• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENGARUH EKSTRAKSI CINCAU HITAM (Mesona palustris BL) SKALA PILOT PLANT: KAJIAN PUSTAKA Influence Factor of Black Cincau (Mesona palustris BL) Extraction in Pilot Plant Scale: A Review

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR PENGARUH EKSTRAKSI CINCAU HITAM (Mesona palustris BL) SKALA PILOT PLANT: KAJIAN PUSTAKA Influence Factor of Black Cincau (Mesona palustris BL) Extraction in Pilot Plant Scale: A Review"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

245

FAKTOR PENGARUH EKSTRAKSI CINCAU HITAM (

Mesona palustris

BL)

SKALA

PILOT PLANT

: KAJIAN PUSTAKA

Influence Factor of Black Cincau (Mesona palustris BL) Extraction in Pilot Plant

Scale: A Review

Yulina Lailatul Maslukhah1*, Tri Dewanti Widyaningsih1, Elok Waziiroh1, Novita Wijayanti1, Feronika Heppy Sriherfyna1

1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145

*Penulis Korespondensi, Email: anna.yulina@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ekstraksi cincau hitam (Mesona palustris BL) telah dilakukan pada skala laboratorium. Cincau hitam mengandung senyawa bioaktif seperti flavonoid, polifenol, glikosida, saponin, terpenoid, steroid, dan sebagainya. Kandungan senyawa bioaktif pada cincau hitam dapat berfungsi sebagai antimutagenik, hepatoprotektor, antioksidan, antibakteri, imunomodulator, berpotensi mencegah terjadinya karsinogenesis, antidiare, antidiabetes, antihipertensi. Hal ini menjadi peluang besar pengembangan ekstrak cincau hitam dari skala laboratorium ke skala industri. Penggandaan skala pilot plant merupakan kunci penghubung pembuatan ekstrak cincau hitam skala laboratorium ke skala industri. Adanya perbedaan kuantitas bahan, kondisi proses dan peralatan diduga akan berpengaruh terhadap ekstrak yang dihasilkan, sehingga pengontrolan proses produksi menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang selanjutnya akan berpengaruh pula terhadap karakteristik produk yang memanfaatkan ekstrak cincau hitam ini. Produk yang diproduksi skala besar diharapkan mempunyai nilai fungsional yang tetap bagus dengan harga yang terjangkau.

Kata kunci: Cincau Hitam, Ekstraksi, Suplemen, Pilot Plant

ABSTRACT

Experiment about black cincau extraction have done in laboratorium scale. Black cincau have many bioactive compound such as flavonoid, polyphenol, glycoside, saponin, terpenoid, steroid, etc. This bioactive compound of black cincau can be function as antimutagenic, hepatoprotector, antioxidant, immunomudulator, anticarsinogenesis, antidiarhea, antidiabetes, and antihypertension. Therefore, it makes be big opportunity of black cincau extract development from laboratorium scale to industrial scale. Pilot plant scale is connector key in manufactuting black cincau extract from laboratorium scale to industrial scale. There are differentiation of material quantity, process condition, and instrument will be influence to product, so controlling process production will be one of important factor. Extraction is influenced by several factor which can be influence to product characteristic used black cincau extract. Products are manufactured in big scale which expected be have good functional value and inexpensive price.

(2)

246 PENDAHULUAN

Cincau hitam (Mesona palustris BL) telah diketahui bersifat multifungsi di bidang kesehatan antara lain sebagai antimutagenik, hepatoprotektor, antioksidan, imunomodulator dan berpotensi mencegah terjadinya karsinogenesis, antidiare, antidiabetes, antihipertensi [1,2,3,4,5,6,7]. Penelitian suplemen berbasis cincau hitam telah dilakukan sebelumnya di skala laboratorium dengan penambahan daun bungur [8] tetapi pembuatan suplemen ini masih di skala laboratorium. Pengembangan produk suplemen berbasis cincau hitam dari skala laboratorium ke skala besar (industri) dilakukan melalui penggandaan skala. Pembuatan suplemen berbasis cincau hitam pada skala pilot plant merupakan kunci penghubung pengolahan suplemen berbasis cincau hitam dari skala laboratorium menuju skala industri [9].

