• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah, berasaskan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah, berasaskan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah, berasaskan Islam (Anggaran Dasar Muhammadiyah BAB II, Pasal 4 Ayat 1-2) yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzullhijjah 1330H) di Yogyakarta, yang lahir dalam masa keterpurukan kehidupan berbangsa pada era penjajahan kolonialisme. Muhammadiyah identik dengan gerakan islam modernis-puritan dan berbasis ijtihad (Asyari, 2010:28). Peranannya sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan sangat besar dalam mempercepat proses Indonesia menuju bangsa yang merdeka, maju, adil dan makmur. Aktivitasnya berkaitan dengan bidang agama, pendidikan, kesehatan, sosial, kesehatan, ekonomi dan tak jarang bersentuhan dengan politik.

Sejak awal Muhammadiyah tidak pernah menjadi kekuatan politik dan menyatakan tidak akan pernah menjadi partai politik. K.H. Ahmad Dahlan sendiri akrab dengan tokoh-tokoh politik pada zamanya dan pernah di BO dan SI tetapi beliau tidak pernah memiliki keterikatan menjadikan Muhammdiyah sebagai organisasi politik dan tidak pernah merumuskan “ideologi politik” Muhammadiyah. Meskipun demikian Muhammadiyah tidak apolitik, apalagi anti terhadap politk, juga tidak pernah absen dari pentas politik, hal ini

(2)

2 sebagai konsekuensi dari pemahaman islam Muhammadiyah yang integral. Sebagaimana penjelasan Syarifuddin Jurdi (2010:281) :

Dalam sejarah bangsa, kader-kader Muhammadiyah banyak yang berhasil melakukan transmisi pada berbagai lembaga Negara […]. Doktrin kader yang ditanamkan Muhammadiyah memiliki tiga orientasi; kader persyarikatan (kader yang dipersiapkan untuk mengemban tugas-tugas dalam Muhammadiyah); kader umat (kader yang akan berkiprah pada wilayah sosial keumatan melakukan dakwah islam dan pencerahan), dan kader bangsa (kader yang dipersiapkan untuk bangsa dan Negara).

Hanya saja, wajah politikyang ditampilkan itu berbeda, seiring dinamika politik yang terjadi, terutama dipengaruhi oleh rezim berkuasa serta pemahaman dan sikap politik pimpinan Muhammadiyah. Dalam pemikiran politik islam secara garis besar paling tidak ada tiga aliran pemikiran politik. Yaitu, pertama, aliran yang berpendirian bahwa islam adalah agama yang sempurna dan serba lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan , termasuk kehidupan bernegara. Aliran ini disebut revivalisme, yaitu suatu paham politik yang menginginkan kebangkitan islam lewat praktek politik islam yang diteladani oleh Nabi Muhammad dan Khulafau al-Rasyidin. Kedua, aliran yang berpendirian bahwa Alquran tidak mengatur masalah politik atau negara. Aliran yang sering disebut sekulerisme ini menolak pendasaran politik pada islam dan memisahkan agama dari negara atau politik. Ketiga, aliran yang berpendapat bahwa dalam Alquran tidak terdapat sistem politik, tetapi terdapat seperangkat tata-nilai etika bagi kehidupan berpoitik (Syaifullah, 1997:14). Berbeda dengan organisasi islam yang lain, semisal sarekat islam atau NU yang pernah menjadi partai politik. Muhammadiyah tetap konsistensi tidak terjun langsung dalam politik,

(3)

3 sehingga lebih memperoleh tempat netral di masyarakat. Kongres Muhammadiyah ke-13 di Solo tahun 1930, Mas Mansur selaku ketua PP Muhammadiyah pada waktu itu, untuk pertama kalinya merumuskan suatu pandangan atau yang dapat disebut sebagai “ideologi politik Muhammadiyah”. Keputusan itu menyebutkan bahwa Muhammadiyah berpendirian tidak mengutamakan salah satu partai politik diatas partai politik yang lain. Muhammadiyah memberi hormat terhadap partai-partai yang ada, utamanya partai Islam, dengan penghormatan yang sepadan.

