Juara 1 Lomba Menulis Esai Perum BULOG dalam Rangka HUT Kemerdekaan RI ke-63
Optimalisasi Peran Perum Bulog Melalui
Competitive Audit
Ahmad Ma’mun Divre Jawa Tengah
Pada tanggal 16 April 2008 yang merupakan periode awal Pengadaan
Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2008 oleh Perum Bulog, perbincangan Stok
Beras Nasional yang aman, menggelinding di media masa. Institut Pertanian
Bogor mengemukakan angka 750.000 – 1,25 juta ton, Universitas Gajah Mada 1
– 1,25 juta ton dan Pemerintah melalui Departemen Perdagangan mematok
angka 1,5 – 2 juta ton, dengan catatan bahwa apabila stok beras nasional yang
dikuasai Pemerintah/Perum Bulog berada di bawah 1 juta ton, perlu dilakukan
import dan hanya apabila stok yang dikuasai di atas 3 juta ton kebijakan eksport
baru akan dilakukan.
Menyangkut komoditi beras sebagai pangan utama, memang pihak-pihak
yang berkompeten, terutama Pemerintah sangatlah hati-hati mengingat
sepanjang perjalanan Bangsa ini, beras tidak dapat dipungkiri telah menjadi
komoditi strategis, ekonomis, bahkan politis. Di lain pihak, tentunya kehati-hatian
sudah seharusnya ditingkatkan mengingat tingkat akurasi pemantauan terhadap
stok yang dikuasai yang berada di masyarakat dan pedagang hanya diteropong
dari indikator harga beras di pasaran.
Sesuai hukum ekonomi bahwa harga senantiasa dipengaruhi posisi
permintaan (demand) dan penawaran/pasokan (supply), kaitannya dengan
pemupukan stok, khususnya pengelolaan beras oleh Perum Bulog maka faktor
yang dominan biasanya ada 3 yakni : 1) Harga Pembelian Pemerintah dan
ketersediaan dana Pemerintah serta prasarana Perum Bulog; 2) Tingkat
keberhasilan produksi/panen; dan 3) Persyaratan kondisi kualitas gabah/beras
yang bersifat internal di dalam negeri, di Tahun 2008 ada faktor eksternal luar
negeri yang tidak pernah terjadi sebelumnya, yakni tingginya harga pangan
dunia, termasuk beras. Dengan demikian, ternyata dari jaman penjajahan
sampai 63 tahun kita merdeka , ada yang tidak pernah berubah dalam mengelola
beras yakni “ketidakpastian”
Competitive Audit
Pada tahun 1990, ketika Bulog masih Lembaga Pemerintah Non
Departemen (setingkat Menteri) yang kemudian membidani lahirnya Kementrian
Pangan saat itu, sedang getol-getolnya mengadakan diskusi, saresehan dan
seminar, menggunakan jasa konsultan dalam dan luar negeri, mengundang para
pakar di bidangnya termasuk Hermawan Kartajaya, seorang ahli pemasaran
untuk menyampaikan kondisi dan prosfek Bulog. Tahun 2000 Hermawan
Kartajaya meluncurkan Strategic Marketing Plus 2000 yang di dalamnya memuat
Competitive Audit merupakan sebuah metode Audit berdasarkan pada dua profil
yakni Competitive Setting Profile (CSP) dan Company Alignment Profile (CAP).
CSP terdiri dari tiga factor: Customer Demand, Competitor, dan Change Driver,
dan CAP adalah suatu profile yang dibentuk setelah menyelesaikan audit
strategi, taktik, dan value perusahaan. Pemeriksaan selanjutnya menggunakan
analisis gap, yaitu membandingkan indeks dari dua profil, Competitive Setting
Index (CSI) dan Company Alignment Index (CAI), Produk dari membandingkan
indek tersebut menggambarkan posisi internal perusahaan di tengah situasi
eksternal perusahan dan sangat berguna untuk mengevaluasi posisinya sebagai
dasar bagi manajemen dalam menentukan strategi perusahaan.
Dalam pelaksanaan Competetive Audit tetap berprinsip pada kaidah 1)
Komprehensif. Yakni mencakup semua aktivitas yang relevan; 2) Sistematis
yakni melibatkan tahapan diagnosis yang telah disusun sesuai dengan logika
atau merupakan suatu rangkaian langkah yang terintegrasi; 3) Independen
yakni harus dilakukan secara obyektif dan tidak bias dan 4) Periodik yakni
Perum Bulog dalam Competitive Audit
Ada 4 unsur yang harus diperhatikan untuk menyusun strategi, yaitu
Company, Customer, Competition dan Change. Dengan demikian, audit pada
dasarnya dilakukan untuk melihat keempat C tersebut secara terintegrasi. Hasil
audit dari Customer, Competition, dan Change akan membentuk suatu profil
yang dinamakan Competitive Setting Profile dan hasil audit dari Company akan
menghasilkan Company Alignment Profile.
