 dan kandidiasis kutis negatif p =

0,069. Keduanya menunjukan bahwa sebaran data pada penelitian ini normal (p >

0,05) sehingga dapat menggunakan uji t-independent. Tabel 4.6 menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan varians antara rerata kadar HbA1c kedua kelompok

pasien atau data tersebut tidak homogen.

Hasil dari uji t-independent didapatkan rerata kadar HbA1c kelompok

pasien dengan kandidiasis positif adalah (6,9 ± 3,1) % dan rerata untuk kelompok

pasien kandidiasis negatif didapatkan (5,0 ± 1,1) % dengan p = 0,208 (p > 0,05)

yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada rerata

hasil pengukuran HbA1c.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis oleh uji Chi Square. Pada uji

tersebut didapatkan nilai Odds Ratio dari cut of point HbA1c ≥ 6 % antara 3 sampai

10 yang artinya terdapat hubungan yang kuat antara peningkatan kadar HbA1c

dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis dimana peningkatan risiko dimulai

ketika kadar HbA1c ≥ 6 %. Hal tersebut diperkuat dengan hasil odd ratio dari cut of

point HbA1c ≥ 5 % adalah 1 yang artinya tidak terdapat hubungan atau pengaruh

kadar HbA1c dengan terjadinya kandidiasis kutis ketika kadar HbA1c ≥ 5 %.

Pada penelitian yang dilakukan di Praha tahun 2001 tentang insidensi

kolonisasi Candida sp. di kulit dan kuku manusia, didapatkan distribusi spesies

(49)

commit to user

xlix

yang dapat diisolasi di antaranya : C. albicans (56,4 %), C. parapsilosis (29,1 %), C.

tropicalis (7,8 %), C. pulcherrima (2,9 %), C. guilliermondii (1,5 %), C. krusei(0,9

%) dan C. zeylanoides (0,9 %) serta C. robusta (0,5 %). Pada penelitian ini

disebutkan pula faktor-faktor yang secara signifikan memiliki hubungan dengan

kolonisasi spesies kandida tersebut, di antaranya pemakaian antibiotik jangka

panjang, nutrisi parenteral, intubasi, pemakaian kateter intravena, keganasan,

obesitas dan diabetes.

Salah satu yang dapat meningkatkan kerentanan inang terhadap infeksi

Candida sp. adalah PH kulit yang meningkat. Terdapat penelitian yang dilakukan

oleh Yosipovitch et al, (2002) tentang PH dan kelembaban kulit pada area

intertriginosa pasien diabetes dibandingan dengan pasien nondiabetes. Pada 50

pasien NIDDM dibandingkan dengan 40 pasien nondiabetes didapatkan PH kulit

pada regio inguinal dan axilla meningkat secara signifikan (p< 0,0001). Pada regio

inframammary, pasien wanita dengan diabetes juga memiliki PH yang lebih tinggi

dibandingkan wanita normal (p < 0,01) namun tidak pada laki-laki. Enam dari 50

pasien NIDDM tersebut terkena infeksi Candida sp. pada area intertriginosa.

Pada hasil penelitian didapatkan perbedaan yang tidak signifikan, hasil ini

didukung oleh penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Macura

et al (2007) pada 26 pasien dengan diabetes tipe 1, 25 pasien diabetes tipe 2, dan 22

pasien nondiabetes. Seluruh pasien dengan diabetes pada sampel mengalami

peningkatan kadar glukosa puasa dan kontrol glukosa jangka panjang yang buruk

dilihat dari konsentrasi HbA1c > 7,5 %. Pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak

(50)

commit to user

l

albicans dengan umur pasien diabetes, kontrol metabolisme pada diabetes (yang

dievaluasi dari level dasar glukosa pada serum dan konsentrasi HbA1c dalam

darah), juga pada durasi dari diabetes.

