• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANGAN FUNGSIONAL BERBASIS MAKANAN JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANGAN FUNGSIONAL BERBASIS MAKANAN JURNAL "

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PANGAN FUNGSIONAL BERBASIS MAKANAN

TRADISIONAL

Posted on 17 Maret 2009 Updated on 26 Januari 2012 Oleh : Uliyanti

Dalam kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan

sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder (secondary function), yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier (tertiary function).

Fungsi pangan yang utama bagi manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Fungsi pangan yang demikian dikenal dengan istilah fungsi primer (primary function). Kenyataan tersebut

menuntut suatu bahan pangan tidak lagi sekadar memenuhi kebutuhan dasar tubuh (yaitu bergizi dan lezat), tetapi juga dapat bersifat fungsional. Saat ini banyak dipopulerkan bahan pangan yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di dalam tubuh, misalnya untuk

menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, meningkatkan penyerapan kalsium, dan lain-lain. Dari sinilah lahir konsep pangan fungsional (fungtional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di kalangan masyarakat dunia. The International Food Information (IFIC) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat dasar.

Pangan fungsional telah melahirkan paradigma baru bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan, yaitu dilakukannya berbagai modifikasi produk olahan pangan menuju sifat

fungsional. Saat ini, di Indonesia telah banyak dijumpai produk pangan fungsional, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun impor. Menurut konsensus pada The First International Conference on East-West Perspective on Functional Foods tahun 1996, Pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Sedangkan definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman yang

(2)

(polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids = PUFA), (5) peptida dan protei tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan isoflavon, (8) kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10) phytosterol, dan (11) vitamin dan mineral tertentu. Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Badan POM, 2001). Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Kalau obat fungsinya terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional hanya bersifat membantu pencegahan suatu penyakit. Dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuhnya (Goldberg, 1994). Saat ini pangan telah diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran tubuh. Bahkan bila dimungkinkan, pangan harus dapat menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu.

Indonesia mempunyai peluang yang sangat besar untuk mengembangkan produk pangan tradisional dengan berbasis pada sifat-sifat fungsionalnya. Sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan berbagai bangsa untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya pada awalnya berbasis pada sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita. Mereka telah mempunyai pengalaman panjang dan turun temurun dalam menyeleksi berbagai sumberdaya hayati disekitarnya, yang mereka anggap dan yakini bermanfaat bagi peningkatan kesehatan dan terapi penyakit.

Kemajuan iptek pangan dan farmasi yang pesat telah memberikan bukti ilmiah bahwa sebagian besar jenis-jenis pangan yang diyakini nenek moyang kita bermanfaat untuk

peningkatan kesehatan dan pengobatan. Sebagain besar zat-zat bioaktif bahan-bahan tersebut juga telah dapat diidentifikasi dan diisolasi. Kemajuan ini mendorong lahirnya berbagai produk pangan fungsional dengan berbagai klaim khasiat dan manfaatnya. Di masa datang kita tentu tidak ingin menggantungkan diri pada produk pangan fungsional yang diproduksi di mancanegara tetapi bahan bakunya berasal dari kita, atau diproduksi dengan lisensi/paten dari mancanegara padahal komponen bioaktifnya berasal dari sumberdaya hayati pangan kita. Produk pangan tersebut, misalnya tempe, tape ketan, tape ketela, brem cair, cairan tape ketan (badheg), peyeum, tauco, dadih, tempoyak, dan acar. Cairan tape dan tape ketan diketahui juga mengandung bakteri asam laktat sekitar satu juta per mililiter atau gramnya yang dapat memberikan efek menyehatkan bagi tubuh bila dikonsumsi.

