SELEKSI ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO PENGHASIL ENZIM LIPASE Novera Dikma Pramitasari*, Nengah Dwianita Kuswytasari1, Maya Shovitri1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Gedung H Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia
Abstrak
Kemampuan 37 isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya dalam menghasilkan enzim lipase serta aktivitas enzimatiknya telah diteliti. Minyak zaitun dan rhodamine B yang ditambahkan ke dalam medium basal digunakan sebagai medium seleksi. Berdasarkan parameter terbentuknya zona berpendar dapat terlihat bahwa dari 37 isolat yang diseleksi terdapat 23 isolat yang mampu menghasilkan enzim lipase. Dari 23 isolat kapang tersebut, terdapat tujuh isolat yang dapat menghasilkan zona berpendar dengan intensitas pendaran yang tinggi, yaitu Mortiriella sp., Penicillium sp.1, Fusarium sp., Gliomastix sp.1, Gliomastix sp.2, Mycelia sterilia (Unk1), dan Mycelia sterilia (Unk2). Uji aktivitas lipase dilakukan pada ketujuh isolat tersebut, serta Aspergillus niger. Aspergillus niger digunakan juga pada uji aktivitas karena pada studi literatur menunjukkan bahwa isolat Aspergillus niger menghasilkan aktivitas lipase yang tinggi. Isolat dengan aktivitas lipase tertinggi pada medium cair adalah Mortiriella sp. (0,0077 U/mL). Isolat dengan aktivitas lipase dari nilai yang terbesar hingga terkecil selanjutnya adalah Gliomastix sp.1 (0,0073 U/mL), Aspergillus niger (0,0063 U/mL), Mycelia sterilia (Unk2) (0,0058 U/mL), Mycelia sterilia (Unk1) (0,0043 U/mL), Penicillium sp.1 (0,0037 U/mL), Gliomastix sp.2 (0,0034 U/mL), dan kemudian Fusarium sp. (0,0032 U/mL).
Kata kunci: zona berpendar, aktivitas enzim lipase, isolat kapang tanah Wonorejo Abstract
The ability of isolates of the soil mold in Wonorejo Surabaya produces the lipase enzymes and the enzimatic activities have been researched. The selection medium used the basal mediums which is contain olive oil and rhodamine B. Based on the formation parameters, 23 isolates (amounts of the isolate in this research is 37 isolates) can be seen at the flourescent zone and they produced the lipase enzymes. Seven of those 23 isolates of the mold produce a flourescent zone with a high luminescence intensity, ie Mortiriella sp., Penicillium sp.1, Fusarium sp., Gliomastix sp.1, Gliomastix sp.2, Mycelia sterilia (Unk1), and Mycelia sterilia (Unk2). Lipase activity assay was performed on those seven isolates, and Aspergillus niger. This activity assay used the Aspergillus niger due to the study of the literature showed that Aspergillus niger produces high lipase activity. Mortiriella sp. (0,0077 U/mL) is the isolate that has the highest lipase activity in the liquid medium. The next level of each isolates lipase activity are Gliomastix sp.1 (0,0073 U/mL), Aspergillus niger (0,0063 U/mL), Mycelia sterilia (Unk2) (0,0058 U/mL), Mycelia sterilia (Unk1) (0,0043 U/mL), Penicillium sp.1 (0,0037 U/mL), Gliomastix sp.2 (0,0034 U/mL), and Fusarium sp. (0,0032 U/mL).
Key words: flourescent zone, lipase enzyme activity, Wonorejo soil mold *Coresponding Author Phone: +6285645051894
1
Alamat Sekarang : Jurusan Biologi FMIPA ITS 1. Pendahuluan
Lipid adalah molekul yang terdiri dari rantai panjang hidrokarbon dengan ujung gugus
karboksil (COOH). Adanya rantai panjang hidrokarbon ini membuat lipid bersifat nonpolar (Lehninger, 2004). Lipid dibagi menjadi delapan kategori yaitu asam lemak, gliserolipid,
glisero-phospholipid, spingolipid, sakarolipid, poli-ketida, lipid sterol, dan lipid prenol (Fahy et al., 2011). Karena sifatnya yang nonpolar tersebut, maka dibutuhkan enzim lipase untuk menghidrolisis lipid.
