• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Bidang Unggulan : Administrasi Keuangan Publik Kode/Bidang Ilmu : 594/ Ilmu Administrasi Negara

LAPORAN AKHIR

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DESA DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Sebagai IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO 47 TAHUN 2015 DAN PELAKSANA UU NO 6 TAHUN 2014 (Studi

di Kabupaten Gianyar)

Ketua Peneliti

Kadek Wiwin Dwi Wismayanti (NUPN 9908419479) Anggota

Bandiyah, S.Fil.,M.A (NIDN 0003098104)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA NOVEMBER 2016

(2)
(3)

RINGKASAN

Dalam rangka melaksanakanUndang - Undang no 6 tahun 2014 yang diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah no 47 tahun 2015 tentang pemerintahan desa. Salah satu bentuk keberhasilan implementasinya adalah ketika desa mampu mengelola program kegiatan dan keuangan desa dengan baik. Kabupaten Gianyar adalah salah kabupaten di Propinsi Bali yang salah satu Desa Batuan menjadi desa percontohan di Indonesia dalam pengelolaan keuangan dan program dana desa. Studi ini dilakukan untuk menggali informasi dan pengetahuan mengenai bagaimana kinerja pemerintahan desa khususnya di Kabupaten Gianyar dalam mengelola keuangan dana desa beserta programnya. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode kualitatif analitik dan eksploratif dengan melakukananalisis mendalam terhadap tujuh desa yaitu satu desa percontohan, enam desa yang dianggap baik dan buruk dalam pengelolaan kegiatan dan pelaporan keuangan desa. Hasil temuan penelitian ini adalah sebagai berikut; Beberapa desa yang dianggap buruk ( Desa Klusa, Petulu, dan Kerta) dikarenakan: Pertama, tidak mampu merealisasikan program kerja. Kedua, pembuatan laporan keuangan tidak mengikuti aturan. Ketiga, kategori desa ini mengalami permaslahan di desa seperti sedang mengalami konflik sosial, kurangnya sumber daya manusia yang unggul, akses lingkungan ke kota agak jauh. Sedangkan desa yang dikategorikan baik ( Desa Tampak Siring, Desa Mas, Desa Perliatan) dalam program kegiatan dan laporan keuangan desa, disebabkan sumber daya manusia cukupmemadai, peran perbekel dan perangkat desa aktifberkomunikasi dan mampu melakukan upaya perbaikan desa. Sedangkan desa percontohan(Desa Batuan) adalah desa yang memiliki prasarana lengkap, sumber daya manusia dan fasilitas yang sangat memadai serta peran kepala desa dan masyarakt saling mendukung.

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

DAFTAR ISI... iii

RINGKASAN... iv

BAB 1.PENDAHULUAN ……….………. 1

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA………... 4

BAB III. METODE PENELITIAN...……….………... 18

BAB IV.BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN………... 20

DAFTAR PUSTAKA……… ………... 22 LAMPIRAN……….. ………..……….

(5)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah dilaksanakan sejak tahun 2000 telah membawa perubahan besar pada keberhasilan pembangunan di tingkat daerah.Namun disayangkan justru mengkerdilkan keberadaan desa sebagai bagian dari pemerintahan daerah. Desa tidak mengalami pembangunan signifikant meskipun ditempatkan dalam bingkai otonomi desa, di samping itu banyak ditemukan kesenjangan pembangunan antara kota dengan desa di berbagai daerah di wilayah Indonesia.

Untuk mengembalikan entitas desa sebagai bagian penting dari keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal yang perlu diupayakan adalah mengembalikan keutuhan desa sebagai lembaga otonom sesuai dengan mandat desentralisasi dan otonomi daerah.Di samping itu, pondasi keberhasilan pemerataan pembangunan sebuah negara adalah berawal dari pembangunan desa. Semangat ini diikuti dengan lahirnya Undang-Undang no 6 tahun 2014 tentang desa, kemudian dalam pelaksanaannya dijelaskan lebih rinci melalui Peraturan Pemerintah no 47 tahun 2015 termasuk di dalamnya adalah pengelolaan keuangan desa yang bersumber dari APBN yang ditransfer ke pemerintah daerah sebagai dana desa. Pemberian dana desa pada hakikatnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan melalui pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Hal ini terutama karena desa dianggap belum mampu menghasilkan pendapatan dan penerimaan keuangan sendiri.

Lahirnya UU no 6 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah no 47 tahun 2015 tentu membawa konsekuensi lebih jauh terhadap kemajuan dan perkembangan desa di kemudian hari. Tujuannya tidak lain sebagai upaya meneguhkan kembali otonomi desa terutama dalam hal pengelolaan keuangan mulai dari bagaimana menghasilkan pendapatan, pembiayaan dan belanja anggaran desa yang harus dikelola secara mandiri tidak bergantung pada dana pemerintah pusat (APBN). Salah satu daerah atau pun desa yang sudah mampu melaksanakan otonomi atau desentralisasi adalah kemampuan pengelolaan keuangannya (Halim 2001). Melalui desentralisasi desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurusi rumah tangganya, dengan demikian diperlukan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan dengan memadai untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahannya. Artinya desa

(6)

harus mampu mengelola keuangan desanya baik penerimaan maupun pengeluarannya, dimana penerimaan yang diperoleh desa kemudian dialokasikan sebagai pembiayaan belanja desa.Pada intinya basis utama penerimaan desa dapat menggambarkan bahwa desa mampu melakukan otonomi dan desentralisasi seutuhnya.

Kemampuan desa merupakan keberhasilan kinerja menjalankan roda pemerintahan desa.Dalam hal ini, kemampuan mendayagunakan dan mengelola keuangan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penerimaan, dan sisi pengeluaran. Sisi penerimaan adalah pendapatan asli desa (PADesa), dana perimbangan dan lain lain, sedangkan sisi pengeluaran adalah belanja desa. Dalam hal ini desa dituntut untuk lebih efisien dan efektif dalam belanja dan pengeluaran desa. Kinerja pengelolaan keuangan desa menjadi ukuran untuk melihat kemampuan desa dalam menjalankan otonomi desa. Penilaian kinerja tersebut sebagai financing reform yang merupakan bagian integral dalam reformasi keuangan khususnya di wilayah pemerintahan desa.Reformasi pengelolaan keuangan desa diawali dengan adanya tuntutan terwujudnya pemerintahan yang baik (good gavernance).Menurut Mardiasmo (2002) untuk dapat mewujudkan pemerintahan yang baik diperlukan reformasi kelembagaan dan reformasi manajeman sektor publik yang ditentukan pada reformasi bidang pengelolaan keuangan desa.

Di samping itu, dalam rangka mewujudkan keberhasilan dari implementasi pengelolaan dana desa adalah dengan mendahulukan program kegiatan desa yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Kabupaten Gianyar adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bali yang sebagian desanya telah dianggap berhasil mengelola dan memberdayakan dana desa. Bahkan salah satu desanya seperti Desa Batuan dijadikan sebagai desa percontohan dalam pengelolaan dana desa bagi desa yang lain di seluruh wilayah Indonesia. Bergerak dari kenyataan tersebut, kajian ini akan memfokuskan pada analisa lebih dalam terhadap kinerja pengelolaan keuangan desa dan juga program pemberdayaan masyarakat desa yang bersumber dari penyediaan dana desa yang berada di Kabupaten Gianyar. Dengan harapan keberhasilan kemampuan pengelolaan keuangan dana desa dapat dijadikan rule model bagi desa yang lain dan desa yang belum berhasil akan di evaluasi lebih lanjut supaya menjadi desa lebih baik.

Pengukuran kinerja merupakan komponen penting karena akan memberikan umpan balik atas rencana yang telah diimplementasikan (Chow, Ganulin, Haddad, dan Wiliamson, 1998) dalam (Halim 2001). Selain itu diungkapkan bahwa fungsi dari pengukuran kinerja dapat menjelaskan mengenai pertama, evaluasi bagaimana program tersebut berjalan.kedua, Sarana

(7)

perbandingan atas pelayanan yang diberikan. Ketiga, alat komunikasi dengan publik. Dalam studi ini, tuntutan pengukuran kinerja keuangan pemerintah desa perlu dilakukan karena kebijakan ini telah berjalan satu tahun sebagai impelentasi UU no 6 tahun 2014 dan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah no 47 tahun 2015 yang cukup besar menghabiskan dana APBN sebesar Rp. 20.766.200.000.000 (Dua puluh triliun tujuh ratus enam puluh milyar dua ratus juta rupiah). Sedangkan untuk wilayah Propinsi Bali sebesar Rp. 185.428.984.000 (Seratus delapan puluh lima milyar empat ratus dua puluh delapan juta Sembilan ratus delapan puluh empat ribu rupiah).