Pangan tradisional meliputi berbagai jenis bahan pangan seperti bahan asal tanaman (kacang-kacangan, sayuran hijau, umbi-umbian, buah-buahan), asal hewani (kerang, ikan, unggas), dan bahan rempah-rempah (jahe, kunyit, ketumbar, salam, sereh, beluntas, sirih, pinang, dll). Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan (zat pencegah radikal bebas yang menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh), dan dapat

berinteraksi dengan reaksi-reaksi fisiologis, sehingga mempunyai kapasitas antimikroba, anti pertumbuhan sel kanker, dan sebagainya. Dari kelompok bahan pangan rempah-rempah, jahe merupakan komoditi yang paling banyak digunakan. Luasnya penggunaan jahe disebabkan karena aroma yang khas, dapat diterima, dan dinikmasi dalam lauk, kue, manisan, permen, maupun minuman. Secara ilmiah jahe telah diteliti mampu meningkatkan aktifitas salah satu sel darah putih, memiliki kemampuan sebagai anti masuk angin, dan juga memiliki aktivitas antioksidan. Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber utama serat makanan, vitamin C, asam folat, karotenoid, flavonoid, dan senyawa-senyawa spesifik lainnya. Semua komponen yang terdapat pada sayuran dan buah-buahan telah terbukti mempunyai satu atau lebih sifat-sifat. Apabila konsumsi sayuran dan buah-buahan dikombinasikan dengan tambahan

(3)

darah tinggi, diabetes, osteoporosis, dan kanker) akan lebih besar.

Dalam rangka pengembangan pangan tradisional dengan peningkatan mutu dan keamanannya harus tetap mengacu pada food habbit atau kebiasaan makan, dengan cara; (1) setiap masukan hal-hal baru akan mudah diterima bila ada kesamaan dengan ciri yang telah ada dan (2) atribut yang menjadi ciri pangan tradisional sebaiknya tetap dipertahankan. Peningkatan mutu, keamanan, dan prestise pangan tradisional dapat dilakukan dengan upaya-upaya : (1) pemilihan bahan mentah yang baik, (2) pemilihan bahan tambahan pangan yang baik, (3) penanganan yang lebih higienis, dan (4) penyajian/penampilan yang lebih menarik.

Dari uraian di atas dapat memberikan petunjuk bagi kita bahwa produk makanan fermentasi tradisional di Indonesia yang cukup beraneka ragam bisa dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai makanan dan minuman fungsional yang tak kalah dengan pangan fungsional impor yang banyak beredar dipasaran. Hal ini penting sebagai salah satu strategi untuk

mempopulerkan makanan tradisional agar tidak berangsur-angsur menghilang dari peta makanan nasional mengingat membanjirnya produk pangan impor di Indonesia. Bila kecendrungan ini terus berlanjut, tidak dapat dipungkiri pada saatnya nanti makanan lokal (tradisional) akan menjadi asing di negerinya sendiri.

http://apwardhanu.wordpress.com/2009/03/17/pangan-fungsional-berbasis-makanan-tradisional/

Keamanan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Tradisional

Oleh: Ariansyah*

Berbagai pangan tradisional secara empiris telah diketahui mempunyai khasiat dan saat ini telah pula dikembangkan sebagai pangan fungsional. Hal tersebut telah penulis sampaikan pada artikel sebelumnya di BeritaIptek edisi 11 Januari 2005 dengan judul "Pangan Tradisional sebagai Pangan Fungsional". Disamping mutu dan kesesuaian klaim khasiat dengan dukungan ilmiah, aspek keamanan pangan fungsional yang berbasis pangan tradisional menjadi tuntutan konsumen saat ini.

Pangan tradisional pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia, dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannnya praktek sanitasi dan higiene yang memadai, dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani pangan tradisional.

Keamanan pangan

(4)

Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik.

Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing), virus, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan intoksikasi.

Intoksikasi adalah kondisi dimana toksin sudah terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga merupakan keadaan yang lebih berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan sudah dipanaskan sebelum disantap, toksin yang sudah terbentuk masih tetap aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tak ada dalam makanan. Adanya virus dan protozoa dalam makanan atau bahan pangan masih belum banyak yang diteliti dan diidentifikasi. Namun informasi tentang virus hepatitis A dan protozoa

Entamoeba hystolitica telah diketahui dapat mencemari air. Cacing diketahui terdapat pada hasil-hasil peternakan, misalnya Fasciola hepatica yang ditemukan pada daging atau hati sapi. Adanya cemaran cacing tersebut akan mengakibatkan infeksi pada manusia jika mengkonsumsi daging atau hati sapi yang tidak dimasak dengan baik.

