• Tidak ada hasil yang ditemukan

Empat Pola Perilaku Biaya Beserta Contoh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Empat Pola Perilaku Biaya Beserta Contoh"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Empat Pola Perilaku Biaya Beserta Contoh

Terapannya

by Mr. JAK | Dec 28, 2012 5:22 am

Di “Perilaku Biaya Bagian Pertama[1]” JAK sudah perkenalkan definisi perilaku biaya, pentingnya memahami perilaku biaya untuk mengelola biaya, aktivitas usaha, cost driver dan hirarki biaya. Dalam tulisan ini JAK fokus untuk membahas “pola perilaku biaya” yang dapat dikelompokan menjadi empat macam, beserta contoh terapannya.

Perilaku biaya memang berpola dalam pengertian: fluktuasi biaya, sebagai respon terhadap perubahan suatu aktivitas, memang mengikuti pola tertentu yang disebut dengan “pola perilaku biaya” (cost behavior’s pattern).

Pola perilaku biaya inilah yang dijadikan bahan pertimbangan dasar dalam:

menganalisa potensi biaya yang akan timbul di masa yang akan datang, sehubungan dengan rencana peningkatan, penambahan, penurunan atau penghilangan aktivitas tertentu; dan menilai kewajaran nominal biaya yang timbul pada periode tertentu dengan melihat trend atau pergerakan aktivitas di periode yang sama.

(Dalam contoh kasus yang akan disajikan nanti, anda bisa melihat contoh terapannya di masing-masing jenis perilaku biaya.)

Bisa jadi biaya-biaya yang timbul menunjukan perilaku yang bermacam-macam. Dan berbagai macam literature akuntansi, khususnya akuntansi biaya dan akuntansi manajemen, mungkin mengelompokan pola perilaku biaya secara berbeda-beda. Dalam tulisan ini JAK akan menggunakan empat kelompok pola perilaku biaya yang paling klasik saja, yaitu:

Biaya Variable (variable cost) Biaya Tetap (fixed cost)

Biaya Campuran (mixed cost) Biaya Bertingkat (step cost)

(2)

[2]

Sebelum melihat perbedaan-perbedaan, kita mulai dengan melihat kesamaan diantara keempat grafik yang mewakili empat pola perilaku biaya di atas. Keempatnya sama-sama memiliki:

Sumbu vertikal Y, mewakili total biaya (total cost) yang timbul, juga disebut “variabel terikat” (dependent variable) <<== baca: faktor yang dipengaruhi

Sumbu horizontal X, mewakili total aktivitas (total activity), juga disebut “variabel bebas” (independent variable) <<== baca: faktor yang mempengaruhi.

Dari kesamaan itu bisa dikatakan bahwa mencoba memahami pola perilaku biaya artinya mencoba memahami perubahan besaran biaya yang timbul (sumbu X = variabel terikat = faktor yang dipengaruhi) akibat perubahan yang terjadi pada volume aktivitas (sumbu Y = variabel bebas = faktor yang mempengaruhi).

Selanjutnya kita lihat kekhasan dari masing-masing pola jenis pola perilaku biaya…

1. Biaya Variabel (variable cost)

(3)

aktivitas.

Dalam grafik (lihat di atas) trend perubahan total biaya variabel digambarkan dalam garis diagonal, dan bisa kita lihat bahwa:

Ketika tidak ada aktivitas (aktivitas=nol), total biaya variabel juga tidak ada (total biaya variabel=0)

Ketika mulai ada aktivitas, maka biaya variabel juga mulai timbul.

Biaya variabel meningkat, dalam porsi yang sama, mengikuti peningkatan total aktivitas. Jika suatu saat aktivitas mengalami penurunan, maka biaya variabel yang timbulpun akan menurun dalam porsi yang sama.