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana kinerja pengelolaan keuangan dan program pemberdayaan masyarakat desa sebagai implementasi dari UU no 6 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah no 47 tahun 2015 di Kabupaten Gianyar?

1.3. Tujuan Khusus

Sasaran penelitian ini adalah mengembangkan keilmuan Program Studi Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam Mata Kuliah Desentralisasi Otonomi Daerah dan Administrasi keuangan publik. Mata kuliah tersebut dianggap masih terkesan konseptual, teoritis dan belum banyak mengambil sisi praktis yang secara langsung menjajaki keberadaan pemerintahan desa yang sesungguhnya. Oleh karenanya studi ini disajikan untuk menganalisis lebih jauh dan mendalam atas sebuah kebijakan dan praktek pengelolaan keuangan serta implementasi di lapangan.

Selain itu studi ini disajikan untuk menilai kinerja desa dalam pengelolaan keuangan dan program pemberdayaan masyarakat desa di Propinsi Bali khususnya di Kabupaten Gianyar yang sudah berjalan satu tahun.Sehingga harapannya dapat ditemukan lebih banyak lagi desa-desa yang otonom dan mandiri dengan pengelolaan keuangannya serta pemberdayaan program-program di desa.

(8)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian dan Kajian Terdahulu

Bandiyah (2012), pernah meneliti menganai Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Denpasar Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Dengan metode kualitatif deskriptif melalui telaah dan analisa laporan keuangan dan wawancara mendalam terhadap nara sumber yang berkompeten menghasilkan satu kesimpulan bahwa penerapan desentralisasi fiscal dalam era otonomi daerah membawa dampak perubahan pada cara dan tata kelola anggaran keuangan daerah. Disamping itu diiikuti pula perubahan yang lain seperti peningkatan kinerja pemerintah Kota Denpasar dalam pengelolaan keuangan. Kinerja tersebut dibuktikan dengan upaya fiscal yang dilakukan melalui peningkatkan kemampuan daerah dalam mencapai target PAD seperti: meningkatkan pelayanan pada masyarakat wajib pajak, melakukan pemeriksaan audit wajib pajak yang belum optimal membayar pajak dan memberikan penghargaan dan hadiah uang kepada wajib pajak terbaik di Kota Denpasar.

Upaya fiscal yang lain adalah membina dan memberikan pelatihan kepada staff pegawai pengelolaan keuangan dengan diikutsertakan pada kegiatan bimtek (bimbingan teknologi) dan pelatihan di bidang keuangan yang nara sumbernya di datangkan dari kalangan profesional yaitu konsultan keuangan dan akademisi dari perguruan tinggi. Hal ini dilakukan agar semua staff pegawai yang akan mengurusi keuangan dapat mengelola keuangan dengan baik transparan dan akuntabel.

Agus Subroto (2009) dalam tesisnya meneliti akuntabilitas pengelolaan dana desa di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Penelitian tersebut memfokuskan perhatian pada penerapan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa dengan tujuan untuk mendeskripsikan akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa. Penelitian ini dilakukan karena Tim Pelaksana Alokasi Dana Desa dalam menyelenggarakan administrasi keuangannya belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Metode pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan pengamatan langsung pada pelaksanaan Alokasi Dana Desa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Alokasi Dana Desa, sudah menampakkan adanya pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparan. Sedangkan dalam pertanggungjawaban dilihat secara keberhasilan fisik sudah menunjukkan pelaksanaan yang akuntabel dan transparan, namun dari sisi administrasi masih diperlukan pembinaan lebih lanjut, karena belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.Kendala utama yang ditemukan adalah belum

(9)

efektifnya pembinaan aparat pemerintahan desa dan kompetensi sumber daya manusia, sehingga masih memerlukan pendampingan dari aparat pemerintah daerah secara berkelanjutan.

Perencanaan program ADD (Alokasi Dana Desa) di 12 desa se Kecamatan Tlogomulyo Temanggung tersebut secara bertahap telah melaksanakan konsep pembangunan partisipatif.Prinsip ini telah dilakukan melalui forum Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa).Pada tahap ini terlihat masih sebatas pertanggungjawaban fisik, sedangkan sisi administrasi masih belum sepenuhnya dilakukan dengan sempurna.Sedangkan untuk Pertanggungjawaban ADD baik secara teknis maupun administrasi sudah baik, namun dalam hal pertanggungjawaban administrasi keuangan, kompetensi sumber daya manusia pengelola merupakan kendala utama, sehingga masih diperlukan pendampingan dari pemerintah daerah.

Diyah Purwita Sari dkk (2013) pernah melakukan penelitian mengenai analisis perbandingan dan analisis sumber daya penggunaan dana pada APDesa Slemanan Blitar Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja keuangan Desa Slemanan dengan menggunakan analisis perbandingan dan analisis sumber daya dalam penggunaan dana desa. Penelitian tersebut dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian adalah Pemerintah Desa Slemanan. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Untuk meghasilkan validitas data menggunakan teknik triangulasi. Analisis data dengan menggunakan teknik analisis perbandingan dan analisis sumber daya serta penggunaan dana. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja keuangan Desa Slemanan berdasarkan analisis perbandingan dan analisis sumber daya dan penggunaan dana menunjukkan kinerja keuangan cukup baik, dapat ditunjukkan baik pada kinerja pendapatan desa maupun kinerja belanja desa. Simpulan penelitian ini adalah analisis perbandingan dan analisis sumber serta penggunaan dana dapat digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan Desa (APBDesa).

Meskipun Desa Slemanan belum dapat memprioritaskan anggarannya untuk membayar belanja desa baik langsung maupun tidak langsungnya, tetapi terlihat bahwa pada pos belanja langsung pada komponen belanja barang/jasa mendapatkan porsi anggaran yang lebih kecil pada total belanjanya, dan alokasi untuk belanja barang/jasa ini masih tergolong rendah dalam penggunaan anggaran pada kurun waktu tahun 2009- 2011. Artinya untuk membayar belanja barang/jasa guna penyediaan sarana dan prasarana masih kurang dari 50%

(10)

artinyabahwa pemerintah Desa Slemanan belum mengoptimalkan penggunaan anggarannya untuk membayar belanja desa yang berkaitan dengan aktivitas pelayanan publik.

Penelitian yang akan penulis ajukan pada proposal ini memiliki persamaan dan juga perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaannya dengan Bandiyah dan Diyah Purwita adalah sama-sama meneliti analisis kinerja keuangan tetapi perbedaannya dengan Diyah Purwita adalah menggunakan analisis perbandingan dan sumber daya serta obyek yang dikaji adalah APBDesa sedangkan bandiyah obyek yang dikaji adalah Keuangan Pemerintah daerah dan juga perbedaan dari kajian ini selain membahas keuangan juga mengenai program pemberdayaan desa sebagai implikasi dari ketersediaan dana desa. Sedangkan Agus Subroto tinjauan atau prespektif kajian menggunakan akuntabilitas dan obyek yang dikaji adalah alokasi dana desa /ADD. Sedangkan obyek yang dikaji penulis adalah Dana desa sebagai implementasi UU no 6 tahun 2014.

2.2. Landasan Konseptual

2.2.1. Pengelolaan Keuangan Desa

Reformasi pengelolaan keuangan adalah satu aspek dalam siklus pemerintahan daerah yang harus diatur secara tepat dan akuntabel. Dalam upaya pemberdayaan pemerintahan desa yang diinginkan adalah bahwa pengelolaan keuangan harus bertumpu pada kepentingan publik. Disamping itu asas desentralisasi pengelolaan keuangan harus mengikutsertakan peran serta partisipasi masyarakat dan terlibat dalam pengelolaan anggaran. Dalam pengelolaan keuangan harus ada kejelasan tentang aturan operasional dan lain-lain dengan memegang prinsip anggaran dan kejelasan larangan pengaturan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam strategi dan perioritas APBDesa.

