• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EFEKTIVITAS BERBAGAI PROGRAM KB D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN EFEKTIVITAS BERBAGAI PROGRAM KB D"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EFEKTIVITAS BERBAGAI PROGRAM KB

DALAM RANGKA PENINGKATAN CAKUPAN

PENGGUNAAN KONTRASEPSI

(POS KB)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada

Mata kuliah Pengembangan Asuhan Pelayanan KB

Disusun Oleh :

Enong Mardiana

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

PADJADJARAN

BANDUNG

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pembangunan di bidang kependudukan lebih diarahkan pada upaya pengembangan sumber daya manusia agar penduduk makin menjadi kekuatan yang efektif dan produktif bagi pembangunan. Dalam upaya ini diusahakan ditingkatkan keterpaduan dan koordinasi upaya pengendalian kelahiran dengan berbagai kegiatan pembangunan lainnya, khususnya upaya pembangunan dibidang kesehatan, transmigrasi, pengendalian urbanisasi, pendidikan, pembangunan daerah dan penciptaan lapangan kerja. Usaha penurunan tingkat pertumbuhan penduduk dilaksanakan melalui pengendalian tingkat kelahiran dan penurunan tingkat kematian, terutama kematian bayi dan anak.

Upaya pengendalian kelahiran dilaksanakan melalui program keluarga berencana (KB). Sebagaimana telah diketahui oleh masyarakat luas KB bertujuan mengatur kelahiran anak dan meningkatkan kesejahteraan ibu. Selanjutnya upaya penurunan tingkat kematian dilaksanakan dengan memperluas dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat. Dari pengalaman selama hampir lima Repelita ini nyata sekali bahwa dalam melaksanakan upaya pembangunan kependudukan peran serta masyarakat merupakan faktor yang sangat menentukan.

Pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) pada era reformasi dipengaruhi oleh berbagai perubahan lingkungan strategis. Paradigma baru dalam sistem pemerintahan Indonesia yang tertuang pada UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah posisi Program KB. Sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah pusat, kini eksistensinya sepenuhnya menjadi keputusan pemerintah kabupaten/kota termasuk perubahan pengelolaan program lini di lapangan.

(3)

kemampuan daerah. Kondisi ini mengharuskan daerah memiliki kesiapan yang matang dalam melayani masyarakat termasuk dalam program pelayanan KB. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah khususnya yang berkaitan dengan program KB Nasional/BKKBN, maka Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera merupakan salah satu rusan wajib pemerintah. Dengan demikian Peraturan Pemerintah RI tersebut menegaskan bahwa Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera merupakan salah satu kebutuhan masyarakat sehingga pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakan program KB dan program KS tersebut di daerahnya masing-masing.

Tantangan yang dihadapi yaitu adanya desentralisasi membuat kebijakan nasional tidak serta merta dapat diterima di masing-masing daerah, anggaran yang terbatas membuat sosialisasi KB harus dapat dicari strategi dengan memanfaatkan elemen masyarakat lain dan anggaran yang efektif, dan image masyarakat harus diubah tidak lagi membatasi kelahiran namun meningkatkan kualitas manusia, dan mensinergikan program KB dengan pandangan agama yang masih bertentangan.

Mengacu lima hal pokok yang menjadi tolok ukur keberhasilan pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat melalui asas desentralisasi maka sudah seharusnya bahwa pembentukan wadah pelaksanaan Program KB sebagaimana telah dipaparkan di atas merupakan cerminan dari menyangkut komitmen pemerintah daerah terhadap program KB, yang ditunjukkan dengan pendayagunaan pelaksana program secara optimal, peningkatan sistem manajemen program KB Nasional yang tetap dilanjutkan di daerah dengan penyesuaian seperlunya, dan pemberian dukungan sumber pembiayaan yang dibutuhkan untuk kelancaran pelaksanaan program yang dicanangkan oleh pemerintah daerah.

B. Tujuan

(4)

BAB II

KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM POS KB

A. PROGRAM KB DI INDONESIA 1. Pengertian Program KB

Menurut WHO (World Health Organization), keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk :

 Mendapatkan objektif-objektif tertentu

 Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan dan menentukan jumlah anak  Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan

 Mengatur interval diantara kehamilan

 Mengontrol waktu saat kelahiran dengan umur suami dan isteri

Program KB adalah suatu langkah-langkah/suatu usaha kegiatan yang disusun oleh organisasi-organisasi KB dan merupakan program pemerintah untuk mencapai rakyat yang sejahtera berdasarkan peraturan dan perundang-undangan kesehatan.