Sama halnya dengan gerakan keagamaan lain, Muhammadiyah tidaklah bebas dari tarikan tarikan untuk berpolitik, meskipun tidak secara kelembagaan. Ada panggilan untuk mengambil peran dalam membangun bangsa. Ketika Masyumi terbentuk pada tahun 1945 banyak aktivis Muhammadiyah melibatkan diri dalam dunia politik. Pada masa keemasan Masyumi (1946-1960) dukungan massa Muhammadiyah sangatlah besar, bahkan menjadi aggota istimewa dari partai tersebut. Tetapi sayap dakwah amar ma’ruf nahi munkar Muhammadiyah tetap setia menjalankan tugas dengan baik. Ketika Masyumi mengalami kemunduran dan akhirnya dipaksa membubarkan diri pada tahun 1960, Muhammadiyah kembali tidak melibatkan diri dalam politik. Tidak harmonisnya hubungan umat Islam dan pemerintah secara tidak langsung mempersempit ruang dakwah Muhammadiyah melalui peran politik. Sebagai anggota istimewa partai Masyumi, yang saat itu kiprah politiknya sedang mengalami krisis. Peran politik Muhammadiyah menjadi termarginalkan, dan akibatnya, kesulitan

(4)

4 dalam memainkan peran politik secara proporsional. Relasi aktivis Muhammadiyah dan aktivis Islam dengan Negara (pemerintah) menjadi renggang dan dipenuhi rasa curiga.

Pada masa Orde Baru harapan begitu besar, beberapa tokoh Muhammadiyah ikut dalam Golkar, dan sebagian lagi ikut mendukung rehabilitasi Masyumi yang akhirnya gagal karena tidak direstui oleh pemerintah, dan setelah itu kadernya ikut berperan mendirikan Parmusi yang citranya merosot karena peristiwa “Kudeta Naro” 1970. Rezim Orde Baru begitu kuat mengintervensi kebebasan masyarakat dalam berpartisipasi politik. Ruang kebebasan masyarakat dipersempit dengan kontrol yang sangat ketat. Aspirasi politik dibatasi dengan mengelompokkan partai politik berdasarkan ideologi, seperti: partai-partai yang berasaskan Islam (Parmusi, NU, PSSI, Perti) dikelompokkan dalam wadah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sedangkan partai yang berhaluan sekuler dikelompokkan dalam wadah Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Rezim Orde Baru sendiri menggunakan kendaraan politik Golongan Karya (Golkar), yang ruang geraknya lebih leluasa untuk meraih dukungan dari berbagai kelompok masyarakat.

Dalam periode Orde Baru Muhammadiyah memainkan peran politik yang beragam seiring watak kepemimpinan Muhammadiyah sendiri. Kepemimpinan AR Fachruddin (1968-1990) respon politik Muhammadiyah bersifat moderat dan akomodatif terhadap kebijakan pemerintah. Ketegangan yang sebelumnya sempat memuncak perlahan mereda dengan sikap saling

(5)

5 menerima terhadap kebijakan dan orientasi dari masing-masing pihak. Pemerintah bersedia menapung aspirasi umat Islam. Muhammadiyah menghindari kritik terbuka dan lebih mengedepankan dialog. Kontribusi terhadap pembangunan negara dan masyarakat secara politik disampaikan secara langsung kepada pimpinan negara dan pejabat publik.

Periode 1990-1994 saat kepemimpinan Azhar Basyir hubungan Muhammadiyah dengan pemerintah semakin baik. Sehingga semakin menguntungkan kepentingan Muhammadiyah sendiri dan juga kepentingan umat Islam secara luas. Pemerintah sendiri juga memberi sambutan yang hangat dengan menerbitkan kebijakan yang menguntungkan umat Islam. Lahirnya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) tahun 1990, disahkannya Kompilasi Hukum Islam 1991 dan berdirinya Bazis 199I, kemudian dihapuskan kebijakan yang melarang siswi-siswi muslim memakai jilbab pada jam sekolah, dan penghapusan Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB, 1993), merupakan sikap pemerintah yang lebih melunak dan ingin mendekatkan diri kepada umat Islam (Jurdi, 2010:466)

Hubungan politik antara Muhammadiyah dan pemerintah memanas ketika Amien Rais (1994-1998) menjadi ketua PP Muhammadiyah, yang sebelumnya saat masih menjadi wakil PP Muhammadiyah sempat menggulirkan wacana suksesi pemerintahan. Kepemimpinan Amien Rais memperlihatkan menguatnya prinsip dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Di era kepemimpinan Amien Rais, Muhammadiyah bersikap lebih kritis, terutama dalam merespon persoalan ketimpangan sosial, politik, dan

(6)

6 pembangunan ekonomi bangsa. Muhammdiyah melalui ketua umumnya, Amien Rais secara terbuka mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak populis dan merugikan rakyat Indonesia, seperti kasus Busang dan Freeport. Dengan lantang mengkritisi roda pemerintahan Orde Baru yang sarat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), berupa tuntutan suksesi kepemimpinan bangsa melalui gerakan reformasi. Kritik pedas dan terbuka ini tidak jarang membuat merah telinga rezim Orde Baru, dan bahkan sempat menimbulkan kerenggangan dan ketegangan.

