• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KAFALAH DALAM LKS DITINJAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI KAFALAH DALAM LKS DITINJAU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI

KAFALAH

DALAM LKS DITINJAU DARI

PERSPEKTIF FIQIH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah Fiqih Kontemporer Perbankan

Dosen Pengampu: Imam Mustofa, M.Si

Disusun oleh

Maya Septi Cahyani (141267410)

Kelompok X

KELAS B

PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH

(S1 PERBANKAN SYARIAH)

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)

(2)

i

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dalam dunia usaha, modal merupakan sesuatu yang penting. Modal

tersebut dapat bersifat material atau immaterial (skill, trust, dan sebagainya).

Untuk memenuhi kebutuhan modal, seorang pengusaha bisa menggunakan

modal sendiri atau meminjam kepada pihak lain seperti bank.1 Untuk

melakukan pinjaman tersebut biasanya diperlukan beberapa syarat, di

antaranya kelayakan usaha, adanya kepercayaan (trust), dan adanya jaminan.

Berkaitan dengan jaminan, dapat dibedakan dalam jaminan perorangan (personal guarantie) dan jaminan kebendaan.2 Jaminan perorangan adalah

suatu perjanjian antara seorang yang memberikan utang/ kreditor (makful lahu)

dengan seorang sebagai penjamin (kafil) yang menjamin dipenuhinya

kewajiban-kewajiban si berutang/ debitor (makful „anhu). Sedangkan jaminan

kebendaan dapat diadakan antara kreditor (pemberi utang) dengan debitornya

(peminjam), tetapi juga dapat diadakan antara kreditor dengan seorang pihak

yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitor). Soal

jaminan, di dalam ajaran Islam dikenal dengan konsep kafalah. Untuk itu kami

disini akan membahas dan mengupas tentang kafalah.

1Maltuf Fitri, “

Peran Dana Pihak Ketiga Dalam Kinerja Lembaga Pembiayaan Syariah Dan Faktorfaktor Yang Memengaruhinya” dalam Economica, (Semarang: UIN Walisongo Semarang), Vol. VII/edisi 1/Mei 2016, h. 79.

2

(3)

ii

PEMBAHASAN

KONSEP DASAR

KAFALAH

A.Pengertian Kafalah

Kafalah secara etimologi memiliki tiga makna yaitu damanah

(jaminan), hamalah (beban), dan za‟amah (tanggungan).3 Namun, secara

menyeluruh ketiga kata ini memiliki garis pengertian yang sama yaitu jaminan.

Secara terminologi, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung

(kafil) kepada pihak yang memberikan utang (makful lahu) untuk memenuhi

kewajiban pihak yang berutang atau yang ditanggung (makful „anhu).

Kalangan Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah mendefinisikan

kafalah sebagai jaminan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang

mempunyai tanggung jawab menunaikan hak membayar utang.4 Dengan

demikian maka pembayaran utang menjadi tanggungan pihak penjamin.

Sementara dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) pasal 20 ayat

(12), kafalah didefinisikan sebagai jaminan atau garansi yang diberikan oleh

penjamin kepada pihak ketiga/ pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban

pihak kedua/ peminjam.5 Sedangkan dalam fatwa DSN No.11/DSNMUI/

IV/2000 tentang kafalah menyebutkan bahwa kafalah adalah akad dari pihak

pertama dan pihak kedua, dapat berupa perjanjian yang mengikat dimana tidak dapat dibatalkan secara sepihak, pihak penjamin tersebut bisa mendapatkan imbalan dari pihak yang tertanggung selagi tidak memberatkan pihak tertanggung.

Menurut Syafi’i Antonio, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh

penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau

3 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014), h. 181.

4 Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

2016), h. 220.

(4)

iii

yang ditanggung.6 Sedangkan menurut Bank Indonesia, kafalah adalah akad

pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan.

Istilah kafalah dalam praktek perbankan, merupakan jaminan yang

diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka

memenuhi kewajiban yang ditanggung (makful „anhu) apabila pihak yang

ditanggung cidera janji atau wanprestasi. Secara teknis dapat dikatakan bahwa pihak bank dalam hal ini memberikan jaminan kepada nasabahnya sehubungan dengan kontrak kerja/ perjanjian yang telah disepakati antara nasabah dengan

pihak ketiga. Pada hakikatnya pemberian kafalah ini akan memberikan

kepastian dan keamanan bagi pihak ketiga untuk melaksanakan isi perjanjian/ kontrak yang telah disepakati tanpa khawatir apabila terjadi sesuatu dengan nasabah sehingga nasabah cidera janji untuk memenuhi prestasinya.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa kafalah adalah

jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain.