Program KB sesungguhnya bukan bertujuan untuk mengurangi jumlah penduduk tetapi mengendalikan pertumbuhan penduduk serta meningkatkan keluarga kecil berkualitas sehingga bermanfaat bagi kesehatan ibu dan anak.Program KB bermanfaat bagi peningkatan kualitas generasi mendatang.

Program KB saat ini diarahkan untuk :

a. Mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah terpencil.

b. Peningkatan komunikasi informasi dan edukasi ( KIE ) bagi pasangan usia subur tentang kesehatan reproduksi

c. Melindungi peserta KB dari dampak negative penggunaan alat dan obat kontrasepsi d. Peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alat dan obat kotrasepsi

(5)

2. Tujuan KB

Mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia.

3. Sasaran Program KB

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, penggarapan program Nasional KB diarahkan pada dua bentuk sasaran :

a. Sasaran langsung

Yaitu pasangan usia subur (PUS) (20 – 35 tahun) dengan jalan mereka secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif sehingga memberi efek langsung penurunan fertilitas.

b. Sasaran tidak langsung

Yaitu organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi-instansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim ulama, wanita dan karena kehadiran akan tersebut memang diinginkan.

b. Untuk Suami

Yaitu dengan memberikan kesempatan kepadanya agar dapat :  Memperbaiki kesehatan fisik

 Mengurangi beban ekonomi keluarga yang ditanggungnya

c. Untuk Seluruh Keluarga

(6)

memperoleh kesempatan yang lebih besar dalam hal pendidikan serta kasih sayang dar orang tuanya.

5. Ruang Lingkup Dalam Pelayanan

Beberapa komponen dalam pelayanan kependudukan/KB yang dapat diberikan sebagai berikut :

a. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) Tujuan :

 Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan peserta baru

 Membina kelestarian peserta KB

 Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio-kultural yang dapat menjamin berlangsungnya proses penerimaan

b. Konseling

Merupakan tindak lanjut dari KIE.Jenis dan bobot konseling yang diberikan tergantung pada tingkatan KIE yang telah diterimanya. Tujuan konseling :  Memahami diri secara lebih baik

 Mengarahkan perkembangan diri sesuai dengan potensinya

 Lebih realisasi dalam melihat diri dan masalah yang dihadapi Informasi yang diberikan meliputi :

- Arti keluarga berencana - Manfaat keluarga berencana

- Cara ber KB atau metode kontrasepsi

- Desas-desus tentang kontrasepsi dan penjelasannya

- Pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang rasional c. Pelayanan kontrasepsi

Penurunan angka kelahiran,Guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan mengkategorikan 3 fase untuk mencapai sasaran yaitu :

(7)

 Fase menjarangkan kehamilan

 Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan

Maksud kebijaksanaan tersebut yaitu untuk menyelematkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua.

6. Strategi Pendekatan Dan Cara Operasional Program Pelayanan KB

Dalam hal pelayanan kontrasepsi, diambil kebijaksanaan sebagai berikut :

 Perluasan jangkauan pelayanan kontrasepsi dengan cara menyediakan sarana yang bermutu, dalam jumlah yang mencukupi dan merata

 Pembinaan mutu pelayanan kontrasepsi dan pengayoman medis

 Perlembagaan pelayanan kontrasepsi mandiri oleh masyarakat dan pelembagaan keluarga kecil sejahtera.

Dalam hal strategi pelayanan kontrasepsi terdapat pokok-pokok sebagai berikut :

 Menggunakan pola pelayanan kontrasepsi rasional sebagai pola pelayanan kontrasepsi kepada masyarakat, berdasarkan kurun reproduksi sehat. Pada usia di bawah 20 tahun dianjurkan menunda kehamilan dengan menggunakan pil KB, AKDR, kontrasepsi suntikan, susuk, kondom atau intravag. Pada usia 20 – 30 tahun dianjurkan untuk menjarangkan kehamilan. Cara kontrasepsi yang dianjurkan adalah AKDR, susuk, kontrasepsi suntikan, pil mini, pil KB, kondom atau intravag. Sesudah usia 30 tahun atau pada fase mengakhiri kesuburan, dianjurkan memakai kontrasepsi mantap, AKDR, susuk, kontrasepsi suntikan, pil KB, kondom atau intravag.

 Penyediaan sarana dan alat kontrasepsi yang bermutu dalam jumlah yang cukup dan merata

 Meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi

 Menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kontrasepsi maupun dalam mengelola pelayanan kontrasepsi.