Hasil audit dan analisa Penulis terhadap Perum Bulog saat ini, bahwa
Perum Bulog memiliki Competitive Setting Profile dengan indeks profile sekitar
2,73 dan standar deviasi 0,4, sedangkan Company Alignment Profile-nya
memiliki indek 1,27 dengan standar deviasi 0,4, sehingga terjadi kesenjangan
negative, terutama ditandai dengan karakter Perusahaan : 1) Tidak mempunyai
pesaing sama sekali dalam melayani pelanggan; 2) Tidak ada perubahan
lingkungan bisnis yang berarti; 3) Pelanggan tidak mempunyai pilihan lain.
Dalam kaitannya dengan posisi perusahaan yang demikian maka strategi
yang harus dipilih adalah melayani kebutuhan khusus atau beberapa kelompok
konsumen (Pemerintah/Raskin) dengan fokus terhadap operasional efficiency,
product standardization dan Mass Distribution.
Eficiensi, Standarisasi dan Distribusi
Sesuai dengan kondisi Perum Bulog saat ini yakni tergolong pada
perusahaan yang berorientasi produk maka “Menjadi Lembaga Pangan yang
Handal untuk Ketahanan Pangan Nasional” sebagai visi Perum Bulog masih
sangat relevan. Namun rangkaian kalimat apapun, sesungguhnya pandangan,
anggapan dan bahkan kenyataan yang melekat di masyarakat tetap tidak
berubah, kalau sudah menyangkut perberasan nasional, itu identik dengan
Bulog, lalu bagaimana Perum Bulog dapat menempatkan diri, melakukan
tugas-tugas pemerintah di bidang pangan utamanya dalam penunjang kebijakan
perberasan nasional? Dalam situasi saat ini, dengan memperhitungkan
Tahun 2008; 2) Posisi harga beras dunia yang tidak stabil dan cenderung lebih
tinggi dari HPP; 3) Prognosa pengadaan Perum Bulog; 4) Situasi pergolakan
politik menjelang Pemilu dan Pemilihan Presiden Tahun 2009. Selayaknya
Perum Bulog mengoptimalkan strategi dengan 3 kerangka (meminjam istilah dari
Hermawan Kertajaya dalam competitive audit) yakni :
1. Eficiency Operasional yakni efisiensi di semua sektor operasi dengan tetap
memperhatikan efektifitas yang konsisten. Termasuk di dalamnya
kegiatan-kegiatan :
a. Memotong bisnis-bisnis yang tidak menguntungkan, dalam hal ini perlu
dikaji secara komprehensif tentang kelangsungan proyek-proyek
bisnis yang ada (Proyek Bisnis Beras, Usaha Jasa Pemberantasan
Hama dan Jasa Angkutan atau lainnya) sekaligus harus memiliki
keberanian untuk mengambil keputusan untuk likuidasi.
b. Meminimalisir/menghapus produk atau image yang tidak
menguntungkan, dalam hal ini pencitraan menjadi penting dengan
berbagai seni dan liku-liku dunia media masa dan elektronik. Oleh
karenanya peran dan fungsi kehumasan harus lebih dikedepankan
dengan peningkatan profesionalitas personilnya dan menjalin
kemitraan yang positif dengan media masa berlaku di semua lini
perusahaan
Eficiency Operasional merupakan suatu keadaan yang mencerminkan
adanya perbandingan maksimum antara suatu usaha yang biasanya
disebut input dengan hasilnya atau out put. Dengan demikian manajemen
Perum Bulog harus terus menerus melakukan evaluasi kegiatan-kegiatan
dari masing-masing unit operasional dan unit jasa.
2. Product Standardzation, yakni strategi operasional yang out put-nya berupa
terjadinya keseimbangan optimal antara masukan investasi dengan
keluaran produk/operasi dan diperolehnya ukuran-ukuran baku namun
fleksibel melalui desain fasilitas dalam jangka pendek. Termasuk di
a. Pemupukan stok dengan standar kualitas tertentu seperti penyerapan
kualitas yang lebih baik atau dikenal dengan pengadaan Non HPP
(beras premium/broken 10 %)
b. Penggalangan potensi peningkatan produksi, seperti Program Khusus
Cadangan Beras Nasional (PK-CBN) dengan memfasilitasi dan
mengkoordinasikan pihak/dinas lain tidak hanya di daerah surplus
produksi, namun di berbagai daerah yang memiliki peluang/potensi
produksi pangan khususnya beras.
Hal yang lebih penting dalam kaitannya dengan product standardization
adalah konsistensi dalam melaksanakan dan menerapkan standart kualitas
di lapangan mengingat adanya paradoksal kualitas versus kuantitas atau
dengan kata lain kalau barang kualitasnya bagus jumlahnya sedikit, tapi
kalau barangnya banyak, kualitasnya tidak bagus.