Beberapa contoh biaya yang tergolong “biaya variabel” (variable cost), antara lain:

Pengunaan persediaan bahan baku dan penolong (usaha manufaktur) Penggunaan komponen/sparepart (usaha perakitan)

Penggunaan persediaan barang jadi (usaha dagang dan manufaktur)

Biaya tenaga kerja langsung: upah buruh, upah pegawai borongan, upah pegawai harian (usaha manufaktur)

Fee untuk profesional yang dibayar per proyek (usaha jasa) Komisi penjualan (usaha manufaktur, dagang dan jasa)

Biaya-biaya di atas meningkat/menurun seiring dengan meningkat/menurunnya aktivitas produksi, pembentukan jasa atau penjualan dalam suatu perusahaan.

Pola peningkatan/penurunan “total biaya variable” akibat meningkat/menurun-nya “total aktivitas” diekspresikan dalam fungsi persamaan garis (linear) sbb:

Y =bX

Dimana:

Y = Total Biaya Variabel

X = Total Unit Diproduksi/Dibentuk (=aktivitas)

b = Biaya Variabel Per Unit (kadang disebut “kecenderungan/kemiringan fungsi biaya”)

Contoh Aplikasi:

Memakai contoh usaha restoran cepat saji McDonald di seri sebelumnya. Di bulan Januari 2013, biaya “Bahan Baku Daging Ayam” yang timbul untuk aktivitas pembuatan ayam goreng 3,000 menu “Paket Chicken Crispy” adalah Rp 30,000,000, dengan biaya variabel bahan baku daging ayam per unit Rp 10,000.

Case-1. Jika untuk bulan Februari 2013 aktivitas pembuatan “Paket Chicken Crispy” diperkirakan akan meningkat menjadi 4000 menu dengan biaya variabel per unit yang sama,

berapa total biaya variabel “Bahan Baku Daging Ayam” yang akan timbul?

(4)

Y = bX

Y = Rp 10,000 x 4000 = Rp 40,000,000

Simpulan: Peningkatan aktivitas pembuatan ayam goreng “Paket Chicken Crispy” 1000 menu (=4000 – 3000) mengakibatkan peningkatan total biaya variabel sebesar Rp 10,000,000 (=40,000,000 – 30,000,000).

Case-2. Jika di bulan Maret 2013 aktivitas pembuatan ayam goreng paket chicken crispy turun menjadi 3500 menu dengan biaya variabel satuan yang sama, berapa total biaya variabel yang akan timbul?

Jawaban:

Y = bX

Y = Rp 10,000 x 3500 = Rp 35,000,000

Simpulan: Penurunan aktivitas pembuatan ayam goreng “Paket Chicken Crispy” 500 menu (=4000 – 3500) mengakibatkan penurunan total biaya variabel sebesar Rp 5,000,000 (=40,000,000 – 35,000,000).

Case-3. Di awal bulan April 2013, sebagai manager (atau pemilik) restoran anda disuguhi laporan keuangan untuk Kwartal I 2013 (Januari s/d Maret 2013), termasuk “Rincian Perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP)”. Dalam rincian perhitungan harga pokok penjualan, anda menemukan nominal biaya bahan baku daging ayam menu paket chicken

crispy sebesar Rp 125,000,000 untuk 10,500 menu dengan biaya satuan Rp 10,000. Apakah

itu wajar?

Solusi: Anda tahu bahwa biaya bahan baku daging ayam tergolong biaya variabel. Anda juga tahu bahwa total biaya variable bahan baku daging ayam meningkat/menurun dalam porsi yang sama seiring dengan peningkatan dan penurunan aktivitas pembuatan ayam goreng paket menu chicken crispy. Berdasarkan pengetahuan itu, anda akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah pertama, menguji perhitungan total biaya bahan baku daging ayam:

Y = bX

125,000,000 = Rp 10,000 x 10,500 menu 125,000,000 = Rp 105,000,000

Apakah itu wajar? Jelas tidak. Mestinya Y sama dengan bX, kenyataannya tidak. Kemungkinan penyebabnya, bisa jadi:

Salah jurnal

Salah dalam perhitungan

(5)

Untuk itu anda perlu membandingkan nota pembelian bahan baku daging dengan catatan, memeriksa akurasi perhitungan, dan memeriksa apakah telah terjadi perubahan “biaya variabel satuan” tanpa sepengetahuan anda.