Berdasarkan rumus perhitungan jumlah sampel, penelitian ini hanya

membutuhkan jumlah sampel yang sedikit karena angka kejadian penyakit

kandidiasis kutis yang kecil. Hal ini menyebabkan penelitian ini mempunyai

kelemahan yaitu kesulitan dalam mencari sampel pasien yang menderita

kandidiasis kutis. Selain itu, jumlah sampel yang terbatas mengakibatkan nilai p

menjadi kecil sehingga hasil kurang signifikan. Selain kecilnya jumlah sampel

masih banyak faktor-faktor perancu yang belum dapat dikendalikan yaitu kondisi

psikologis pasien, kebersihan pasien, endokrinopati, hiperhidrosis, hemoglobinopati

(terdapat variasi hemoglobin), uremia (gagal ginjal), gangguan vaskularisasi

(51)

commit to user

li

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dari hasil penelitian dan analisis menggunakan Chi Square mengenai

hubungan kadar HbA1c dengan prevalensi kejadian kandidiasis kutis ini dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kadar HbA1c dengan

prevalensi kejadian kandidiasis kutis di mana peningkatan risiko terjadinya

kandidiasis kutis dimulai ketika kadar HbA1c ≥ 6 %. Sedangkan dengan uji

t-independent didapatkan perbedaan rerata kadar HbA1c kelompok pasien

kandidiasis positif dengan kandidiasis negatif, dimana rerata untuk kelompok

pasien kandidiasis kutis positif adalah adalah (6,9 ± 3,1) % dan rerata untuk

kelompok pasien kandidiasis negatif didapatkan (5,0 ± 1,1) %. Meskipun hasil

dari kedua uji tersebut secara statistik tidak signifikan.

B. SARAN

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya adalah

angka kejadian kandidiasis kutis yang kecil yang menjadikan peneliti kesulitan

dalam mengumpulkan sampel. Peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian

lebih lanjut dengan waktu yang lebih panjang sehingga dapat meningkatkan

jumlah sampel serta dapat mengontrol faktor-faktor perancu yang belum dapat

(52)

commit to user

lii

hiperhidrosis, hemoglobinopati (terdapat variasi hemoglobin), uremia (gagal

(53)

commit to user

liii DAFTAR PUSTAKA

Adininggar and Susilo. 1996. Perbandingan Efek Antifungi Ekstrak Heksana Daun Kunyit (Curcuma longa) dengan Flukonazol terhadap Candida albicans invitro. Surakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.

Annaissie E.J. 2007. The Changing Epidemiology of Candida Infection.

http://www.medscape.com/viewprogram/7208_pnt. (31 Februari 2011).

Baloch G.H., Memon N.M., Devrajani B.R., Iqbal P., Thebo N.K. 2008. Cutaneous manifestations of type-II Diabetes Mellitus. JLUMHS. pp:67-70.

Berg A.H. and Sacks D.B. 2008. Haemoglobin A1c analysis in the management of patients with diabetes: from chaos to harmony. J Clin Pathol. 61:983-987.

Bernadus J.B.B., 2007. Respon serologi protein dan mannoprotein membran sel Candida albicans. BIK Biomed. 3(4):176-182.

Dahlan M.S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika, pp: 60-65.

and yeast in polymicrobial infections in chronic wounds.

Eric G.M., Bruce G.J., Carl K.L. 2000. Clinical Issue. In: Nutrition and immunology: principles and practice. New Jersey: Humana press. pp: 252-254

Fitzgerald P. 2004. Hemoglobin Testing.(10 Maret 2010)

Diabetes Care.

27:1761-1773.

(54)

commit to user

liv

Habif T.P. 2004. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed. Pennnsylvania: Mosby, pp: 440-450.

et al. 2008. A1C but not serum glycated albumin is elevated in late pregnancy owing to iron deficiency. Diabetes Care.

31:1945-1948.

Hidayati A.F., Suyoso S., Hinda D., Sandra E. 2005. Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005. Surabaya, FKUNAIR. Skripsi.

hemoglobin A1c in human blood and the national standardization schemes in the United States, Japan, and Sweden: a method-comparison study. Clin Chem. 50:166-174.

Jawetz E., Melnick J., Adelberg E., Brooks G. F., Butel J. S., Ornston L. N. 2004. Jawetz, Melbick, Adelberg’s Medical Microbiology Twenty Third Edition, pp: 645-646.