Tumbangnya rezim Orde Baru melalui gerakan reformasi memberi harapan bagi terciptanya tatanan politik dan format pemerintahan yang baru. Presiden Soeharto turun tahta dan masyarakat memperoleh kebebasan menyampaikan pendapat, ditandai maraknya aksi demonstrasi dan banyaknya berdiri partai politik dengan ragam corak dan ideologi, serta terbukanya kesempatan kepada semua pihak memainkan peran di dalamnya, termasuk merealisasikan kepentingannya sendiri dan kelompoknya. Amien Rais yang merasa terpanggil terjun ke panggung politik praktis meletakkan jabatan sebagai ketua umum PP Muhammadiyah. Sebagai penggantinya, Ahmad Syafii Ma’arif tampil sebagai ketua umum PP Muhammadiyah (1998-2005). Dalam kepemimpinan Syafii Ma’arif, Muhammadiyah tidak melakukan perubahan orientasi secara frontal, namun tetap melanjutkan kiprah kepemimpinan sebelumnya (Amien Rais), dengan tetap bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah sebagai prinsip dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tetap berusaha menjaga netralitasnya berpolitik.

(7)

7 Perkembangan yang terjadi dalam Muhammadiyah setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru menunjukkan adanya indikasi semakin tertariknya warga Muhammadiyah untuk terjun ke dunia politik praktis. Netralitas sikap politik Muhammadiyah ini tidak berjalan mulus. Kelahiran Partai Amanat Nasional (PAN). Ketokohan Amien Rais sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mendeklarasikan PAN dan kemudian duduk sebagai Ketua partai, lambang matahari sebagai simbol partai, dan ketika mantan Ketua Umum Amien Rais memutuskan mencalonkan diri sebagai calon presiden pada pemilu presiden (Pilpres) 2004, Muhammadiyah dihadapkan pilihan sulit dan mengaburkan banyak orang dan mereka menganggap bahwa PAN adalah Muhammadiyah.

Situasi bangsa saat diterpa krisis multidimensional dan membutuhkan pemimpin yang kredibel menuntaskan problematika yang dihadapi, di saat yang sama ada kader Muhammadiyah sedang berjuang mencalonkan diri sebagai presiden. Muhammadiyah berkewajiban memberi dukungan kepada kadernya. Dukungan ini merupakan kontribusi Muhammadiyah terhadap pembangunan bangsa dan negara. Pencalonan Amien Rais melalui kendaraan Partai Amanat Nasional (PAN), dan dalam pemilu legislatif suara partai harus memenuhi perolehan suara sesuai ketentuan UU Pilpres. Jika perolehan suara tidak memenuhi ketentuan, pencalonan Amien Rais menemui hambatan politis. Oleh karena itu, mau tidak mau, dukungan terhadap Amien Rais harus dimulai dari memberikan dukungan suara kepada PAN di pemilu legislatif.

(8)

8 Dengan demikian, secara tidak langsung PAN memperoleh rekomendasi dan legitimasi sebagai partai pilihan utama warga Muhammadiyah.

Memasuki kepemimpinan Din Syamsuddin (2005-2015) penghimpitan Muhammadiyah dengan partai politik makin meluas, ditandai lahirnya Partai Matahari Bangsa (PMB). Partai baru yang lahir dari proses politik internal angkatan muda Muhammadiyah yang menilai relasi PAN dengan Muhammadiyah menimbulkan masalah sejak berakhirnya pemilu 2004. PAN dinilai tidak berkontribusi signifikan dan tidak sejalan dengan perjuangan Muhammadiyah. Kelahiran PMB bertujuan menyalurkan aspirasi politik Muhammadiyah melalui wadah partai politik, dan tentu saja, kantong suara utama PMB berasal dari warga Muhammadiyah. Kontestasi kepentingan politik tidak terelakkan memperebutkan suara warga Muhammadiyah. Dalam kondisi inilah Muhammadiyah diuji kembali,mampu memanfaatkan politik secara maksimal sembari menghindarkan warganya dari jebakan konflik politik akibat adanya dua partai yang sama-sama memiliki ikatan emosional dengan Muhammadiyah.

