• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI RESISTENSI INH (gen inhA) PADA PENDERITA TUBERCULOSIS KASUS BARU DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR CAIR MGIT (Mycobacteria Growth Indicator Tube) DAN METODE PCR (Polymerase Chain Reaction)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DETEKSI RESISTENSI INH (gen inhA) PADA PENDERITA TUBERCULOSIS KASUS BARU DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR CAIR MGIT (Mycobacteria Growth Indicator Tube) DAN METODE PCR (Polymerase Chain Reaction)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

18 DETEKSI RESISTENSI INH (gen inhA) PADA PENDERITA TUBERCULOSIS KASUS BARU DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR CAIR MGIT (Mycobacteria Growth Indicator

Tube) DAN METODE PCR (Polymerase Chain Reaction)

Sitti Romlah (1), Rina Heryawan (2), Siti Rezki (1)

1)Prodi Analis Kesehatan, Stikes Jenderal Achmad Yani, Jalan Terusan Jenderal Sudirman Cimahi

2)RSP dr. H.A Rotinsulu , Jl. Bukit Jarian N0 40 Ciumbuleuit Bandung

Email : Keemov@gmail.com

ABSTRAK

Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Terjadinya resistensi kuman M. tuberculosis terhadap obat anti tuberculosis (OAT) menimbulkan masalah untuk penatalaksanaan TB karena resiko penularan yang tinggi sehingga menyebabkan M. tuberculosis menjadi semakin virulen.Terjadinya mutasi pada gen inhA yang berperan dalam mengkode enzim ACP reductase akan menyebabkan terjadinya resistensi terhadap INH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pita DNA gen inhA penyebab resistensi terhadap INH dengan metode PCR dan elektroforesis dari sampel kultur cair MGIT sehingga didapatkan tingkat sensitivitas dan spesifisitas metode PCR. Sampel penelitian diambil dari semua pasien suspek tuberculosis kasus baru yang ada di Laboratorium Mikrobiologi Rumah sakit Paru Rotinsulu Bandung dengan hasil kultur MGIT positif. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 15 sampel. Kemudian dilakukan isolasi DNA. Setelah didapat isolat DNA dilakukan PCR dan elektroforesis.Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian dari 5 sampel yang dinyatakan resisten INH pada tes DST dengan teknik PCR dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas 100%.

(2)

19 Pendahuluan

Penyakit Tuberculosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, dimana diperkirakan terdapat 9 juta penduduk dunia terserang penyakit TB dengan kematian 3 juta jiwa. Penyakit TB ini menjadi masalah terutama di negara – negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia merupakan negara dengan kasus TB terbesar ketiga di dunia, setelah Cina dan India. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 539.000 kasus baru TB sedangkan TB paru sebesar 236.029 kasus dengan kematian karena TB sekitar 250 orang per hari ( I Made, 2013).

Menurut Rattan (1998 dalam Paul, 1999) angka kematian tiap minggu 52.000 orang atau tiap hari lebih dari 7000 orang yang meninggal. Pengobatan dan kontrol terhadap penyakit TB telah dilakukan, tetapi akhir – akhir ini dilaporkan timbulnya resistensi kuman TB terhadap Isoniazid (INH) dan Rifampicin di Amerika serikat dan negara lainnya di dunia. Terdapatnya resistensi multiple obat terhadap Mycobacterium tuberculosis, tercermin pada meningkatnya angka kasus baru dan angka kematian serta kurang berhasilnya pengobatan terhadap penyakit TB. Pengobatan terhadap penyakit TB memerlukan waktu yang lama, hal ini merupakan problem kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Hasil penelitian Aditama dkk, menunjukkan bahwa resistensi primer terhadap INH sebesar 2,16%, rifampisin 0,50%, resistensi sekunder terhadap INH 5,05 %, rifampisin 2,03 % ( Paul, 1999 ).