Kilpatrick E.S., Maylor P.W., Keevil B.G. 1998. Biological variation of glycated hemoglobin. Implications for diabetes screening and monitoring. Diabetes Care. 21:261-264.

Kuswadji. 2002. Kandidiosis. Dalam: Djuanda A. (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp: 105-109.

Little R.R. andSacks D.B. 2009. HbA1c: how do we measure it and what does it means?. Curr Opin Endicrinol Diabetes Obes. 16:113-118.

program: a five-year progress report. Clin Chem. 47:1985-1992.

Loureiro T.C., Hirabara S.M., Mendonca J.R., Curi R., Phiton-Curi T.C. 2007. Diabetes causes marked changes in function and metabolism of rat neutrophils. Brazilian Journal of Medical and Biological Research. 40: 1037-1044

(55)

commit to user

lv

Mansjoer A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W.I., Setiowulan W. (eds). 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, pp: 105-109.

Moran, Gary P, Sullivan Derek J, Coleman David C. 2002. Emergence of

Non-Candida albicans Non-Candida Species as Pathogens. In: Candida and Candidiasis. Washington D.C.: ASM Press. pp: 37-38.

Murti B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Surakarta: Gadjah Mada University Press.

Nuttall F.Q. 1999. Effect of age on the percentage of hemoglobin A1c and the percentage of total glycohemoglobin in nondiabetic persons. J Lab Clin Med. 134:451-453.

et al. 2008. Effect of aging on A1C levels in individuals without diabetes: evidence from the Framingham Offspring Study and the National Health and Nutrition Examination Survey 2001-2004.

Diabetes Care. 31:1991-1996.

Hydrolytic enzyme production is associated with Candida albicans biofilm formation from patients with type 1 diabetes. Mycopathologia.

170(4):229-35

Ramali L.M and Werdani S. 2001. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. In:

Dermatomikosis Superficialis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp: 55-65.

Rarasati P.N. 2008. Kesesuaian Pemeriksaan Laboratorium Antara Lesi Utama dan Lesi Satelit pada Penderita Kandidiasis Kutis. Semarang, FKUNDIP. Skripsi.

et al. 2002. Biological variation of glycohemoglobin. Clin Chem. 48:1116-1118.

Runeman B., Faergemann J., and Larkoè O. 2000. Experimental Candida albicans Lesions in Healthy Humans: Dependence on Skin pH. Acta Derm Venereol. 80: 421-424

(56)

commit to user

lvi

analysis in the diagnosis and management of diabetes mellitus. Clin Chem. 48:436-472.

Sastroasmoro S. and Ismael S. 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.

Silink M. and Mbanya J.C. 2007. Global standardization of the HbA1c assay – the consensus committee recommendations. Diabetes Voice.

Siregar R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 2nd ed. Jakarta: ECG, pp: 31-33.

Suisan Y.C. 2000. Diabetes Sebagai Faktor Risiko untuk Terjadinya Kandidiasis Kutis. Surabaya, Fakultas Kedokteran UNAIR. Skripsi.

Taufiqurrohman, M. A. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Surakarta: UNS Press.

Wiener K. and Roberts N.B. 1999. Age does not influence levels of HbA1c in normal subject. QJ Med. 92:169-173.

Yulian A.I. 2007. Uji Banding Efektifitas Virgin Coconut Oil dengan Ketokonazol 2% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Semarang, FK UNDIP. Skripsi.

(57)

commit to user

(58)

commit to user

(59)

commit to user

(60)

commit to user

lx

(61)

commit to user

lxi Lampiran 5. Lembar Persetujuan

LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :………

Umur : ………

Alamat : ………

………

Dengan ini saya mengijinkan Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS untuk

memperoleh data yang sesuai dengan penelitiannya melalui pemeriksaan

laboratorium dan mengolah hasil yang telah didapatkan.

Surakarta,………

(62)

commit to user

lxii Lampiran 6. Kuesioner Penelitian

Nama :

PETUNJUK: Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda ceklis (√) pada pertanyaan yang bersifat tertutup (close-ended question) dan isian pada pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended question).