3. Mass Distribution, merupakan strategi distribusi yang mengandung prioritas
layanan kepada pelanggan dengan fokus pada sasaran jangka pendek.
Termasuk dalam strategi ini adalah kegiatan-kegiatan :
a. Tersedianya kebutuhan beras, terutama untuk Raskin sebagai
konsumen tetap.
b. Mengupayakan turn over waktu operasi atau pelayanan, artinya terjadi
keseimbangan stok dengan kebutuhan dalam rangka menekan biaya,
terutama bunga bank.
c. Memempercepat pelayanan jasa dan barang dalam melayani pesanan
khususnya dalam memenuhi Surat Permintaan Alokasi sampai
pengiriman barang ke titik distribusi.
d. Mengupayakan optimalisasi pelayanan pasca distribusi, kaitannya
dengan sikap tanggap dan korektif serta merespon keluhan-keluhan
baik mengenai kualitas ataupun kuantitas dari konsumen.
e. Mengupayakan ketersediaan dan kelayakan gudang penyimpanan
Erat kaitannya dengan keberhasilan pada fokus Mass Distribution adalah
peran lini ujung tombak Perusahaan (Sub Divre, Gudang dan Satker
Raskin)
Implementasi
Acuan pelaksanaan kegiatan bagi sebuah perusahaan adalah Rencana
Anggaran Perusahaan, biasanya memuat target-target yang terukur untuk jangka
waktu satu tahun yang kemudian menjadi dasar bagi akuntan publik atau Badan
Pemeriksa Keuangan untuk menetapkan kredibilitas perusahaan. Sistem ini
mengandung sisi kelemahan karena adanya value atau merk atau bahasa
umumnya mungkin lebih tepat nama baik yang sulit di kuantifisir, padahal nama
baik itu adalah juga nilai yang sangat vital bagi perusahaan terutama berkaitan
dengan kepercayaan dari stake holders.
Bagi Perum Bulog, kepercayaan dari Pemerintah, masyarakat,
pengusaha, instansi lain dan Pemda atau stake holders lainnya akan menjadi
modal ke depan yang lebih baik, sebaliknya, lunturnya kepercayaan akan sangat
merugikan eksistensi perusahaan. Terlepas dari tingkat kepercayaan, proses
organisasi tetap berjalan dan karena kepercayaan adalah merupakan akumulasi
kesimpulan dari kinerja yang ada maka sebenarnya tidak ada istilah “revolusi”.
Semuanya berjalan bertahap atau “evolusi”. Masalahnya terletak pada Perum
Bulog sendiri mau “evolusi” ke arah yang lebih baik, jalan di tempat atau mundur.
Untuk “evolusi” ke pencitraan yang lebih baik tentunya dibutuhkan komitmen dan
konsistensi yang memadai
Ada pepatah kuno yang menjadi kunci kemenangan dalam peperangan
yang berbunyi “Jangan ditanya apa senjata yang digunakan, yang penting siapa
yang menggunakan senjata itu” Dalam persaingan bisnis saat ini bijaksana jika
kita mengatakan “Jangan berbicara modal dan sumber daya, yang jadi kunci
adalah siapa yang mengelolanya” Atau mungkin pernyataan sindiran senada
bisa ditambahkan “Ketentuan, peraturan atau Standar Operasi dan Prosedur
yang baik tidak akan menghasilkan out put yang lebih baik apabila tidak dikelola
menghasilkan out put yang lebih baik tanpa ketentuan, peraturan atau Standar
Operasi dan Prosedur sekalipun”
Pergeseran manajerial sebuah perusahaan saat ini semakin hari sudah
semakin bergeser kearah mental spiritual, karena itu pula yang menjadi dasar
perusahaan-perusahaan dapat survive secara alami tanpa rekayasa. Oleh
karenanya posisi pemimpin menjadi sangat sentral dalam menentukan arah
manfaat atau maksiat, pemimpin pula yang berandil besar membawa
perusahaan ke pintu kehancuran atau kebangkitan. Semoga kita semua sadar
bahwa keteladanan yakni tingkah dan prilaku itulah yang utama dibandingkan
seribu kata. Ini yang lebih penting “Semoga kita tidak menuding orang lain
sebagai pemimpin karena sesungguhnya pemimpin itu adalah diri kita sendiri”.
Referensi dan Sumber Bacaan :
Bulog, 30 Tahun Peran Bulog dalam Ketahanan Pangan, Jakarta, Mei 1997
Kartajaya, Hermawan, Mark Plus on Strategy, PT Gramedia, Jakarta, Mei 2002
Kartajaya, Hermawan, On Marketing, PT Gramedia, Jakarta, November 2002
Ma’mun, Ahmad, Peranan Audit Internal dalam Audit Pemasaran untuk Penilaian Kinerja, STIE IPWIJA, Jakarta 2003
Bahan Sosialisasi Program Khusus Cadangan Beras Nasional, Solo 2008