2. Biaya Tetap (fixed cost)

Seperti namanya, yang masuk ke dalam kelompok “biaya tetap” (fixed costs) adalah biaya-biaya yang TETAP alias tidak berubah, terlepas apakah aktivitas produksi/pembentukan-jasa meningkat atau menurun, dalam jangka pendek.

Catatan: nanti akan saya jelaskan mengapa ditambahi dengan kalimat “dalam jangka pendek“.

Dalam grafik (lihat di atas) trend perubahan total biaya tetap digambarkan dalam garis datar, dan bisa kita lihat bahwa:

Pada saat tidak ada aktivitas (total aktivitas=nol), total biaya tetap berada di atas nol alias tetap timbul.

Pada saat total aktivitas meningkat, total biaya tetap tidak berubah (tidak meningkat) Berapapun total aktivitas yang dilakukan, total biaya tetap akan tetap berada di ketinggian yang sama.

Beberapa contoh biaya yang tergolong “biaya tetap” (fixed cost), antara lain: Biaya gaji, tunjangan dan BONUS bagi pegawai tetap

Biaya stationary Biaya administrasi Biaya sewa gedung Biaya asuransi gedung Biaya penyusutan gedung Biaya Pajak Bumi dan Bangunan Biaya pemeliharaan gedung

Biaya penyusutan furniture dan fixtures Biaya pemeliharaan furniture dan fixtures

Biaya penyusutan peralatan kantor (komputer, AC, dll) Biaya pemeliharaan peralatan kantor

Biaya telepon Biaya bensin Biaya iklan

Biaya perjalanan dinas

Biaya-biaya di atas akan tetap ada dan dalam nilai yang sama terlepas apakah aktivitas produksi, pembentukan jasa, penjualan meningkat atau menurun, dalam jangka pendek.

(6)

Y = a

Diamana:

Y = Total biaya tetap a = Biaya tetap

Catatan: X atau total aktivitas tidak dihitung karena besar/kecil-nya tidak berpengaruh terhadap besar/kecil-nya total biaya tetap.

Contoh Aplikasi:

Untuk menjalankan usaha gerai fast food McDonald yang di mulai bulan Agustus 2012, anda membayar sewa gedung berkapasitas 200 kursi sebesar Rp 50 juta, dengan masa sewa yang berlaku hingga Agustus 2013. Atas pembayaran sewa tersebut diakui sebagai “Sewa Dibayar Dimuka” sebesar Rp 50,000,000 dan setiap bulannya anda membebankan “Biaya Sewa” sebesar Rp 4,166,667 (=50,000,000/12) sejak masa sewa dimulai hingga berakhir.

Case-1. Jika di bulan Agustus restoran anda hanya membuat 1000 paket menu, berapa biaya sewa gedung yang harus anda tanggung? Jawaban: Rp 4,166,667.

Case-2. Jika di bulan September 2012 aktivitas produksi meningkat jadi 2000 paket menu,

berapa biaya sewa yang harus anda tanggung? Jawaban: Tetap Rp 4,166,667

Case-3. Jika di bulan Desember 2012 aktivitas produksi meningkat jadi 4000 paket menu,

berapa biaya sewa yang harus anda tanggung? Jawaban: Tetap Rp 4,166,667

Simpulan: Berapapun volume aktivitas produksi paket menu yang dilakukan, biaya sewa yang masuk dalam kelompok “biaya tetap” (fixed cost) yang ditanggung tetap sama setiap bulannya, yaitu Rp 4,166,667, DALAM JANGKA PENDEK.

Mengapa ada embel-embel “dalam jangka pendek”?

Biaya Tetap Bisa Berubah Dalam Jangka Panjang

Seperti telah disampaikan di awal sesi biaya tetap, pola perilaku biaya yang satu ini tidak dipengaruhi oleh volume aktivitas, dalam JANGKA PENDEK.

Dalam JANGKA PANJANG, bisa jadi biaya tetap meningkat (berubah) karena peningkatan volume aktivitas yang signifikan, sehingga tidak bersifat tetap lagi. Biaya yang berperilaku seperti ini biasanya biaya-biaya yang berkaitan dengan barang modal.