Pada tahun 1991, Rumah Sakit Persahabatan Jakarta sebagai rumah sakit rujukan nasional penyakit paru dan memiliki laboratorium mikrobiologi yang diakui sebagai “WHO Collaborating Centre”, melaporkan terjadinya 26,5 % kasus resisten terhadap INH. Sedangkan pada tahun 1995 sebanyak 23,97 % kasus resistensi terhadap INH dan sebesar 14,26 % dengan resistensi multi obat (Multi Drug Resistance). MDR-TB adalah

Mycobacterium tuberculosis yang resisten setidaknya terhadap Isoniazid dan Rifampicin yang merupakan Obat AntiTuberkulosis primer atau lini pertama yang paling efektif (Soewarta, 1997).

Terjadinya resistensi kuman M.

tuberculosis terhadap obat anti tuberculosis

biasanya meliputi beberapa jenis obat yang termasuk dalam “first line drugs” yaitu Isoniazid (INH), Rifampicin, Ethambutol, dan

Pyrazinamid. Penyebab utama terjadinya

resistensi terhadap obat anti tuberculosis adalah

pengobatan yang tidak adekuat dimana

pemakaian obat anti tuberculosis yang tidak

sesuai dengan aturan baik dari segi dosis, cara

pemakaian maupun lamanya penggunaan obat

yang akan meyebabkan berkembangnya kuman

yang resisten. Namun resistensi terhadap

kuman M. tuberculosis juga dapat terjadi secara

langsung yaitu jika penderita tertular oleh

kuman M. tuberculosis yang telah resisten dari

penderita TB yang lain ( Nofriyanda, 2010).

Resistensi kuman M. tuberculosis

terhadap obat anti tuberculosis terjadi pada

umumnya karena mutasi sel kuman pada

tingkat gen. Gen yang mengalami mutasi ini

berperan untuk mengkode enzim yang menjadi

target obat anti tuberculosis. Mekanisme

terjadinya resistensi kuman M. tuberculosis

terhadap INH secara biomolekuler dipengaruhi

oleh mutasi pada beberapa gen, tapi mutasi ini

(3)

20 carrier protein (ACP) reductase ini menjadi

target utama dari obat INH bekerja dalam

sintesis asam mikolat pada kuman M.

tuberculosis (Nofriyanda, 2010).

Resistensi primer adalah keadaan

resistensi terhadap Obat AntiTuberculosis

(OAT) pada penderita yang belum pernah

mendapat pengobatan dengan OAT

sebelumnya. Sedangkan resistensi sekunder

adalah resistensi yang terjadi pada penderita

yang pernah mendapat OAT sebelumnya ( Paul,

1999 ). Upaya penanggulangan penyakit TB

sudah dilakukan melalui berbagai program

kesehatan di tingkat Puskesmas, berupa

pengembangan strategi penanggulangan TB

yang dikenal sebagai strategi DOTS ( Directly

Observed Treatment Short course =

pengawasan langsung menelan obat jangka

pendek ), yang telah terbukti menekan

penularan, juga mencegah perkembangan multi

drugs resistance (MDR), tetapi hasilnya masih

dirasakan belum sesuai dengan yang

diharapkan ( Helper, 2010 ). Diperlukan

pemeriksaan yang cepat dan mempunyai

sensitivitas yang tinggi sehingga dapat

mempercepat pengobatan tanpa menunggu

konfirmasi hasil kultur yang relatif lama.

Pemeriksaan gold standar untuk TB terdapat 2 jenis pemeriksaan yaitu Pemeriksaan preparat BTA secara langsung dan pemeriksaan kultur padat dan cair, dimana kultur padat yang direkomendasikan oleh WHO adalah menggunakan medium Ogawa dan Low Jensen yang kedua kultur tersebut merupakan kultur padat yang berbasis telur.Tetapi kultur TB tersebut masih memililki kelemahan seperti memerlukan waktu yang cukup lama dan fasilitas metode ini tidak selalu tersedia disetiap laboratorium walaupun memiliki sensitifitas