Tampilan wajah politik Muhammadiyah merupakan adaptasi dari pengalaman sejarah politik yang pernah dialami pada tiap-tiap periode serta tidak terlepas dari sikap dan pandangan para pimpinan Muhammadiyah terhadap politik. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui persepsi aktivis mahasiswa yang dipandang sebagai kelompok sosial idealis, terhadap partisipasi politik pimpinan Muhammadiyah. Pimpinan dapat diartikan sebagai minoritas-minoritas pribadi yang dipilih atau yang diangkat untuk

(9)

9 melayani suatu kolektivitas secara efektif dan bertanggung jawab kepada mereka. Dalam komunitas islam yang menjadi simbol dari elit sosialnya adalah kiai, guru ngaji dan mubaligh. Fajlurrahman Jurdi (2007:61) mengatakan, para elit islam merupakan orang-orang yang selalu mengembangkan doktrin ajaran islam kepada masyarakat baik dilakukan secara kultural maupun struktural. Partisipasi pimpinan Muhammadiyah dalam poitik yang dimakud adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh aktor, terutama elit pimpinanya dalam mengalokasikan nilai-nilai, atau dalam ikut mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan publik. Dapat pula dimasukkan disini tindakan atau kegiatan Muhammadiyah dalam ikut mengawasi kekuasaan pemerintah dan memberikan masukan-masukan yang bukan upaya-upaya untuk memperoleh kekuasaan.

Aktivis mahasiswa bergerak dengan ide dan pemikiran yang mengusung pada perbaikan dan mempunyai pedoman yang jelas, kebanyakan berinduk pada salah satu organisasi mahasiswa ekstra kampus, seperti IMM, HMI, PMII, dan yang lainya. Dunia mahasiswa adalah dunia idealis. Idealisme mahasiswa merupakan hal yang diproyeksikan oleh organisasi-organisasi mahasiswa. Dalam perguruan tinggi tidak bisa dipungkiri untuk mendapatkan kedewasaan berfikir, pengalaman organisasi dan jiwa kepemimpinan mahasiswa seringkali mendapatkanya justru dari organisasi ekstra kampus. Menurut Fadjar dan Effendy (1998:9). Bahasan politik dan hal yang berkaitan dengan islam menjadi tema yang selalu menarik diperbincangkan oleh

(10)

10 organisasi mahasiswa yang berlandaskan islam. Berdasarkan uraian di atas peneliti mengambil judul : “ Persepsi Aktivis terhadap Partisipasi Pimpinan Muhammadiyah dalam Poitik ”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa pokok pikiran dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemahaman aktivis mahasiswa organisasi ekstra kampus tingkat cabang di wilayah Kota Malang terhadap Khittah dan ideologi politik Muhammadiyah ?

2. Bagaimana penilaian dan sikap para aktivis mahasiswa terhadap kiprah pimpinan dan warga Muhammadiyah dalam dunia politik ?

3. Apakah harapan aktivis mahasiswa terhadap pimpinan dan tokoh Muhammadiyah yang terjun ke politik ?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini, penelitian ini dilakukan kepada pimpinan dan anggota IMM cabang Malang, pimpinan dan angota HMI cabang Malang dan pimpinan dan anggota PMII cabang Malang yang sesuai dengan judul yang dipilih.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Menjelaskan pemahaman aktivis mahasiswa terhadap Khittah dan ideologi politik Muhammadiyah, serta tokoh muhammadiyah yang berpolitik.

(11)

11 2. Menjelaskan penilaian dan sikap para aktivis mahasiswa terhadap kiprah

tokoh Muhammadiyah dalam dunia politik.

3. Menjelaskan harapan aktivis mahasiswa terhadap tokoh Muhammadiyah yang terjun dalam dunia politik.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian tentang Persepsi Aktivis terhadap Partisipasi Pimpinan Muhammadiyah dalam Poitik ini diharapkan mempunyai manfaat. Dan manfaat tersebut bisa bersifat teoritis dan praktis.

1. Secara Teoritis, penelitian ini digunakan sebagai bahan pembelajaran tentang hubungan politik dan Muhammadiyah yang selama ini sering dipahami salah oleh orang-orang di luar Muhammadiyah bahkan oleh orang Muhammadiyah sendiri. Disarmping juga menjadi bahan refleksi bagi kader-kader Muhammadiyah yang mempunyai cita-cita politik. 2. Secara Praktis, penelitian ini memberi manfaat bagi para pembaca dan bisa

dijadikan bahan referensi tambahan baik di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Malang secara umum maupun di perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan secara khusus.