Bahaya kimia pada umunya disebabkan oleh adanya bahan kimia yang dapat menimbulkan terjadinya intoksikasi. Bahan kimia penyebab keracunan diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemaran-cemaran tersebut berasal dari cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan antibiotika. Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan perkembangan jamur atau kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia. Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin (mikotoksin) adalah Aspergillus sp., Penicllium sp., dan

Fusarium sp., yang dapat menghasilkan aflatoksin, patulin, okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.

Bahaya fisik terdiri potongan kayu, batu, logam, rambut, dan kuku yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan yang telah aus, atau juga dari para pekerja pengolah makanan. Meskipun bahaya fisik tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini dapat sebagai pembawa atau carier bakteri-bakteri patogen dan tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan dikonsumsi.

Keamanan mikrobiologis pangan tradisional

(5)

berupa pencucian yang dilanjutkan dengan pemanasan (memasak sampai matang) merupakan beberapa kebiasaan positif yang perlu ditingkatkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan jumlah cemaran bakteri sehingga dapat mengurangi terjadinya bahaya biologis atau mikrobiologis.

Salah satu pangan tradisional yang telah juga diketahui sbagai pangan fungsional yang sejak jaman dahulu telah lama dikonsumsi oleh masyarakat kita adalah minuman jamu. Minuman jamu dapat dibuat dan disajikan secara sederhana di tingkat rumah tangga yang kemudian dijual sebagai "jamu gendong". Pada umumnya proses penyiapan jamu ini menggunakan peralatan sederhana dan tingkat sanitasi dan higiene yang kurang memadai. Hal ini masih ditambah lagi dengan rendahnya tingkat sanitasi penggunaan peralatan maupun kemasan selama proses penyiapan jamu tersebut. Proses penyiapan "jamu gendong" yang seadanya tersebut merupakan faktor penyebab turunnya mutu jamu yang dihasilkan, dan tentunya ini dapat berdampak terhadap mutu mikrobiologis jamu yang dihasilkan.

Upaya preventif

Hal penting yang harus diperhatikan dalam penyiapan makanan tradisional yang berkaitan dengan proses penyiapannya adalah penerapan prinsip-prinsip cara pengolahan makanan yang baik (CPMB), meskipun dengan cara-cara yang sederhana.

Pertama, memperhatikan masalah sanitasi dan higiene. Kebersihan pada setiap tahapan proses pengolahan, yang dimulai dari persiapan dan penyediaan bahan baku, pemakaian air bersih, tahapan pengolahan, dan pasca pengolahan (pengemasan dan penyimpanan) makanan atau pangan tradisional merupakan langkah-langkah penting untuk menghindari terjadinya infeksi dan intoksikasi. Selain itu usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara bahan baku yang belum diolah dengan bahan jadi juga merupakan upaya preventif yang harus dilakukan.

Kedua, memanfaatkan secara maksimal sifat sinergisme antara bahan-bahan penyusun makanan tradisional yang dikombinasikan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH (keasaman) produk. Seperti kita ketahui bahwa kunyit, jahe, lengkuas, dan bahan-bahan lainnya merupakan pangan tradisional yang diketahui mempunyai efek antibakteri atau antimikroba. Selain itu, sifat sinergisme ini juga merupakan usaha untuk menghindarkan penggunaan pengawet kimia.

(6)

tangga yang memproduksi. Langkah ini merupakan suatu jaminan mutu kepada konsumen tentang produk yang akan kita pasarkan.

http://uthiexs.blogspot.com/2008/08/keamanan-pangan-fungsional-berbasis.html

Pangan Fungsional dari Pangan Tradisional

Oleh: Elvira Syamsir

Berbagai kajian epidemiologi, penelitian maupun data klinis menunjukkan bahwa beberapa makanan dan/atau komponen pangan tertentu bisa memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan. Sejalan dengan perbaikan ekonomi dan pemahaman terhadap pengaruh pangan terhadap kesehatan, maka tuntutan konsumen terhadap makanan yang akan dikonsumsinya tidak lagi hanya sekedar harus mempunyai komposisi gizi yang baik, atau penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Tuntutan ini menyebabkan pangan fungsional saat ini tumbuh dan berkembang pesat.