B.Dasar Hukum Kafalah

Kafalah diperbolehkan berdasarkan legitimasi dari Al-Qur’an, Al

-Sunnah dan ijma’ ulama. Legitimasi dari Al-Qur’an adalah firman Allah

dalam surat Yusuf ayat 72, yang artinya:

Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban

unta dan aku menjamin terhadapnya." (QS. Yusuf: 72)7

Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan za‟im dalam ayat ini

adalah kafil (penjamin).8

6 Khotibul Umam, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar dan Dinamika Perkembangannya di

Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2015), h. 163.

(5)

iv

Selain ayat Al-Qur’an tersebut, terdapat sebuah hadits sebagai

legitimasi diperbolehkannya kafalah, yaitu:9

Telah dihadapakan kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki untuk dishalatkan)… Rasulullah saw. bertanya “Apakah dia mempunyai warisan?

Para sahabat menjawab, “Tidak”. Rasulullah bertanya lagi,”Apakah dia mempunyai utang?” Sahabat menjawab “Ya, sejumlah tiga dinar.” Rasulullah

pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri

tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.” (HR. Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah)

Kafalah sebagai salah satu produk perbankan syariah di bidang jasa telah mendapatkan dasar hukum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, kafalah mendapatkan dasar hukum yang lebih

kokoh. Dalam pasal 19 Undang-Undang Perbankan Syariah antara lain

meliputi membeli, menjual, atau menjamin atas suatu risiko.10

Keberadaan kafalah sebagai akad di bidang jasa pada Bank Syariah dan

Unit Usaha Syariah telah diatur melalui Fatwa DSN-MUI Nomor

11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah.11

Produk jasa perbankan syariah berdasarkan akad kafalah secara teknis

berdasarkan pada PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanna Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.10/16/PBI/2008 pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan Pemenuhan Prinsip

8

Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 38.

9 Muhammad Syafi’i Antonio,

Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 124.

10 Khotibul Umam, Perbankan Syariah.., h. 164.

(6)

v

Syariah sebagaimana dimaksud, antara lain dilakukan melalui kegiatan

pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain akad kafalah, hiwalah, dan

sharf.

Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang

Islam pada masa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini,

tanpa ada sanggahan dari seorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam

Islam juga didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk menegaskan madharat bagi orang-orang yang berutang. Para ulama sepakat

dengan bolehnya kafalah karena sangat dibutuhkan dalam muamalah

masyarakat. Kafalah sangat diperlukan dalam waktu tertentu, adakalanya orang

memerlukan modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya. Agar pihak yang berpiutang tidak dirugikan dengan ketidakmampuan orang yang berutang.

Para ulama fikih menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menerima jaminan/ tanggungan. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai orang yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkan harta warisan. Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi'i, hal yang demikian boleh ditanggung. Alasannya adalah dengan berpedoman pada hadits tersebut di atas tentang ketidaksediaan Nabi SAW menshalatkan jenazah karena meninggalkan sejumlah utang. Sedangkan Imam Hanafi menyatakan tidak boleh, dengan alasan bahwa tanggungan tersebut tidak berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak ada. Berbeda halnya dengan orang yang pailit. Jumhur fuqaha' juga berpendapat tentang bolehnya memberikan tanggungan kepada orang yang dipenjara atau orang yang sedang dalam keadaan musafir. Tetapi Imam Abu Hanifah tidak membolehkannya.

C.Rukun dan Syarat Kafalah

Seperti halnya amalan yang lain dalam muamalah, dalam kafalah pun

mempunyai rukun dan syarat. Rukun kafalah adalah bagian-bagian yang harus

ada dalam praktek kafalah, sedangkan syarat kafalah adalah syarat-syarat yang

(7)

vi

2) Makful bih (obyek tanggungan), adalah barang atau uang yang statusnya

tertanggung13

3) Kafil (penjamin/ penanggung), adalah pihak yang mempunyai kecakapan

untuk mentasharufkan hartanya14

1) Kafil, disyaratkan sudah baligh, berakal, merdeka dalam mengelola harta bendanya/ tidak dicegah membelanjakan hartanya dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri serta pihak penjamin harus mengetahui objek yang dijaminnya. Selain itu, menurut kalangan Hanafiyah, pihak penjamin harus ada di majelis akad agar mengetahui siapa dan apa yang dijaminnya.

12

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah.., h. 191.

13 Rezki Syahri Rakhmadi, “Konsep dan Penerapan Sistem Jaminan pada Lembaga

Keuangan Syariah”, Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Ulum), Vol. 3, No. 1 (2013), h. 33.

14

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.106.

15 Ibid .

16 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah.., h. 191.

17 Andi Ali Akbar, Prinsip-Prinsip Dasar Transaksi Syariah, (Jawa Timur: Yayasan PP.

(8)

vii

2) Mafkul lahu, syaratnya yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin, harus cakap hukum dan harus ada pada saat akad. Selain itu, pihak yang berpiutang harus berakal, tidak harus baligh tetapi seandainya

anak kecil, ia harus mumayyiz.