Proses penggandaan skala pilot plant dapat dipastikan peralatan dan kondisi proses yang ada berbeda dengan peralatan dan kondisi proses di skala laboratorium. Tahapan pembuatan suplemen kapsul secara umum antara lain sortasi, pengecilan ukuran bahan baku, ekstraksi, pemekatan, penambahan bahan filler, pengeringan, penghalusan, pengisian ke kapsul [8]. Salah satu tahapan yang perlu dikontrol pada pembuatan suplemen skala pilot plant adalah ekstraksi. Proses ekstraksi yang tidak tepat mengakibatkan kandungan senyawa bioaktif pada ekstrak menurun, sehingga faktor – faktor yang mempengaruhi ekstraksi sangat perlu pengontrolan.

1. Cincau Hitam (Mesona palustris BL)

Cincau hitam mempunyai peranan yang multifungsi di bidang kesehatan. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ekstrak cincau hitam dapat berperan sebagai antimutagenik, hepatoprotektor, antioksidan dan antibakteri, imunomodulator dan berpotensi mencegah terjadinya karsinogenesis, antidiare, antidiabetes, antihipertensi [1,2,3,4,5,6,7]. Ekstrak air cincau hitam mengandung senyawa bioaktif yang bersifat antioksidan dan hidrokoloid berupa komponen pembentuk gel atau gum [10]. Nilai IC50 ekstrak etanolik dan ekstrak air cincau hitam mempunyai nilai IC50 berturut – turut sebesar 49.92 + 1.86 ppm dan 66.67+2.54 ppm [2]. Selain itu, telah diketahui bahwa serbuk ekstrak air cincau hitam hasil freeze drying adalah 86.892% setara dengan ekstrak hsian-tsao dari Cina yang memiliki aktivitas antioksidan sebesar 86.5%. Aktivitas antioksidan dari cincau hitam pada konsentrasi 50 mg/ml (98.9%) lebih kuat

dibandingkan 50 mg/ml α-tocopherol (78%). Aktivitas antioksidan dari cincau hitam ini akan

meningkat dengan meningkatnya konsentrasi gum [3].

Menurut Melodita [11], pada tanaman cincau hitam terdapat senyawa bioaktif antara lain flavonoid, polifenol, glikosida saponin, terpenoid, dan steroid. Senyawa fenol yang terdapat pada cincau hitam berkontribusi pada aktivitas antioksidan dan efek scavenging pada radikal bebas untuk mengobati suatu penyakit tertentu [8]. Ekstrak air cincau hitam mempunyai kandungan total fenol yang cukup dominan yaitu 170.33 mg/g [4]. Kandungan lain yang terdapat pada ekstrak air cincau hitam (Hsian-Tsao) yaitu β-carotene sebesar 0.21 mg/g, α -tocopherol sebesar 51.5 μg/g [1].

(3)

247 Kandungan serat kasar gel cincau sebesar 6.23 gram/100 gram dapat membantu memerangi penyakit degeneratif [12]. Serat larut air yang tedapat pada cincau hitam biasanya disebut sebagai komponen pembentuk gel atau KPG yang merupakan suatu polisakarida alami dan dikategorikan sebagai hidrokoloid yaitu gum dan bersifat polar [11]. Serat larut yang tedapat pada cincau hitam biasanya disebut sebagai komponen pembentuk gel atau KPG. Komponen pembentuk gel (KPG) pada ekstrak daun hsian-tsao (Mesona procumbens H.) terdiri dari heteroglikan yaitu monomer-monomer galaktosa, glukosa, ramnosa, arabinose, dan asam uronat. Kandungan gula pada polisakarida hsian-tsao yaitu rhamnose, arabinose, xylose, mannose, glucose, galactose, dan galacturonic acid [13]. Kandungan antioksidan, fenol, flavonoid, dan serat larut diketahui berpengaruh nyata terhadap efek pencegahan terhadap kenaikan kadar kolesterol darah, trigliserida, LDL, dan menaikkan kadar HDL [14].

2. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik adalah komponen bioaktif yang mempunyai aktifitas antioksidan yang secara alami terdapat pada sayuran dan buah – buahan [15]. Senyawa fenolik termasuk dalam komponen senyawa bioaktif yang terdapat pada tanaman cincau hitam dan jahe merah. Fenol adalah senyawa yang dicirikan memiliki satu atau lebih gugus hidroksil pada cincin aromatis. Turunan senyawa fenol banyak terjadi secara alami sebagai flavonoid, alkaloid, tannin, dan senyawa fenolat yang lain [16]. Senyawa flavonoid merupakan kelompok fenol yang terbesar di alam. Flavonoid bersifat antioksidan dan telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan.

Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptik. Kadar fenol tersebut akan menurun antara lain dengan perlakuan pencucian, perebusan, dan proses pengolahan lebih lanjut untuk dijadikan produk yang siap dikonsumsi [17]. Efek antioksidan yang banyak terdapat pada tanaman disebabkan karena adanya senyawa fenolik seperti flavonoid, asam fenolat. Senyawa fenolik memiliki efek antioksidan karena mempunyai gugus hidroksi yang tersubtitusi pada posisi ortho dan para gugus –OH dan –OR [18].

Aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan total fenol, semakin tinggi kandungan fenol dalam suatu bahan semakin tinggi pula aktivitasnya sebagai antioksidan [19]. Nilai korelasi antara kandungan total fenol dengan aktivitas antioksidan pada berbagai penelitian telah menunjukkan adanya korelasi yang kuat. Korelasi total fenol dan aktivitas antioksidan pada rambut jagung sebesar 93% [20]. Hal ini didukung pula dengan penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa korelasi antara total fenol dan aktivitas antioksidan tumbuhan daun hantap sebesar 99% [21].

Hal ini juga didukung oleh penelitian tehadap kulit manggis (Garcinia mangostana L) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus antara kandungan total fenol dan aktivitas antioksidan [22]. Senyawa-senyawa fenolik seperti flavonoid dan galat mampu menghambat radikal bebas melalui mekanisme penangkapan radikal (radikal scavenging) dengan cara menyumbangkan satu elektron kepada elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang [23]. Senyawa fenolik berkontribusi sebagai antioksidan karena dapat mengikat oksigen, sehingga oksigen tidak tersedia untuk proses oksidasi serta senyawa fenolik dapat mengikat logam yang mampu mengkatalis reaksi oksidasi [24]. Akan tetapi, jika terlalu lama terpapar oksigen senyawa fenol akan mengalami oksidasi, sehingga dapat menurunkan aktivitas antioksidan seiring dengan terjadinya penurunan total fenolik.

(4)

248 perbedaan antar jenis komponen fenolik. Semakin tinggi jumlah gugus hidroksil fenolik, maka semakin besar konsentrasi komponen fenolik yang terdeteksi [25].

Beberapa komponen fenol bersifat termosensitif dan semakin tinggi suhu ekstraksi maka harus ditangani dengan hati-hati [26]. Procyanidin yang merupakan salah satu komponen fenol, banyak terdegradasi pada pemanasan dengan suhu 98oC selama 90 menit dan suhu 120oC selama 20 menit [27]. Fenol teroksidasi menghasilkan produk hasil oksidasi berupa p-benzokuinon, asam dikarboksilat, dan karbondioksida [28]. Senyawa fenolik yang teroksidasi akan membentuk senyawa quinone yang tidak terukur pada analisis total fenol [29].

3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan bahan. Proses ekstraksi memiliki dua bagian utama, yaitu pelarut dan bahan utama. Ekstraksi umum dilakukan pada bahan rempah dan herbal (spices and herbs) untuk meningkatkan masa simpan senyawa aktif dalam bahan tersebut [30]. Umumnya banyak kasus, pemilihan metode ekstraksi sangat penting dilakukan karena hasil ekstraksi akan mencerminkan tingkat keberhasilan metode tersebut dalam mengeluarkan senyawa dari matriks bahan ke dalam media (pelarut) melalui pengujian kuantitatif ekstrak [31].