Mikroorganisme penghasil enzim lipase, dapat mengkatalisis lipid menjadi sumber karbonnya (Olivia et al., 1998). Enzim lipase yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menjadi produk komersial. Dilaporkan oleh Mohan et al. (2008), mikroorganisme yang dapat menghasilkan lipase adalah bakteri, kapang, serta aktinomisetes. Namun kapang lebih dikenal sebagai agen produksi lipase potensial (Rajesh et
al., 2010) dan merupakan sumber lipase yang
terbaik dan banyak dipilih untuk digunakan dalam aplikasi industri (Damaso et al., 2008). Lipase digunakan dalam aplikasi formulasi deterjen, sintesis biosurfaktan, industri oleokimia, industri susu, industri agrokimia, pengolahan kertas, kosmetik, dan farmasi.
Salah satu metode untuk mendeteksi adanya asam lemak bebas dari hidrolisis lipid dapat ditentukan dengan uji difusi agar. Uji ini mengobservasi hidrolisis lipid secara langsung terhadap perubahan substrat yang diemulsikan pada media pertumbuhan dalam cawan Petri. Salah satu cara deteksi yang cepat, sederhana, dan sensitif yaitu dengan menambahkan Rhodamine B ke dalam media pertumbuhan (Kouker and Jaeger 1986). Pada umumnya minyak zaitun digunakan dalam uji ini sebagai sumber lipid, dan pewarna Rhodamine B sebagai zat pewarna. Rhodamine B membentuk kompleks dengan asam lemak bebas, kemudian koloni penghasil lipase memberikan zona berpendar yang dapat dilihat di bawah sinar UV (Gupta et al., 2003).
Aktivitas enzim menunjukkan kemam-puan suatu enzim dalam mengkatalisis perubahan suatu substrat menjadi produk dalam suatu waktu tertentu. Satuan aktivitas enzim lipase ditunjukkan dalam unit per mL (U/mL). Nilai 1 U/mL menyatakan banyaknya enzim lipase yang dapat melepaskan 1 mikromol (µ mol) asam lemak bebas per menit (Murni dkk., 2011). Aktivitas enzim lipase dapat ditentukan dengan mengukur asam lemak yang dihasilkan setelah masa inkubasi tertentu. Asam lemak yang dihasilkan oleh hidrolisis lipase dari trigliserida ditentukan dengan metode kolorimetri dengan
mengamati perubahan warna tembaga piridin-asetat sebagai reagen warna (Kwon dan Rhee, 1986). Metode ini melibatkan kompleksitas dari asam lemak bebas pada pelarut organik dengan logam bivalen (biasanya tembaga), kemudian diikuti dengan analisis spektrofotometer pada panjang gelombang 715 nm (Hasan et al., 2009). Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Biologi ITS saat ini memiliki koleksi isolat kapang tanah dari kawasan Wonorejo di pantai timur Surabaya yang terdiri dari genus Aspergillus, Paecilomyces, Penicillium, Stachybotrys, Gliomastix, Scopulariopsis, Trichoderma, Absidia, Acremonium, Cephaliophora, Chaetomium, Curvularia, Exophiala, Fusarium, Gliocladium, Mortierella, dan Verticillium (Kuswytasari et al., 2011). Beberapa penelitian lain telah meneliti kemampuan spesies kapang dari beberapa genus tersebut dalam menghasilkan lipase dengan kemampuan yang berbeda-beda. Namun genus Gliocladium, Gliomastix, dan Chaetomium, belum banyak dilaporkan mengenai kemam-puannya dalam menghasilkan lipase. Perbedaan kemampuan isolat kapang dalam menghasilkan lipase, menjadi latar belakang untuk mempelajari lebih lanjut semua isolat kapang tanah asal Wonorejo.
2. Metodologi
Penelitian dilakukan pada bulan September 2011 sampai April 2012 di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Biologi ITS. Tiga puluh tujuh (37) isolat kapang di dapatkan dari koleksi kultur murni Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Jurusan Biologi ITS. Isolat kapang diisolasi dari kawasan pesisir Wonorejo Surabaya oleh peneliti sebelumnya (Kuswytasari et al., 2011). Isolat kapang disubkultur di media Potato Dextrose
Agar pada Petri dish.