dan spesifisitas yang cukup tinggi. Selain dengan kultur padat, kultur cair MGIT ( Mycobacteria Growth Indicator Tube ) bisa juga digunakan untuk mendeteksi terhadap pertumbuhan dan uji resistensi terhadap adanya Mycobacterium tuberculosis. Cara ini berdasarkan flouresensi pada pertumbuhan kuman. Tabung gelas berisi media Middlebrook 7H9 yang telah dimodifikasi bersama dengan flouresence quenchingbased oxygen sensor yang ditanam didasar tabung. Pertumbuhan kuman dengan cara ini dapat di deteksi dalam waktu 7 – 12 hari dan dibaca secara otomatis dengan Bactec MGIT 960 system (Sari, 2007). Jenis spesies yang dapat di deteksi oleh tabung MGIT ini adalah M. africanum, M. avium complex, M. chelone, M. flafecens, M. fortulinum, M. gastri, M. gordone, M. hemophilum, M. kansasii, M. smegmatis, M. tuberculosis dan lain sebagainya (Kusdarmadji, 2000).

Seiring bertambah pesatnya kemajuan

teknologi saat ini, yakni teknik atau metode

PCR ( Polymerase Chain Reaction ) adalah

suatu teknik atau metode pemeriksaan yang

prinsip kerjanya memperbanyak (amplifikasi)

DNA in vitro secara enzimatis. Pemeriksaan

sputum penderita dapat dilakukan dengan tiga

teknik pemeriksaan, yaitu dengan teknik PCR,

teknik kultur bakteri, dan pemeriksaan BTA

secara mikroskopik. Menurut penelitian Diana

Krisanti dkk pada tahun 2004, deteksi M.

tuberculosis dengan teknik PCR dibandingkan

dengan teknik kultur memiliki sensitivitas 65%,

spesifisitas 40% serta akurasi 57% yang berarti

tidak ada perbedaan yang bermakna, hal ini

dapat diartikan bahwa deteksi M. tuberculosis

dengan teknik PCR sama baiknya dengan

teknik kultur bakteri M. tuberculosis, namun

waktu pemeriksaan dengan teknik PCR lebih

singkat dibandingkan dengan kultur kuman M.

(4)

21 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan. Pertama dilakukan isolasi DNA dari kultur MGIT, kemudian dilakukan amplifikasi dengan metode PCR dan terakhir dilakukan visualisasi menggunakan metode elektroforesis. Isolasi DNA menggunakan metode boilling water pada suhu 95 º C. Amplifikasi dilakukan menggunakan Automated Thermal Cycle dengan siklus meliputi denaturasi awal 95º C selama 5 menit diikuti 40 siklus terdiri dari denaturasi pada 95º C selama 30 detik, annealing pada 50° C selama 30 detik dan ekstensi primer pada 72º C selama 45 detik dan ekstensi akhir pada 72º C selama 5 menit. Elektroforesis menggunakan konsentrasi agarose 1,8%, voltase 50 dalam waktu 60 menit.

Hasil Penelitian

Penelitian diawali dengan melakukan

optimasi kondisi amplifikasi gen inhA dari

kontrol positif. Optimasi dilakukan dengan

melakukan variasi pengenceran sampel :

75%,50%, dan 25%. Didapatkan kondisi

amplifikasi yang optimum adalah dengan

variasi pengenceran 50%.Hasil optimasi dapat

dilihat pada gambar 1 dibawah ini :

A B

Gambar 1 . Hasil optimasi variasi pengenceran sampel. A : Kontrol positif yang tanpa pengenceran, B:

Kontrol positif dengan variasi pengenceran yang optimum di 50%.

Berdasarkan hasil optimasi tersebut, maka dilakukan pemeriksaan terhadap 15 sampel isolat

DNA. Hasil nya dapat dilihat pada gambar 2 berikut :

M TP M 50%

(5)

22

Keterangan : Well 4 : 161; well 5 :163; well 6 : sampel 167; well 7: sampel 172; well 8 : 190;

well 9 : sampel 181; well 10 : sampel 171. Well 11 :173; well 12 :196; well 13 : sampel 183,

well 14 : sampel 185; well 15 : sampel 186; well 16 : sampel 200; well 17 : sampel 197; well

18: sampel 212.