Untuk mencapai sukses yang diinginkan maka ditempuh strategi 3 dimensi, yaitu :

1. Perluasan Jangkauan

(8)

KB.Istri pegawai negeri, ABRI dan pemimpin masyarakat diajak menjadi pelopor yang dapat diandalkan agar masyarakat mengikutinya dengan senang hati dan penuh kebanggaan.

2. Pembinaan

Organisasi yang sudah mulai ikut serta menangani program diajak serta mendalami lebih terperinci apa yang terjadi, dan kepada mereka makin diberi kepercayaan untuk ikut menangani program KB dalam lingkungannya sendiri, menjadi petugas sukarela dan mulai dikenalkan program-program pos KB, posyandu, pembinaan anak-anak dan sebagainya.

3. Pelembagaan dan pembudayaan

Tahapan awal KB – Mandiri yaitu masyarakat akan mencapai suatu tingkat kesadaran dimana ber KB bukan hanya karena ajakan melainkan atas kesadaran dan keyakinan sendiri.

Strategi ini dilengkapi dengan pendekatan Panca Karya yang mempertajam sasaran dan memperjelas target, yaitu pasangan usia muda dengan paritas rendah, PUS dengan jumlah anak yang cukup, generasi muda.

Dengan penajaman pendekatan yang bersifat kemasyarakatan dan wilayah tersebut.Maka program KB tidak menunggu sasarannya lagi, tetapi bersikap aktif.

7. Dampak Program KB Terhadap Pencegahan Kehamilan

Alasan menunda/mencegah kehamilan

 Umur di bawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak dulu karena berbagai alasan

 Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral karena peserta masih muda

 Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda masih tinggi frekuensi bersenggamanya sehingga kegagalan tinggi

 Penggunaan IUD bagi yang belum mempunyai anak pada masa ini dapat dianjurkan, terlebih bagi calon peserta dengan kontra indikasi terhadap pil oral

8. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan

(9)

Dampaknya :

 Dapat mengurangi angka kelahiran  Dapat mengurangi jumlah kematian

 Dapat mengurangi angka kesakitan pada ibu dan anak  Dapat mengurangi kepadatan penduduk

 Dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera pada keluarga  Akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik bagi anak

 Kehidupan sosial ekonomi akan menjadi lebih baik  Meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas

9. Aspek yang menunjang keberhasilan program KB adalah :

a. Pos KB

b. PLKB ( Petugas Lapangan Keluarga Berencana ) c. PKBRS ( Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit )

B. POS KB

Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KB dilapangan, maka perlu digerakkan institusi-institusi masyarakat yang ada ditingkat desa sampai tingkat RT. Institusi masyarakat pedesaan/perkotaan yang telah dibentuk untuk membantu pelayanan KB Salah satu adalah Posyandu KB/ Pos KB Desa.Pos KB Desa ini ada yang ditingkat desa, dan Ada yang ada ditingkat Dusun dan RT.

(10)

Sejak saat itu jumlah dan kegiatan Posyandu makin marak. Tim Penggerak PKK, utamanya kelompok kerja ke-IV, atau Pokja IV, menjadi penggerak utama pengembangan Posyandu di pedesaan. Sejak saat itu Posyandu diarahkan sebagai wadah petugas dan sukarelawan dari kalangan masyarakat dalam memberikan pemberdayaan dan pelayanan kepada keluarga secara paripurna.Dengan bantuan tenaga profesional maupun pelatihan, tenaga-tenaga yang melaksanakan kegiatan di Posyandu makin dikembangkan menjadi tenaga profesional.

Di Jawa Barat tahun 2012 terdapat 7.000-an Pos KB, melibatkan kader PKK. Sedangkan PLKB-nya akan terus ditambah, saat ini baru sekitar 3.500 orang, dalam setahun ke depan diharapkan menjadi 5.000 orang.

Di Kota Bandung menurut Hj. Nani Harun, Wakil Ketua DPD Forum Pos KB Kota Bandung mengatakan, pos KB telah ada dari tahun 1972 namun baru terbentuk menjadi wadah forum pos KB tahun 2004, telah terbentuk di 30 kecamatan Kota Bandung yang jumlahnya 1.500 pos KB dengan 11.000 kader.

Fungsi Pos KB Desa

Ada beberapa fungsi Pos KB Desa yang telah dilaksanakan antara lain ; 1. Melakukan penyuluhan KB-Kesehatan

2. Melakukan Pendataan Keluarga

3. Membantu melaksanakan Pelayanan KB 4. Melakukan Kegiatan Posyandu

5. melakukan pencatatan dan Pelaporan

Salah satu peran bantu Pos KB desa yang sangat strategis adalah melaksanakan pendataan keluarga. untuk tahun 2006, pendataan ini dilaksanakan dari satu rumah kerumah guna mendapatkan data mikro keluarga, baik data demografi, peserta KB maupun data tahapan KS.