Banyak pangan tradisional kita yang bisa dikategorikan sebagai pangan fungsional. Bisakah dikembangkan menjadi pangan fungsional ‘modern’?

Pangan Fungsional

Menurut Badan POM, pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah diproses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Untuk dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional, maka pangan tersebut haruslah bisa dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman dengan karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen serta tidak memberikan kontraindikasi maupun efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya pada jumlah

penggunaan yang dianjurkan.

Walaupun mempunyai manfaat bagi kesehatan, pangan fungsional bukanlah obat ataupun suplemen makanan sehingga bukan merupakan kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami. Pangan fungsional dapat dikonsumsi bebas seperti makanan dan minuman pada umumnya, tanpa adanya batasan dosis tertentu. Bila obat digunakan untuk mengobati suatu penyakit, maka pangan fungsional lebih ditujukan untuk penurunan risiko, perlambatan atau pencegahan penyakit tertentu. Yang paling utama adalah mencegah penyakit degeneratif dan meningkatkan daya tahan tubuh khususnya pada proses pemulihan pasca sakit.

Pangan fungsional bisa mengandung serat makanan, asam lemak, vitamin atau mineral tertentu, produk pangan yang ditambahkan dengan komponen bioaktif seperti komponen fitokimia atau komponen antioksidan lainnya atau mengandung probiotik. Dilihat dari ada tidaknya proses pengolahan, maka pangan fungsional bisa dalam bentuk segar atau dalam bentuk pangan olahan. Pada pangan olahan, karakteristik sebagai pangan fngsional bisa muncul karena adanya komponen aktif di dalam bahan baku, terbentuknya komponen aktif karena proses pengolahan dan atau adanya penambahan komponen aktif ke dalam produk.

(7)

pangan fungsional. Selain itu, rempah-rempah juga merupakan gudang senyawa bioaktif dengan berbagai manfaat bagi kesehatan. Sehingga, produk-produk olahan berbasis bahan-bahan ini bisa dikelompokkan sebagai pangan fungsional,

sepanjang proses pengolahannya tidak merusak komponen aktif tersebut.

Produk pangan fungsional olahan yang cukup populer bagi konsumen misalnya susu probiotik (yoghurt, yakult, kefir, coumiss); makanan sarapan, roti dan produk bakery lainnya yang diperkaya serat pangan, mie dan produk pasta yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral dan/atau serat makanan; minuman yang mengandung serat; serta susu kaya rendah lemak dan kaya kalsium.

Yang Tradisional dan Fungsional

Pangan yang dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bukan hanya pangan yang diolah secara modern atau yang menggunakan bahan-bahan impor. Produk pangan tradisional kitapun, sangat banyak yang mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan dan karenanya dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional.

Apa itu pangan tradisional? Pangan tradisional adalah makanan dan minuman termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara

tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Produk biasanya memiliki citarasa spesifik yang disukai oleh masyarakat setempat, dan dibuat dengan menggunakan resep warisan dari generasi ke

generasi, dengan menggunakan bahan-bahan dari sumber lokal.

Bahan pangan segar yang banyak dijumpai di Indonesia, banyak yang kaya dengan komponen fitokimia dan serat makanan sehingga bersifat menyehatkan ketika dikonsumsi dalam kondisi segar. Sebagai contoh, buah jambu biji, pepaya, pisang dan sirsak serta sayuran seperti wortel dan tomat serta sayuran lain yang dimakan sebagai lalapan atau karedok, gado-gado dan acar seperti daun kemang, kangkung, paria, daun singkong, labu siam, leunca, bayam, daun katuk, terong, kacang

panjang, daun kedondong, kecipir, daun selasih dan lain sebagainya.

Umbi-umbian banyak digunakan dalam resep-resep produk jajanan tradisional. Selain mengenyangkan, umbi-umbian kaya akan serat dan beberapa juga kaya oligosakarida, sehingga dapat digunakan sebagai pangan fungsional untuk serat dan/atau prebiotik. Disamping itu, ketiadaan gluten dalam umbi-umbian membuat produk olahannya dapat dikonsumsi oleh orang-orang yang sensitif terhadap gluten.