(7)

untuk melayani jumlah konsumen yang melebihi daya tampung 200 kursi, maka anda sudah harus menyewa tambahan gedung, mungkin dengan menyewa satu lantai lagi, sehingga biaya sewa menjadi 2x lipat (= 2 x 4,166,667), misalnya.

Contoh-2. Awalnya anda hanya menggunakan 2 mesin oven. Atas penggunaan mesin tersebut anda membebankan penyusutan sebesar Rp 2 juta setiap bulannya. Dalam jangka panjang, ketika aktivitas pengovenan ayam goreng melebihi kapasitas 2 mesin, maka anda sudah harus menambah satu mesin baru. Atas tambahan mesin tersebut, beban penyusutan tentu akan meningkat (alias berubah).

3. Biaya Campuran (mixed cost)

“Biaya campuran” (mixed cost)—kadang disebut biaya “semi-variabel”—adalah biaya yang didalamnya terdiri dari kelompok biaya tetap dan biaya variabel. Sehingga biaya yang masuk dalam kategori ini tetap hingga titik tertentu (porsi biaya tetap) dan meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas setelahnya (porsi biaya variabel).

Dalam grafik, porsi biaya tetap total berada di ujung bawah grafik (wilayah berwarna biru) dimana totalnya tetap sampai pada titik a, dan porsi biaya variabelnya berada di atasnya yang meningkat seiring peningkatan volume aktivitas sebagaimana layaknya biaya variabel.

Contoh biaya campuran (mixed cost) yang paling lumrah, adalah: Biaya Listrik

Biaya listrik masuk ke dalam kategori biaya campuran (mixed cost) bila satu rekening listrik digunakan untuk keperluan kantor (porsi fixed cost) sekaligus untuk keperluan produksi (porsi biaya variabel). Biaya listrik bersifat tetap (konstan) untuk porsi penggunaan kantor, sedangkan porsi penggunaan keperluan produksi meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas produksi.

Pada kenyataannya, banyak biaya yang berbagi porsi antara untuk keperluan produksi (variabel) dengan keperluan kantor (tetap), tergantung jenis usaha dan karakter operasionalnya.

Hubungan antara “total volume aktivitas” (sumbu X) dengan total “total biaya campuran”—yang terdiri dari porsi biaya tetap dan biaya variabel (sumbu Y) diekspresikan dalam persamaan fungsi linear sbb:

Y = a + bX

Dimana:

Y = Total Biaya Campuran

(8)

b = Porsi biaya variabel per unit aktivitas

Contoh Aplikasi:

Restoran cepat saji McDonald yang anda jalankan menggunakan satu rekening listrik untuk kebutuhan operasional kitchen sekaligus kebutuhan kantor. Data tagihan listri dari pertama beroperasi (Juli 2012) hingga akhir tahun (Desember 2012) adalah sbb:

Tagihan Agustus (penggunaan Juli) = Rp 1,000,000

Tagihan September (penggunaan Agustus) = Rp 2,000,000 Tagihan Oktober (penggunaan September) = Rp 3,000,000 Tagihan November (penggunaan Oktober) = Rp 4,500,000 Tagihan Desember (penggunaan November) = Rp 6,000,000 Tagihan Januari (penggunaan Desember) = Rp 8,500,000

Melihat data di atas, sebagai manajer atau pemilik restoran, apa respon anda?

Pertama, anda berpikir “apakah angka-angka itu sudah akurat?” Yang bisa anda lakukan untuk menjawab pertanyaan ini adalah membandingkan antara catatan (journal) dengan nota tagihan dari PLN. Sepanjang catatan sudah sama persis dengan nota tagihan PLN, maka sudah bisa dibilang akurat.

Kedua, anda berpikir “Okay datanya akurat, apakah tagihan sebesar itu wajar?” Yang saya tahu, sampai saat ini, kita konsumen belum bisa mempertanyakan kewajaran angka yang tertera di atas nota tagihan PLN (kecuali sangat ekstrim), mau tidak mau terpaksa diasumsikan benar. Sehingga yang anda pertanyakan dalam hal ini, sesungguhnya, apakah penggunaan listrik sebesar itu tergolong efisien? Sedang? Atau Boros?