3) Makful „anhu, disyaratkan mempunyai kemampuan untuk menyerahkan objek yang dijamin dan pihak yang dijamin harus diketahui oleh pihak penjamin. Menurut kalangan Syafi’iyah, pihak yang ditanggung tidak harus cakap hukum, bahkan menanggung orang yang telah meninggalpun diperbolehkan.

4) Makful bihi, merupakan tanggungan peminjam baik berupa uang/ benda/ pekerjaan, dapat dilaksanakan oleh penjamin, merupakan piutang yang mengikat, jelas nilai dan spesifikasinya, serta tidak diharamkan.

5) Sighat atau lafadz, disyaratkan keadaan sighat mengandung makna menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.

D.Macam-Macam Kafalah

Menurut Imam al-Sarakhsi, kafalah ada dua macam, yaitu kafalah bi

al-nafsi (asuransi jiwa) dan kafalah bi al-mal (asuransi harta). Menurut Wahbah

al-Zuhaili, jenis-jenis kafalah antara lain adalah jaminan terhadap barang (

al-kafalah bil „ain) dan jaminan terhadap jiwa (al-kafalah bil nafs). Namun

ternyata dalam prakteknya kafalah memiliki lima macam, yaitu sebagai

berikut:

a. Kafalah bil Mal yaitu jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.18 b. Kafalah bil Nafs yaitu jaminan atas diri seseorang karena nama baik atau

ketokohannya.19 Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical

Personality yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu. Sebagai

contoh, dalam praktik perbankan untuk bentuk kafalah bil nafs adalah

18 Muhmmad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press,

2000), h. 37.

(9)

viii

seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat.

c. Kafalah bit Taslim yaitu jaminan pengembalian atas barang yang disewa,

ketika batas sewa berakhir.20 Jenis pemberian jaminan ini dapat

dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk

kerjasama dengan perusahaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi

bank dapat berupa deposito/ tabungan dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa kepada nasabah.

d. Kafalah al-Munjazah yaitu jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka

waktu dan untuk kepentingan/ tujuan tertentu.21 Dalam dunia perbankan,

kafalah model ini dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).

e. Kafalah al-Muallaqah bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu

dan tujuan tertentu pula.22

20 Ascarya, Akad dan.., h. 107.

21 Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah.., h. 226.

(10)

ix

DAFTAR PUSTAKA

Andi Ali Akbar. Prinsip-Prinsip Dasar Transaksi Syariah. Jawa Timur: Yayasan

PP. Darussalam Blokagung, 2014.

Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014.

Imam Mustofa. Fiqih Mu‟amalah Kontemporer. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada. 2016.

Khotibul Umam. Perbankan Syariah: Dasar-Dasar dan Dinamika

Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2015.

Muhammad Syafi’i Antonio.Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema

Insani, 2001.

Muhmmad. Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah. Yogyakarta: UII

Press, 2000.

Zainudin Ali. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Maltuf Fitri. “Peran Dana Pihak Ketiga Dalam Kinerja Lembaga Pembiayaan

Syariah Dan Faktorfaktor Yang Memengaruhinya” dalam Economica.

Semarang: UIN Walisongo Semarang, Vol. VII/edisi 1/Mei 2016.

Rezki Syahri Rakhmadi. “Konsep dan Penerapan Sistem Jaminan pada Lembaga

Keuangan Syariah”. Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam.

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini, saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Ibu yang Berkunjung ke Poliklinik Anak RSUP Haji Adam Malik Medan tentang Kejang Demam pada

Bentuk model yang disusun adalah bentuk linier dengan mengasumsikan besarnya konstanta adalah 0, yang berarti besarnya pertumbuhan ekonomi daerah diasumsikan dipengaruhi sepenuhnya

Pengimplementasian Real Time Operating System pada mikrokontroler dapat berjalan dengan baik, pertama terbukti dengan adanya pengujian eksekusi tiap task berdasarkan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan nilai rata-rata MAPE terbaik sebesar 0,160% dengan menggunakan parameter terbaik yang telah diuji yaitu jumlah

McGlynn versus Aveling: A Comparison of Translation Strategies Used in Sapardi Djoko Damono’s Poems.. A

Judul Disertasi : PROGRAM INTEGER UNTUK PERSOALAN PERENCANAAN TERINTEGRASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI PRODUK IKAN DARI BEBERAPA PLANT Nama Mahasiswa : Intan Syahrini.. Nomor Pokok

Harun Yahya menyatakan bahwa Darwin juga kesulitan dalam menunjukkan adanya bukti peralihan pada makhluk hidup yang ada sekarang (missal: tidak ditemukan satu makhluk

[r]