Berbeda halnya dengan Nick Devas dkk (2000) yang berpendapat bahwa pada prinsipnya pengelolaan keuaangan di lembaga manapun baik pemerintah atau swasta harus mendahulukan prinsip atau ciri-ciri sebagai berikut: Pertama adalah sederhana sehingga mudah dipahami, dan lebuh mudah untuk dipelajari bagi mereka yang bertugas menjalankannya. Kedua lengkap, secara keseluruhan pengelolaan keuangan hendaknya dapat digunakan untuk mencapai semua tujuan yang tercantum dalam rencana kegiatan dan anggaran. Ketiga harus berhasil guna, yakni pengelolaan keuangan bersangkutan harus bisa mencapai tujuan-tujuan bersangkutan yang dapat diwujudkan dalam sebuah peraturan. Keempat berdaya guna, yakni memiliki „daya guna

(11)

melekat‟ yakni pengelolaan keuangan bersangkutan harus dinaikkan setinggi-tingginya, hasil yang dicapai harus dengan biaya yang serendah-rendahnya. Nilai berdaya guna yang lain adalah pengelolaan keuangan bersangkutan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memperbesar daya guna yang menjadi alat bagi pemerintah desa. Kelima mudah disesuaikan artinya pengelolaan keuangan jangan dibuat demikian kaku sehingga sulit untuk menerapkannya atau menyesuaikannya pada keadaan yang berbeda-beda.

Dalam Permendagri no 113 tahun 2014, disebutkan bahwa sebagai system pemerintahan terkecil desa harus memiliki rencana kerja yang disebut dengan RKPDesa. Hal ini dilakukan agar pembangunan di desa terencana dengan baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang.Untuk merealisasikan kegiatan RKP Desa tersebut diperlukan anggaran pendapatan dan belanja desa atau disebut sebagai APBDesa sebagai anggaran pendapatan dan belanja desa.Asas pengelolaan keuangan desa harus berdasarkan pada asas transparan, akuntabel dan partisipaif.Dalam satu tahun anggaran desa dapat dimulai tanggal 1 Januari sampai 31 Desember. Meskipun kekuasaan anggaran berada di tangan kepala desa, namun sekeretaris desa selaku koordinator dapat menunjuk staff jajaran desa yang memiliki skill keterampilan dalam mengelola dana desa.

Keuangan dana desa pada dasarnya direncanakan untuk pembangunan desa seutuhnya. Untuk membangun desa tersebut harus memiliki RPJMDEsa yang di dalamnya terdapat visi misi, arah kebijakan pembangunan, arah kebijakan keuangan dan rencana kegiatan.Dari RPJMD tersebut diturunkan menjadi RKP (rencana kerja persatuan desa).RKP desa disusun bertujuan untuk menyiapkan daftar usulan rencana kegiatan pembangunan desa (DU-RKP desa) tahunan yang sifatnya baru, rehab, maupun lanjutan kegiatan pembangunan. Dalam pemuatan RKP desa harus disertai penguatan kapasitas kelembagaan desa sebagai konsekuensi dana desa. Salah satu kapasitas tersebut terwujud melalui program desa berbasis pemberdayaan masyarakat partisipatif.Yang lebih penting, untuk perencanaan keuangan, desa harus memiliki pembantu kas. Sebenarnya filosophy pemberian dana desa adalah agar desa bisa mandiri, dengan pembangunan desa yang merata adil dan sejahtera. Namun yang terpenting adalah sebagai unit terkecil dari pemerintahan, desa seharusnya mempunyai penerimaan atau pendapatan desa sendiri yang nantinya akan mampu bersaing dalam era otonomi sendiri tanpa bergantung pada dana pemerintah pusat. Oleh karenanya kepala desa harus memikirkan, melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan di atas tersebut. Misalnya menetapkan PTPKD sebagai petugas yang

(12)

melakukan pemungutan penerimaan desa.Penerimaan desa dapat bersumber dari hasil kekayaan dan potensi desa yang berlimpah atau sejenisnya dan petugas tersebut berasal dari unsur perangkat desa.Setelah itu agar aset dapat terkelola dengan baik, memberikan jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk kesejahteraan masyarakat perlu dibentuk Badan usaha milik desa (BUMDesa).

2.2.2. Kinerja Keuangan Desa

John Witmore dalam Coaching for performance (1997), menyatakan bahwa kinerja adalah pelaksana fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta dampak positif dan negaif dari suatu kebijakan operasional.

Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja sebuah lembaga.

Kinerja dan kemampuan keuangan desa merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan desa dalam menjalankan otonomi desa. Pada dasarnya pengelolaan keuangan desa menyangkut tiga analisis yang saling terkait satu sama lain. Ketiga analisis tersebut meliputi (Halim:2001).

1. Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan pemerintah desa dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut.

2. Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya tersebut meningkat.

3. Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan.

Hasil analisis pendapatan dan pengeluaran merupakan komponen untuk menganalsiis keuangan desa. Jika pendapatan lebih besar daripada pengeluaran, akan terjadi surplus anggaran

(13)

dan jika pengeluaran lebih besar daripada pendapatan akan terjadi defisit anggaran. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kondisi keuangan yang ada pada tahun sekarang dan kecenderungannya pada tahun mendatang, sehingga pola surplus dan defisit anggaran dapat diprediksikan.

Dilihat dari sisi pendapatan, keuangan desa yang berhasil adalah keuangan desa yang mampu meningkatkan penerimaan desa secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan.Di lihat dari sisi pengeluaran, keuangan desa yang berhasil adalah keuangan yang mampu membelanjakan pendapatan yang diterima untuk selanjutnya memberikan timbal balik atas pengeluaran tersebut.Timbal balik dalam hal ini seperti pendapatan retribusi potensi desa dan pendapatan pajak.Analisis sisi pendapatan menggunakan pendapatan asli desa sebagai titik sentral analisisnya.Sedangkan analsiis sisi pengeluaran menekankan pada belanja desa sebagai titik analisisnya.

Dalam penelitian ini istilah yang penulis maksudkan tentang kinerja keuangan desa adalah tingkat pencapaian dan suatu hasil kerja di bidang keuangan desa yang meliputi penerimaan dan belanja desa dengan menggunakan indicator keuangan yang ditetapkna mellaui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selain suatu periode anggaran.Bentuk dan pengukuran kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dan unsur laporan pertanggungjawaban kepala desa berupa perhitungan APBD.

2.2.3Program Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pemberian dana desa yang terimplementasi dalam peraturan 47 tahun 2014 didedikasikan kepada masyarakat desa untuk pemerataaan pembangunan. Di samping itu pembangunan desa harus berbasis pada pemberdayaan masyarakat melalui program-program desa yang telah direncanakan dalam RKPDesa. Dalam kajian ini program pemberdayaan masyarakat di desa menjadi variabel kedua setelah pengelolaan keuangan desa yang akan dijadikan sebagai obyek material yang akan dikaji dan dianalsiis lebih dalam.

Menurut Isbandi (2000: 13-15), pemberdayaan adalah suatu proses yang relative terus berjalan untuk meningkatkan kepada perubahan dan mencapai kehidupan yang lebih baik. Dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat martabat lapisan masyarakat dalam kondisi yang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap

(14)

kemiskinan dan keterbelakangan.Artinya program tersebut mampu memandirikan masyarakat.Dalam proses pemberdayaan masyarakat kelompok-kelompok yang bersangkutan saling terkait yakni masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan dalam hal ini desa sebagai pelaksana yang menaruh pelaksana kebijakan UU no 6 tahun 2014 sebagai pihak yang harus memberdayakan masyarkat.

Impelementasi pemberdayaaan sesungguhnya merupakan upaya holistik yang menyangkut semua aspek kehidupan yang ada dan yang terjadi di masyarakat.Untuk memudahkan dalam pemahaman dan implementasinya. Pemberdayaan masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkkan focus kegiatan aktivitas atau potensi yang perlu dikembangkan dalam masyarakat. Misalnya pemberdayaan pada sector pendidikan, pemberdayaan pada sector kesehatan, pemberdayaan pada sector usaha kecil, pemberdayaan pada sector pertanian, pemberdayaan perempuan dan pemberdayaan berbasis potensi wilayah.