Ekstraksi biasanya dilakukan untuk memisahkan komponen-komponen yang diinginkan dalam suatu bahan baik benda padat maupun benda cair. Metode ekstraksi banyak dilakukan di industri dan di laboratorium. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi perlu untuk diperhatikan antara lain,

3.1 Ukuran bahan

Bahan yang akan diekstrak sebaiknya memiliki luas permukaan yang besar untuk mempermudah kontak antara bahan dengan pelarut sehingga menghasilkan hasil ekstraksi yang optimal. Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan solven, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju transfer massa semakin tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan yield dan juga aktivitas antioksidan dari kulit manggis yang optimal diperlukan ukuran partikel kulit manggis yang telah diayak pada ayakan 60 mesh [32]. Ukuran luas permukaan suatu bahan yang akan diekstraksi dapat diperluas melalui proses pengecilan ukuran bahan seperti perajangan dan penghalusan. 3.2 Waktu ekstraksi

Semakin lama waktu ekstraksi yaitu waktu kontak antara pelarut dan bahan, kesempatan untuk bersentuhan semakin besar maka hasil ekstrak juga bertambah sampai titik jenuh larutan [33]. Akan tetapi ekstraksi yang terlalu lama juga dapat berdampak negatif pada hasil ekstrak. Hal ini dikarenakan waktu ekstraksi yang terlalu lama akan memicu pemaparan oksigen lebih banyak yang akan meningkatkan peluang terjadinya oksidasi senyawa fenolik [34]. Waktu ekstraksi yang berlebihan tidak dapat mengekstrak komponen fenolik lebih banyak, hal ini telah dijelaskan hukum kedua difusi bahwa equilibrium akhir akan dicapai antara konsentrasi zat terlarut dalam matriks tanaman dan pelarutnya setelah waktu tertentu [35]. Semakin lama waktu ektraksi maka kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstrak akan semakin lama sehingga dari keduanya akan terjadi pengendapan masa secara difusi sampai terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar bahan yang diekstraksi [36].

3.3. Suhu ekstraksi

Ekstraksi juga akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal ini dapat mengakibatkan beberapa komponen yang terdapat dalam bahan akan mengalami kerusakan [8]. Suhu tinggi pelarut dapat meningkatkan efisiensi dari proses ekstraksi karena panas dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel, meningkatkan kelarutan dan difusi dari senyawa yang diekstrak dan mengurangi viskositas pelarut, namun suhu tinggi juga dapat mendegradasi senyawa polifenol [37].

(5)

249 Pemilihan jenis pelarut sesuai dengan prinsip kelarutan yaitu like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa yang polar sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa yang bersifat non polar pula [38]. Ada dua pertimbangan utama dalam pemilihan jenis pelarut, yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut yang tidak berbahaya atau beracun. Pelarut yang bersifat polar maupun semi polar telah umum digunakan untuk mengekstrak senyawa polifenol dari tanaman seperti buah-buahan dan sayuran. Pelarut yang sering digunakan yaitu aquades, etanol, methanol, aseton, dan etil asetat [39].

Semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, maka semakin banyak pula hasil yang didapatkan, karena distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak. Penelitian tentang pengaruh ekstraksi oleoresin jahe dalam berbagai jumlah pelarut menjelaskan bahwa semakin besar volume pelarut metanol yang digunakan terhadap berat bahan dasar, maka rendemen oleoresin yang dihasilkan akan semakin besar karena semakin banyak pelarut yang berpenetrasi ke dalam bubuk jahe, yang memperbesar permukaan kontak [40].

4. Penggandaan Skala

Penggandaan skala (scale up) adalah merancang atau menyusun suatu sistem yang lebih besar dari suatu prototype berdasarkan suatu percobaan dengan menggunakan model yang lebih kecil. Peningkatan skala pada pabrik pangan yaitu dengan meningkatkan kapasitas dan memperbesar laju produksi yang sudah ada dengan produk yang sama atau identik [41]. Berdasarkan proses dan tingkat produksi yang diinginkan, scale up merupakan proses yang cukup sulit untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan percobaan – percobaan yang bersifat kontinyu. Percobaan – percobaan tersebut dibutuhkan untuk menentukan parameter optimum untuk skala besar dan untuk menentukan desain peralatan dan kondisi proses yang akan dimodifikasi;

Produk pangan yang ditinggikan skalanya akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan produk aslinya, terutama karena adanya perbedaan rasa, tektur, aroma, dan penampakan secara visual. Proses skala besar tidak akan menghasilkan produk yang identik dengan produk aslinya, tetapi akan menghasilkan produk yang menyerupai aslinya. Proses scale up (penggandaan skala) membutuhkan suatu perencanaan yang matang, fleksibel, dan pendekatan yang konsisten. Hal ini menyebabkan pergerakan produk dari tahap ke tahap akan menjadi lebih kompleks jika dijalankan dalam skala besar ini. Oleh karena itu, langkah yang harus diperhatikan dalam produksi skala besar diantaranya menetukan produk dan acuan paket termasuk definisi produk, ukuran dan tipe paket yang diinginkan, serta laju produksi [42].

Perbedaaan karakteristik antara produk laboratorium dengan produk scale up dapat dipengaruhi berbagai hal, salah satunya adalah kondisi proses. Penelitian tentang penggandaan skala diperoleh hasil ekstraksi komponen fenol dari grap-pomace pada skala scale up yang lebih rendah daripada skala laboratorium. Namun, tidak semua peningkatan skala akan mendapatkan hasil yang lebih rendah jika dibandingkan dengan skala laboratorium [43]. Penelitian lain menunjukkan peningkatan skala produksi eritromisin, kondisi peningkatan skala yang dilakukan menunjukkan karakteristik yang serupa dengan kondisi di laboratorium [44]. Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan uji coba proses pada skala pilot plant sebelum memasuki skala industri. Titik kritis proses produksi perlu dikaji dan dikontrol agar didapatkan karakteristik produk yang sama atau serupa dengan skala laboratorium.

(6)

250 penilaian efisiensi yang lebih terperinci, sehingga diperoleh teknologi yang mampu menghasilkan suatu produk yang secara ekonomis layak.

SIMPULAN

Cincau hitam telah diketahui mempunyai manfaat yang multifungsi di bidang kesehatan karena kandungan senyawa bioaktif. Kandungan yang terdapat pada cincau hitam antara lain komponen fenolik lain seperti protocatechuic acid, ρ-hedroxybenzoic acid, vanillic acid, dan syringic acid, flavonoid, polifenol, glikosida saponin, terpenoid, dan steroid serta adanya komponen pembentuk gel yang merupakan polisakarida alami. Adanya perbedaan kondisi proses, kuantitas bahan, dan dimensi alat antara skala pilot plant dengan laboratorium maka perlu dilakukan pengontrolan pada tahap ekstraksi. Pengontrolan proses ekstraksi dapat ditinjau dari faktor – faktor yang mempengaruhi ekstraksi seperti ukuran bahan, waktu ekstraksi, suhu ekstraksi, jenis dan jumlah pelarut. Proses skala besar tidak akan menghasilkan produk yang identik dengan produk aslinya, tetapi akan menghasilkan produk yang menyerupai aslinya.

DAFTAR PUSTAKA

1) Yen, G.C., P.D. Duh, and Y.L. Hung. 2001. Contributions of Major Components to the Antimutagenic Effect of Hsian-tsao (Mesona procumbens Hemsl.). Journal Agric and Food Chem 49:5000-5004.

2) Widyaningsih, T D and Adilaras, Pujangga. 2013. Hepatoprotective Effect of Extract of Black Cincau (Mesona palustris BL) on Paracetamol-Induced Liver Toxicity in Rats. Advance Journal of Food Science and Technology 5(10): 1390-1394, 2013

3) Hung, C.Y. and G.C Yen. 2002. Antioxidant Activity of Phenolic Compounds Isolated from Mesona procumbens Hemsl. Journal Agric Food Chem 8:50(10):2993-7

4) Widyaningsih, T.D., Sukardiman, Djoko A. Puwanto, Win Darmanto. 2012. Efek Ekstrak Air Cincau Hitam (Mesona palustris BL) terhadap Interferon Gamma dan Komponen Imunosurveilans pada Mencit Balb/C. Jurnal Bahan Alam Indonesia Vol. 8, No. 3.

5) Widyaningsih, T.D. dan Maya R. Safitri. 2013. Efek Antidiare Minuman Fungsional Jelly Drink Cincau Hitam (Mesona palustris BL). Prosiding Seminar Nasional PATPI. Universitas Brawijaya. Malang.

6) Yang, M., Xu Z.P., Meng J., Ding Q.G., Zhang M.X., and Weng Y. 2008. Renal protective Activity of Hsian tsao Extracts in Diabetic Rats. Biomedical and Enviromental Sciences 21: 222-227.

7) Yeh, C.T., Huang W.H., and Yen G.C. 2008. Antihypertensive Effects of Hsian-tsao and Its Active Compound in Spontaneously Hypertensive Rats. Journal Nutrition Biochem in Science Direct.

8) Rochmawati, Nia. 2014. Pengaruh Pemberian Suplemen Berbasis Cincau Hitam (Mesona palustris BL) dengan Penambahan Daun Bungur (Lagerstromia speciosa) Terhadap Tikus Wistar Diabetes yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

9) Keynote, A. 2006. Pilot Plant Design and Operation. <http://www.aiche.org/Conferences/AnnualMeeting/topicals/T5.aspx>. Tanggal akses 2 September 2014.

10) Widyaningsih, T.D. 2009. Potensi Cincau Hitam (Mesona palustris BL) sebagai Bahan Pangan Fungsional yang Bersifat Imunomodulator. Proseding Seminar Pengembangan Teknologi Berbasis Bahan Baku Lokal. LIPI.

(7)

251 12) Widyaningsih, T.D. 2007. Olahan Cincau Hitam. Trubus Agrisarana. Surabaya.

13) Lai, L.S. and S.J.Chao. 2000. Effects of Salts on the Thermal Reversibility of Starch and Hsian-tsao (Mesona procumbens Hemsl) Leaf Gum Mixed System. Journal of Food Science 65 (6) :954-959

14) Etikasari, Mey. 2014. Efek Preventif Serbuk Effervescent Berbasis Cincau Hitam Terhadap Kadar Kolesterol. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang 15) Astawan, M. 2004. Seri Gaya Hidup Sehat SENIOR : Kandungan Gizi Aneka Bahan

Makanan. PT Gramedia. Jakarta.

16) Vermerris, W. and Nicholson, R. 2006. Phenolic Compound Biochemistry. Springer. Netherlands.

17) Grafianita. 2011. Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada Berbagai Teknik Pengeringan. Skripsi. Universitas Sebelas maret. Surakarta.

18) Andayani, R., Y Lisnawati, dan Maimunah. 2008. Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat Total, dan Likopen pada Buah Tomat. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 13, No. 1.

19) Huang D., Ou B., and Prior R.L. 2005. The Chemistry Behind Antioxidant Capacity Assays. J. of Agricultural and Food Chemistry. 53:1841-1856.

20) Samin, A. A., N. Bialangi, dan Y.K. Salimi. 2013. Penentuan Kandungan Fenolik Total Dan Aktivitas Antioksidan dari Rambut Jagung (Zea Mays L.) yang Tumbuh di Daerah Gorontalo. Fakultas Matematika dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo.

21) Angkasa, Dudung dan A. Sulaeman. 2012. Pengembangan Minuman Fungsional Sumber Serat dan Antioksidan dari Daun Hantap (Sterculia oblongata R. Brown.). Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat. IPB. Bogor.

22) Hadriyono, Kukuh R.P. 2011. Karakter Kulit Manggis, Kadar Polifenol dan Potensi Antioksidan Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) pada Berbagai Umur Buah dan Setelah Buah Dipanen. Skripsi.

23) Yuswantina, Richa. 2009. Uji Aktivitas Penangkapan Radikal dari Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat dan Etanol Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil). Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

24) Khatun, M., S. Eguchi, T. Yamaguchi, H. Takamura, and T. Matoba. 2006. Effect of Thermal Treatment on Radical-Scavenging Activity of Some Spices. Food Science and Technology Research 12(3): 178-185.

25) Khadambi. 2007. Extraction of Phenolic Compounds and Quantification of The Total Phenol and Condensed Tannin Content of Bran Fraction of Condensed Tannin and Condensed Tannin Free Sorghum Varieties. <http://upetd.up.ac.za/thesis/available/etd-03022007-164705/unrestricted/02chapter2.pdf.> Tanggal akses 26 Januari 2014.

26) Junior, Marostica M.R., Alice V. Leite, and Nathalia R. V. Dragano. 2010. Supercritical Fluid Extraction and Stabilization of Phenolic Compounds From Natural Sources – Review (Supercritical Extraction and Stabilization of Phenolic Compounds). The Open Chemical Engineering Journal 4: 51-60.

27) Pardo G.D., Inigo A., Maria R., and Marin A. 2010. Stability of Polyphenolic Extracts From Grape Seeds After Thermal Treatments. Eur Food Res Technol. 232 : 211–220.

28) Volgina T.N., Kukurina O.S., and Novikov V.T. 2005. Study of Phenol Destruction by Means of oxidation. Chemistry of Sustain Develop. 13: 41-44.

(8)

252 30) United Nations Industrial Development Organization. 2005. Herbs, Spices, and Essential Oils: Post-Harvest Operation in Developing Countries. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations.

31) Salas, P.G. 2010. Phenolic Compound Extraction System for Fruit and Vegetable Samples. Jorunal of Moleculer. 15, 8813-8826.

32) Pumklam, Ruedeemas and S. Prasong. The Effect of Particle Size on Antioxidant Capacity of Mangosteen Peel Extract. Proc. 4th Asean Food Conf, 728-732.

33) Samsudin, A.M. dan Khoirudin. 2005. Ekstraksi, Filtrasi Membran dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana).

<http://eprints.undip.ac.id/763/1/makalah_penelitian_asep(L2C005239)-khoiruddin(L2C005271).pdf>. Tanggal akses 22 Agustus 2014.

34) Shahidi F., and Naczk M. G. 2004. Phenolic in Food and Nutraceuticals. CRC Press. USA. 35) Silva, E. M., Rogez, H. and Larondelle, Y. 2007. Optimization of Extraction of Phenolics from

Ingaedulis Leaves Using Response Surface Methodology. Separation and Purification Technology 55:381-387.

36) Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Stauble and E. Scheneifer. 1995. Teknologi Kimia. Bagian 2. Penerjemah: Handjojo L dan Pradnya Paramita. Jakarta

37) Julian, A.R. 2011. Pengaruh Suhu dan Lamanya Penyeduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) serta Proses pencernaan Secara In Vitro Terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

38) Pomeranz, Y. and C. E. Meloan. 1994. Food Analysis : Theory and Practice. Third Edition. Chapman and Hall International Publisher. New York.

39) Sultana, B., F. Anwar, and M. Ashraf. 2009. Effect of Extraction Solvent/Technique on The Antioxidant Activity of Selected Medicinal Plant Extracts. Molecules Journal, 14: 2167-2180. 40) Bustan, M. Djoni, R. Febriyani, dan H. Pakpahan. 2008. Pengaruh Waktu Ekstraksi dan

Ukuran Partikel terhadap Berat Oleoresin Jahe yang Diperoleh dalam Berbagai Jumlah Pelarut Organik (Metanol). Jurnal Teknik Kimia, 4 (15), 15–26.

41) Risnayadi, M.H., B. Nurhadi, dan E. Mardawati. 2009. Perancangan Pabrik Pengolahan Pabrik Pangan. Widya Padjadjaran. Bandung.

42) Scott, D. D., J. Timothy, P. E. Bowser, dan W. G. McGlynn. 2007. Scaling Up Your Food Process. <http://www.fapc.okstate.edu/factsheets/fapc141.pdf>. Tanggal akses 16 Agustus 2014.

43) Bousetta, N., Vorobiev E., Ress T., De Ferron A., Pecastaing L., Ruscassie R., and Lanoiselle JL. 2012. Scale Up of High Voltage Electrical Discharges for Polyphenol Extraction from Grape Pomace: Effect of Dinamic Shock Waves. Innovative Food Science and Emerging Technologies. Article in Press.

Referensi

Dokumen terkait