Mengukur penggunaan listrik tidak semudah mengukur penggunaan barang persediaan, maksimal yang bisa anda lakukan adalah membandingkan antara volume aktivitas dimana listrik digunakan (di kitchen dalam contoh ini) dengan besarnya tagihan yang tentunya dihitung dengan KWH, dari bulan-ke-bulan. Untuk penyederhanaan, saya akan membandingkan antara volume aktivitas dengan total tagihan saja. Anda sudah punya data tagihan, data yang masih anda butuhkan tinggal volume produksi. Anda memperoleh data sbb, misalnya:

Bulan Juli, total paket menu 0 (kitchen belum beroperasi), artinya apa? Total tagihan Rp 1,000,000 adalah murni penggunaan kantor, fixed cost.

Bulan Agustus, total paket menu 2000, artinya apa? Dari total tagihan Rp 2,000,000, porsi penggunaan kantor (fixed cost) Rp 1,000,000, sisanya yang 1,000,000 lagi adalah

penggunaan kitchen (variable cost). Dari sini anda bisa menentukan biaya variabel satuan, yaitu Rp 1,000,000/2000 = Rp 500.

Tagihan September, total menu 3500 menu, artinya apa? Porsi variable cost Rp 2,000,000 (= Total mixed cost 3,000,000 – fixed cost 1,000,000). Biaya variabel satuan = 2,000,000/3500 = Rp 571. Jika dibandingkan dengan biaya variabel satuan Agustus, jelas penggunaan bulan September lebih boros.

(9)

berlangsung di Oktober, November dan Desember atau bersifat sementara saja?

Lanjutkan analisa hingga Desember 2012. Jika biaya variabel satuan kembali ke angka Rp 500 berarti tidak ada masalah. Jika masih boros atau justru meningkat terus berarti ada yang tidak beres. Kemungkinannya bisa macam-macam: bisa jadi pegawai kitchen salah menggunakan alat/mesin, bisa jadi freezer daging atau peralatan lain mengalami kerusak sehingga boros listrik, dan lain sebagainya. Sebagai manager inilah yang harus anda tindak lanjuti, tidak sekedar mengutak-atik angka lalu berhenti.

4. Biaya Bertingkat (step cost)

Seperti namanya, “biaya bertingkat” (step cost) bersifat tetap atau konstan pada kisaran sempit suatu volume aktivitas, untuk kemudian berpindah ke tingkatan yang di atasnya begitu volume aktivitas melampui batas kisaran.

Dalam grafik, biaya yang dalam kondisi tetap (konstan) ditinjukan dengan garis horizontal (sejajar dengan sumbu X), dengan ketinggian tertentu, sampai pada kisaran tertentu. Begitu batas kisaran terlampaui, maka garis horizontal berpindah ke tingkat yang lebih tinggi untuk kemudian bersifat konstan lagi—sementara—sampai pada kisaran tertentu juga. Demikian terus, mengikuti perubahan yang terjadi pada volume aktivitas.

Conth biaya bertingkat yang paling lumrah adalah “biaya tenaga kerja”.

Hubungan antara biaya (sumbu Y) dengan volume aktivitas (sumbu X) untuk pola perilaku biaya bertingkat diekspresikan dalam fungsi persamaan linear sbb:

Y = ai

Dimana:

Y = adalah cost

ai = biaya bertingkat dalam kisaran aktivitas tertentu yang diidentifikasikan dengan huruf i kecil (subscript).

Contoh aplikasi:

Untuk membuat 500 – 1000 paket menu, perlu 4 org peg kitchen dengan total upah Rp 8,000,000 (=4 x 2 juta). Selama paket menu yang dibuat berkisar antara 500 – 1000 biaya tenaga yg timbul tetap hanya 8,000,000. Tetapi begitu melebihi 1000 menu, maka tenaga kerja yang dibutuhkan sudah bertambah menjadi 6 orang misalnya, sehingga biaya tenaga kerja naik ke tingkat berikutnya yaitu Rp 12,000,000 (=6 x 2 juta) untuk kemudian constant sampai maksimal 3000 menu misalnya.

