• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fermentasi Hidrolisat Eceng Gondok Menja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fermentasi Hidrolisat Eceng Gondok Menja"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Fermentasi Hidrolisat Eceng Gondok Menjadi Bioetanol Menggunakan

Pichia stipitis

Yosi Andris Tanti

1

, Yuki Ratna Jayanti

1

, Anastasia Prima K

1

, Buana Girisuta

1 1

Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Jawa Barat

Abstract

Bioethanol is a pioneer of alternative energy based on the decreasing of petroleum supplies and the increasing of human need for fuel, then the project development of bioethanol can be an appropriate action. Water hyacinth hydrolizate has lignocelluloses that useful for producing bioethanol through fermentation process. The purpose of this research is to investigate the acquisition of ethanol from fermentation process based on a certain stirring rate (RPM) and temperature. The profit of this research is to obtain the data of ethanol acquisition from the fermentation process based on its variations. The methodology of this research begins with the size reduction of water hyacinth and drying to expand contact area. Furthermore, thermal hydrolysis process with temperature 175oC and pressure±8-10bar with aquabidest by the comparison water hyacinth 10g: aquabidest 200ml. The result of hydrolysis is a mixture of solids and liquids and then filtered using a filter membrane to obtain liquid hydrolyzate as a initial substrate. The mixture contains of 30% medium nutrient and 70% hydrolyzate used as yeast fermentation media to produce bioethanol. The fermentation process conduted fo 2 weeks with sampling taken every 24 hours. Then, the result of fermentation process was analyzed using High Pressure Liquid Chromatography (HPLC). Based on the analysis, the highest ethanol acquisition obtained at temperature 25oC and stirring rate 75rpm is 58,36%(ge/gs).

Keywords: bioethanol, water hyacinth hydrolizate,Pichia stipitis

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi ini, peningkatan kualitas terjadi di hampir setiap bidang. Teknologi merupakan salah satu bidang yang terkena imbas paling besar. Setiap Negara kini saling berlomba untuk memperkenalkan penemuan terbaru yang dapat mengangkat nama penemu dan negaranya. Namun tidak jarang penemuan-penemuan ini kurang mempertimbangkan aspek lingkungan hidup. Dari berbagai penelitian yang ada, diperkirakan puncak produksi minyak dunia adalah antara 1997 sampai dengan 2040. Setelah itu, produksi minyak dunia akan terus turun apabila tidak ditemukan sumber daya minyak baru atau penggunaan teknologi yang lebih canggih dalam eksplorasi minyak bumi. Oleh karena itu, sudah sejak 5 tahun belakangan, banyak Negara mulai sibuk mencari sumber energi lain yang mampu menggantikan minyak bumi tersebut. Mulai dari energi surya (solar energy) dan pemanfaatan bioenergi.

Gambar 1.3Profil Perkiraan Produksi Minyak Mentah

Bioetanol merupakan perintis utama alternatif energi yang cukup memenuhi kriteria sebagai sumber energi. Bioetanol ini dibuat dari bahan-bahan alam yang ramah lingkungan. Pada awalnya, pembuatan bioetanol ini masih menggunakan sumber bahan pangan manusia seperti singkong dan bahan penghasil gula lainnya. Karena mulai ada pro-kontra akan bahan bakunya, mulai dicari sumber lain yang dapat menggantikan bahan baku awal.. Lignoselulosa merupakan suatu bahan yang menjadi pilihan kedua sebagai bahan baku pembuatan bioetanol ini. Indonesia memiliki keuntungan bila dibandingkan dengan Negara-Negara lainnya karena beriklim tropis yang menawarkan bahan baku lignoselulosa dalam Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 – 4393

Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia

(2)

jumlah melimpah, murah dan terkadang di sia-siakan.

Salah satu sumber lignoselulosa yang lainnya adalah eceng gondok. Berikut adalah tabel komposisi senyawa dalam eceng gondok dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan senyawa dalam Eceng Gondok

Dalam pembuatan etanol, diperlukan proses untuk memecah lignoselulosa menjadi lignin, selulosa, dan hemiseluosa, serta mengubah monomer lignoselulosa tersebut menjadi gula sederhana. Proses yang dilakukan adalah proses hidrolisis. Pichia stipitis merupakan salah satu khamir yang mampu memfermentasikan xilosa dengan baik. Khamir ini mampu mengubah xilosa dan semua senyawa gula sederhana menjadi etanol.

BAHAN DAN METODE Bahan

Bahan yang digunakan sebagai substrat adalah hidrolisat eceng gondok. Perlakuan awal yang dilakukan terhadap hidrolisat eceng gondok adalah pencucian, pengecilan ukuran, dan pengeringan pada suhu 80oC selama 24 jam.