Dari segi bumbu, penggunaan rempah-rempah dalam jenis dan jumlah yang banyak adalah ciri khas dari pangan tradisional Indonesia. Selain memberi nilai labih pada aspek sensorik, tanaman rempah sudah sejak lama dikenal mengandung komponen fitokimia yang berperan penting untuk pencegahan dan pengobatan berbagai

penyakit. Sehingga, penggunaannya di dalam produk tradisional tanpa disadari ikut memberi andil dalam mempertahankan kesehatan.

(8)

contohnya adalah tempe, tape, dangke (keju lunak dari daerah Enrekang, Sulawesi), cincau, brem, peyeum, tauco, tempoyak dan acar. Dalam bentuk minuman kita mengenal minuman beras kencur, temulawak, kunyit asam, bir pletok (minuman rempah dari darah Sunda), sekoteng dan bandrek, dadih (susu kerbau fermentasi dari Sumatera Barat) dan lainnya. Produk-produk ini dapat memberikan efek menyehatkan bagi tubuh bila dikonsumsi.

Mengembangkan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Tradisional

Bisakah pangan tradisional diproses menjadi pangan fungsional modern?

Jawabannya: bisa. Adanya bukti ilmiah yang menunjukkan keberadaan komponen bioaktif di dalam suatu produk tradisional, menjadi pintu pembuka untuk lebih serius mengembangkan produk pangan fungsional berbasis pangan fungsional. Tentu saja, untuk dapat mengembangkan produk pangan fungsional tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.

Konsep yang harus selalu diingat adalah bahwa pangan fungsional merupakan produk pangan, sehingga harus bisa dikonsumsi secara bebas, seperti halnya pangan sehari-hari. Oleh karena itu, produk yang dikembangkan dalam bentuk tablet, kapsul, kaplet dan bubuk dengan batasan dosis pemakaian, tidak bisa dikatakan sebagai pangan fungsional.

Produk tradisional yang dikembangkan sebagai pangan fungsional sebaiknya dimulai dari produk pangan tradisional populer yang telah sejak lama dikonsumsi secara turun-temurun dan secara epidemiologis maupun penelitian telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan.

Pengembangannya dilakukan dengan tetap mengacu pada kebiasaan makan masyarakat dan atribut yang menjadi ciri pangan tradisional sebaiknya tetap dipertahankan.

Karena banyak komponen bioaktif yang bersifat rentan terhadap berbagai kondisi proses pengolahan, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan komponen bioaktif selama proses produksi produk. Hal ini penting diperhatikan agar klaim sebagai pangan fungsional untuk suatu efek kesehatan tertentu dapat

terpenuhi. Informasi mengenai hal ini dapat diperoleh dari literatur atau hasi-hasil penelitian.

Mengembangkan proses produksi pangan yang baku untuk memperoleh produk dengan mutu yang konsisten. Standarisasi dlakukan dalam hal pengadaan ingridien dan bahan tambahan pangan, juga tahapan proses pengolahan, penyimpanan dan distribusi produk. selain itu, aspek higiene, sanitasi dan cara pengolahan pangan yang baik mutlak harus dilakukan untuk menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi.

Setelah poin-poin diatas, maka satu hal lagi yang penting dilakukan adalah

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

Pangan tradisional Presentation Transcript

 1. Pangan Fungsional Berbasis Pangan Tradisional Ade Yulia

 2. Makanan tradisional adalah makanan danPangan Tradisional minuman, termasuk

makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia• Pangan tradisional meliputi berbagai jenis bahan pangan seperti bahan asal tanaman (kacang- kacangan, sayuran hijau, umbi-umbian, buah- buahan), asal hewani (kerang, ikan, unggas), dan bahan rempah-rempah (jahe, kunyit, ketumbar, salam, sereh, beluntas, sirih, pinang, dll)

 Contoh pangan3. Contoh Pangan Tradisional tradisional yang memenuhi

persyaratan pangan fungsional adalah: serbat, dadih kunyit-asam,

(22)

 4. • Contoh makanan tradisional mancanegara adalah: yoghurt, kefir, koumiss, dan lain-lain