Munculnya konsep pemberdayaan masyarakat, pada mulanya merupakan gagasan yang ingin menempatkan manusia sebagai subyek dari dunianya sendiri. Oleh karena itu, wajar apabila konsep ini menampakkan kecenderungan bahwa pemberdayaan menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Implikasi dari konsepsi ini adalah pertama, penciptaan ruang bagi bekerjanya peran-peran lokal, kedua, peran aktor-aktor lokal dalam menafsir ”nasib sendiri” dan “nasib bersama”, ketiga, “kewenangan komunitas” yakni kepada warga desa atau “desa selaku komunitas/ entitas politik yang satu”. Dengan mengikuti pemikiran ini, maka kegiatan pemberdayaan merupakan kegiatan yang “embedded” (menyatu) dengan kegiatan pembangunan (desa) dan merujuk pada satu tujuan atau misi bersama yakni kemampuan dan kemandirian. Pemberdayaan (kemampuan dan kemandirian) merupakan kunci dan prasyarat dari aktivitas desa membangun. Konsep “pemberdayaan” ini, mengikuti pemikiran Chambers yang dikutip Kartasasmita (1997), merangkum nilai-nilai sosial dan mengikuti paradigma pembangunan yang bersifat “people centered” (berpusat pada masyarakat), participatory (partisipatif) dan sustainable (berkelanjutan). Konsep ini sejalan dengan pemikiran Friedman tentang alternative development yang menghendaki inclusive democracy (demokrasi inklusif), appropriate economic growth (pertumbuhan ekonomi), gender equality (kesetaraan jender) dan intergenerational equity (kesetaraan antargenerasi).Dalam konsepsi ini Kartasasmita mengajukan beberapa pendekatan dalam upaya pemberdayaan

(15)

masyarakat, yaitu, pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Pemberdayaan adalah upaya membangun daya itu dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih konkret, selain menciptakan “atmosfer” bagi bekerjanya pemberdayaan, juga menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Ketiga, makna melindungi, yakni melindungi masyarakat yang lemah (kurang berdaya dalam menghadapi yang kuat). Ketiga kunci pemikiran ini mengandung makna bahwa pemberdayaan bagi “desa membangun” dalam rangka pembangunan berbasis masyarakat (people centered development), memerlukan kebersamaan dan tafsir bersama akan nasib bersama warga desa (common sense), yang memperhatikan kebersamaan dalam keragaman (pluralitas) dan kekhasan lokal, kearifan lokal, untuk bersama-sama menggalang kekuatan dan meningkatkan kemandirian. Inilah pemberdayaan partisipatif.Karenanya, makna “desa membangun” secara bersama-sama ini sekaligus memupuk “solidaritas baru” di kalangan “grass-root”.Di sinilah diperlukan juga modal sosial.Lebih lanjut, dikatakannya bahwa pemberdayaan partisipatif tidak hanya meliputi penguatan individu tetapi juga pranatanya serta penguatan institusi-institusi sosial. Dan, masyarakat bukanlah objek, tetapi subjek.Karenanya, Kartasasmita juga mengajuan beberapa pendekatan dalam pemberdayaan ini yaitu, pertama, pemberdayaan itu harus terarah (targetted), yakni langsung kepada yang memerlukan.Kedua, langsung mengikutsertakan dan dilakukan oleh masyarakat.Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok. Pemberdayaan senantiasa berkaitan dengan penggalian dan pengembangan potensi masyarakat, yang menurut Kartasasmita bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sehingga pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta untuk mengembangkannya. Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa pemberdayaan harus terarah (targeted), ditujukan langsung kepada yang memerlukan (berbasis kebutuhan), langsung mengikutsertakan dan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran program (partisipatif), menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang

(16)

dihadapinya. Di sisi lain Kartasasmita (1997: 214-220). mengatakan upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari 3 sisi yaitu :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta membuka akses ke berbagai peluang (opportunities) yang membuat masyarakat menjadi makin berdaya. ketiga,

3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan

idealnya harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat.

2.2.4. Kontribusi Penelitian

Keberadaan desa memainkan peranan penting dan unik dalam system pemerintahan Indonesia.Desa menjadi entitas penting sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi dasar keberhasilan pembangunan dan perekonomian Bangsa Indonesia. Untuk itu studi ini disajikan dalam rangka mengukur kinerja pemerintahan desa dalam pengelolaan keuangan dana desa yang sudah diamanatkan dalam UU no 6 tahun 2014 dan peraturan pemerintah no 47 tahun 2015 dan juga program pemberdayaan desa. Setidaknya ada beberapa hal yang menunjukkan urgensi penelitian ini.Pertama, sebuah keberhasilan dalam kebijakan perlu di evaluasi dan dianalisis lebih dalam bagaimana pelaksanaan kebijakan tersebut terutama terkait dengan persoalan pengelolaan keuangan yang dapat dianggap menjadi momok, karena kesalahan sedikit bisa masuk ke bui.Kedua pengelolaan keuangan yang baik tertib dan akuntabel dapat mencerminkan kapasitas lembaga tersebut yang akuntabel.Kapasitas lembaga juga tercermin melalui seberapa bayak desa mengimplementasikan program pemberdayaan desanya. Artinya jika pengelolaan keuangannya buruk jelas tentu lembaga tersebut akan memiliki citra buruk di masyarakat.

(17)

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Studi ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif eksploratif yaitu mengungkapkan realitas sosial dengan mengeksplorasi lebih dalam terhadap suatu fakta dan fenomena. Langkah yang dilakukan: Pertama, survey di enam kecamatan dan Kantor Pemerintah Kabupaten Gianyar untuk mencari pengetahuan sejauh mana laporan keuangan dana desa dibuat dengan baik. Hasil temuan survey kemudian diklasifikasi untuk mengukur kemampuan desa dalam mengelola keuangan dan program dana desa dengan mengelompokkan menjadi tiga kategori. Kategori pertama adalah tiga (3) desa yang memiliki PADesa tinggi dan sedang dan pengelolaan program dan keuangan dana desa dengan baik. Kategori kedua adalah tiga (3) desa yang memiliki PADesa rendah dan pengelolaan keuangan dan program desa buruk. Sedangkan kategori ke tiga adalah satu (1) desa yang dijadikan percontohan atau rule model pengelolaan keuangan dan program desa yang sangat baik dari pemerintah pusat.

Langkah kedua, melakukan riset di lapangan mengenai bagaimana kinerja sesungghnya dari pemerintah desa terhadap pengelolaan keuangan dan program dana desa dari tujuh desa yang dijadikan obyek penelitian dengan mengacu pada d UU no 6 tahun 2014 dan juga Peraturan Pemerintah no 47 tahun 2015. Selain itu dilakukan analisis terhadap penggunaan keuangan dan program yang dilakukan dari sumber dana desa. dalam hal ini akan dilakukan analisis kinerja dari aparatur desa terhadap penggunaan keuangan tersebut.

Langkah ketiga adalah wawancara mendalam terhadap aparatur desa (termasuk kepada desa dan jajarannya) juga masyarakat desa setempat. Hal ini dilakukan untuk cek and ricek dari program dan akuntabilitas laporan keuangan dana desa. disamping itu mengeksplorasi bagaimana presepsi masyarakat terhadap eksistensi pemberian dana desa.

B. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer berasal dari nara sumber kunci seperti (kepala desa, sekretaris desa, ketua LPM dan LPD) yang bersentuhan langsung dengan urusan pengelolaan keuangan dana desa. Sedangkan data sekunder berupa laporan hasil kegiatan program dan penggunaan keuangan dana desayang dibuat oleh masing-masing desa..

(18)

C. Analisis Data

Data penelitian dilakukan melalui sejumlah analisis yaitu: pertama, reduksi data dengan pemilahan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Kedua, penyajian data dengan menyajikan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan atau penyederhanaan informasi.Ketiga, menarik Kesimpulan yaitu kegiatan konfigurasi yang utuh atau tinjauan ulang terhadap catatan di lapangan, yakni menguji kebenaran dan validitas makna yang muncul dalam lokasi penelitian.Setelah memiliki landasan kuat, simpulannya kuat dan menjadi lebih rinci sehingga menjadi simpulan akhir.

3.4. Batasan Waktu

Penelitian ini mengambil batasan periode waktu 1 tahun Anggaran keuangan desa periode 2015-2016 sejak dicairkan pertama kali transfer dana desa hingga laporan pertanggungjawabannya.