Komposisi medium seleksi penghasil lipase dalam 1 Liter akuades terdiri dari 1 gram KH2PO4, 2 gram NH4NO3, 2 gram MgSO4.7H2O,
0,06 gram CuSO4, 39 gram agar, dan 100 mg Chloramphenicol. Komposisi tersebut digunakan
sebagai medium basal. Medium kemudian dihomogenkan dengan spatula hingga larut dan dipanaskan hingga mendidih. Sterilisasi dilakukan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C dengan tekanan 1,5 atm, kemudian didinginkan hingga suhu sekitar 60oC. Minyak
zaitun (Bertolli Lucca®, Bertolli USA) sebanyak 31,25 mL (2.5%, w/v) dan larutan Rhodamine B (Merck®, Germany) 10 mL (0.001%, w/v) yang telah difiltrasi dan disterilisasi, ditambahkan dengan pengadukan selama 1 menit. Medium didiamkan selama 10 menit pada suhu 60oC untuk mereduksi busa. Medium dituangkan ke cawan Petri steril dan disimpan pada suhu 4°C. Komposisi Medium seleksi penghasil lipase dimodifikasi dari Pera et al. (2006), serta Kouker dan Jaeger (1986).
Semua isolat kapang tanah diseleksi kemampuannya dalam menghasilkan lipase. Kultur kapang tanah (umur 120 jam) dalam medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang mengandung 100 mg Chloramphenicol,
diinokulasikan ke tengah cawan Petri yang berisi medium seleksi penghasil lipase dan diinkubasi pada suhu kamar selama 168 jam. Setelah 168 jam cawan diletakkan terbalik lalu disinari ultraviolet dengan panjang gelombang 366 nm. Adanya zona berpendar berwarna merah muda yang terbentuk dibawah koloni kapang diamati. Medium agar seleksi penghasil lipase tanpa penambahan isolat digunakan sebagai kontrol negatif. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
Medium produksi lipase yang digunakan terdiri dari KH2PO4 7.0 gram, Na2HPO4 2.0
gram, MgSO4.7H2O 1.5 gram, CaCl2.2H2O 0.1
gram, ZnSO4.7H2O 0.001 gram. Medium cair
kemudian dihomogenkan dengan spatula hingga larut dan dipanaskan hingga mendidih. Sterilisasi dilakukan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C dengan tekanan 1,5 atm, kemudian didinginkan hingga suhu sekitar 60oC. Minyak zaitun (Bertolli Lucca®, Bertolli USA) ditambahkan sebanyak 20 mL (1% w/v) pH 6.0 dalam 1 Liter akuades (Savitha et al., 2007 dengan modifikasi).
Kultur kapang yang berusia 120 jam dalam medium PDA (Potato Dextrose Agar), ditambahkan 10 mL aquades steril ke dalamnya. Dilakukan pelepasan konidia menggunakan jarum inokulasi. Kemudian tabung di vortex untuk memisahkan gumpalan konidia dan untuk mendapatkan suspensi yang homogen. Suspensi konidia dengan jumlah spora yang sebelumnya dihitung dengan haemocytometer neubauer sebanyak 106 spora/mL digunakan sebagai inokulum. Sebanyak 1 mL suspensi spora (106
spora/mL) diinokulasikan dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi medium produksi lipase sebanyak 9 mL dengan pH 6.0. Kemudian diinkubasi menggunakan shaker incubator
(Health, H-M-SR®) pada suhu ruang dengan kecepatan pengocokan 120 rpm selama 96 jam. Setiap perlakuan diulang tiga kali (triplo) (Maia
et al., 2001 dengan modifikasi).
Sebanyak 10 mL starter inokulum diinokulasikan dalam erlenmeyer 250 mL yang berisi medium produksi lipase sebanyak 90 mL dengan pH 6.0. Setiap perlakuan diulang tiga kali (triplo). Inkubasi menggunakan shaker incubator (Health, H-M-SR®) pada suhu ruang dengan kecepatan pengocokan 120 rpm. Pemanenan dilakukan pada jam ke - 120, filtrat kultur produksi lipase dikumpulkan secara aseptis dengan melewatkan pada Whatman No. 94 filter
paper. Filtrat ini diasumsikan sebagai enzim
kasar yang kemudian dilakukan uji aktivitas lipase (Maia et al., 2001 dengan modifikasi).