Mikroorganisme dan Inokulasi

Pichia stipitis NRRL Y-7124 pada percobaan ini dikembang biakkan dalam medium potato dextrose agar (PDA) pada temperatur 27oC (temperatur ruang) dan diinkubasikan selama 48 jam. Setelah 48 jam, medium agar berisi Pichia stipitis disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu sekitar 5oC. Medium yang digunakan adalah hidrolisat eceng gondok yang telah disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Medium nutrisi yang digunakan untuk inokulum terdiri atas yeast extract (3 gr/L), malt extract(3 gr/L), danpeptone(5 gr/L)[Nigam,2002]. Proses aklimatisasi dilakukan dengan mencampurkan 10% hidrolisat eceng gondok pada 10 ml medium nutrisi dan kemudian di diamkan pada suhu ruang selama 24 jam. Proses ini dilakukan terus hingga diperoleh kondisi optimum P.stipitispada campuran hidrolisat dan nutrisi.

Kondisi Fermentasi

Bioreaktor yang digunakan pada percobaan ini menggunakan labu erlenmeyer 1000 ml. Kondisi fermentasi diatur pada dua temperatur dan laju pengadukan yaitu 25oC, 30oC, 75 rpm, dan 150 rpm. 10 ml sampel akan diambil setiap 24 jam

dengan sampel awal pada t = 0 detik dan sampel lainnya selama 2 minggu.

Metode Analisis

Kekeruhan sel diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-visible. Konsentrasi gula dan kandungan etanol akan diukur dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatographydengan kolom Aminex HPX-87H. Laju alir dari fluida pembawa (efluen; asam sulfat 0,005 M) adalah 0,6 mL/min. Temperatur dalam kolom diatur agar tetap berada pada 25oC. Harga konsentrasi dan jenis senyawa yang teridentifikasi akan ditentukan dengan bantuan kurva standar yang telah dibuat sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva PertumbuhanPichia stipitis

Pengamatan pertumbuhan Pichia stipitis dilakukan selama waktu dua minggu. Profil pertumbuhan dapat dilihat padaGambar 2dimana fasa logaritmik dimulai pada jam ke 0 dan berakhir pada jam ke 300. Pada jam ke 300, bakteri mulai memasuki fasa stasioner dimana pertumbuhan bakteri mulai berkurang karena gula dalam hidrolisat mulai berkurang dan Pichia stipitisitu sendiri mulai memproduksi etanol.

Kurva Standar Berat Sel Kering

Kurva standar berat sel kering diperoleh dengan melarutkan 4 ml aquabidest ke dalam 1 ml sampel pada berbagai waktu sehingga diperoleh konsentrasi sampel yang berbeda-beda. Selanjutnya sampel yang telah diencerkan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS-NIR dengan panjang gelombang 600nm.

Selanjutnya, sampel ini disentrifugasi dan dikeringkan pada suhu 800C selama 24 jam. . Sampel yang telah kering ditimbang beratnya dengan neraca. Kurva standar pada Gambar 3 menunjukkan hubungan antara berat sel kering dan absorbansi. Dari kurva dapat dilihat bahwa semakin besar absorbansi maka berat sel kering meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri mengalami pertumbuhan dengan ditandai berat sel kering yang semakin meningkat.

(3)

Minutes

Pada percobaan utama, produk yang dihasilkan adalah etanol dengan substrat yang terdiri dari campuran 70% hidrolisat eceng gondok dan 30% nutrisi. Hidrolisat eceng gondok mempunyai kandungan gula, asam organik, furfural, HMF. Masing – masing asam organik dan etanol dapat diidentifikasi dengan membandingkan waktu retensi yang terlihat dari hasil analisis HPLC. Dari kurva standar, waktu retensi untuk etanol adalah 20.397 menit, xilosa 9.833 menit, glukosa 9.187 menit, fruktosa 10.257 menit, arabinosa 10.913 menit, furfural 58.437 menit, asam asetat 15.463 menit, dan HMF 37.92 menit. Adanya puncak dari eluen berupa H2SO4 5mM yang digunakan muncul pada waktu retensi 6 menit. Gambar 4 menunjukkan salah satu hasil analisis berupa gula, asam organik dan etanol dari HPLC.

Gambar 4.Kromatogram HPLC

Hasil Percobaan

Variasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi temperatur 250C dan 300C serta variasi laju pengadukan 75 rpm dan 150 rpm. Hasil fermentasi ditunjukkan dengan perolehan (yield) etanol.

* Perolehan etanol (% ge/gs),(%ge/gr)

Konsentrasi etanol yang dihasilkan dipengaruhi oleh variasi selama percobaan. Perolehan etanol yang paling tinggi ditunjukkan dalam variasi suhu 25oC dan laju pengadukan 75 rpm. Perolehan etanol ini dihitung dari perbandingan total etanol yang diproduksi terhadap substrat gula total yang terkonsumsi (ge/gs) dan terhadap bahan baku yang dibutuhkan (ge/gr).