1. Apakah anda sedang menderita penyakit menahun?

฀ Ya, sebutkan…………

฀ Tidak

2. Apakah akhir-akhir ada menderita penyakit yang menggunakan obat salep?

฀ Ya, sebutkan (nama penyakit dan obatnya)………….

฀ Tidak

3. Apakah saat ini anda sedang hamil?

฀ Ya

฀ Tidak

4. Apakah anda sedang mengkonsumsi obat kontrasepsi (obat pencegah kehamilan) ?

฀ Ya

฀ Tidak

5. Apakah anda sedang mengkonsumsi obat-obatan lainnya?

฀ Ya, sebutkan…………

฀ Tidak

6. Apakah akhir-akhir ini anda mengkonsumsi minuman beralkohol?

฀ Ya

฀ Tidak

7. Apakah akhir-akhir ini anda telah melakukan transfusi darah?

฀ Ya

(63)

commit to user

lxiii Lampiran 7. Data Hasil Penelitian

No Nama Umur

(Tahun)

Jenis

Kelamin Diagnosis

Kadar HbA1c (%)

1 JH 43 L Kandidiasis kutis positif 4.3

2 SY 32 P Kandidiasis kutis positif 10.0

3 M 48 P Kandidiasis kutis positif 4.6

4 SS 46 P Kandidiasis kutis positif 4.8

5 U 58 P Kandidiasis kutis positif 11.5

6 HY 26 L Kandidiasis kutis negatif 4.9

7 SH 40 L Kandidiasis kutis negatif 4.1

8 SR 40 P Kandidiasis kutis negatif 4.1

9 PJ 51 P Kandidiasis kutis negatif 4.3

10 SL 37 P Kandidiasis kutis negatif 5.1

11 NG 45 P Kandidiasis kutis negatif 5.1

12 SG 54 P Kandidiasis kutis negatif 5.3

13 SM 56 P Kandidiasis kutis positif 6.2

(64)

commit to user

lxiv Lampiran 8. Hasil Analisis Uji t-Independent

Case Processing Summary

Diagnosis Kandidiasis Statistic Std. Error

Kadar HbA1c

candidiasis positif Mean 6.900 1.2612

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 3.658

Upper Bound 10.142

5% Trimmed Mean 6.789

Median 5.500

Variance 9.544

Std. Deviation 3.0893

Minimum 4.3

Maximum 11.5

Range 7.2

Interquartile Range 5.9

Skewness .893 .845

Kurtosis -1.382 1.741

candidiasis negatif Mean 5.038 .3775

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 4.145

Upper Bound 5.930

5% Trimmed Mean 4.958

Median 5.000

Variance 1.140

Std. Deviation 1.0676

Minimum 4.1

Maximum 7.4

Range 3.3

Interquartile Range 1.1

Skewness 1.746 .752

Gambar

Tabel 4.4. Rerata Hasil Pengukuran Kadar HbA1c.............................................
Gambar 4.1. Boxplots Kadar HbA1c ..................................................................
Gambar 2.1commit to user  Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan. oleh peneliti untuk

1 Metode penelitian kuantitatif yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data2. menggunakan instrumen penelitian, analisis data

Universitas

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al-Muslimun Kawistolegi Lamongan, dengan mengambil populasi seluruh siswa MTs Al-Muslimun Kawistolegi Lamongan yang ada meliputi kelas

yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan indikator tertentu, metode Simple Additive Weighting (SAW) adalah salah satu metode untuk

Perkembangan teknologi komunikasi saat ini sangat pesat, salah satunya adalah dengan adanya teknologi ponsel yang dapat memudahkan orang untuk melakukan komunikasi dengan

Program PIR-Trans merupakan program lintas departemen yang komprehensif dengan melibatkan 11 departemen dan lembaga negara, yaitu Menteri Negara Perencanaan Pembanguan

Dalam penulisan ilmiah ini penulis hanya membatasi pada tujuh keajaiban dunia saja, yang diantaranya adalah Candi Borobudur, Menara Pisa, Grand Canyon, Piramida, Taj Mahal, Tembok