C. KAJIAN JURNAL

Kajian Jurnal “ Potensi Akses Yang dimiliki Rumah Tangga Terhadap Pemanfaatan Aktual Pelayanan Kontrasepsi

(11)

Jumlah sampel tahun 2000 total dari 13 provinsi di Indonesia adalah 10.435 Rumah tangga dan dari Provinsi Jawa Tengah tersebut jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1.200 rumah tangga.

Hasil Penelitian nya adalah :

(12)

jumlah anggotakeluarga dengan nilai OR 1,7, hal ini dapatmenggambarkan bahwa rumahtangga dengan jumlahanggota lebih atau sama dengan lima orang memilikikecendrungan 1,7 kali untuk lebih memanfaatkanpelayanan kontrasepsi dibandingkan denganrumahtangga yang hanya memiliki anggota kurangdari lima orang, sedangkan variabel lain sepertiwilayah tempat tinggal, waktu tempuh dankepemilikan kendaraan tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap pemanfaatan pelayanankontrasepsi.

Struktur sosial dalam rumahtangga yang dalampenelitian ini dinyatakan sebagai variabel pengganggu dalam pemanfaatan aktual pelayanan kontrasepsi, terdapat tiga variabel antara lain: status sosial-ekonomi rumahtangga, pekerjaan rumahtangga dan pendidikan kepala rumahtangga. Ketiga variabel ini berdasarkan analisa statistic dengan uji Chi-Square menunjukkan tidak ada hubungan dengan pemanfaatan aktual pelayanan kontrasepsi.

Setelahdilakukan analisa multivariabel dengan regresi logistik maka hanya terdapat dua faktor saja yangberhubungan secara bermakna terhadappemanfaatan pelayanan kontrasepsi yaitu jumlahanggota keluarga dengan nilai p<0,01 dan ada atautidaknya jaminan pemeliharaan kesehatan dalamrumahtangga dengan nilai p<0,05.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkanbahwa dari sembilan variabel termasuk usiaresponden yang mungkin berhubungan dengan pemanfaatan aktual pelayanan kontrasepsi hanya terdapat dua variabel yang mempunyai berhubungan bermakna. Variabel itu adalah jumlah anggota rumahtangga dan kepemilikan jaminan pemeliharaan kesehatan dengan nilai p masing masing adalah p<0.00 dan p<0,05.

Pada Hasil penelitian ini juga jumlah anggota keluargamempunyai koefisien regresi logistik yang paling tinggi dibandingkan dengan potensi akses yang laindalam rumahtangga terhadap pemanfaatan actual pelayanan kontrasepsi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga mempunyai hubungan yang paling besar dalam akses riil rumahtangga untuk memanfaatkan pelayanan kontrasepsi. Nilai OR jumlah anggota rumahtangga adalah sebesar 1,7. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga yang memiliki anggota rumahtangga lebih dan sama dengan lima orang mempunyai kecendrungan 1,7kali lebih memanfaatkan pelayanan kontrasepsi dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai anggota rumahtangga kurang dari lima orang.

(13)

Kajian Jurnal : Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) Di Kecamatan Taktakan Kota Serang, oleh Pepy Novia Hidayah, tahun 2012

Hasil Penelitian : penelitian ini dilakukan dengan fokus penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program KB di kecamatan Taktakan kota serang. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan program KB di Kecamatan Taktakan Kota Serang. Metode penelitian Kualitatif.

Teori yang digunakan untuk menganalisis yaitu implementasi kebijakan publik menurut Model George C. Edward III. Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III disebut dengan Direct ang indirect impact in implementation. Menurut model yang dikembangkan oleh Edward III ada empat faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan yaitu faktor sumber daya, komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis data menurut Miles dan Huberman.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Depkes RI. 2008

2.

Draft Kajian HTA: KB Periode Menyusui, Januari 2010

3.

Hulman, L, Kaunitz, A. Postpartum contraception. Glob.Libr.Woman’s med.

(ISSN: 1756-2228) 2008; DOI 10.3843/GLOWM. 10383

4.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

5.

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Pedoman Pelayanan Keluarga

Berencana di Rumah Sakit.Jakarta: DEPKES dan BKKBN 2010.

6.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Buku Panduan Praktis

Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta. 2003

7.

Rangkuti S, Implementasi Program Keluarga Berencana Nasinal Era

Desentrilisasi Di Provinsi Sumatera Utara.2007

8.

Novia P, Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program

Referensi

Dokumen terkait