3.5. Batasan Daerah

Daerah penelitian mencakup desa di Kabupaten Gianyar Bali. Desa-desa yang menjadi obyek penelitian akan terlebih dahulu di uji analisis perbandingan hasil laporan PADesa masing-masing dengan rangking tujuh besar dari desa yang sudah dipilih.

(19)

3.6. Peta Jalan Penelitian

Kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya:

a. 1. Cek and

correction dari mata kuliah yang sudah ada sebelumnya b. Studi Kepustakaan yang berkaitan dengan kajian pemerintahan desa serta pengelolaan keuangan dan program-program desa

c. Mencari data dan survey informasi ttg desa, sumber lain terkait dengan nya

Luaran Sketsa dan Rancangan desain penelitian yang akan dilakukan

Kegiatan yang dilakukan : 1. Riset Survei desa di

Gianyar dengan

membandingakan laporan keuangan PADesanya masing masing,

2. Membuat rangking atau nomor urut dari masing PADesa yang didapat 3. Memetakan desa yang akan

direst

4. Riset dan analisis ke lapangan dengan metodelogi yang sudah disediakan

5. Mengukur kinerja keuangan dan program pemderdayaan desa

Luaran

a. Rule Model atas kinerja desa

b. pembelajaran perkuliahan terbaru berbasis hasil research

c. Menghasilkan desain baru mata kuliah di program studi

(20)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. A. Analisis Implementasi Dana Desa di Kabupaten Gianyar.

Hasil temuan survey dan wawancara di lapangan mengejutkan, bahwa tidak semua desa di Kabupaten Gianyar memiliki laporan keuangan lengkap dan memadai. Bahkan terdapat beberapa desa yang tidak memiliki PADesa dan catatan tentang laporan keuangan desa. Fenomena ini banyak ditemukan ketika dana desa belum digulirkan dan keuangan desa masih menggunakan Dana Alokasi Umum (ADD) sebagai dana bagi hasil dari pemerintah pusat kepada desa. Artinya sebuah desa yang memiliki potensi dan sumber daya alam kemudian mampu mengelolanya dengan baik dan menjadi sumber pendapatan desa, maka dana ADD yang diberikan pemerintah pusat akan dibagi dan disesuaikan dengan potensi desa dan kemampuan kinerja desa. Aturan tersebut sebenarnya dapat merugikan desa-desa di seluruh Indonesia yang kebanyakan tidak memiliki potensi dan sumber daya alam desa ditambah desa tidak memiliki kemampuan dalam mengelola pemerintahan, maka tentu saja dana alokasi desa yang didapat akan berjumlah sangat kecil. Hal ini yang kemudian membuat pembangunan desa tidak merata keseluruhan.

Namun demikian, kehadiran dana desa di pertengahan tahun 2015 lalu telah membawa kembangkitan kembali desa-desa yang mati suri karena kondisi keuangan desa yang minim, sehingga dengan adanya dana desa menjadi suntikan dan obat yang dapat membawa kesehatan dan kesejahteraan desa yang tidak berdaya. Meskipun tujuan dana desa sebagai upaya pemerataan pembangunan, namun pada awal implementasinya tahun 2015, kebijakan ini terkesan dilakukan secara mendadak tanpa diikuti dengan kegiatan sosialisasi, juklak dan juknis secara terstruktur, prosedur dan mekanisme laporan keuangan, serta tiadanya sangsi dan pengawasan. Oleh karenanya yang terjadi khususnya desa di Kabupaten Gianyar, laporan keuangan dana desa dilakukan secara sederhana yang terkesan tidak layak untuk sebuah laporan keuangan. Hal ini disebabkan banyak aparat desa yang tidak paham dan mengerti bagaimana membuat laporan keuangan yang baik dan implementasi program kegiatan dengan benar dan tepat sasaran. Permasalahan tersebut disebabkan oleh tidak adanya persamaan persepsi mengenai pembuatan laporan keungan yang disosialisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar kepada pihak desa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan bapak I Wayan Gede Darmayuda, Prebekel Desa Mas sebagai berikut :

“Seluruh aparatur desa itu ada pelatihannya namun setiap orang yang menjadi narasumber itu kebijakannya berbeda-beda, terkadang kita sudah benar di pemdes tetapi

(21)

di keuangan kita disalahkan, setelah di keuangan benar kadang-kadang di inspektorat yang menyalahkan. Jika bisa antara pemdes, keuangan dan inspektorat agar menyamakan persepsi sehingga desa itu tidak kebingungan”

Ditambah pula Sumber Daya Manusia yang minim, sehingga laporan keuangan berkali kali dilakukan dengan kesalahan.

Rupanya pemerintah pusat mulai menyadari bahwa kinerja pelaporan keuangan untuk dana desa di tahun 2015 dianggap buruk, sehingga dilakukan inovasi di tahun 2016 dengan merapihkan dan mentertibkan laporan keuangan dana desa dengan memberikan kegiatan sosialisasi, juklak dan juknis yang lebih terstruktur. Artinya ditahun ini pelaporan keuangan dana desa dilakukan cukup baik dan benar sebab memberi konsekuensi kemudahan pencairan dana desa ditahap berikutnya. Aturan ini setidaknya memberikan motivasi bagi aparatur desa untuk melakukan perubahan kinerja pemerintahan yang lebih baik. Di sisi lain kehadiran dana desa seolah menjadi tulang punggung kehidupan desa yang harus selalu dijaga tanggung jawab operasional dan pelaporannya.

Meskipun sebagian besar desa di Gianyar sudah dapat mengelola keuangan desa dengan baik, namun demikian, tidak semua desa memiliki kemampuan yang sama dengan desa yang lain dalam mengatasi persoalan ini. Sebagai contoh, perolehan dana desa yang besar tanpa diimbangi dengan pemenuhan dan kapasitas SDM, fasilitas sarana prasarana desa yang memadai tentu berimplikasi pada kinerja pemerintahan desa. Hal ini menjadi salah satu factor yang ditemukan pada beberapa desa di Gianyar. Pada dasarnya Kendala dan masalah yang muncul setelah pemberian dana desa adalah ketiadaan sumber daya manusia (SDM) dalam mengelola program dan keuangan dana desa. Hal tersebut diungkapkan oleh bapak I Wayan Suarma, SE, Prebekel Desa Batuan Kaler sebagai berikut :

“Untuk jumlah SDM itu masih terbatas, sehingga untuk membuat program yang hebat dan sempurna itu kami masih belum bisa, yang terpenting adalah output yang dihasilkan dari penggunaan dana desa tersebut. Secara umum untuk SDM itu masih terbatas baik dari aparaturnya dan juga masyarakatnya.”

Oleh karena itu, cara yang mudah untuk implementasi dana desa adalah dengan cara mengadakan program bersifat fisik desa seperti kegiatan pembangunan jalan, drainase, gedung serbaguna, gorong-gorong dan yang lainnya. Hal ini dilakukan agar dana desa lebih cepat terserap habis, sehingga tidak perlu memikirkan program lainnya dan pelaporan keuangan lebih mudah dilakukan.

(22)

Hasil temuan lain dalam studi ini, beberapa desa yang menjadi obyek penelitian tidak banyak mengeksekusi program pembangunan pemberdayaan masyarakat terutama tahun 2015. Beberapa alasan antara; pertama, ketiadan SDM yang menggerakkan program tersebut. Kedua, aparatur desa tidak memahami secara substansial tentang makna program pemberdayaan desa. Ketiga, ketiadaan komunikasi dan kesamaan presepsi antara aparat desa dan masyarakat. Dalam hal ini banyak di antara masyarakat desa yang belum mengetahui adanya dana desa. Masyarakat beraggapan bahwa peningkatan pembangunan desa yang dirasakan adalah bersumber dari keuangan kas desa. Meskipun dalam laporan pertanggung jawaban dana desa terdapat kegiatan pemberdayaan desa, namun jauh dari substansi dan tidak menyentuh sasaran pemberdayaan sesungguhnya. Program yang tidak tepat sasaran seperti Titra Yatra (melakukan sembahyang bersama di pura suci dan besar), membuat kostum untuk tarian, dan lainnya.