Pembahasan

Isolasi DNA merupakan pemisahan

molekul DNA dari molekul atau komponen lain

seperti dinding sel (Shabarni, 2007). Proses

isolasi yang digunakan metode isolasi DNA

sederhana dengan menggunakan prinsip

mekanik / fisika yaitu metode boiling yang

memiliki beberapa kelebihan, diantaranya

mudah dilakukan, biaya murah, waktu yang

dibutuhkan singkat dan lebih ramah

lingkungan. Kekurangan dari metode boiling

ini adalah kualitas DNA yang dihasilkan relatif

lebih rendah dibandingkan dengan metode lain,

hal ini terjadi karena proses pengeluaran DNA

tidak sempurna sehingga masih dimungkinkan

adanya DNA terperangkap dalam sel (Sunarno,

dkk, 2014) dan hal tersebut bisa dilihat pada

hasil optimasi dan PCR pada penelitian ini.

Adanya smear pada hasil PCR menandakan

adanya kontaminan pada hasil isolasi DNA.

Kualitas DNA diukur berdasarkan

kemurniannya pada absorbansi panjang

gelombang 260 / 280 dalam kisaran 1,8 - 2,0

(Sambrook,1989). Kemurnian DNA

merupakan faktor yang penting karena

kontaminasi pada fragmen DNA menyebabkan

produk amplifikasi yang tidak diinginkan ikut

dilipat gandakan (Fatchiyah, 2011). Produk

isolasi DNA yang berkualitas baik ditunjukkan

dengan pita DNA yang terlihat tebal dan bersih,

DNA yang berkualitas baik ditandai dengan

tidak adanya smear pada DNA yang

dielektroforesis (Syafaruddin, 2011).

Dari total 15 sampel yang ada, 5 sampel

hasil yang menandakan adanya pita terdapat

pada hasil elektroforesis adalah no sampel 181,

183,185,186, dan 200, dengan ukuran produk

PCR 207 bp. Ketebalan pita dari hasil sampel

yang positif tidak sama , hal ini tergantung pada

konsentrasi sampel dari hasil isolasi.

Konsentrasi DNA yang diperlukan untuk 500 bp

(6)

23 amplifikasi berkisar antara 100-200 pg/µL

(Yuniar, 2003).

Adanya pita yang terbentuk ini

menandakan terjadinya resistensi terhadap

Isoniazid (INH). Isoniazid (INH) termasuk obat

yang bersifat bakterisida dimana INH

membunuh dengan cepat kuman yang sedang

aktif bermultiplikasi. INH aktif bekerja dalam

sintesis asam mikolat yang merupakan salah

satu komponen pembentukkan dinding sel.

Target utama mekanisme ini yaitu mengganggu

enzim enoyl – acyl carrier protein (ACP)

reductase melalui adanya ikatan kovalen INH –

NAD, dengan adanya ikatan ini maka akan

menghambat aktivitas enzimatik inhA sehingga

menganggu sintesis asam mikolat. Terjadinya

mutasi pada gen inhA yang berperan dalam

mengkode enzim enoyl – acyl carrier protein

(ACP) reductase akan menyebabkan terjadinya

resistensi terhadap INH (Nofriyanda, 2010).

Dari hasil PCR yang positif

menunjukkan adanya pita dengan ukuran 207

pb adalah pada nomor sampel 181, 183, 185,

186 dan 200. Kemudian dibandingkan dengan

hasil DST untuk mengetahui tingkat sensitivitas

serta spesifisitas dari PCR yang dilakukan.