Tabel 2. Pengaruh Suhu dan Laju Pengadukan Terhadap Perolehan Etanol (%ge/gs)

Tabel 3. Pengaruh Suhu dan Laju Pengadukan Terhadap Perolehan Etanol (%ge/gr) menggunakan basis gula terkonsumsi atau substrat memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan perolehan etanol dengan basis gram bahan baku yang digunakan dalam proses fermentasi. Hal ini dikarenakan karena dengan menggunakan basis bahan baku yang terdiri dari 10 gram eceng gondok serbuk untuk setiap 200 ml hidrolisat memiliki kandungan selain etanol yaitu berupa asam asetat, furfural, dan HMF. Sehingga hasil perolehan etanol pun akan lebih kecil dibandingkan menggunakan basis gula terkonsumsi saja. Profil produksi etanol terhadap waktu pada tiap variasi disajikan pada

Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh Produksi Etanol Terhadap Suhu dan Laju Pengadukan

Perolehan etanol masing – masing kondisi fermentasi berbeda karena karakteristik Pichia stipitis yang mampu hidup pada kondisi tertentu juga mempengaruhi perolehan tersebut. Dari grafik, kondisi fermentasi pada variasi suhu 250C dan laju pengadukan 75 rpm menghasilkan perolehan etanol yang lebih besar dibandingkan dengan kondisi fermentasi yang lainnya hingga hari ke-16. Suhu 25oC dan laju pengadukan 75 rpm pada penelitian ini merupakan kondisi yang baik untuk fermentasi Pichia stipitis dalam menghasilkan etanol dilihat dari Tabel 2 dan 3 sebesar 58,36 (%ge/gs) atau 1,595 (%ge/gr).

* Pemanfaatan Gula

(4)

etanol sebagai hasil fermentasi disamping kondisi fermentasi yang juga mempengaruhi karena bakteri yang digunakan memiliki karakteristik spesifik untuk pertumbuhan dan metabolisme selama fermentasi. Profil konsumsi gula dapat dilihat pada grafik di bawah.

Gambar 6. Profil Konsumsi Gula Terhadap Waktu Pada Setiap Variasi

* Degradasi Asam Organik

Asam organik merupakan salah satu hasil dari hidrolisis termal eceng gondok. Asam-asam organik ini ikut ke dalam proses fermentasi karena sebelumnya tidak dilakukantreatmentkhusus untuk pemisahannya. Asam organik yang diamati dalam hidrolisat adalah asam asetat, furfural, dan hidroksimetilfurfural (HMF).

1. Degradasi Asam Asetat

Gambar 7.Profil Degradasi Asam Asetat Terhadap Waktu Pada Setiap Variasi Secara keseluruhan, degradasi asam asetat pada setiap run mengalami penurunan hingga hampir habis pada hari fermentasi ke-16 tetapi dengan besarnya signifikansi yang berbeda-beda. Pada kondisi 25oC 150 rpm, degradasi asam asetat mengalami penurunan yang tajam pada hari ke-7 dari 0.004 hingga 0.0002 g/L. Sedangkan pada kondisi lainnya, penurunan asam asetat lebih landai. Kondisi fermentasi berbeda menghasilkan degradasi asam asetat yang berbeda pula.

2. Degradasi Furfural

Pada dasarnya furfural bersifat sebagai inhibitor yang dapat menghambat pertumbuhan dan proses metabolism dariPichia stipitisselama proses fermentasi. Dari hasil analisis

menggunakan HPLC, furfural mengalami penurunan konsentrasi hingga pada suatu batas tertentu tidak dapat terdeteksi oleh detektor HPLC. Sehingga pada percobaan ini tidak dapat ditentukan apakah furfural ikut terdegradasi atau tidak. Penurunan konsentrasi furfural mungkin terjadi akibat lamanya penyimpanan ataupun akibat pengenceran.

Gambar 8.Profil Penurunan Konsentrasi Furfural

3. Degradasi Hidroksimetilfurfural

HMF juga dapat berperan sebagai inhibitor bagi Pichia stipitis dalam proses fermentasi walaupun efeknya lebih kecil daripada pengaruh yang diberikan oleh asam asetat. HMF dapat terdegradasi menjadi fruktosa akibat reaksi balik pembentukkan HMF menjadi fruktosa. Degradasi HMF terbesar terjadi pada kondisi fermentasi 250C dan laju pengadukan 75 rpm.

Gambar 9.Profil HMF Terhadap Waktu Pada Setiap Variasi

* Kinetika Mikroorganisme

Peningkatan mikroba merupakan peningkatan semua komponen sel, sehingga menghasilkan peningkatan ukuran sel dan jumlah sel. Bakteri pada khususnya dalam penelitian ini adalahPichia stipitismemiliki kemampuan dalam menggandakan diri secara eksponensial. Fasa logaritmik atau pertumbuhan cepat bakteri yang digunakan pada penelitian ini berakhir pada waktu ke 300 jam dimana ditandai dengan dimulainya fasa tetap atau stasioner. Dari kurva laju pertumbuhan di atas dapt diperoleh besarnya nilai μ yang merupakan laju pertumbuhan spesifik. Persamaan Michaelis menten didapatkan dari mengalurkan data 1/μ terhadap 1/[glukosa] sehingga didapatkan grafik di atas dengan persamaan y = 0.142x + 106.8.

(5)

Untuk kondisi yang berbeda, maka akan diperoleh harga dan Ks yang berbeda.

Gambar 10. Profil Laju Pertumbuhan Mikroorganisme terhadap Glukosa Dari penurunan kecepatan pertumbuhan dan berhentinya pertumbuhan yang disebabkan karena kekurangan substrat, dapat diamati hubungan antara μ dan substrat yang tersisa dalam medium, yaitu menggunakan Persamaan Monod:

μ = μmaks. S/(Ks+S)

KESIMPULAN

1. Laju pengadukan berpengaruh terhadap perolehan etanol, dimana laju pengadukan yang lebih rendah memberikan perolehan etanol yang lebih tinggi.

2. Temperatur fermentasi tidak berpengaruh terhadap perolehan etanol.

3. Perolehan etanol tertinggi sebesar 58,356 (%ge/gs) diperoleh pada variasi suhu 25oC dan laju pengadukan 75 rpm.

DAFTAR PUSTAKA

Ahindra Nag. 2008. Biofuels Refining and

Performance. The Mc Graw-Hill

Companies,Inc.USA.

Balat, M. 2007.Global Biofuel Processing and

Production Trends. Energy Explore Exploit;

25:195-218.

Brandberg, T. 2005.Fermentation of undetoxified dilute acid lignocellulose hydrolyzate for

fuel ethanol production. Chemical Reaction

Engineering, Chalmers University of Technology,Goteborg,Sweden.

Hadimimotlagh, R., Nahvi, I., Emtiazi, G., Abedinifar, S. 2007. Mixed Sugar

Fermentation by Pichia stipitis,

Sacharomyces cerevisae, and an Isolated

Xylose Fermenting Kluyveromyces

marxianus and their Cocultures.

Han, K., and Levenspiel, O. 1988. Extended Monod Kinetics for Substrate, Product, and

Cell Inhibition. Biotechnol Bioeng.

32:430-437.

Kurtzman, C. P. Candida shehatae genetic diversity and phylogenetic relationships

with other xylose-fermenting yeasts.

Antonie Van Leeuwenhoek 57: 215-22.1990.

Nigam, J.N. 2002. Bioconversion of water hyacinthhemicellulose acid hydrolysate to motor fuel etanol by xylose fermenting

yeast.

Priya, C., Bisaria, V.S. 1998. Simultaneous

Bioconversion of Cellulose and

hemicellulose to Ethanol. Indian Institute of

Technology, New Delhi, India.

Gambar

Gambar 1.3 Profil Perkiraan Produksi Minyak
Gambar 3. Kurva Standar Berat Sel Kering
Tabel 3. Pengaruh Suhu dan Laju PengadukanTerhadap Perolehan Etanol (%ge/gr)
Gambar 9. Profil HMF Terhadap Waktu PadaSetiap Variasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

e) Dalam aplikasi Sistem Pendukung Keputusan untuk menentukan penerima beasiswa di Universitas Persada Indonesia UPI YAI menggunakan FMADM (Fuzzy Multi Attribute Decision

Persamaan dengan penelitian saat ini adalah kedua peneliti ingin meneliti hal-hal yang mencakup pengakuan, pengukuran, penyusutan, penurunan nilai, penghentian dan pelepasan,

Skripsi Tafsir Sosial Jihad : Studi Tentang Konstruksi ..... ADLN - Perpustakaan

Pol BL 9888 LR tersebut, sedangkan Terdakwa I menunggu di sepeda motor untuk memantau situasi sekitar, selanjutnya ADI SYAHPUTRA Als PUTRA merusak pintu mobil

Dalam www.supartobrata.com dikatakan bahwa, salah satu kekhasan dari novel detektif adalah hadirnya sebuah tragedi kematian yang dilanjutkan dengan

Jika pada suatu koordinat dari citra terdeteksi sebagai noise maka kami akan menggantinya dengan sebuah pixel yang didapat dari hasil perhitungan dari nilai rata-rata

Hutan pada Pulau Nunukan terbagi menjadi dua yaitu kawasan hutan lindung dan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Wilayah hutan lindung berada pada bagian tengah Pulau