Selain itu, kehadiran dana desa sering pula dimanipulasi dengan dana yang lain seperti dana ADD (Dana Alokasi Umum) dan dana PSDS dari Pemerintah Daerah Gianyar. Dalam hal ini program kegiatan yang bersumber dari dana desa sering kali ditandai (dijadikan satu kegiatan) dengan dana yang lain sehingga terjadi tumpang tindih antara program dana desa dan program ADD atau PSDS. Hal ini terjadi karena aparat desa malas dan tidak memiliki kemampuan menentukan program desa. Mindset yang masih melekat pada pikiran aparatur desa adalah bagaimana menghabiskan uang dengan cepat dengan satu kegiatan.

Meski di tahun 2016, urusan dana desa telah dibantu oleh pendamping desa, namun belum tentu bisa menyelesaikan masalah. Sebab di Kabupaten Gianyar ditemukan satu pendamping desa bertugas terhadap lima desa. Ditambah lagi terdapat beberapa desa yang tidak mendapatkan pendamping desa, sehingga jembatan komunikasi antara pemerintah dengan pihak desa menjadi terputus. Hal tersebut diungkapkan oleh bapak Anak Agung Gede Bagus Udayana, Prebekel Desa Serongga sebagai berikut :

“Untuk pendamping desa itu adalah pegawai kontrak dan masa kontraknya ada yang sudah habis dan ada yang belum habis, sehingga masing-masing desa semua ada pendamping desa dan ada juga desa yang tidak mendapatkan pendamping desa. Di desa serongga pernah mendapatkan pendamping desa akan tetapi saat ini pendamping desa itu tidak pernah hadir, kemudian saya hubungi ternyata masa kontraknya sudah habis.”

Hal ini menjadi tidak efektif dan tidak menyelesaikan permasalahan desa, ditambah lagi temuan pendamping desa yang tidak mengetahui sama sekali tentang permasalahan desa, karena

(23)

rekruitmen yang salah bukan berdasarkan skill, tetapi melalui jaringan KKN (korupsi kolusi dan nepotisme).

Dari berbagai analisis permasalahan implementasi dana desa di Kabupaten Gianyar telah membawa dampak buruk dan kebaikan pada masing-masing desa. oleh karena itu untuk menganalisis kinerja keuangan dan program dana desa lebih mendalam sampel desa yang diambil adalah tujuh desa. Pertama, desa yang dianggap buruk dalam pengelolaan program dan keuangan dana desa. Desa tersebut adalah (Desa Kelusa, Desa Kerta, Desa Petulu, dan Desa Petak). Kedua, empat desa yaitu (Desa Tampak Siring, Desa Mas, Desa Peliatan, dan Desa Bona) adalah desa yang dianggap memiliki kinerja baik dalam pengelolaan keuangan dana desa, sedangkan satu desa yakni Desa Batuan adalah desa yang berkinerja sangat baik dan menjadi role model dan percontohan bagi pengelolaan keuangan dana desa oleh pemerintah pusat. Pembagian ini dimaksudkan untuk mewakili desa yang memiliki representasi baik dan buruk dalam pengelolaan program dan keuangan dana desa lebih lanjut sebagai impact dari kebijakan dana desa.

4.2 .Analisis Kinerja Pengelolaan Program Kegiatan dan Keuangan Dana desa. 1). Desa Percontohan/Role Model

Desa Batuan Kecamatan Sukawati Pagu Dana Desa Tahun 2015

Rp. 293.308.569

Tahapan Implementasi program Realisasi Tahap 1, 2 dan 3 Bidang Pengelenggaraan Pemerintahan Desa full Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa full Bidang pemberdayaan masyarakat full Bidang Pembinaan kemasyarakatan full Sisa Saldo Kosong

(24)

Desa Batuan memanfaatkan dana desa dengan baik dan dipergunakan untuk program desa yang bermutu dan tepat sasaran. Di samping itu, laporan keuangan dibuat dengan benar, modern dan dipublikasikan secara online. Keberhasilan Desa Batuan tidak terlepas dari sarana prasarana pemerintahan desa yang dimiliki secara lengkap. Contohnya semua ruangan kantor full AC, SDM dan Staf desa terpenuhi, fasilitas teknologi komputer dan internet sangat tersedia dan komunikasi yang dibangun antara aparat desa dan masyarakat sangat baik dalam pelayanan publik di desa.

Keberadaan fasilitas yang baik terbukti membawa dampak yang cukup signifikan terhadap pelaksanaan kebijakan dana desa. Kemampuan sumber daya manusia yang tidak lain perangkat desa Batuan dalam mengelola dan mentransformasikan dana desa menjadi program-program yang memiliki manfaat positif bagi masyarakat. Keberadaan laporan keuangan yang telah dibuat sesuai dengan aturan pemerintah dan dibuka kepada masyarakat umum membuktikan bahwa Desa Batuan telah menerapkan asas-asas good government dalam menjalankan pemerintahannya.

2). Desa Yang Memiliki Kinerja Baik Dalam Pengelolaan Program Kegiatan dan Keuangan dana Desa( Desa Tampak Siring, Desa Mas, Desa Peliatan, dan Desa Bona)

1. Desa Tampak Siring Kecamatan Tampak Siring Pagu Anggaran Dana Desa Tahun 2015

Rp. 308.034.155

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Ketera

Bidang pengelenggara pemerintah Bidang pengelenggara pemerintah Bidang pengelenggara pemerintah

Program yang tidak direalisasikan adalah program pemberdayaan masyarakat. Dana digunakan lebih banyak untuk pembangunan fisik Bidang pelaksanaan Pembangunan Bidang pelaksanaan Pembangunan Bidang pelaksanaan Pembangunan Bidang Pembinaan masyarakat Sisa Saldo Rp. 6,301,213,00

Pengelolaan keuangan dana desa sebenarnya telah berjalan dengan cukup baik di desa Tampaksiring. Akan tetapi, program-program yang dirancang dan dilaksanakan lebih banyak

(25)

menyasar pada bidang pembangunan fisik. Pun demikian halnya dengan anggaran yang sebagian besar juga terserap pada bidang penyelenggaraan pemerintah.

Untuk bidang pemberdayaan masyarakat mendapatkan porsi anggaran sebesar Rp. 22.000.000. Namun program yang dilaksanakan secara substansial bukanlah program bidang pemberdayaan. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan penyusunan profil dan RPJM sehingga secara substansial tidak dapat dikatakan sebagai bidang pemberdayaan masyarakat.

Anggaran dana desa yang direalisasikan oleh pemerintah desa Mas lebih banyak terserap untuk bidang penyelenggaraan pemerintah dan terlalu bertumpu pada bidang pembangunan. Dari total pagu anggaran sebesar Rp. 295.815.206, bidang penyelenggaraan pemerintah menelan biaya sebesar Rp. 114.709.906. Sementara bidang pembangunan menelan anggaran sebesar Rp. 106.784.500. Sehingga kedua bidang tersebut menelan total anggaran sebesar Rp. 221.494.406 atau kurang lebih 75% dari total pagu anggaran.

Sedangkan program pemberdayaan masyarakat yang termasuk kedalam program prioritas yang dicanangkan oleh pemerintah pusat tidak mendapatkan porsi anggaran yang memadai yakni

2. Desa Mas Kecamatan Ubud Pagu Anggaran Dana Desa Tahun 2015

Rp. 295,815,206

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Keterangan

Bidang pengelengga raan pemerintah Desa Bidang penyeleng garaan pemerinta h desa Bidang penyelenggaraan pemerintah Desa

Lebih banyak program fisik (pelaksanaan pembangunan), sedangkan

Program pemberdayaan masyarakat masih sedikit direalisasikan dengan dana minimum Bidang pelaksanaan Pembanguna n Bidang pelaksana an pembangu nan Bidang pelaksanaan Pembangunan Bidang Pembinaan masyarakat Bidang pembinaan masyarakat Bidang Pemberdayaan masyarakat Sisa Saldo Rp. 2,807,000,

(26)

hanya sebesar Rp. 5.179.000 atau 0,18% dari total pagu anggaran. Jumlah anggaran yang tergolong sangat kecil tersebut digunakan untuk membiayai program perlindungan anak dan perempuan yang menjadi satu-satunya program pemberdayaan yang dicanangkan oleh pemerintah desa Mas.