Penentuan aktivitas lipase dilakukan dengan menggunakan metode Kwon dan Rhee (Kwon, 1986). Filtrat kultur produksi lipase yang sebelumnya dikumpulkan secara aseptis dengan melewatkan pada Whatman No. 94 filter paper diasumsikan sebagai enzim kasar. Penentuan aktivitas lipase dilakukan pada jam ke - 120. Substrat yang digunakan dalam metode ini adalah minyak zaitun (Bertolli Lucca®, Bertolli USA). Minyak zaitun (Bertolli Lucca®, Bertolli USA) sebanyak 1,5 mL, ditambahkan dengan 1 mL buffer fosfat pH 7 dan 1 mL larutan enzim kasar. Campuran ini selanjutnya diinkubasi pada
shaker incubator (Health, H-M-SR®) pada suhu ruang dengan kecepatan pengocokan 120 rpm selama 30 menit. Selanjutnya campuran ditambahkan larutan 1 mL HCl 6N dan 5 mL heksana. Campuran selanjutnya dikocok kuat dan lapisan atas diambil sebanyak 2 mL, kemudian ditambahkan 0,5 mL reagen tembaga (II) asetat dan divortex 1 menit. Absorbansi campuran diukur dengan spektrofotometer (Geneys 20, 4001/4®, USA) pada panjang gelombang 715 nm 3. Hasil dan Pembahasan
Uji Seleksi Penghasil Lipse
Uji seleksi penghasil lipase adalah uji untuk mengetahui kemampuan isolat kapang dalam menghasilkan enzim lipase pada media
selektif padat, dengan mengamati terbentuknya zona berpendar di bawah sinar UV 366 nm.
Kouker dan Jaeger (1986) menggunakan pewarna berpendar rhodamine B untuk mengobservasi zona berpendar di bawah sinar UV yang dihasilkan dari lipolisis. Ikatan antara pewarna rhodamine B dengan asam lemak, monogliserida, dan trigliserida bersifat spesifik dan sensitif. Mekanisme pembentukan zona berpendar belum diketahui. Namun, Kouker dan Jaeger (1986) menyatakan bahwa zona berpendar tersebut terbentuk dengan adanya pembentukan dimer kompleks antara rhodamine B dengan monogliserida, digliserida, dan asam lemak bebas.
Berdasarkan data Tabel 1 dapat terlihat bahwa dari 37 isolat yang diujikan, terdapat 23 isolat yang mampu menghasilkan enzim lipase. Dari 23 isolat kapang tersebut, terdapat tujuh isolat yang dapat menghasilkan zona berpendar dengan intensitas yang tinggi, yaitu Mortiriella sp., Penicillium sp.1, Fusarium sp., Gliomastix sp.1, Gliomastix sp.2, Mycelia sterilia (Unk1), dan Mycelia sterilia (Unk2). Terdapat sepuluh isolat yang dapat menghasilkan zona berpendar dengan intensitas sedang, yaitu Aspergillus niger,
Aspergillus versicolor, Penicillium sp.4,
Paecylomyces sp.3, Stachybotrys sp.1,
Stachybotrys sp.2, Stachybotrys sp.4,
Acremonium sp., Trichoderma sp.1, dan
Trichoderma sp.2. Terdapat enam isolat kapang
yang dapat menghasilkan zona berpendar dengan intensitas rendah yaitu Aspergillus flavus,
Penicillium sp.2, Penicillium sp.3, Paecylomyces
sp.1, Paecylomyces sp.4, dan Chaetomium sp. Menurut Olivia et al. (1998) walaupun isolat yang diuji memiliki zona berpendar, namun karena intensitasnya sedang dan tidak rata, maka aktivitas isolat tersebut menunjukkan aktivitas lipase yang tidak begitu tinggi. Dengan demikian, isolat-isolat kapang tersebut dapat dikategorikan sebagai kapang penghasil lipase yang kurang baik.
Dari 37 isolat kapang yang diuji terdapat 14 isolat yang tidak menghasilkan zona berpendar, yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus
fumigatus, Scopulariopsis sp.1, Scopulariopsis
sp.2, Gliocladium sp., Paecylomyces sp.2,
Paecylomyces sp.5, Exophiala sp., Stachybotrys
Gambar. 1. Kapang dengan intensitas zona berpendar tinggi. Keterangan tanda panah : zona berpendar.
Tabel1.