 5. SUMBER PANGAN umumnya mengandung komponen bioaktif

yangRempah-rempahTRADISIONAL bersifat antioksidan (zat pencegah radikal bebas yang menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh), dan dapat berinteraksi dengan reaksi- reaksi fisiologis, sehingga mempunyai kapasitas antimikroba, anti pertumbuhan sel kanker, dan Dari kelompok bahan pangansebagainya. rempah-rempah, jahe merupakan komoditi yang paling banyak digunakan

 6. Luasnya penggunaan jahe disebabkan karena aroma yang khas, dapat diterima,

dan dinikmati dalam lauk, kue, manisan, permen, maupun Secara ilmiah jahe mampu meningkatkanminuman. aktifitas salah satu sel darah putih, memiliki kemampuan sebagai anti masuk angin, dan juga merupakanSayuran dan buah-buahanmemiliki aktivitas antioksidan. sumber utama serat makanan, vitamin C, asam folat, karotenoid, flavonoid, dan senyawa-senyawa spesifik lainnya.

 Semua7. komponen yang terdapat pada sayuran dan buah-buahan telah terbukti

mempunyai satu Apabila konsumsi sayuran danatau lebih sifat-sifat buah-buahan dikombinasikan dengan tambahan konsumsi rempah-rempah yang tinggi kandungan senyawa bioaktifnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa efek sinergis dalam

mencegah penyakit degeneratif (jantung koroner, darah tinggi, diabetes, osteoporosis, dan kanker) akan lebih besar

 8. Keamanan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Peningkatan mutu, keamanan, dan prestise pangan tradisionalTradisional (1) pemilihan bahan mentah yangdapat dilakukan dengan upaya-upaya : (3) penanganan (2) pemilihan bahan tambahan pangan yang baik,baik, yang lebih higienis, dan (4) penyajian/penampilan yang lebih menarik.

 9. • Berbagai pangan tradisional secara empiris mempunyai khasiat dan

dikembangkan sebagai pangan fungsional.• Disamping mutu dan kesesuaian klaim khasiat dengan dukungan ilmiah, aspek keamanan pangan fungsional yang berbasis pangan tradisional menjadi tuntutan konsumen saat ini.

 10. Pangan tradisional umumnya memiliki kelemahan dalam keamanan

Adanyaterhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia, dan fisik.  Rendahnya mutu bahan baku,bahaya atau cemaran terjadi karena Belum diterapkannnya paraktek sanitasi danTeknologi pengolahan, Kurangnya kesadaran pekerja maupun produsenhigiene yang memadai, dan yang menangani pangan tradisional

 11. Keamanan Keamanan panganBerdasarkan UU Pangan No. 7 tahun

1996,Pangan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan Pangan yangmembahayakan kesehatan manusia. aman pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik

(23)

infeksi dan keracunan.• Beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan intoksikasi

 13. • Intoksikasi adalah kondisi dimana toksin sudah terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga merupakan keadaan yang lebih berbahaya.• Bahan pangan yang sudah dipanaskan sebelum disantap toksin sudah terbentuk masih tetap aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tak ada dalam makanan.

 14. • Adanya virus dan protozoa dalam makanan atau bahan pangan masih belum banyak yang diteliti dan diidentifikasi.• Virus hepatitis A dan protozoa Entamoeba hystolitica diketahui dapat mencemari air• Cacing terdapat pada hasil-hasil

peternakan, misalnya Fasciola hepatica yang ditemukan pada daging atau hati sapi.• Adanya cemaran cacing akan mengakibatkan infeksi pada manusia jika

mengkonsumsi daging atau hati sapi yang tidak dimasak dengan baik

 15. Bahaya Kimia• Disebabkan oleh adanya bahan kimia yang dapat menimbulkan terjadinya intoksikasi.• Bahan kimia penyebab keracunan diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg).• Cemaran-cemaran tersebut berasal dari cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan antibiotika.

 16. • Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan perkembangan jamur atau kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia.• Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin (mikotoksin) adalah Aspergillus sp., Penicllium sp., dan Fusarium sp., yang dapat menghasilkan aflatoksin, patulin, okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.

 17. Bahaya Fisik• Terdiri potongan kayu, batu, logam, rambut, dan kuku yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan yang telah aus, atau juga dari para pekerja pengolah makanan.• Bahaya fisik tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini dapat sebagai pembawa atau carier bakteri- bakteri patogen dan tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan dikonsumsi.