Di desa Peliatan, realisasi anggaran dana desa lebih banyak dimanfaatkan untuk bidang pembangunan. Pada bidang pembangunan menelan anggaran sebesar Rp. 180.035.455 atau 62% dari total pagu anggaran. Dana tersebut dimanfaatkan salah satunya untuk penataan lingkungan balai banjar di kawasan desa Peliatan.

Pada bidang pemberdayaan masyarakat, porsi anggaran yang diberikan sebesar Rp. 48.495.213 atau 17% dari total pagu anggaran. meskipun belum mendapatkan porsi anggaran yang berimbang dengan bidang pembangunan, dengan porsi anggaran yang ada dapat dikatakan cukup untuk melaksanakan program pemberdayaan masyarakat. Walaupun sekali lagi, program pemberdayaan yang dilaksanakan tidak berada pada substansi bidang pemberdayaan masyarakat sebagaimana yang dicanangkan oleh pemerintah pusat

3. Desa Peliatan Kecamatan Ubud Pagu Anggaran Dana Desa Tahun 2015

Rp. 290.645,231

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Keterangan

Bidang pengelenggara pemerintah Desa Bidang pengelenggara pemerintah desa Bidang pengelenggara pemerintah Desa

Lebih banyak program fisik (pelaksanaan pembangunan), sedangkan Program pemberdayaan masyarakat sudah direalisasikan dengan dana yang cukup tetapi program pemberdayaan belum substansial Bidang pelaksanaan Pembangunan Bidang pelaksanaan pembangunan Bidang pelaksanaan Pembangunan Bidang Pembinaan masyarakat Bidang pemberdayaan masyarakat Bidang pemberdayaan masyarakat Sisa Saldo Rp.0,

(27)

3). Desa Yang Memiliki Kinerja Buruk Dalam Pengelolaan Program Kegiatan dan Keuangan Dana Desa ( Desa Kelusa, Desa Kerta dan Petulu )

Laporan keuangan dari desa Kelusa dapat dikatakan kurang baik. Hal ini disebabkan laporan keuangan yang dibuat tidak sesuai dengan format laporan keuangan sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan terkesan asal membuat laporan keuangan. Anggaran dana desa yang diperoleh oleh desa Kelusa lebih banyak terserap untuk bidang pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah yang menelan anggaran sebesar Rp. 287.794.376.

Sedangkan untuk bidang pemberdayaan masyarakat sama sekali tidak mendapatkan porsi anggaran. Sehingga sama sekali tidak terdapat program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan.

1. Desa Kelusa Kecamatan Payangan Pagu Anggaran Dana Desa tahun 2015

Rp. 300.694,376

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Keterangan

Bidang penyeleng gara pemerinta h desa Bidang pengelenggara pemerintah desa Bidang pengelenggara pemerintah Desa

Lebih banyak program fisik (pelaksanaan pembangunan) dan penyelenggaraan pemerintaha sedangkan Program pemberdayaan masyarakat tidak ada. Laporan keuangan dibuat tidak lengkap, sehingga sulit dipahami. Bidang pelaksanaa n Pembangu nan desa Bidang pelaksanaan pembangunan desa Bidang pelaksanaan Pembangunan desa Bidang pembinaan masyarakat Sisa Saldo Rp.80,605.000

2. Desa Kerta Kecamatan Payangan Pagu Anggaran Dana Desa tahun 2015

Rp. 304.579,886 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Keterangan Nihil Nihil Bidang

pengelenggara pemerintah

Desa

Tahap 1 dan 2 tidak ada realisasi program, sedangkan tahap 3 realisasi program 20% dari dana anggaran yang diperoleh. pemberdayaan. Program2 yang dilakukan di tahap 3 tidak bermutu.

Bidang pelaksanaan Pembangunan desa

(28)

Pada laporan keuangan desa Kerta Kecamatan Payangan, anggaran dana desa lebih banyak terserap ke bidang penyelenggaraan pemerintah dan bidang pembangunan. Total anggaran yang digunakan untuk kedua bidang tersebut jika di presentasekan mencapai 98% dari total pagu anggaran yang berjumlah Rp. 304.579.886. Bahkan terdapat program pembangunan yang menelan anggaran yang sangat besar, yakni sejumlah Rp. 163.329.886 yang hanya digunakan untuk pembangunan drainase salah satu banjar.

Untuk program pemberdayaan sama sekali tidak mendapatkan anggaran sehingga tidak terdapat program pemberdayaan yang dirasakan oleh masyarakat. Hal ini tentu sangat disayangkan, terlebih program pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu program prioritas bersama dengan program pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Laporan keuangan desa Petulu dapat dikategorikan buruk. Hal ini dilatarbelakangi oleh laporan yang dibuat tidak sesuai dengan format laporan keuangan yang ditetapkan oleh pemerintah dan sangat sulit untuk dipahami. Dana desa yang didapat oleh desa Petulu, 90%

pembinaan masyarakat

Sisa Saldo 0

3. Desa Petulu Kecamatan Buah Batu Pagu Anggaran Dana Desa tahun 2015

Rp. 290,035,464

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Keterangan

Bidang penyelenggara pemerintah desa Bidang pengelenggara pemerintah desa Bidang pengelenggara pemerintah Desa Tahap 1 dana 90% direalisasikan di bidang pembangunan desa. Dari tiga tahap program pemberdayaan

masyarakat tidak direalisasikan. Laporan keuangan dibuat berbeda dengan laporan pada umumnya, tidak lengkap, dan sangat sulit dipahami. Bidang pelaksanaan Pembangunan desa Bidang pembinaan masyarakat Sisa Saldo Rp.58,007.092

(29)

dihabiskan untuk bidang pembangunan masyarakat dan sisanya dipergunakan untuk bidang penyelenggaraan pemerintah dan dibidang pembinaan masyarakat.

Sedangkan bidang pemberdayaan masyarakat sama sekali tidak mendapatkam porsi anggaran. Hal ini mengakibatkan tidak terdapat program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan. Padahal dengan jumlah pagu anggaran sebesar Rp. 290.035.464, seharusnya bidang pemberdayaan masyarakat mendapatkan porsi anggaran sehingga bidang pemberdayaan masyarakat yang tujuannya untuk meningkatkan perekomian masyarakat melalui peningkatan dan penggalian potensi yang ada dapat dilaksanakan dengan baik.

Dari hasil penelitian dilapangan, dana desa yang diperoleh oleh desa Petak lebih banyak terserap untuk bidang pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah. Porsi yang sangat besar untuk kedua bidang tersebut menyebabkan bidang pemberdayaan masyarakat sama sekali tidak mendapatkan porsi anggaran. Program-program pemberdayaan yang dicanangkan oleh pemerintah desa Petak sebagaimana yang diperoleh dari hasil wawancara sama sekali tidak berjalan yang disebabkan oleh tidak adanya biaya yang dianggarkan untuk program tersebut. 4.2. Pelaksanaan Program pemberdayaan Desa Implikasi dari Dana Desa.

Sebagian desa-desa di Gianyar yang dikaji dalam penelitian ini telah mendapakan dana desa. Dana desa tersebut mengharuskan pemerintah desa membuat dan merencanakan program desa yang akan direncanakan dan dilakukan. Program desa yang bersumber dari dana desa sebagian besar diimplementasikan untuk pembangunan infra struktur seperti pembangunan jalan,

4. Desa Petak Kecamatan Gianyar Pagu Anggaran Dana Desa tahun 2015

Rp. 292,282,744

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Keterangan

Bidang penyelenggara pemerintah desa Bidang pengelenggara pemerintah desa Bidang pengelenggara pemerintah Desa

Dana lebih banyak terserap pada bidang penyelenggaraan pemerintah dan bidang pembangunan. Bidang pemberdayaan

masyarakat sama sekali tidak berjalan. Bidang pelaksanaan Pembangunan desa Bidang pelaksanaan Pembangunan Desa Bidang pembinaan masyarakat Sisa Saldo

(30)

drainase, gapura dan lain sebagainya. Setelah program infra struktur, program lainnya yang mengharuskan desa untuk terlibat dalam menghapus kemiskinan di desa adalah program pemberdayaan desa. Desa di Kabupaten Gianyar mendapatkan dana desa yang terbilang cukup besar dan mengalir cukup lancer, sehingga cara mengeksekusinya pun terbilang cepat. Misalnya setelah dana desa cair, para aparatur desa termasuk kepala desa cukup aktif dalam melakukan rapat atau pertemuan dengan warga untuk menentukan program apa yang belum terlaksana di desa, disampiing itu warga masyarakat pun ikut serta andil dan terlibat gotong royong dalam membangun program tersebut.