Berikut tabel hasil perbandingan antara DST

dengan teknik PCR seperti yang terlihat pada

tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 1.1 Hasil Perbandingan PCR positif dan DST dari kultur cair MGIT

Dari 15 sampel terdapat 5 sampel positif menggunakan PCR . Dari tabel 1.1 diatas, menunjukkan adanya kesesuaian antara DST serta teknik PCR pada 5 sampel hasil positif. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dapat dinyatakan tingkat sensitivitas dan spesifisitas pada metode PCR tersebut sebesar 100%, karena adanya kesesuaian hasil tadi serta mampu mendeteksi sampel dalam jumlah

banyak kelebihan sehingga sangat menentukan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yaitu salah satunya dapat mendeteksi keberadaan kuman walau jumlahnya hanya 1–10 buah kuman. Prinsip PCR sendiri terdiri atas beberapa siklus dimana pada setiap siklus terjadi penggandaan materi genetik dan jika siklus ini dilakukan berulang-ulang, maka materi genetik yang diperoleh akan

(7)

24 menjadi banyak sehingga mempermudah

deteksi keberadaannya (Chandra, 2007).

Optimasi PCR dilakukan untuk

mendapatkan kondisi PCR yang optimal

sehingga dihasilkan produk PCR spesifik, yaitu

terbentuk pita DNA tebal dengan ukuran sesuai

yang diharapkan. Pada penelitian ini digunakan

sepasang primer forward dan reverse dengan

panjang primer 18 pasang basa, komposisi

jumlah Guanin dan Cytosin sebesar 50%

hampir sama dengan DNA target yang akan

diamplifikasi, hal ini berkaitan dan dapat

menentukan kandungan G dan C yang baik

untuk primet adalah sekitar 40-60%.

Konsentrasi MgCl2 yang digunakan pada optimasi terhadap kontrol positif serta sampel pada penelitian ini yaitu 1,5 mM, konsentrasi yang digunakan tersebut optimum atau ideal karena konsentrasi ion Mg2+ dalam reaksi PCR bisa berkisar antara 0,5 - 5,0 mM. Ion Mg2+ berperan dalam membentuk kompleks dengan dNTP sehingga dNTP menjadi semakin larut, meningkatkan aktivitas enzim DNA polymerase. Konsentrasi MgCl2 juga

spesifisitas metode PCR dengan adanya primer yang spesifik. Primer yang memiliki ukuran panjang 18-24 pasang basa akan menghasilkan produk PCR spesifik karena akan mempermudah proses penempelan primer dengan cetakanDNA pada saat annealing. Primer dengan panjang kurang dari 18 pasang basa akan menjadikan spesifisitas primer rendah (Darmo, 2001).

Primer memegang peranan penting untuk spesifisitas maksimal efisiensi PCR. Sensitivitas PCR dipengaruhi oleh persentase kandungan G dan C. Persentase berpengaruh besar terhadap spesifitas dan jumlah produk PCR (Mukhammad Asy’ari, 2005)

Konsentrasi DNA yang digunakan pada optimasi terhadap kontrol positif serta sampel pada penelitian ini tidak diketahui karena tidak dilakukan pengukuran konsentrasi DNA terlebih dahulu sebelum dilakukan PCR, akan tetapi pada penelitian ini dilakukan pengenceran dari larutan stok kontrol DNA dan diperoleh pengenceran yang optimal yaitu pada pengenceran 50% karena pada pengenceran tersebut didapatkan pita DNA pada ukuran 207 pb.

DAFTAR PUSTAKA

Handoyo Darmo, Rudiretna Ari. (2000 – 2001). Prinsip Umum Dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR), 9(1), 18 – 24.

Hewajuli, D.A. (2013). Perkembangan Teknologi Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction dalam Mengidentifikasi Genom Avian Influenza dan Newcastle Diseases, (27).

Kusdarmadji, (2000), Uji Diagnostik Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT) Pada Penderita Tuberkulosis Paru Tersangka Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Dan BP4 Semarang, Tesis, Semarang, Universitas Diponegoro.

(8)

25 Nofriyanda. (2010). Analisis Molekuler Pada

Proses Resistensi Mikobakterium Tuberkulosis Terhadap Obat – Obat Anti Tuberkulosis. Padang: Fakultas Kedokteran Unand

Nur F., (2011), Polimorfisme ikan Kerapu Macan ( Ephinephelus fuscoguttatus) yang Tahan Bakteri Vibrio alginolitycus Dan Toleran Salinitas Rendah Serta Salinitas Tinggi, Skripsi, Makassar, Universitas Hasanudin.