 18. Keamanan Mikrobiologis Pangan Tradisional• Sayuran sebagai sumber serat yang sangat baik ternyata mengandung jumlah cemaran bakteri dalam jumlah yang tinggi.• kurang baik mengkonsumsi makanan mentah.

 19. • Tindakan preventif berupa pencucian yang dilanjutkan dengan pemanasan (memasak sampai matang) merupakan beberapa kebiasaan positif yang perlu

ditingkatkan• Dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan jumlah cemaran bakteri sehingga dapat mengurangi terjadinya bahaya biologis atau mikrobiologis

(24)

merupakan faktor penyebab turunnya mutu jamu yang dihasilkan, dan tentunya ini dapat berdampak terhadap mutu mikrobiologis jamu yang dihasilkan

 21. Upaya Preventif• Hal penting yang harus diperhatikan dalam penyiapan makanan tradisional yang berkaitan dengan proses penyiapannya adalah penerapan prinsip-prinsip cara pengolahan makanan yang baik (CPMB), meskipun dengan cara-cara yang sederhana

 Pertama,22. Kebersihan pada setiapMemperhatikan masalah sanitasi dan

higiene. tahapan proses pengolahan, yang dimulai dari persiapan dan penyediaan bahan baku, pemakaian air bersih, tahapan pengolahan, dan pasca pengolahan (pengemasan dan penyimpanan) makanan atau pangan tradisional merupakan

langkah-langkah penting untuk menghindari terjadinya infeksi dan Perlu usaha-usaha untuk mencegahintoksikasi. terjadinya kontaminasi silang antara bahan baku yang belum diolah dengan bahan jadi juga merupakan upaya preventif yang harus

dilakukan

 23. Memanfaatkan secara maksimal sifat sinergismeKedua, antara bahan-bahan

penyusun makanan tradisional yang dikombinasikan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH Seperti kita(keasaman) produk. ketahui bahwa kunyit, jahe, lengkuas, dan bahan-bahan lainnya merupakan pangan tradisional yang diketahui mempunyai efek antibakteri atau Selain itu, sifat sinergisme ini juga

merupakanantimikroba. usaha untuk menghindarkan penggunaan pengawet kimia

 Ketiga,24. Upaya pelayanan purna jual yang diberikan kepada konsumen, dengan

cara penulisan label Penulisan informasi tentangpada kemasan makanan. batas akhir penggunaan makanan (kadaluarsa), komposisi gizi penyusun makanan tradisional, komposisi zat gizi yang terkandung, bahan pengawet yang digunakan, informasi kehalalan, dan nama perusahaan atau industri rumah tangga yang Langkah ini merupakan suatumemproduksi. jaminan mutu kepada konsumen tentang produk yang akan pasarkan

(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)

Referensi

Dokumen terkait

a) Lingkungan Pengendalian (Control Environment). Faktor lingkungan pengendalian termasuk integritas, etika, kompetensi, pandangan, dan.. 157 filosopi manajemen dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada pembahasan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai kemampuan mengidentifikasi unsur

Proses-proses yang ada pada sistem ini adalah melakukan autentikasi pengguna, mengelola data master, menambah data stok komponen, menambah data stok oli, melakukan transaksi

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan pertolongan dan kemudahan dalam menyelesaikan dan menyusun Dasar Program Perencanaan dan Perancangan

Dalam memenuhi kebutuhan tersebut se- bagai sebuah produk tari tidak dapat lepas dari adanya tuntutan untuk menciptakan keindahan, untuk keabadian, untuk men- ciptakan harmoni

Namun untuk melakukan kriptografi visual, fitur tersebut kurang efektif karena noise yang dihasilkan bentuknya akan tetap, selain itu warna noise hanya bisa diset

Merupakan hasil spesialisasi jaringan ikat berserat dengan matriks elastis. Sel-sel penyusun jaringan kartilago berasal dari kondroblas yang menghasilkan

Bercerita dapat melatih dan mengembangkan mengembangkan kecerdasan anak secara intelgen (kognitif), emosional (afektif), spiritual dan visual anak. Secara kognitif yaitu akan