(10)

Misalnya: insentive penjualan adalah 2 juta untuk penjualan di bawah Rp 500 juta, berubah menjadi 3 juta untuk penjualan 501 juta hingga 1 milyar, dan 5 juta untuk penjualan di atas 1 milyar.

Untuk perilaku biaya (cost behavior) bagian 2 (empat pola perilaku biaya dan contoh terapannya) saya anggap cukup sampai di sini. Ada beberapa hal penting yang ingin saya garis bawahi kembali, antara lain:

Belajar tentang perilaku biaya artinya: mencoba memahami perubahan biaya yang timbul (sumbu Y pada grafik), akibat perubahan yang terjadi pada volume aktivitas (sumbu X pada grafik. Dalam statistik, biaya yang timbul disebut “variabel terikat” (dependent variable) atau faktor yang dipengaruhi, sedangkan volume aktivitas disebut “variabel bebas (independent variable) atau faktor yang mempengaruhi.

Perubahan biaya (perilaku biaya) mengikuti pola tertentu, yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: (1) biaya variabel (=biaya yang berubah mengikuti perubahan volume

aktivitas); (2) biaya tetap (=biaya yang bersifat konstan dalam jangka pendek meskipun volume aktivitas berubah); (3) biaya campuran (=satu biaya yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variable sekaligus); (4) biaya bertingkat (=biaya yang bersifat konstan pada kisaran sempit suatu volume aktivitas namun meningkat ke level di atasnya ketika kisaran terlampaui).

Dengan mengetahui pola perilaku biaya, seorang akuntan atau manajer atau pengusaha bisa menggunakan pemahamannya untuk: (a) memperkirakan potensi perubahan biaya yang akan timbul di masa yang akan datang; dan (b) menilai kewajaran biaya yang timbul di periode tertentu dengan cara melihat trend perubahan aktivitas di periode yang sama. Kedua contoh aplikasinya sudah saya sajikan di tulisan ini.

Di “Pola Perilaku Biaya Bagian Tiga” nanti, saya akan bahas teknik penerapan analisa pola perilaku biaya untuk pengambilan keputusan-keputusan stragis, misalnya: memproduksi atau membeli barang jadi, keputusan untuk menambah vs mengurangi aktiva tetap, menambah vs mengurangi jumlah pegawai, menambah pegawai atau alih daya (outsourcing), mengapa kecepatan adalah super penting bagi opersional suatu bisnis dan beberapa hal menarik lainnya—yang mudah-mudahan akan memperkaya pengetahuan, sehubungan dengan pola perilaku biaya. Sampai ketemu di bagian ketiga, mungkin setelah tahun baru. Untuk sementara JAK mengucapkan selamat jelang Tahun Baru 2013, semoga lebih sukses lagi.

Endnotes:

Perilaku Biaya Bagian Pertama: http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/12/mengelola-biaya-dengan-memahami-pola-perilaku-biaya-bag-1/

[Image]: http://jurnalakuntansikeuangan.com/wp-content/uploads/2012/12/Grafik-Perilaku-Biaya.jpg

Source URL: http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/12/empat-pola-perilaku-biaya-beserta-contoh-terapannya/

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Komitmen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya terhadap berbagai bidang pengembangan sangat tinggi. Berbagai kebijakan telah dirumuskan untuk menjadi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi fisik atlet PORDA Kategori Beladiri di Kota Bekasi tahun 2016, dan mengevaluasi hasil latihan fisik yang

Arus kas bebas berbeda dengan laba bersih, diantaranya yaitu : (1) semua biaya (expense) non kas ditambahkan kembali ke laba bersih untuk mendapatkan aliran kas dari operasi,

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan metode Make A Match mata pelajaran matematika materi Penjumlahan Pecahan kelas IV

Pada pengujian ke 20 gejala yang dimasukkan daun berwarna kecoklatan, pucuk daun dan tunas mengulung kedalam, daun layu, apabila batang dipotong pakar dapat

[r]

Dengan membaca teks yang memuat ukuran berat benda, siswa dapat menyebutkan ukuran berat benda yang satu lebih berat daripada benda yang lain dengan benar.. Dengan membaca teks