Nuraida, D. (2010). Pemilihan Bagian Tanaman Kapas Gossypium hirsutum Sebagai Bahan Untuk Isolasi DNA. Tuban, 580.

Nurruhwati, Isni. Mulyani, Yuniar., Purwanto, Agus. (2003). Perbandingan Beberapa Metode Isolasi DNA Untuk Deteksi Dini Koi Herpes virus (KHV) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio. L.). Jatinangor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran.

Onggowidjaja, P., Jasaputra, D.K., Soeng, S. (2005). Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculoisis Dengan Teknik PCR Menggunakan “Primer X” Dibandingkan Dengan Pemeriksaan Mikroskopik (BTA) Dan Kultur Sputum Penderita Dengan Gejala Tuberkulosis Paru, 5(1), 7.

Pranawaty, R.N., Buwono, I.D., Liviawaty, E. (2012). Aplikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) Konvensional Dan Real Time PCR Untuk Deteksi White Spot Syndrome Virus Pada Kepiting. Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 3(4), 62.

Sambrook, J., Fritsch, E.F, dan Maniatis, T. 1989. Molecular Cloning. Cold Spring Harbor Press. University of Texas South Western Medical Centre, Texas.

Sonia Z., (2014), Amplifikasi DNA Leptospira dengan Menggunakan Metode Isulated Isothermal Polymerase Chain Reaction (ii-PCR), Skripsi, Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah.

Sunarno., Muna Fauzul., Fitri Nyoman. (2014). Metode Cepat Ekstraksi DNA Corynebacterium diphtheria Untuk Pemeriksaan PCR, 42(2), 88 – 90.

Syafaruddin dan T.J. Santoso. 2011. Optimasi Metode Isolasi dan Purifikasi DNA yang Efisien dan Efektif pada Kemiri Sunan (Reutalis trisperma (Blanco) Airy Shaw). J. Littri. 17(1).

Syahrini, H. (2008), Tuberkulosis Paru Resisten Ganda, Medan, Universitas Sumatera Utara.

Wahyudi, T. Danang. (2006). Sensitivitas dan Spesifisitas Pendekatan Sindrom dan Jumlah Sel Polimorfonuklear (PMN) Pada Infeksi Chlamydia trachomatis Genital Wanita Dibandingkan dengan Hasil Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), Makalah, Jakarta, Universitas Indonesia.

(9)

Gambar

Gambar 1 . Hasil optimasi variasi pengenceran sampel. A : Kontrol positif yang tanpa pengenceran, B:
tabel 4.1 dibawah ini.

Referensi

Dokumen terkait

gel ekstrak dan fraksi metanol daun kesum dengan metode Simplex Lattice Design (SLD) sehingga dapat diperoleh sediaan gel.. yang bersifat hidrofilik

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan rafinosa dengan dosis yang berbeda dalam pengencer susu skim terhadap persentase motilitas sapi Ongole menunjukkan

Oleh karena itu produk dari penelitian ini ialah pengimplementasian pendidikan karakter yang terdapat di dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia yang

Dengan menggunakan metode efficient sequencing yang menerapkan algoritma Fuzzy C-Means clustering dan K-Means clustering pada hybrid recommender system diharapkan dapat..

Dari hasil uji lanjut, aktivitas terbaik antibakteri Escherichia coli sediaan granul instan ekstrak sirih dan jahe terdapat pada formula I dengan potensi yang

Al-i İmrân sûresinin özellikle baş taraflarında tevhîd, nübüvvet ve âhiret gibi dinin esaslarını oluşturan itikadî konularda açıklamalar yapılmış, daha

(2) Dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, pemilik dan/atau yang menguasai dapat melakukan tindakan penyelamatan dengan cara

Pembangunan jalan alternatif kota Idi bertujuan untuk menghindari masalah kemacetan di sekitar kota idi, pembangunan jalan tersebut telah dimulai sejak tahun 2010 dengan