Intensitas zona berpendar kapang Wonorejo pada medium minyak zaitun – rhodamine B setelah 7 hari masa inkubasi Isolat Kode Intensitas Zona
Berpendar*
Aspergillus niger T2.1 ++
Aspergillus versicolor T1.P3 ++
Aspergillus flavus T4.3 +
Aspergillus oryzae T1.P4 -
Aspergillus fumigatus T1.A6 -
Scopulariopsis sp.1 T2.19 - Scopulariopsis sp.2 Gliocladium sp. Mortiriella sp. Penicillium sp.1 Penicillium sp.2 Penicillium sp.3 Penicillium sp.4 Paecylomyces sp.1 Paecylomyces sp.2 Paecylomyces sp.3 Paecylomyces sp.4 Paecylomyces sp.5 Exophiala sp. Stachybotrys sp.1 Stachybotrys sp.2 Stachybotrys sp.3 Stachybotrys sp.4 Fusarium sp. Gliomastix sp.1 Gliomastix sp.2 Chaetomyum sp. Verticillium sp. Acremonium sp. Trichoderma sp.1 Trichoderma sp.2 Cephaliophora sp. Curvularia sp. Absidia sp. Mycelia sterilia T3.2 T2.16 T3.G1 T4.E3 T1.A2 T1.G1 T3.F2 T2.11 T2.8 T2.20 T3.1 T4.6 T3.8 T2.7 T2.10 T2.12 T2.14 T1.P2 T3.6 T3.7 T3.F1 T3.3 T3.9 T2.i3 T3.B1 T4.2 T1.4 T3.K2 Unk1 - - +++ +++ + + ++ + - ++ + - - ++ ++ - ++ +++ +++ +++ + - ++ ++ ++ - - - +++
Mycelia sterilia Unk2 +++
Mycelia sterilia T1.Y1 -
aIntensitas zona berpendar: (+++) intensitas tinggi, (++)
intensitas sedang, (+) intensitas rendah, (-) tidak menghasilkan zona berpendar.
sp.3, Verticillium sp., Cephaliophora sp.,
Curvularia sp., Absidia sp., dan Mycelia sterilia
(T1.Y1). Namun isolat-isolat tersebut dapat tumbuh dalam medium selektif dengan minyak zaitun sebagai satu-satunya sumber lipid yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kapang. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun kapang-kapang tersebut tidak menghasilkan enzim lipase, namun terdapat enzim lain yang berperan dalam mendegradasi lipid, misalnya esterase. Esterase merupakan enzim yang memiliki kemampuan untuk menghidrolisis ikatan ester pada trigliserida berantai pendek dan atau menghidrolis ester yang terlarut dalam air (Shelley et al., 1987). Enzim lipase dapat dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme baik secara tunggal maupun dengan senyawa-senyawa lain seperti esterase, seperti yang diungkapkan oleh Wirawan (2009). Carissimi et al. (2007), menyebutkan pula bahwa metode pengujian dengan medium rhodamine B dan minyak zaitun ini dapat mendeteksi isolat yang menghasilkan lipase, namun masih belum diketahui apakah enzim-enzim yang berperan terhadap degradasi substrat tersebut berbeda, atau apakah terdapat variasi dari enzim yang sama dengan spesifisitas yang berbeda.
Uji Aktivitas Lipase
Uji aktivitas lipase merupakan suatu uji konfirmasi dari uji seleksi penghasil lipase. Pada uji ini akan didapat nilai aktivitas enzim. Aktivitas enzim menunjukkan kemampuan suatu enzim dalam mengkatalisis perubahan suatu substrat menjadi produk dalam suatu waktu tertentu. Aktivitas lipase ini dihitung dalam satuan unit. Satu Unit tiap mL lipase (U/mL) didefinisikan sebagai banyaknya mL enzim lipase yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 µmol asam oleat tiap menit dengan minyak zaitun sebagai substrat. Metode yang digunakan adalah metode kolorimetri (Kwon dan Rhee, 1986). Asam lemak bebas yang dihasilkan dari substrat minyak zaitun pada proses hidrolisis oleh lipase dapat ditentukan dengan menggunakan tembaga (II) asetat sebagai reagen. Kompleks asam lemak dengan tembaga kemudian membentuk garam tembaga yang dapat menyerap cahaya pada panjang gelombang 715 nm.
Tujuh isolat yang menghasilkan zona berpendar dengan intensitas yang tinggi dipilih sebagai isolat uji, yaitu Mortiriella sp.,
Penicillium sp.1, Fusarium sp., Gliomastix sp.1,
Gliomastix sp.2, Mycelia sterilia (Unk1), dan Mycelia sterilia (Unk2). Ketujuh isolat ini
digunakan dengan asumsi bahwa jika zona berpendar yang dihasilkan terang (atau dengan intensitas tinggi), maka akan berkorelasi positif dengan aktivitas lipolitiknya. Diduga, semakin tinggi intensitas pendaran, semakin tinggi pula aktivitas lipolitiknya. Hal ini serupa dengan yang dinyatakan oleh Hou dan Johnston (1992) bahwa penghasil lipase yang baik dapat dilihat dari kekuatan pendaran yang dihasilkan. Aspergillus
niger digunakan pula dalam uji ini dikarenakan
pada berbagai studi literatur menunjukkan bahwa
Aspergillus niger memiliki aktivitas lipase yang
tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Mortiriella sp. memiliki aktivitas lipase tertinggi
diantara tujuh isolat kapang lainnya yang diujikan dengan nilai sebesar 0,0077 U/mL. Melalui gambar 2 tersebut dapat diketahui pula bahwa isolat yang memiliki aktivitas lipase dari nilai yang terbesar hingga terkecil selanjutnya adalah Gliomastix sp.1 (0,0073 U/mL),
Aspergillus niger (0,0063 U/mL), Mycelia sterilia (Unk2) (0,0058 U/mL), Mycelia sterilia
(Unk1) (0,0043 U/mL), Penicillium sp.1 (0,0037 U/mL), Gliomastix sp.2 (0,0034 U/mL), dan kemudian Fusarium sp. (0,0032 U/mL).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa
Aspergillus niger (T2.1) yang menghasilkan zona
berpendar dengan intensitas sedang pada uji seleksi penghasil lipase pada medium padat, memiliki nilai aktivitas lipase yang tinggi pada uji aktivitas lipase pada medium cair. Hal tersebut dapat disebabkan karena jumlah air yang berbeda pada medium padat dengan medium cair. Jumlah air yang terlalu sedikit akan mengurangi kemungkinan kontak fisik antara lipase dari Aspergillus niger dengan air sebagai pereaksi yang berguna untuk mengaktifkan sisi katalitik enzim lipase, sehingga proses hidrolisis enzimatik tidak berjalan optimal. Selain itu, jumlah air yang terlalu sedikit menyebabkan sisi aktif asil ester sering tidak dapat bereaksi dengan molekul air untuk memotong asil enzim dan membentuk produk (Raharja et al., 2010).
Pada Gambar 28 dapat terlihat bahwa isolat kapang Mycelia sterilia (Unk2), Mycelia
sterilia (Unk1), Penicillium sp.1, Gliomastix
sp.2, dan Fusarium sp., memiliki nilai aktivitas lipase yang rendah bila dibanding dengan nilai aktivitas lipase Aspergillus niger. Padahal pada uji seleksi penghasil lipase isolat Mycelia sterilia (Unk2), Mycelia sterilia (Unk1), Penicillium sp.1, Gliomastix sp.2, dan Fusarium sp. termasuk
dalam kapang yang menghasilkan zona berpendar tinggi, sedangkan Aspergillus niger termasuk dalam isolat yang menghasilkan intensitas zona berpendar rendah. Hal ini dapat disebabkan karena pada uji aktivitas lipase hanya menggunakan asam oleat sebagai parameter hasil akhir pemutusan ikatan ester pada hidrolisis lipid, sedangkan pada uji seleksi penghasil lipase dengan medium rhodamine B dan minyak zaitun tidak diketahui secara spesifik hasil akhir hidrolisis lipid. Hanya diketahui monogliserida, digliserida, serta asam lemak, sebagai hasil hidrolisis (Kouker dan Jaeger, 1986). Sehingga pada uji seleksi penghasil lipase lebih banyak hasil hidrolisis lipid yang terdeteksi dibandingkan dengan uji aktivitas lipase.
Rendahnya nilai aktivitas lipase tersebut dapat disebabkan pula karena tingginya konsentrasi minyak yang digunakan. Konsentrasi minyak zaitun yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 2%. Konsentrasi minyak zaitun yang tinggi ini dapat menyebabkan perpindahan oksigen yang sedikit ke medium, sehingga terjadi inhibisi pada sintesis lipase. Pasokan oksigen yang rendah dapat mengubah metabolisme kapang yang kemudian berakibat pada aktivitas lipase yang diproduksi (Lima et al., 2003).
Hasil yang dapat dilihat pada Gambar 2 menunjukkan bahwa enzim yang dihasilkan dari tiap kapang tersebut memiliki aktivitas lipase yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase yang dihasilkan bergantung kepada tiap spesies dan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Lipase merupakan enzim yang memiliki karakter spesifik tergantung organisme penghasilnya. Beberapa lipase yang dihasilkan organisme-organisme dalam satu genus juga memiliki karakter berbeda meskipun secara umum memiliki motif asam amino yang sama untuk tiap organisme. Motif asam amino ini berupa urutan asam amino glisin-X-Serin-X-Glisin (G-X-S-X-G) yang juga merupakan sisi aktif dari enzim ini, dimana X dapat digantikan oleh histidin, Leusin, atau Tirosin (Putranto et al., 2006). Pengaruh lingkungan kemungkinan turut memberikan peranan terhadap organisme penghasil lipase. Faktor-faktor seperti pH, temperatur, waktu inkubasi, rasio volume, agitasi, komponen medium (Rifaat et al., 2010), efek dari ion logam, pelarut organik, surfaktan, dan inhibitor yang lainnya, juga dapat mempengaruhi aktivitas dari lipase (Hasan et al., 2009).
Kesimpulan
Berdasarkan parameter terbentuknya zona berpendar dapat terlihat bahwa dari 37 isolat yang diujikan terdapat 23 isolat yang mampu menghasilkan enzim lipase. Dari 23 isolat kapang tersebut, terdapat tujuh isolat yang dapat menghasilkan zona berpendar dengan intensitas pendaran yang tinggi, sepuluh isolat menghasilkan zona berpendar dengan intensitas sedang, dan enam isolat kapang dapat menghasilkan zona berpendar dengan intensitas yang rendah. Tujuh isolat yang dapat menghasilkan zona berpendar dengan intensitas pendaran yang tinggi, yaitu Mortiriella sp.,
Penicillium sp.1, Fusarium sp., Gliomastix sp.1, Gliomastix sp.2, Mycelia sterilia (Unk1), dan Mycelia sterilia (Unk2). Mortiriella sp. menghasilkan aktivitas lipase tertinggi sebesar 0,0077 U/mL. Isolat dengan aktivitas lipase dari nilai yang terbesar hingga terkecil selanjutnya adalah Gliomastix sp.1 (0,0073 U/mL),
Aspergillus niger (0,0063 U/mL), Mycelia sterilia (Unk2) (0,0058 U/mL), Mycelia sterilia
(Unk1) (0,0043 U/mL), Penicillium sp.1 (0,0037 U/mL), Gliomastix sp.2 (0,0034 U/mL), dan kemudian Fusarium sp. (0,0032 U/mL).
DAFTAR PUSTAKA
Carissimi, M., C. D. O. Stopiglia, T. F. de Souza, V. A. Corbellini, and M. L. Scrofemeker. 2007. Comparison of
Lipolytic activity of Sporothrix schenckii Strains Utilizing Olive
Oil-Rhodamine B and Tween 80.
TECNO-LOGICA. 11 (1) : 33-36. Damaso, M. C. T., M. A. Passianoto, S. C. de
Freitas, D. M. G. Freire, R. C. A. Lago, and S. Couri. 2008. Utilization
of Agroindustrial Residues for Lipase
Production by Solid-State
Fermentation. Brazilian Journal of
Microbiology. 39 : 676-681.
Fahy, E., D. Cotter, M. Sud, and S. Subramaniam. 2011. Lipid Classification, Structures and Tools.
Biochimica et Biophysica Acta. 1811 (11) : 637-647.
Gupta, R., P. Rathi, N. Gupta and S. Bradoo. 2003. Review Lipase Assays for
Conventional and Molecular Screening: an Overview. Biotechnol.
Appl. Biochem. 37 : 63–71.
Hasan, F., A. A. Shah, dan A. Hameed. 2009.
Methods for Detection and
Characterization of Lipase : A
Comprehensive Review.
Biotechnology advance. 27 : 782-798. Hou, C. T. And Johnston, T. M. 1992.
Screening of Lipase Activities with Cultures from the Agricultural Research Service Culture Collection.
JAOCS. 69 (11) : 1088 – 1097. Kouker, G. and K. E. Jaeger. 1986. Specific
and Sensitive Plate Assay for Bacterial Lipases. Applied and Environmental Microbiology. 53 (1) : 211-213.
Kuswytasari, N. D., M. Shovitri, and R. D. Andriyadi. 2011. Soil Mold Diversity
in the Coastal Wonorejo, Surabaya.
Proceedings of International Conference on Mathematics and Sciences.
Kwon, D. Y. and J. S. Rhee. 1986. A simple
and Rapid Colorimetric Method for Determination of Free Fatty Acids for Lipase Assay. JAOCS. 63 (1) : 89-92.
Lehninger, A. L., M. M. Cox, and D. L. Nelson. 2004. Lehninger Principles of
Biochemistry, Fourth Edition. W. H.
Freeman & Co. : USA.
Lima, V. M. G., N. Krieger, M. I. M. Sarquis, D. A. Mitchell, L. P. Ramos, and J. D. Fontana. 2003. Effect of Nitrogen and
Carbon Sources on Lipase
Production by Penicillium
Aurantiogriseum. Food Technol.
Biotechnol. 41 (2) : 105 – 110. Maia, M. M. D., A. Heasley, M. M. Camargo
de Morais, E. H. M. Melo, M. A. Morais Jr., W. M. Ledingham, and J. L. L. Filho. 2001. Effect of Culture
Conditions on Lipase Production by
Fusarium solani in Batch
Fermentation. Bioresource
Technology. 76 : 23-27.
Mohan, T. S., A. Palavesam, and G. Immanvel. 2008. Isolation and Characterization of Lipase-Producing Bacillus strains from Oil Mill Waste.
African Journal of Biotechnology. 7 (15) : 2728-2735.
Murni, S. W., S. D. Kholisoh, D. L. Tanti, dan E. M. Petrissia. (2011). Produksi,
Karakterisasi, dan isolasi Lipase dari Aspergillus niger. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia
‘’Kejuangan’’.
Olivia, F., A. W. Gunawan, dan A. Suwanto. 1998. Isolasi dan Deteksi Aktivitas
Lipase Rhizopus spp. Hayati. 5 (4) :
113-115.
Pera, L. M., C. M. Romero, M. D. Baigori, and G. R. Castro. 2006. Catalytic
Properties of Lipase Extracts from Aspergillus niger. Food Technol.
Biotechnol. 44 (2) 247-252.
Putranto, R. A., D. Santoso, dan T. Panji. 2006. Karakterisasi Gen Penyandi
Lipase dari Kapang Rhizopus oryzae dan Absidia corymbifera. Menara
Perkebunan. 74 (1) : 23-32.
Raharja, S., P. Suryadarma, dan T. Oktavia. 2010. Hidrolisis Enzimatik Minyak
Ikan untuk Produksi Asam Lemak Omega-3 menggunakan Lipase dari Aspergillus niger. J. Teknol. dan
Industri Pangan. 12 (1) : 64 – 72. Rajesh, E. M., R. Arthez, R. Rajendran, C.
Balakumar, N. Pradeepa, and S. Anitha. 2010. Investigation of Lipase
Production by Trichoderma reesei and Optimization of Production Parameters. EJEAFChe. 9 (7) :
1177-1189.
Rifaat, H. M., A. A. Mahalawy, H. A. El-Menofy, and S. A. Donia. 2010.
Production, Optimization, and Partial Purufication of Lipase from Fusarium
oxysporum. Journal of Applied
Sciences in Environmental Sanitation. 5 (1) : 39 – 53.
Savitha, J., S. Srividya, R. Jagat, P. Payal, S. Priyanki, G. W. Rashmi, K. T. Roshini and Y. M. Shantala. 2007.
Identification of Potential Fungal Strain(s) for the Production of
Inducible, Extracellular and
Alkalophilic Lipase. African Journal
of Biotechnology. 6 (5) : 564-568. Shelley, A. W., H. C. Deeth, and L. C.
MacRae. 1987. Review of Methods of
Enumeration, Detection and Isolation of Lipolytic Microorganism with
Special Reference to Dairy
Applications. Journal of
Microbiological Methods. 6 : 123 – 137.
Wirawan, B. 2009. Potensi Bakteri Endofit
Tanaman Obat sebagai Penghasil Senyawa Antihiperlipidemia Melalui aktivitas Lipase. Institut Pertanian