1.6 Penegasan Istilah

Supaya tidak terjadi kesalahan dalam memahami makna dari judul skripsi ini, maka disini perlu dijelaskan istilah-istilah yang menjadi kata kunci, yaitu :

(12)

12 Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, yang diperoleh melalui penginderaan (KBBI). Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009:110). Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan. Terdapat perbedaan dalam penginderaan manusia. Mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi positif maupun persepsi negatif, yang nantinya akan mempengaruhi tindakan manusia. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi mungkin berbeda antar individu satu dengan individu lain. Dalam kaitanya dengan persepsi, Dayakisni dan Yuniarti (2004:173) mengatakan bahwa “diawali bagaimana latar belakang budaya mempengaruhi proses sensasi dan persepsi, dan selanjutnya hasil interpretasi tersebut akan mempengaruhi proses-proses lain dalam kognisi manusia”.

1.6.2 Aktivis Mahasiswa

Aktivis adalah orang (terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasi (KBBI). Mahasiswa dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30 Tahun 1990 adalah peserta

(13)

13 didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Aktivis mahasiswa bergerak dengan ide dan pemikiran yang mengusung pada perbaikan dan mempunyai pedoman yang jelas, kebanyakan berinduk pada salah satu organisasi mahasiswa ekstra kampus, seperti IMM, HMI, PMII, dan yang lainya. Dunia mahasiswa adalah dunia idealis. Idealisme mahasiswa merupakan hal yang diproyeksikan oleh organisasi-organisasi mahasiswa. Disana diajarkan melihat realita dalam lingkungan sosial maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan mengukur tingkat kepekaan diri. Dalam perguruan tinggi tidak bisa dipungkiri untuk mendapatkan kedewasaan berfikir, pengalaman organisasi dan jiwa kepemimpinan mahasiswa seringkali mendapatkanya justru dari organisasi ekstra kampus. Menurut Fadjar dan Effendy (1998:9). Selain pelayanan akademik kurikuler yang merupakan kegiatan-kegiatan akademik yang tersusun secara teratur, terjadwal, rutin dan regular. Pembinaan mahasiswa yang termasuk kegiatan ekstra-kurikuler dimaksudkan untuk meningkatkan potensi yang dimiliki mahasiswa. Secara khusus, kegiatan ekstra-kurikuler merupakan kegiatan penunjang yang sifatnya memperkaya kegiatan kurikuler. Misalnya pertemuan atau forum ilmiah, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa.

1.6.3 Khittah

Secara etimologis, kata khittah berasal dari bahasa Arab, yang artinya rencana, jalan, atau garis (Kamus Al-Munawwir). Dengan demikian

(14)

14 khittah dapat diartikan rencana, jalan, atau garis perjuangan dalam mewujudkan misi dan cita-cita gerakan.

1.6.4 Partisipasi Politik

Partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta (KBBI). Politik adalah segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain (KBBI). Partisipasi politik dapat dipahami sebagai peran serta dalam berbagai kegiatan politik. Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara lagsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (Budiarjo, 2009:367).

1.6.5 Pimpinan Muhammadiyah

Pimpinan Muhammadiyah yang peneliti maksud adalah aktor, terutama elit pimpinan Muhammadiyah dalam dalam konteks politik yang mengalokasikan nilai-nilai, atau dalam ikut mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan publik. Dapat pula dimasukkan disini tindakan atau kegiatan Muhammadiyah dalam ikut mengawasi kekuasaan pemerintah dan memberikan masukan-masukan yang bukan upaya-upaya untuk memperoleh kekuasaan.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dan Zai 2013 bahwa rasio Loan to Deposit Ratio LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return on Asset ROA yang

bussiness architecture , arsitektur bisnis dalam jaringan komputer, arsitektur data, arsitektur aplikasi dan arsitektur teknologi menggunakan framework togaf-ADM yang

〔商法五一九〕転換社債型新株予約権付社債の発行が有利発行にも不公正発行にも該当しないと された事例

Penelitian ini menguji isolat bakteri endofit rimpang temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap bakteri Streptococcus agalactiae dan Aeromonas hydrophilla

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas

Dari contoh metode yang digunakan untuk menganalisis kesiapan individu dalam mengadopsi teknologi, maka penelitian ini akan menggunakan Technology Readiness Index (TRI)

MELAKUKAN TINDAK PIDANA SELAMA MENJALANI PEMBINAAN MENURUT HUKUM PIDANA DI INDONESIA (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 tanjung Gusta Medan)”.. Besar harapan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor rata-rata nilai kelas dalam tes pendidikan agama Katolik 5,25 dari 75.60 pada siklus I menjadi 80.85