Namun demikian halnya berbeda dengan kondisi masyarakat desa di sebagian desa Gianyar seperti Desa sidan dan Kerta, ketika impelemntasi dana desa untuk program pemberdayaan, justru sebagian besar masyarakat tidak antusias mengikuti program tersebut, dikarenakan beberapa faktor antara lain alasan kesibukan dan lainnya sehingga program pemberdayaan belum tereksekusi dengan baik dan mengena pada sasaran yang tepat. Program pemberdayaan yang dilakuka di desa tersebut, berupa pelatihan dan pendampingan.Kurangnya antusiasme warga masyarakat untuk datang dan ikut serta dalam pelaksanaan program diindikasi karena kurangnya motivasi dari warga yang tidak didorong oleh aparatur pemerintah desa karena alasan kesibukan aktivitas kerja masing-masing. Selain itu sasaran untuk program pemberdayaan wanita yang terkesan tidak mengena pada sasaran disebabkan wanita desa di Bali pada umumnya mempunyai aktivitas tersendiri yakni lebih banyak mengerjakan urusan rumah tangga dan penyediaan banten atau sesaji untuk sembahyangan ataupun upacara adat pada setiap harinya, sehingga tidak diwajibkan keterlibatannya dalam pemerintahan desa. Meskipun program pemberdayaan yang diajukan oleh pemerinatah desa terbilang cukup baik dan berdaya guna, akan tetapi motivasi yang kurang dari warga setempat untuk mengikuti kegitan yang dilakukan.

Pelaksanaan program pemberdayaan yang dilakukan di desa Gianyar hanya sebatas melakukan pelatihan-pelatihan semata, program kurang menyentuh pemberdayaan potensi local desa yang digali, pembinaan SDM yang belum terakomodasi sebab masih mengandalkan pembinaan lewat pemerintah kota atau kabupaten.

(31)

Kesimpulan

Beberapa alasan kinerja desa dalam pengelolaan program dan keuangan dianggap buruk disebabkan: pertama, desa tidak mampu merealisasikan program kerja. Kedua, pembuatan laporan keuangan tidak sama dengan juklak dan juknis. Ketiga, kategori desa ini dalam realisasinya ditemukan permaslahan seperti desa yang terlibat konflik, SDM yang kurang dan akses lingkungan ke kota yang agak jauh. Sedangkan desa yang dikategorikan baik dalam mengeksekusi program dan laporan keuangan desa, dapat dianalisis bahwa meskipun kebanyakan SDM di desa sangat kurang, peran perbekel dan perangkatnya mampu melakukan upaya-upaya perbaikan desa, meskipun sering juga mengalami kesalahan.Sedangkan desa percontohan adalah desa yang memiliki prasarana lengkap, SDM memadai dan peran kepala desa dan masyarakt juga mendukung. Oleh karena itu implemetasi dana desa harus didukung oleh semua elemen baik pmerintahpusat, daerah, desa, dan masyarakat.

Beberapa alasan kinerja desa dalam pengelolaan program kegiatan dan keuangan dianggap buruk ( Desa Kerta, Petulu dan Kelusa) disebabkan:: Pertama, tidak mampu merealisasikan program kerja. Kedua, pembuatan laporan keuangan tidak mengikuti aturan. Ketiga, kategori desa ini sedang mengalami permaslahan di desa seperti sedang konflik sosial, kurangnya sumber daya manusia yang unggul, akses lingkungan ke kota agak jauh. Sedangkan desa yang dikategorikan kinerja baik ( Desa Tampak Siring, Desa Mas, Desa Perliatan) dalam program kegiatan dan laporan keuangan desa, disebabkan sumber daya manusia cukup memadai, peran perbekel/ kepala desa dan perangkat desa aktif dan berkomunikasi serta mampu melakukan upaya perbaikan dan perubahan desa. Sedangkan desa percontohan (Desa Batuan) adalah desa yang memiliki prasarana lengkap, sumber daya manusia dan fasilitas yang sangat memadai serta peran kepala desa dan masyarakt saling mendukung. Oleh karena itu, implementasi dana desa harus didukung oleh semua elemen baik pemerintah pusat, daerah, desa, dan juga masyarakat.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. (2001). Bunga Rampai; Manajemen Keuangan Daerah.Edisi pertama. Yogyakarta: UUP AMP YKPN.

Devas, Nick dkk.(2000). Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Cetakan ke 4.Jakarta UI Press.

Isbandi, RA (2000). Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: UI press FEUI.

Ginanjar Kartasasmita. (1997). Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang Berakar Pada Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press

Mardiasmo. (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah: Good Governance, Democratization, Local Government Financial Management.Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta; Penerbit Andi.

Sumber lain: - UU no 6 tahun 2014

- Peraturan Pemerintah no 47 Tahun 2015 - Permendagri no 113 tahun 2014

- Diyah Sawitri dalam https://core.ac.uk/download/files/478/12346533.pdf. Diakses tgl 6 Maret 2016 pukul 19.45

- Agus Subroto dalam https://www.academia.edu/8988004/ AKUNTABILITAS PENGELOLAAN_DANA_DESA. Diakses tanggal 6 Maret pukul 20.25.

(33)

PENGGUNAAN ANGGARAN

1. Gaj dan Upah

Harga Satuan (Rp) Harga Peralatan Penunjang (Rp) Honor Justifikasi Pemakaian Kuantitas

Ketua Peneliti 5 bulan 1 420.000

2.100.000

Anggota Penelitia 84 jam 1 25.000

2.100.000

Pembantu Lapangan 15 hari 4 55.000

3.300.000

TOTAL

7.500.000

2. Bahan / Peralatan Penunjang

Harga Satuan (Rp) Harga Peralatan Penunjang (Rp) Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas HardDisk 1 900,000 900,000

Tinta printer B&W Cetak laporan 4

300,000

1,200,000

Tinta printer warna Cetak laporan 2 450,000 900,000 TOTAL 3,000,000 ATK kertas HVS A4 6 50,000 300,000 kertas HVS F4 2 60,000 120,000 ballpoint 2 25,000 50,000 amplop kecil 1 30,000 30,000

Stapler & isi stapler 2 35,000 70,000 spidol

(34)

1 40,000 40,000 papan untuk wawancara 6 25,000 150,000 map 20 2,000 40,000 Materai 20 7,000 140,000 - SUB TOTAL (Rp) 940,000

4. Perjalanan dan Habis Pakai

Harga Satuan

(Rp)

Material Justifikasi

Perjalanan

Kuantitas Biaya per Tahun (Rp)

konsumsi rapat (5 kali pertemuan) 6 45,000 1,350,000 konsumsi olah data

(6 kali pertemuan) 6 45,000 1,620,000 konsumsi pencarian data (8 kali pertemuan) 6 45,000 2,160,000 Biaya perjalanan peneliti (10 kali) Proses pencarian data 2 90,000.00 1,800,000 Biaya perjalanan surveyor(13 kali 4 100,000.00 5,200,000 12,130,000 5. Lain lain Harga Satuan (Rp)

Material Justifikasi Kuantitas Biaya per Tahun (Rp)

Fotokopi 5150 200.00 1,030,000.00

Jilid Laporan 20 20,000.00 400,000.00

SUB TOTAL (Rp) 1,430,000.00

(35)

Referensi

Dokumen terkait

Paguyuban Kawasan Tertib Berbasis Masyarakat, atau nama lainnya merupakan media pertemuan tokoh masyarakat di lingkungan kawasan tertentu atau pedukuhan yang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disingkat (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun yang

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA TAHUN 2014 - 2019. Perakiraan Pola Pelaksanaan Perakiraan Biaya

Perubahan Peraturan Desa Bana Nomor 3 tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Bana Tahun 2016-2021 merupakan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk

Maksud disusunnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) adalah sebagai pedoman bagi Pemerintahan Desa dalam menyusun sasaran, program dan kegiatan

C. 2  x 10  ­6  N  Jawaban : A  Penyelesaian :  F = 2 x 10  ­6  N  30. 

Laporan Keuangan Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan

Simpulan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi menurut pandangan Prinsip kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh