• Tidak ada hasil yang ditemukan

JERMAN DI BAWAH PEMERINTAHAN ADOLF HITLER : Kajian Historis Gerakan Oposisi terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "JERMAN DI BAWAH PEMERINTAHAN ADOLF HITLER : Kajian Historis Gerakan Oposisi terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

oleh Vanni Octavania

NIM 1002208

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Oleh Vanni Octavania

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Vanni Octavania 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

(3)

JERMAN DI BAWAH PEMERINTAHAN ADOLF HITLER

( Kajian Historis Gerakan Oposisi terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945 )

disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Pembimbing I

Wawan Darmawan, S.Pd, M. Hum NIP 19710101 199903 1 003

Pembimbing II

Drs. R.H. Achmad Iriyadi NIP 19611219 198803 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Sejarah

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi Terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945). Masalah utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah “mengapa muncul upaya kudeta terhadap pemerintahan Hitler?”. Masalah utama tersebut kemudian dibagi menjadi empat pertanyaan penelitian, yaitu (1) Bagaimana karakteristik kepemimpinan Adolf Hitler? (2) Apa yang melatarbelakangi munculnya kelompok oposisi dalam pemerintahan Adolf Hitler? (3) Bagaimana upaya kelompok oposisi dalam menggulingkan pemerintahan Adolf Hitler? dan (4) Bagaimana dampak perlawanan kelompok oposisi terhadap kelangsungan pemerintahan Adolf Hitler? Keempat pertanyaan tersebut menjadi landasan utama penelitian dan pokok permasalahan dalam penelitian. Metode yang digunakan adalah metode historis dengan melakukan empat langkah penelitian, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan interdisipliner dengan menggunakan konsep dari ilmu politik dan ilmu sosiologi. Konsep dari ilmu politik yang digunakan adalah teori konspirasi, kepemimpinan dan kekuasaan. Sedangkan konsep dari ilmu sosiologi adalah teori konflik. Konsep-konsep tersebut digunakan untuk mempertajam analisis penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa gerakan oposisi pemerintahan Hitler dilatarbelakangi oleh tujuh sebab yang merupakan realisasi dari konsep-konsep yang terdapat dalam ideologi Nazi yakni Folkish, Lebensraum dan Lebensborn. Ketujuh sebab tersebut yakni, politik rasisme yang diterapkan oleh Hitler, Penerapan wajib militer, ekspansi Jerman ke kawasan Eropa, Kekhawatiran rakyat Jerman atas pendudukan Cekoslovakia, peristiwa Holocaust, penyimpangan kebijakan Hitler dalam hal peperangan dan konflik antara Abwehr dan Gestapo. Dengan terbentuknya kelompok oposisi, maka mulai muncul kekuatan untuk menentang Hitler. Kelompok oposisi yang mempunyai tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Nazi memulai upayanya pada tahun 1938-1944, dimana terdapat enam upaya kudeta dan empat upaya pembunuhan. Dari seluruh upaya yang dilakukan oleh kelompok oposisi, tidak satupun yang membuahkan hasil. Namun, kudeta terakhir pada 20 Juli 1944 merupakan upaya kudeta yang hampir membuahkan hasil dan berdampak besar bagi kehancuran pemerintahan Hitler. Meskipun pergerakan kelompok oposisi mengalami kegagalan, namun hal tersebut memberikan keberanian pada masyarakat Jerman untuk menentang Hitler. Keadaan tersebut semakin membuat kekuatan Hitler melemah.

(5)

ABSTRACT

This paper is entitled Germany Under Adolf Hitler Rule (Historical Inquiry of Opposition Movement Toward Adolf Hitler Rule in 1933-1945). The main issues raised in this paper is “why is there a coup d’etat attempt against Hitler?”. The main problem is then divided into four research questions, which are: (1) How does the characteristics of Adolf Hitler’s leadership? (2) What is the background of the emergence of the opposition group in Adolf Hitler’s government? (3) How is an attempt of the opposition group to overthrow Adolf Hitler’s government? and (4) What is the impact resistance of the opposition group to the continuation of Adolf Hitler’s government? These questions are basis of the study and the subject research. The method used in this paper is historical method using four research steps which are heuristic, critic, interpretation and historiography. The approach used in this paper is interdisciplinary approach using political science and sociology concept. The concept of political science that used is conspiracy theory, leadership and power, whereas the concept of sociology is the theory of conflicts. The concepts mentioned are used to refine the analysis research. Based on the results, it can be explained that the opposition movements of Hitler’s government backgrounded by seven motives which are realization of the concepts that contained in Nazi’s ideology such as Folkish, Lebensraum and Lebensborn. The seventh motives are namely, political racism that is apllied by Hitler, the application of conscription, Germany’s expansion into Europe, the concerns of Germany citizen upon occupation of Czechoslovakia, the Holocaust, Hitler’s deviations in terms war and conflicts between Abwehr and Gestapo. With the establishment of the opposition group therefore the emergence of mass power to oppose Hitler. The opposition group who has a purpose to overthrow Nazi’s government initiates their efforts in 1938-1944, where there are six coup d’etat and four assassination’s attempts. From all the efforts made by the opposition party, none of it which makes a result. However, the last coup d’etat was in July 20, 1944 which weas an attempt that is almost succeeded and has major implications for the destructions of Hitler’s government. Although the movements of opposition group have been failed, however it gives courage to Germany citizen to oppose Hitler. The situation is increasingly makes Hitler’s power weakened.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.5Metode Penelitian ... 7

1.6Struktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.1.1 Biografi Singkat Adolf Hitler ... 10

2.1.2 Jerman pada Perang Dunia II ... 12

2.2 Landasan Teori ... 16

2.2.1 Teori Konflik ... 16

2.2.2 Teori Konspirasi ... 21

2.2.3 Teori Kekuasaan ... 23

2.2.4 Teori Kepemimpinan ... 28

2.3 Penelitian Terdahulu ... 40

2.3.1 Skripsi ... 40

2.3.2 Jurnal ... 43

2.3.3 Buku ... 44

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Teknik Penelitian ... 49

3.1.1 Metode Penelitian ... 49

(7)

3.2 Persiapan Penelitian ... 57

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Topik ... 57

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 59

3.2.3 Mengurus Perizinan ... 61

3.2.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian ... 61

3.2.5 Proses Bimbingan ... 61

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 62

3.3.1 Heuristik ... 62

3.3.2 Kritik ... 64

3.3.3 Interpretasi ... 67

3.3.4 Historiografi ... 70

BAB IV JERMAN DI BAWAH PEMERINTAHAN HITLER : KAJIAN HISTORIS GERAKAN OPOSISI TERHADAP PEMERINTAHAN HITLER PADA TAHUN 1933-1945 4.1 Karakteristik Kepemimpinan Adolf Hitler ... 72

4.1.1 Naziisme ... 73

4.1.2 Proses Adolf Hitler dalam Meraih Kekuasaan ... 78

4.1.3 Cara Adolf Hitler dalam Mempertahankan Kepemimpinan ... 82

4.2 Latar Belakang Munculnya Kelompok Oposisi ... 87

4.2.1 Politik Rasialisme Adolf Hitler ... 87

4.2.2 Penerapan Wajib Militer oleh Adolf Hitler ... 88

4.2.3 Ekspansi Jerman ke Kawasan Eropa ... 89

4.2.4 Kekhawatiran Rakyat Jerman atas Pendudukan Cekoslovakia ... 91

4.2.5 Peristiwa Holocaust ... 92

4.2.6 Penyimpangan Kebijakan Adolf Hitler ... 94

4.2.7 Konflik antara Abwehr dan Gestapo ... 95

4.3 Upaya Kelompok Oposisi dalam Menggulingkan Pemerintahan Adolf Hitler ... 98

4.3.1 Upaya Kelompok Oposisi pada Tahun 1938-1941 ... 98

(8)

4.3.1.3 Percobaan Pembunuhan Hitler pada Tahun 1939-1941 ... 110

4.3.2 Upaya Kelompok Oposisi pada Tahun 1942-1943 ... 112

4.3.2.1 Upaya Kudeta Ketiga pada 13 Maret 1943 ... 112

4.3.2.2 Upaya Kudeta Keempat pada 21 Maret 1943 ... 116

4.3.2.3 Upaya Kudeta Kelima pada Desember 1943 ... 118

4.4 Upaya Kelompok Oposisi pada Tahun 1944 ... 121

4.4.1 Percobaan Pembunuhan Hitler pada Maret 1944 ... 121

4.4.2 Upaya Kudeta Keenam pada 20 Juli 1944 ... 122

4.5 Dampak Munculnya Kudeta terhadap Kelangsungan Pemerintahan Hitler ... 139

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan ... 145

5.2 Rekomendasi ... 149

DAFTAR PUSTAKA ... 150 LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia 44 tahun dengan masa jabatan 1933-1945. Sebelumnya ia merupakan seorang seniman gagal yang masuk dalam angkatan bersenjata Jerman. Setelah perang selesai, ia berkecimpung di dunia politik dan mulai bergabung dengan partai buruh Nasionalis Jerman pada tahun 1919 ketika usianya mencapai 30 tahun. Visi politiknya begitu jelas, yaitu mengembalikan harkat dan martabat bangsa dan negara Jerman yang telah terinjak-injak sesudah perang. Lebih jauh lagi, Hitler bertekad memperjuangkan superioritas Arya, membawa Jerman menjadi “ras unggul” dan menghancurkan bangsa-bangsa yang dianggapnya sebagai “ras rendah”. Karena kelihaiannya dalam berorasi, maka ia dengan cepat mendapat kepercayaan dari para pendukung partai, sehingga dua tahun berikutnya ia mencapai kedudukan tertinggi pada partai yaitu menjadi pemimpin partai dan mengubah nama partai menjadi Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NAZI) dengan menerapkan suasana militerisme dalam partai (Pambudi, 2005:28-29).

(10)

Penyebutan Fuehrer untuk Hitler diciptakan oleh Hitler sendiri agar jabatan kepemimpinannya menjadi kekuasaan yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun karena pemegang kekuasaan tertinggi berada di tangan Fuehrer.

Perang Dunia II telah merubah Jerman yang hancur akibat Perang Dunia I bangkit kembali. Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler dengan cepat bangkit kembali dan berangsur-angsur menjadi negara yang kuat. Hal ini karena Hitler merupakan sosok pemimpin yang pemberani dan Hitler pandai dalam menempatkan orang-orang dibidang ekonomi, sehingga bukan hanya bangkit dalam bidang militer, Jerman pun bangkit dalam bidang ekonomi, sehingga Jerman tumbuh menjadi negara yang kuat.

Kemenangan yang diperoleh Jerman secara berturut-turut dalam Perang Dunia II menjadikan rasa percaya diri dalam diri Hitler untuk memenangkan peperangan. Wilayah-wilayah yang dulu dikuasai Jerman dan diserahkan dalam Perjanjain Versailles kini direbut kembali. Ambisi Hitler untuk menguasai Eropa dan dunia membuat Jerman harus berhadapan dengan negara-negara kuat di Eropa. Serangan Jerman atas Polandia yang memulai Perang Dunia II membuat Jerman mendapat ultimatum dari berbagai negara di Eropa. Pada pertengahan tahun 1940, Hitler berada pada puncak kekuasaannya, hal itu membuat Hitler semakin yakin bahwa ia dapat menguasai Eropa dan dunia (Ojong, 1963:1). Hitler pantang untuk mundur sekalipun kekalahan ada di depan mata, ia juga tidak memikirkan nasib pasukan yang bertempur karena yang hanya dipikirkannya adalah ambisinya untuk menguasai Eropa dan dunia.

(11)

dukungan oleh masyarakat karena pada masa pemerintahannya, Hitler mampu menekan jumlah pengangguran dan melakukan perbaikan-perbaikan ekonomi, sehingga kekerasan yang dilakukannya tertutupi oleh keberhasilannya.

Pemimpin yang memiliki kekuasaan yang mutlak yang biasa disebut diktator cenderung mendapatkan kekuasaannya melalui kekerasan atau kudeta dengan cara yang tidak demokratis, akan tetapi tidak menutupi jika seorang diktator mendapatkan kekuasaannya secara demokratis. Seorang diktator mampu mendapatkan kekuasaan yang besar terutama jika memegang komando militer sehingga rakyat tidak mempunyai pilihan selain patuh pada perintah seorang diktator. Sebuah negara yang diperintah secara otoriter oleh seorang diktator besar kemungkinan akan menindas rakyatnya dan tidak akan memperhatikan keinginan rakyatnya. Kehidupan rakyat di bawah pimpinan diktator cenderung sengsara, oleh karena itu mereka mempertaruhkan kebebasannya pada sang diktator tersebut. Banyak diktator yang muncul pasca Perang Dunia I dan era Perang Dunia II. Gaya kepemimpinan Hitler menunjukkan bahwa ia merupakan sang diktator diktator fasis. Kekuasaan diktator fasis seperti Hitler didukung penuh kelas penguasa, yaitu kaum bangsawan yang cemas akan kemungkinan pecahnya Revolusi. Kelas penguasa cenderung mencari seorang diktator yang mampu menjinakkan dan mengendalikan rakyat yang gelisah (Archer, 2007:25).

(12)

suatu kelompok yaitu kelompok oposisi. Mereka mulai berupaya ketika Hitler mulai menjalankan cita-citanya untuk menguasai Eropa.

Pengertian kelompok oposisi secara singkat yaitu sebuah kelompok politik yang terorganisir yang mempunyai perbedaan pandangan dengan pemerintah. Hal tersebut menandakan bahwa kelompok oposisi pemerintahan Hitler telah terorganisir menjadi sebuah kelompok politik yang terbentuk karena kekecewaan atas kepemimpinan Hitler dan mempunyai cita-cita yang sama yaitu menggulingkan pemerintahan Hitler agar rakyat Jerman terbebas dari pemimpin diktator seperti Hitler. Pada umumnya, kelompok oposisi mempunyai tujuan untuk memperjuangkan keadilan bagi rakyat dan meluruskan kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kondisi rakyat. Sehingga, kekuatan untuk bersatu dalam kelompok oposisi didasari oleh faktor rakyat.

Kelompok oposisi bergerak secara rahasia. Misi mereka adalah untuk mengulingkan pemerintahan Hitler, oleh karena itu mereka bergerak dengan merencanakan berbagai upaya pembunuhan dan kudeta. Upaya pembunuhan dipilih mereka karena menurut mereka kudeta akan berjalan lancar hanya jika Hitler tewas, sehingga para pendukung Hitler dengan sendirinya beralih ke pihak penentang karena yang didukunya sudah tewas. Selain itu, penggulingan kekuasaan terhadap pemerintahan Hitler hanya bisa dilakukan dengan jalan kudeta karena kecil kemungkinan jika melawan Hitler dengan diplomasi dan demokrasi karena diktator sepertinya pasti akan mempertahankan kekuasaan dengan cara apapun. Sikap Hitler yang selalu menyingkirkan orang yang berani menentangnya membuat kelompok oposisi yakin bahwa dengan jalan kudeta dan pembunuhan Hitler lah pemerintahan Hitler dapat digulingkan.

(13)

dihukum mati oleh Hitler. Dalam 17 plot pembunuhan Hitler yang terjadi antara September 1938 sampai Juli 1944, terdapat beberapa upaya pembunuhan Hitler yang dilakukan oleh kelompok oposisi dengan tujuan untuk mengkudeta pemerintahan Hitler.

Banyaknya upaya untuk membunuh dirinya, Hitler selalu waspada akan ancaman yang mengintai dirinya. Mengingat Hitler merupakan orang yang paranoid yang merasa bahwa ada banyak bahaya disekitarnya. Setiap orang yang berusaha menentang apa yang Hitler kehendaki akan disingkirkan oleh Hitler dengan cara apapun, tidak memandang siapapun orang tersebut. Dengan adanya berbagai upaya pembunuhan terhadap dirinya, Hitler tetap meneguhkan kepemimpinannya, seakan tidak memperdulikan upaya-upaya tersebut.

Pembahasan mengenai gerakan oposisi terhadap pemerintahan Hitler membuat peneliti tertarik untuk mengkaji secara ilmiah dan lebih mendalam lagi. Hal ini didasari karena kelompok oposisi dalam pemerintahan Hitler merupakan kelompok para penentang yang berani menentang seorang diktator besar seperti Hitler. Mereka melancarkan gerakannya dengan cara melakukan berbagai upaya kudeta terhadap pemerintahan Hitler maupun melancarkan percobaan pembunuhan terhadap Hitler. Walaupun Hitler selalu memiliki celah untuk terselamatkan dari berbagai upaya kudeta tersebut, tetapi sebelum keberadaan mereka terkuat dihadapan publik, mereka tetap melancarkan aksinya untuk menggulingkan pemerintahan Hitler. Kegagalan semua upaya kelompok oposisi membuat peneliti ingin mengungkapkan mengenai “Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945)”.

1.2 Rumusan Masalah

(14)

penelitian ini yaitu mengapa muncul upaya kudeta terhadap pemerintahan Hitler?. Dari batasan tersebut, rumusan masalah yang diambil antara lain yaitu:

1. Bagaimana karakteristik kepemimpinan Adolf Hitler?

2. Apa yang melatarbelakangi munculnya kelompok oposisi pemerintahan Adolf Hitler?

3. Bagaimana upaya kelompok oposisi dalam menggulingkan pemerintahan Adolf Hitler?

4. Bagaimana dampak perlawanan kelompok oposisi terhadap kelangsungan pemerintahan Adolf Hitler?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan penelitian yang ditetapkan antara lain:

1. Untuk memahami karakteristik kepemimpinan Adolf Hitler

2. Untuk menganalisis munculnya kelompok oposisi pemerintahan Adolf Hitler

3. Untuk menganalisis upaya kelompok oposisi dalam menggulingkan pemerintahan Adolf Hitler

4. Untuk mendeskripsikan dampak perlawanan kelompok oposisi terhadap kelangsungan pemerintahan Adolf Hitler

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam mengkaji yang relevan mengenai Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi Terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada 1933-1945).

(15)

3. Memberikan kesadaran kepada pihak birokrasi bahwa pembangunan bukan hanya dilakukan bentuk fisik melainkan juga dapat diwujudkan dengan lebih meningkatkan penghasilan karya-karya yang akan dikenang sepanjang zaman termasuk hasil tulisan ilmiah.

1.5 Metode Penelitian

Adapun langkah-langkah yang akan digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Ismaun (2005:48-50), adalah sebagai berikut:

1. Heuristik Tahapan pertama yaitu pencarian dan pengumpulan sumber yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas dalam penelitian, yakni “Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi Terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945)”. Pada tahap ini, kegiatan diarahkan pada penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber yang akan diteliti, baik yang terdapat dilokasi penelitian, temuan benda maupun sumber lisan.

2. Kritik Sumber. Pada tahap ini, sumber yang telah dikumpulkan pada kegiatan heuristik yang berupa buku, jurnal, artikel, maupun penelitian terdahulu yang relevan dengan pembahasan tentang Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi Terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945) akan dilakukan penyaringan atau penyeleksian dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan orisinalnya terjamin.

(16)

fakta yang lainnya, agar ditemukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah.

4. Historiografi. Historiografi atau penelitian sejarah merupakan tahapan akhir dari seluruh rangkaian dari metode historis. Tahapan heuristik, kritik sumber, serta interpretasi, kemudian dielaborasi sehingga menghasilkan sebuah historiografi. Menurut Ismaun (2005:37) historiografi merupakan hasil rekontruksi melalui proses pengujian dan penelitian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah. Pada tahap ini, faka-fakta yang telah dirumuskan atau diinterpretasikan itu selanjutnya dirangkaikan untuk mengungkapkan kisah sejarah yang menjadi topik dalam penelitian skripsi ini secara kronologis dan menjelaskan maknanya. Metode penelitian selanjutnya akan dibahas pada bab III.

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini peneliti membahas mengenai latar belakang peneliti dalam mengangkat pembahasan mengenai Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi Terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945). Kemudian berisi rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang tentunya berkaitan dengan penelitian, serta berisi sistematika penelitian.

Bab II Kajian Pustaka, Bab ini mengulas berbagai tulisan yang pernah diterbitkan mengenai permasalahan serta sudut pandang permasalahan yang akan peneliti bahas serta menerangkan sumber-sumber buku dan sumber lainnya yang menjadi sumber acuan dalam penelitian penelitian ini.

Bab III Metode Penelitian, Bab ini berisi pendekatan yang akan peneliti gunakan untuk melakukan penelitian ini. Metode penelitian yang dipilih oleh peneliti tentunya metode penelitian sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

(17)

Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi Terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945).

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini merupakan uraian mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan skripsi yang berjudul “Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Tentang Gerakan Oposisi Terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945)”. Peneliti mencoba memaparkan berbagai langkah maupun prosedur yang digunakan dalam mencari, mengolah, menganalisis sumber dan proses penyusunannnya menjadi sebuah skripsi. Adapun pada skripsi ini, peneliti menggunakan metode historis atau metode sejarah dibantu dengan studi literatur sebagai teknik penelitiannya.

Peneliti mencoba menguraikan langkah-langkah penelitian dengan menggunakan metode sejarah meliputi proses heuristik, kritik yang terdiri dari kritik eksternal dan internal, interpretasi, serta historiografi. Metode sejarah digunakan untuk menemukan fakta-fakta sejarah yang kemudian diinterpretasi untuk disusun kedalam sebuah historiografi sejarah. Proses penelitian ini dilakukan untuk menyusun sebuah skripsi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan relevan dengan bidang studi peneliti yaitu pendidikan sejarah. Peneliti menguraikan proses tersebut dalam bab ini yang terdiri dari tiga sub-bab utama yaitu metode dan teknik penelitian, persiapan penelitian, dan pelaksanaan penelitian.

3.1 Metode dan Teknik Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian

(19)

yang dikemukakan oleh Gilbert J. Garraghan dalam Abdurrahman (2007: 53) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistemastis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Definisi lain dikemukakan oleh Louis Gottschalk (1985: 32), metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman peninggalan masa lampau. Rekonstruksi imajinatif daripada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses itu disebut historiografi. Senada dengan pendapat Gottschalk, Hugiono dan P.K. Poerwantana (1992: 25) mengemukakan bahwa metode sejarah merupakan proses untuk mengkaji dan menguji kebenaran rekaman dan peninggalan-peninggalan masa lampau dan menganalisanya secara kritis. Selanjutnya Kuntowijoyo dalam Abdurrahman Hamid dan M. S. Madjid mengungkapkan bahwa metode sejarah adalah petunjuk pelaksanaan dan teknis tentang bahan, kritik, dan interpretasi sejarah serta penyajian dalam bentuk tulisan. Sedangkan menurut Ismaun (2005: 34) mengemukakan bahwa metode sejarah ialah rekonstruksi imajinatif tentang gambaran masa lampau peristiwa-peristiwa sejarah secara kritis dan analitis berdasarkan bukti-bukti dan peninggalan masa lampau.

Metode sejarah memiliki beberapa tahapan proses penelitian. Antara sumber satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan nama tahap, namun pada dasarnya mengacu pada tahapan yang sama. Menurut Ismaun (2005: 48-50) proses dalam menyusun gambaran sejarah mencakup empat kegiatan, yaitu:

1. Heuristik yaitu pencarian dan pengumpulan sumber sejarah yang relevan 2. Kritik sumber yaitu meneliti atau menyelidiki keaslian sumber, baik

bentuk maupun isi.

3. Interpretasi yaitu penafsiran terhadap arti dari fakta-fakta sejarah yang telah ditemukan.

(20)

Tahapan lainnya menurut Hugiono dan P.K. Poerwantana (1992: 25-26), metode sejarah bertumpu pada empat kegiatan pokok, yaitu:

1. Pengumpulan Obyek yang berasal dari zaman terdahulu dan pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis, ataupun lisan yang tentunya relevan dengan topik yang akan diteliti.

2. Menyingkirkan bahan-bahan yang tidak otentik.

3. Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang otentik.

4. Penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi cerita penyajian yang berarti.

Sedangkan Kuntowijoyo (1999 : 89) mengemukakan lima tahapan dalam penelitian sejarah, yakni :

1. Pemilihan topik. 2. Pengumpulan sumber.

3. Verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber). 4. Menginterpretasi.

5. Penulisan.

Sementara itu, menurut Wood Gray dalam Helius Sjamsuddin (2007: 89) menyebutkan paling tidak ada enam tahap yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah, yaitu:

1. Memilih suatu topik yang sesuai

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber)

5. Menyusun hasil-hasil penelitian ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.

6. Menyajikannya dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomukasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti secara jelas (Sjamsuddin, 2007: 89).

Kemudian Sjamsuddin (2007: 85-155) menguraikan enam langkah tersebut ke dalam tiga langkah, yaitu:

(21)

2. Kritik yang terdiri dari kritik internal dan eksternal

3. Historiografi atau penulisan sejarah yang meliputi penafsiran, penjelasan dan penyajian.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, peneliti memperoleh gambaran bahwa pada dasarnya terdapat kesamaan pendapat dalam menguraikan tahapan penelitian sejarah. Kesamaan tahapan tersebut diuraikan dalam empat langkah penting, yaitu:

1. Heuristik

Heuristik berasal dari kata Yunani heuriskein yang berarti menemukan. Menemukan disini bukan hanya berarti menemukan, tetapi didahului oleh usaha mencari dan setelah ditemukan kemudian menghimpunnya. Tentunya dalam hal ini yang dicari, ditemukan dan dihimpun adalah sumber, informasi, atau jejak-jejak masa lampau atau sumber sejarah (Herlina, 2011: 17).

Menurut Renier dalam Nina Herlina (2011: 17) heuristik adalah suatu seni, suatu teknik yang memerlukan keterampilan dan sebenarnya juga tidak mempunyai peraturan-peraturan yang bersifat umum. Hal ini senada dengan G.J. Renier dalam Abdurahman (2007: 64) yang menyebutkan bahwa heuristik adalah suatu teknik, suatu seni dan bukan ilmu. Oleh karena itu heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum. Heuristik sering kali merupakan suatu keterampilan dalam menemukan, menangani dan merinci bibliografi atau mengklasifikasikan dan merawat catatan-catatan. Heuristik merupakan sebuah kegiatan mencari sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah atau evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2007: 86). Sedangkan menurut Ismaun (2005: 49) heuristik merupakan tahap pencarian dan pengumpulan sumber sejarah yang relevan dengan topik yang dikaji.

(22)

dengan topik yang dikaji akan menjelaskan kepada kita baik langsung maupun tidak langsung mengenai aktivitas manusia pada periode yang sudah lalu. Sumber sejarah dapat ditemukan diberbagai tempat, mulai dari perpustakaan umum hingga kanto arsip. Dalam proses pencarian dan pengumpulan sumber ini, peneliti mengunjungi beberapa perpustakaan dan toko buku guna mencari dan mengumpulkan sumber yang berkaitan dengan pembahasan.

2. Kritik sumber

Setelah sumber dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah kritik sumber untuk menentukan otentisitas dan kredibilitas sumber sejarah. Sumber yang telah ditemukan melalui tahapan heuristik terlebih dahulu diverifikasi sebelum digunakan. Pengujian ini dilakukan melalui kritik. Setelah mengetahui secara tepat mengenai topik yang akan dikaji serta sumber sudah terkumpul, tahap berikutnya adalah verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini dilakukan uji keabsahan tentang keaslian (autentisitas) sumber yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern (Abdurahman, 2007: 68).

Kritik ekstern berguna untuk menilai otentisitas sumber sejarah. Sumber yang otentik tidak harus sama dengan sumber dan isi tulisan dokumen asli, hal ini berarti sumber otentik bisa berupa salinan atau turunan dari aslinya. Permasalahan dalam kritik ekstern terletak pada bahan dan bentuk sumber, umur, asal dokumen, waktu pembuat, orang yang membuat atau instansi. Sedangkan kritik intern berguna untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, serta tanggung jawab dan moralnya. Isinya dinilai dengan membandingkan kesaksian di dalam sumber dengan kesaksian-kesaksian dari sumber lain. Untuk menguji kredibilitas sumber, diadakan penilaian instrinsik terhadap sumber. Kemudian diambillah fakta-fakta sejarah melaui perumusan data yang didapat, setelah diadakan penelitian terhadap evidensi-evidensi dalam sumber (Ismaun, 2005: 50).

(23)

seberapa bagian kah yang dapat dipercaya. Dengan demikian, dalam tahap ini diadakan penyaringan data untuk menyingkirkan bagian-bagian sumber sejarahh yan tidak dapat dipercaya (Ismaun, 2005: 49). Setelah sejarawan berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber yang telah ditemukannya. Langkah selanjutnya adalah menyaring sumber tersebut secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber pertama agar terjaring fakta yang diinginkan (Sjamsuddin, 2007: 131). Carl L. Backer dalam Hamid dan Madjid (2011: 48) membagi fakta sejarah menjadi dua. Pertama, fakta keras (hard fact) yaitu fakta yang telah diuji kebenarannya. Kedua, fakta lunak (soft fact) yaitu fakta yang belum dikenal dan masih perlu diselidiki kebenarannya.

3. Interpretasi

Setelah mendapatkan fakta dari sumber-sumber sejarah, tahap selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektivitas. Hal ini dibenarkan karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data diperoleh (Herlina, 2011: 36). Interpretasi terdiri dari 2 macam yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan, dalam hal ini setiap sumber yang ditemukan mengandung beberapa kemungkinan sehingga dibutuhkan sebuah analisis untuk mendapatkan fakta yang sebenarnya. Sedangkan sintesis berarti menyatukan. Setelah data ditemukan, maka data dikelompokkan menjadi satu dan muncullah pendapat yang sesuai dengan fakta-fakta tersebut yang nantinya akan menjadi sebuah fakta sesungguhnya. Dalam interpretasi baik analisis maupun sintesis akan menimbulkan perbedaan pendapat, namun perbedaan interpretasi tersebut sah meskipun datanya sama (Herlina, 2011: 37-38).

(24)

yang sama memungkinkan hasil yang beragam, sehingga timbullah subyektivitas. Menurut Gottschlak dalam Ismaun (2005: 56) penafsiran sejarah mempunyai tiga aspek penting, yaitu:

1. Analis-kritis yaitu menganalisis struktur intern (struktur insani-ruang-waktu), pola-pola hubungan antar fakta-fakta, gerak dinamika dalam sejarah, dan sebagainya.

2. Historis-subtantif yaitu menyajikan suatu uraian prosesual dengan dukungan fakta yang cukup sebagai ilustrasi suatu perkembangan. 3. Sosial-budaya yaitu memperhatikan manifestasi insani dalam interaksi

dan interrelasi sosial-budaya.

Dalam interpretasi sejarah, terlebih dahulu fakta sejarah tersebut digabung-gabungkan (disintesiskan) berdasarkan pada subjek kajian. Dalam kaitan itu, tema pokok kajian merupakan kaidah yang dijadikan sebagai kriteria dalam menggabungkan data sejarah. Data yang tidak penting atau yang tidak berkaitan dengan tema studi dipisahkan agar tidak mengganggu peneliti dalam merekonstruksi peristiwa sejarah (Hamid dan Madjid, 2011: 50).

4. Historiografi

Fase terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Melalui kritik kita dapat mengumpulkan data, kemudian dari data kita dapat menyusun fakta. Dengan interpretasi dan sintesis kita berusaha merangkaikan fakta-fakta tersebut menjadi sesuatu keseluruhan yang harmonis dan masuk akal dalam sebuah historiografi (Herlina, 2008:55). Menurut Gottschalk (1985:33) historiografi adalah usaha mensintesakan data sejarah menjadi kisah atau penyajian dengan jalan menulis buku-buku sejarah. Historiografi atau penulisan sejarah dalam ilmu sejarah merupakan titik puncak seluruh kegiatan penelitian sejarawan. Dalam metodologi sejarah, historiografi merupakan bagian terakhir, langkah terakhir ini merupakan langkah terberat dari semua langkah (Poespoprodjo, 1987:1). Berbagai pernyataan mengenai masa silam yang telah disintesiskan selanjutnya ditulis dalam bentuk kisah sejarah atau historiografi.

(25)

pendekatan yang menggunakan disiplin ilmu sosial secara berimbang, tanpa ada yang dominan. Oleh karena itu, peneliti memerlukan alat bantu atau auxiliary science atau sister diciplines (Sjamsuddin, 2007: 240), yaitu sosiologi dan politik.

3.1.2 Teknik Penelitian

Teknik penelitian merupakan cara-cara yang digunakan dalam upaya mengumpulkan data dan informasi sesuai dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik penelitian studi literature. Penulis melakukan studi literatur dengan cara mengumpulkan buku, skripsi, jurnal dan artikel yang relevan dengan topik yang dibahas dalam penelitian. Sumber-sumber yang digunakan tersebut telah melalui tahap seleksi yang tentunya dapat dipercaya kebenarannya. Sumber literatur tersebut digunakan oleh peneliti untuk menjelaskan mengenai gerakan oposisi terhadap pemerintahan Hitler pada tahun 1933 - 1945.

Pada dasarnya peneliti sedikit mengalami kesulitan dalam pengumpulan sumber ini karena literatur mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian tersedia banyak dan lengkap dalam bahasa Inggris. Sebenarnya sumber yang berbahasa Indonesia banyak, namun tidak dijelaskan secara mendalam sehingga peneliti memilih sumber berbahasa Inggris untuk memperdalam bahasan yang dikaji dalam penelitian ini.

Dalam upaya mengumpulkan sumber literatur ini, peneliti mengadakan kunjungan di beberapa perpustakaan, lembaga, dan beberapa tempat terkait untuk mendapatkan informasi dan sumber literatur dibutuhkan. Setelah sumber tersebut didapatkan kemudian penulis mempelajari, mengkaji dan mengidentifikasikan serta memilih sumber yang relevan dan dapat digunakan sebagai sumber dalam penulisan skripsi ini melalui tahapan kritik. Adapun beberapa tempat yang dikunjungi adalah :

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia 2. Perpustakaan Universitas Padjajaran

(26)

5. Perpustakaan CSIS

6. Perpustakaan The Jakarta Post

3.2 Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, penulis melakukan beberapa hal dalam menyusun penelitian ini. Setelah penulis membaca berbagai literatur, peneliti memilih dan menentukan topik penelitian yang akan dikaji. Kemudian setelah menentukan topik, peneliti menyusun rancangan penelitian dan melaksanakan ujian proposal skripsi, mengurus perizinan, menyiapkan perlengkapan penelitian, dan proses bimbingan.

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Topik

Pada tahap ini, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah penentuan topik penelitian. Topik penelitian adalah masalah atau objek yang harus dipecahkan melalui penelitian ilmiah (Abdurahman, 2007: 54). Sedangkan menurut Herlina (2011: 63) topik penelitian adalah kejadian atau peristiwa (fenomena), atau pokok persoalan yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian. Menurut Kuntowijoyo (1995: 90), topik penelitian sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Hal ini berarti bahwa topik bisa ditemukan atas kegemaran tertentu atau pengenalan yang lebih dekat tentang hal-hal yang terjadi di sekitarnya atau menurut pengalaman peneliti sendiri. Selain itu, pemilihan topik didasarkan atas keterkaitan peneliti dengan disiplin ilmu atau aktivitasnya dalam masyarakat. Menurut Herlina (2011: 63) biasanya ada empat hal yang dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan topik, yaitu:

1. Ada dalam jangkauan kemampuan, yaitu cukup mempunyai bekal pengetahuan untuk menggarapnya, cukupnya biaya yang tersedia, waktu yang disediakan memadai dan memungkinkan dapat dijalin kerja sama dengan pihak lain, tidak melanggar ketentuan instansi serta tidak menimbulkan kekeruhan suasana.

(27)

3. Cukup pentingnya topik untuk diteliti. Pembahasan topik memberikan sumbangan berharga untuk ilmu pengetahuan, sumbangan tersebut dapat berwujud materi pengetahuan, tata kerja atau metodologi. Selain itu, boleh jadi topik yang diambil merupakan duplikasi dari penelitian yang sudah dilakukan karena mungkin penelitian sebelumnya validitasnya diragukan.

4. Topik menarik untuk diteliti. Ada baiknya jika topik yang diambil menarik dan dapat membangkitkan minat serta semangat peneliti sendiri.

Topik atau pokok persoalan sebagai subyek penelitian dapat diperoleh dari beberapa sumber, misalnya dari mahasiswa sendiri atau dari orang lain, dosen atau konsultan. Adapun topik penelitian yang diambil oleh peneliti adalah tentang Hitler Masa Perang Dunia II, khususnya mengenai berbagai upaya kudeta terhadap pemerintahan Hitler. Peneliti merasa tertarik dengan topik tersebut setelah melihat film yang berjudul “Valkyrie”.

Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah membaca beberapa buku yang berkaitan dengan sejarah lokal Kabupaten Indramayu. Setelah membaca banyak literatur, peneliti merasa tertarik mengkaji tentang Agresi Militer II di Indramayu. Kemudian disusunlah sebuah judul penelitian yaitu “Peranan Pasukan Setan pada Masa Agresi Militer II di Indramayu”. Setelah menentukan topik penelitian, peneliti mengajukan topik tersebut kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Setelah disetujui, peneliti membuat proposal skripsi untuk selanjutnya diseminarkan.

(28)

Setelah itu, peneliti melakukan konsultasi dengan dosen yang kompeten dengan bidangnya dan disetujui.

Namun, peneliti masih ragu untuk melanjutkan penelitian mengingat penelitian ini adalah lokal dan sumbernya terbatas serta sangat sulit dicari. Oleh karena peneliti tidak ingin mengulang kesalahan, maka peneliti mencari judul lain di luar kajian tentang sejarah lokal Indramayu dengan membaca buku di perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia dan menonton film tentang Perang Dunia II. Setelah menonton film Valkyrie, penulis merasa yakin untuk memilih topik penelitian dengan judul “Operasi Valkyrie: Upaya pembunuhan Hitler pada 20 Juli 1944”. Setelah mengajukan judul tersebut kepada TPPS Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung, peneliti tidak harus melakukan seminar ulang karena pembimbing I menyanggupi untuk membimbing peneliti dengan judul “Operasi Valkyrie: Upaya pembunuhan Hitler pada 20 Juli 1944”. Namun pada penelitian selanjutnya, judul tersebut diubah karena terlalu sempit untuk dikaji sehingga penulis menetapkan judul penelitian yaitu Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945).

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan penelitian adalah menyusun rancangan penelitian yang merupakan kerangka dasar yang dijadikan acuan dalam penyusunan skripsi. Rancangan ini berupa proposal skripsi yang diajukan kepada TPPS untuk dipresentasikan dalam seminar proposal skripsi. Proposal skripsi disusun sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh bagian akademik Jurusan Pendidikan Sejarah maupun Universitas Pendidikan Indonesia yang terdiri dari:

1. Judul penelitian

2. Latar belakang masalah

3. Rumusan masalah penelitian serta batasan masalah 4. Tujuan penelitian

(29)

6. Tinjauan pustaka (penggunaan teori, konsep serta buku yang digunakan dalam penelitian)

7. Metode dan teknik penelitian 8. Sistematika penulisan

9. Daftar pustaka.

Pada tahap ini peneliti terlebih dahulu melakukan studi literatur dengan cara mengkaji buku, jurnal, artikel, dan karya ilmiah lainnya yang relevan dengan topik yang diangkat sebagai sumber data awal. Setelah melakukan studi literatur dan mendapatkan data awal, peneliti menyusun rancangan penelitian berupa proposal skripsi. Proposal skripsi yang telah disusun kemudian di ajukan kepada TPPS Jurusan Pendidikan Sejarah dengan judul awal yaitu “Peranan Laskar Setan pada Masa Agresi Militer Belanda II di Indramayu”. Selanjutnya proposal skripsi tersebut diseminarkan pada tanggal 10 Januari 2014 dihadapan TPPS dan calon dosen pembimbing skripsi untuk didiskusikan apakah rancangan tersebut dapat dilanjutkan atau tidak.

(30)

3.2.3 Mengurus Perizinan

Untuk kelancaran penelitian guna mendapatkan sumber yang relevan dengan topik yang dikaji, peneliti membutuhkan perlengkapan penelitian. Pada tahap ini, peneliti mulai memilih lembaga/instansi yang dapat memberikan data dan fakta yang relevan dengan penelitian. Pengurusan surat perijinan dilakukan di jurusan pendidikan sejarah yang kemudian diserahkan kepada bagian akademik FPIPS untuk memperoleh ijin dari dekan FPIPS.

3.2.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Sebelum melaksanakan kegiatan penelitian, peneliti mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam menyediakan perlengkapan yang akan dibutuhkan dalam penelitian. Perlengkapan penelitian merupakan aspek yang penting agar proses penelitian berjalan lancar. Agar mendapatkan hasil yang diharapkan dalam proses penelitian, maka peneliti harus mempersiapkan perlengkapan penelitian secara baik. Hal pertama yang dilakukan adalah membuat surat perijinan penelitian guna memperlancar penelitian yang akan dilakukan. Selain itu juga mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan dalam penelitian diantaranya adalah surat perizinan.

3.2.5 Proses Bimbingan

(31)

Proses bimbingan dilakukan secara berkelanjutan dan bersifat bebas, pada setiap pertemuan membahas satu atau dua bab yang diajukan. Bimbingan dilakukan berkelanjutan mulai dari BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV dan BAB V, dengan demikian akan terjalin suatu penyusunan skripsi yang baik berdasarkan hasil komunikasi atau diskusi antara peneliti dan pembimbing mengenai kekurangan setiap bab dalam skripsi.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Setelah melakukan persiapan penelitian, maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian ini yang menggunakan metode historis terdapat beberapa langkah dalam melakukan penelitian yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki peranan yang penting untuk menentukan penyajian hasil penelitian dalam bentuk sebuah tulisan. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap-tahap tersebut akan diuraikan di bawah ini.

3.3.1 Heuristik

Heuristik merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti dalam upaya mencari, menemukan dan mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai informasi yang diperlukan dari sumber-sumber sejarah. Kegiatan peneliti dalam mencari, menemukan dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sumber tertulis. Pada tahap ini peneliti mencari dan mengumpulkan sumber tertulis berupa buku, artikel dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini yang berjudul Jerman di Bawah Pemerintahan Adolf Hitler (Kajian Historis Tentang Gerakan Oposisi Terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada Tahun 1933-1945).

(32)

adalah sumber tulisan berupa buku dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan topik yang dikaji.

Dalam proses pencarian dan pengumpulan sumber, penulis melakukan kunjungan ke beberapa perpustakaan, antara lain:

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini peneliti menemukan sumber primer berupa buku yang berjudul Menantang Diktator Konspirasi Rahasia Anti Hitler karya Darma Aji (2005) penerbit Kompas.

2. Perpustakaan Universitas Padjajaran. Di perpustakaan ini tidak menemukan buku yang relevan dengan pembahasan penelitian.

3. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Di perpustakaan ini penulis menemukan buku yang berjudul Mein Kampf “Kitab Suci” Kaum Nazi karya Adolf Hitler yang diterjemahkan oleh Ribut Wahyudi, Sekar Palupi dan Dwi Ekasari (2011) penerbit Narasi.

4. Perpustakaan Goethe Institute Bandung

5. Perpustakaan CSIS. Di perpustakaan ini peneliti tidak menemukan buku yang relevan dengan penelitian.

6. Perpustakaan The Jakarta Post. Di Perpustakaan ini penulis menemukan buku yang berjudul Secret Germany Stauffenberg and The Mystical Crusade against Hitler karya Michael Baigent dan Richard Leigh (1994) penerbit Penguin Books dan buku yang berjudul Topography of Terror Gestapo, SS and Reichssicherheitshauptamt on The Prinz, Albrecht Terrain A Documentation karya Werner T. Angress (1996) penerbit Arenhovel.

(33)

Kolaborator NAZI Sepak Terjang Para Simpatisan Nazi Selama Perang Dunia II karangan Fernando R. Srivanto (2008) penerbit Narasi, Gang of NAZI Seputar Kisah Kontroversial Para Petinggi Partai Nazi karangan Fernando R. Srivanto (2008) penerbit Narasi, The Death of Adolf Hitler (Kematian Adolf Hitler) karangan Agustinus Pambudi (2005) penerbit Narasi, Hari-hari Terakhir Hitler karangan William Shirer yang diterjemahkan oleh Turman Sirait penerbit Tarsito, Perang Eropa Jilid III karangan P.K. Ojong (2005) penerbit Kompas, Perang Dunia II Perang Eropa Djilid II karangan Ojong Peng Koen (1963) penerbit Saka Widya, Valkyrie the Story of the Plot to Kill Hiler, by its Last Member karangan Philipp Freiherr von Boeselager with Florence and Jerome Fehrenbach (2009) penerbit Vintage, Kill Hitler Operation Valkyrie 1944 karangan Neil Short (2013) penerbit Osprey Publishing, The History of Adolf Hitler Kisah Kehidupan dang Diktator Sepanjang Masa karangan Agus Nur Cahyo (2013) penerbit Palapa.

3.3.2 Kritik

Setelah melakukan kegiatan pengumpulan sumber, peneliti tidak langsung menerima dengan mudah apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber tersebut, langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah kritik terhadap sumber-sumber tersebut, baik kritik eksternal maupun kritik internal. Kritik sumber merupakan suatu tahapan untuk menganalisis terhadap sumber yang telah ditemukan, dengan kata lain sumber yang telah ditemukan tersebut diverifikasi keterkaitan, kebenaran dan keobjektifannya secara eksternal maupun internal. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meguji kebenaran dan ketepatan sumber, selain itu bertujuan untuk menyaring sumber-sumber yang telah ditemukan sehingga diperoleh fakta-fakta yang sesuai dengan topik yang dikaji. Dalam metode sejarah, kritik sumber dibagi menjadi dua macam yaitu kritik eksternal dan kritik internal, namun peneliti hanya melakukan kritik internal karena dalam penelitian ini peneliti tidak memakai sumber dmen yang sejaman dengan pembahasan.

(34)

kesaksian tersebut, yakni apakah kesaksian itu dapat diandalkan atau tidak. Arti sebenarnya dari kesaksian itu harus dipahami, karena bahasa tidak statis dan selalu berubah, serta kata-kata mempunyai dua pengertian (arti harfiah dan arti sesungguhnya), selain itu kredibilitas saksi juga harus ditegakkan. Peneliti melakukan kritik internal dengan tujuan untuk mencari nilai pembuktian yang sebenarnya dari isi sumber sejarah. Kritik internal dilakukan terutama untuk menentukan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya atau tidak. Kritik internal ini dilakukan setelah penulis selesai membuat kritik eksternal. Setelah diketahui otentisitas sumber, maka dilakukan kritik internal untuk melakukan pembuktian apakah sumber-sumber tersebut benar-benar merupakan fakta historis. Kritik internal untuk sumber tertulis dilaksanakan peneliti dengan melakukan konfirmasi dan membandingkan berbagai informasi dalam suatu sumber dengan sumber yang lain yang membahas masalah yang serupa. Selain itu peneliti membandingkan video dokumenter dan film dengan buku, apakah hasilnya sama atau mungkin ada perbedaan.

(35)

Kritik selanjutnya peneliti lakukan terhadap buku karya Irwanto (2008) yang berjudul To Kill Hitler Upaya-upaya Membunuh Adolf Hitler. Dalam buku ini dijelaskan mengenai biografi singkat Hitler sampai dengan kudeta terakhir pemerintahan Hitler oleh kelompok oposisi. Lebih rincinya, pembahasan dalam buku ini adalah tentang latar belakang ternetuknya kelompok oposisi, kemudian 3 upaya kelompok oposisi dalam menggulingkan pemerintahan Hitler serta 5 upaya dalam membunuh Hitler. Selain itu, kudeta terakhir pemerintahan Hitler oleh kelompok oposisi dalam buku ini mempunyai bab khusus yang membahas rencana, proses dan dampak kudeta, karena upaya kudeta terakhir ini merupakan upaya kudeta kelompok oposisi yang hampir berhasil.

Buku yang digunakan peneliti sebagai pembanding yaitu karangan Darma Aji (2005) yang berjudul Menantang Diktator Konspirasi Rahasia Anti-Hitler. Buku ini memaparkan tentang kelompok oposisi pemerintahan Hitler dari mulai Hitler menjabat sebagai Kanselir sampai kudeta terakhir yang dilakukan oleh kelompok oposisi terhadap pemerintahan Hitler. Secara lebih rinci, pembahasan dalam buku berisi mengenai pengangkatan Hitler menjadi kanselir yang kemudian melibas segala oposisi politik yang tidak sejalan dengannya, latar belakang berdirinya kelompok oposisi beserta tokoh-tokoh pentingnya, faktor penghalang kelompok oposisi, permintaan bantuan kepada negara lain oleh kelompok oposisi, 3 upaya kudeta kelompok oposisi terhadap pemerintahan Hitler yang terbagi dalam tiga bab 6 upaya pembunuhan Hitler oleh kelompok oposisi dan 1 upaya dari warga sipil, dan terakhir adalah biografi singkat Erwin Rommel.

Buku pembanding lainnya yaitu karangan Neil Short (2013) yang berjudul Kill Hitler Operation Valkyrie 1944. Buku ini secara khusus membahas kudeta

terakhir oleh kelompok oposisi terhadap pemerintahan Hitler pada 20 Juli 1944, yang secara rinci membahas mengenai latar belakang terjadinya kudeta, strategi awal kudeta, rencana kudeta, jalannya kudeta dan akibat yang ditimbulkan oleh adanya kudeta tersebut.

(36)

kepemimpinan Hitler yang diktator dengan cita-citanya yang ingin menguasai Eropa dan Dunia dengan menentang siapapun yang tidak sejalan dengannya, hal tersebut menurut kelompok oposisi akan menghancurkan Jerman. Kemudian jumlah kudeta yang dilakukan oleh kelompok oposisi terhadap pemerintahan Hitler dari semua buku menyebutkan ada enam upaya kudeta dan empat upaya pembunuhan. Kudeta terakhir merupakan kudeta yang mendekati keberhasilan. Dampak yang timbulkan akibat adanya kudeta membuat Hitler semakin waspada dan selalu mencurigai orang-orang disekelilingnya, selain itu orang-orang yang terlibat dalam kudeta dihukum secara kejam dan pemerintahan Nazi semakin memburuk. Diantara sekian banyak sumber yang telah peneliti temukan dan baca, peneliti tidak begitu mengalami kesulitan dalam pengolahan informasi karena diantara banyak sumber tersebut tidak terlalu banyak perbedaan pendapat mengenai kelompok oposisi. Para pengarang buku tersebut menggunakan referensi yang tidak jauh berbeda antara satu sama lain, sehingga penulis tidak terlalu rumit dalam memahami dan mengolah informasi tersebut.

3.3.3 Interpretasi

Setelah mengumpulkan sumber dan melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah ditemukan, langkah selanjutnya adalah interpretasi atau penafsiran sumber. Interpretasi merupakan penafsiran terhadap berbagai informasi yang ditemukan memberikan suatu keberartian (signifikasi) kemudian dituangkan dalam penulisan utuh. Interpretasi juga merupakan tahapan untuk menafsirkan fakta-fakta yang terkumpul dengan mengolah fakta setelah dikritisi dengan merujuk beberapa referensi pendukung peristiwa yang menjadi kajian peneliti.

(37)

dihubungkan dengan fakta lainnya sehingga rangkaian fakta tersebut diharapkan dapat menjadi sebuah rekonstruksi yang menggambarkan gerakan oposisi terhadap pemerintahan Hitler pada tahun 1933-1945.

Menurut Herlina (2011: 37-38), interpretasi terdiri dari 2 macam yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan, setiap sumber yang telah ditemukan peneliti akan selalu ada pebedaan didalamnya, sehingga peneliti menganalisis sumber tersebut baik sumber primer maupun sekunder untuk mendapatkan fakta yang sebenarnya. peneliti menggunakan interpretasi secara sintesis. Dalam hal ini, peneliti mengelompokkan data yang telah ditemukan dari berbagai sumber. Kemudia setelah data dikelompokkan menjadi satu, maka akan muncul sebuah interpretasi dari peneliti yang sesuai dengan fakta-fakta tersebut yang akan menjadi sebuah fakta sesungguhnya. Dalam interpretasi secara sintesis, akan menghasilkan perbedaan pendapat karena setiap orang akan menafsirkan atau menginterpretasikan data yang diperoleh dengan sudut pandang yang berbeda.

Dalam interpretasi juga peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner, yaitu sebuah pendekatan dalam penelitian sejarah yang menggunakan bantuan disiplin ilmu lain (ilmu sosial) untuk mempertajam analisis kajian (Sjamsuddin, 2007: 189). Beberapa disiplin ilmu yang digunakan sebagai ilmu bantu dalam pembahasan diantaranya sosiologi dan politik. Dari kedua ilmu tersebut, peneliti menggunakan beberapa konsep seperti konflik, kekuasaan, kepemimpinan, diktator, kudeta, konspirasi dan perang dunia II. Pemakaian konsep-konsep tersebut membantu peneliti dalam menjelaskan gerakan oposisi pemerintahan Hitler pada tahun 1933-1945.

(38)

menggulingkan pemerintahan Hitler. Upaya mereka pertama kali dilakukan pada September 1938, hal ini dipicu karena Hitler ingin menyerang kawasan Sudentenland di Cekoslovakia yang menurut kelompok oposisi hal ini akan menjerumuskan Jerman ke dalam peperangan yang tidak diinginkan sama sekali oleh para perwira AD, namun usaha kudeta ini tidak dijalankan atau gagal karena tersepakatinya Perjanjian Munich pada 29 September 1938. Kemudian upaya kedua dilakukan pada November 1939 yang dipicu oleh keinginan Hitler untuk mengobarkan perang besar dengan menyerbu ke barat untuk melancarkan perang kilat melalui Belgia dan Belanda, hal ini akan membawa bencana besar bagi Jerman. Namun, upaya ini tidak dijalankan atau gagal karena walaupun Kepala Staf AD Jenderal Franz Halder mempunyai banyak peluang untuk menembak Hitler namun ia tidak memiliki nyali kuat untuk menembaknya.

Setelah upaya kudeta kedua, kelompok oposisi merencanakan upaya pembunuhan yang dicetuskan oleh Hammerstein pada tahun 1939, namun pembunuhan tersebut gagal karena Hitler terlebih dahulu curiga kepada Hammerstein. Setelah itu pada tahun 1940 upaya pembunuhan dicetuskan oleh Schulenberg, namun gagal karena Hitler mendadak tidak menghadiri pameran. Satu tahun selanjutnya upaya pembunuhan dicetuskan oleh Witzleben dengan motif yang sama seperti rencana tahun sebelumnya, namun hal tersebut gagal untuk keduakalinya dengan penyebab kegagalan yang sama.

Pada tahun 1943, kelompok oposisi melakukan upaya kudeta ketiga dengan cara menaruh bom waktu di pesawat pribadi Hitler, namun upaya tersebut gagal karena bom tidak meledak di pesawat karena suhu di udara terlalu dingin. beberapa hari selanjutnya datang kesempatan lagi untuk melakukan kudeta dengan cara meledakkan bom pada saat pameran senjata, namun hal tersebut gagal karena Hitler mempercepat jadwalnya. Masih pada tahun yang sama, akhir tahun 1943 kelompok oposisi melakukan upaya kudeta kembali dengan cara meledakkan bom pada saat peragaan seraga, namun hal tersebut gagal karena gerbong kereta tempat menyimpan seragam telah dibom oleh sekutu.

(39)

mengandalkan sebuah bom yang ditaruh di dalam tas Stauffenberg yang diletakkan dibawah meja saat rapat. Kudeta ini dikatakan hampir berhasil daripada dua kudeta lainnya karena kudeta ini berhasil dijalankan, namun karena Hitler belum mati hanya menderita luka ringan maka rezim Hitler berhasil menggagalkan kudeta tersebut.

3.3.4 Historiografi

Historiografi merupakan puncak dalam prosedur penelitian sejarah dan merupakan langkah terakhir dalam metode sejarah. Pada bagian ini peneliti menyajikan hasil temuan-temuan dari sumber-sumber yang telah dikumpulkan, diseleksi, dianalisis, dan imajinatif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan. Hasil rekonstruksi tersebut peneliti tuangkan melalui penulisan sejarah atau disebut historiografi. Tahap terakhir dari penelitian skripsi ini adalah melaporkan seluruh hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam tahap ini, seluruh daya pikiran dikerahkan, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama adalah penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian atau penemuan dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi (Sjamsuddin, 2007: 155).

Dalam penulisan penelitian ini, peneliti membaginya ke dalam lima bab. Bab I Pendahuluan, Bab ini terdiri dari bab pendahuluan yang merupakan paparan dari penulis yang berisi tentang latar belakang penelitian yang merupakan alasan mengapa penelti mengambil tema tersebut. Selain latar belakang, pada bagian ini juga terdapat batasan dan rumusan masalah yang bertujuan agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas dari yang ditetapkan, kemudian terdapat juga tujuan oenelitian yang hendak dicapai oleh peneliti, manfaat penelitian yang diharapkan oleh peneliti dengan dilakukannya penelitian ini, metode penelitian serta sistematika penulisan.

(40)

1945). Kajian pustaka dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalisis sumber-sumber yang relevan dengan topik yang dibahas. Pada bab ini penulis juga melakukan kritik sumber, salah satunya dengan melihat kekurangan dan kelebihan buku-buku yang digunakan. Selain itu, penulis juga memaparkan menganai konsep dan teori yang berhubungan dengan permasalahan.

Bab III Metodologi Penelitian, Pada bab ini dijelaskan mengenai langkah serta teknik yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini. Adapun langkah-langkah tersebut adalah pertama, persiapan penelitian yang terdiri dari pengajuan tema penelitian, penyusunan rancangan penelitian, kemudian konsultasi dan mengurus perizinan. Kedua adalah pelaksanaan penelitian serta melakukan kritik sumber baik internal maupun eksternal. Ketiga yaitu penafsiran atau interpretasi dari fakta-fakta yang telah dikumpulkan dan terakhir adalah melaporkan hasil penelitian dalam bentuk tulisan atau yang disebut historiografi.

Bab IV Pembahasan, Bab ini berisi pembahasan hasil penelitian, dalam hal ini penulis berusaha untuk menggabungkan tiga bentuk teknik sekaligus yaitu, deskripsi, narasi dan analisis.

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul “Jerman di bawah Pemerintahan Hitler (Kajian Historis Gerakan Oposisi terhadap Pemerintahan Adolf Hitler pada tahun 1933-1945)”. Kesimpulan tersebut merujuk pada pembahasan atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh peneliti pada bab sebelumnya, yaitu sebagai berikut.

Karakteristik kepemimpinan Adolf Hitler, dapat dilihat dari tiga sudut pandang. Sudut pandang pertama dilihat dari ideologi Jerman pada saat dipimpin oleh Hitler yaitu Naziisme. Naziisme berisi mengenai gagasan-gagasan Hitler seperti konsep Folkish dimana jika rakyat Jerman mematuhi perintah Hitler, maka ia akan memberikan keuntungan bagi rakyatnya. Konsep lainnya yaitu Lebensraum yang merupakan tuntutan untuk tambahan wilayah bagi orang Jerman. Serta konsep Lebensborn yang merupakan keyakinan bahwa ras Arya merupakan ras tertinggi yang harus dijaga kemurniannya dengan cara melarang perkawinan antara ras Arya dengan ras rendahan. Sudut pandang yang kedua terlihat pada proses Adolf Hitler dalam mencapai kekuasaan untuk mencapai kursi Fuehrer. Dalam mencapai kekuasaan tersebut, Hitler menggunakan cara-cara yang tidak seharusnya, seperti paksaan yang ditujukan kepada Hidenburg, upaya kudeta yang gagal, serta propaganda-propaganda tentang Nazi. Sudut pandang ketiga dapat dilihat dari cara ia mempertahankan kepemimpinannya, yaitu dengan cara mewajibkan para jajaran pemerintahan untuk mengucapkan janji setia kepadanya serta menyingkirkan orang yang menentang perintahnya dengan cara apapun seperti peristiwa Malam Pisau Panjang dimana dalam waktu 72 jam Hitler melenyapkan pemimpin-pemimpin SA.

(42)

Arya. Kedua mengenai penerapan wajib militer oleh Adolf Hitler. Semenjak usia 6 tahun, anak-anak di jerman sudah mulai mengikuti latihan militer. Ketika anak berusia 13 tahun, setiap hari diharuskan melakukan latihan baris-berbaris dan berjalan kaki sejauh 11 mil dan setelah 16 tahun, mereka diwajibkan bergabung dengan Jugenfuehrer (Pemuda Hitler) serta Bund Duetscher Maedel (Liga Gadis Jerman). Selain itu dalam bidang pendidikan, kurikulum sekolah di Jerman disisipkan propaganda-propaganda Nazi. Ketiga mengenai ekspansi Jerman ke wilayah Eropa. Dalam konsep Lebensraum, Jerman membutuhkan tambahan wilayah, oleh karena itu Hitler melancarkan aksinya untuk menaklukan berbagai wilayah di Eropa. Keempat mengenai Kekhawatiran rakyat Jerman atas pendudukan Cekoslovakia yang menandakan bahwa Jerman mengingkari perjanjian Munich. Hal tersebut membuat rakyat takut akan terjadi perang kembali. Kelima mengenai Peristiwa Holocaust yang merupakan implementasi dari konsep Lebensborn yang menganggap bahwa ras Arya merupakan ras yang paling unggul diantara ras lainnya dan harus memusnahkan ras-ras rendah lainnya agar kemurnian ras Arya terjaga. Oleh karena itu, Hitler membuat kamp-kamp konsentrasi yang tersebar di seluruh Jerman dan negara taklukan untuk memusnahkan bangsa Yahudi dan Slavia yang dianggapnya sebagai ras rendahan serta narapidana politik, dan orang-orang yang menentangnya. Keenam mengenai Penyimpangan kebijakan Adolf Hitler dalam peperangan karena ia melanggar ketentuan perang yang menyebutkan melarang melibatkan warga sipil, namun Hitler melanggar larangan tersebut. Ketujuh mengenai konflik antara Abwehr dan Gestapo yang merupakan agen intelijen dari Wehrmacht dan SS. Wehrmacht yang merupakan angkatan bersenjata Jerman menentang upaya militerisasi pasukan SS dengan alasan bahwa SS merupakan pasukan satgas partai Nazi yang hanya melindungi partai bukan negara. Ketujuh hal tersebut melatarbelakangi para perwira dan jenderal AD untuk bergabung menjadi kelompok oposisi dengan tujuan menggulingkan pemerintahan Hitler.

(43)

pertama dilakukan pada September 1938 dengan cara menyerbu Kantor Kanselir lalu menahan Pemimpin besar SS Heinrich Himmler beserta Kepala Intelijen SS Reinhard Heydrich dan membawa Hitler ke sebuah kastil di Bavaria. Tindakan selanjutnya adalah mengadili Hitler secara terbuka atas kejahatan terhadap negara dan pelanggaran hukum internasional. Kegagalan kudeta disebabkan oleh terjadinya perjanjian Munich yang memperbolehkan Jerman mengambil Sudetenland. Upaya kedua dilakukan pada November 1939. Kelompok oposisi melakukan upaya kudeta dengan cara yang sama dengan upaya kudeta sebelumnya yaitu menyerbu Kantor Kanselir lalu menahan Hitler, Himmler, Goering, Goebbels dan komandan senior SS Sepp Dietrich. Kegagalan kudeta disebabkan oleh kepanikan Halder yang menganggap bahwa Hitler mengetahui tentang upaya kudeta, sehingga Halder ketakutan dan membatalkan kudeta tersebut.

(44)

Kemudian pada Desember 1943 kelompok oposisi melakukan upaya kudeta dengan menggunakan bom bunuh diri Bussche ketika Hitler menghadiri peragaan seragam baru pasukan Jerman. Penyebab kegagalan kudeta adalah Tempat menaruh seragam untuk peragaan di bom oleh sekutu. Upaya selanjutnya dilakukan untuk membunuh Hitler pada Maret 1944, upaya dilakukan oleh Breitenbuch dengan cara menembak Hitler dari jarak dekat di ruang konferensi ketika sedang mengadakan rapat. Namun gagal karena Breitenbuch yang merupakan ajudan Jenderal tidak di perbolehkan memasuki ruang rapat karena rapat hanya dilakukan oleh para jenderal. Upaya selanjutnya merupakan upaya terakhir yaitu pada tanggal 20 Juli 1944. Kelompok oposisi melakukan upaya kudeta dengan menggunakan bom yang dibawa oleh Stauffenberg di dalam tasnya ketika melakukan rapat dengan Hitler. Penyebab kegagalan kudeta adalah Hitler masih selamat dari ledakan bom tersebut hanya menderita luka ringan.

(45)

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, dalam kesempatan ini peneliti memberikan saran untuk direkomendasikan. Rekomendasi ini disampaikan kepada berbagai pihak terkait yang memiliki kontribusi kuat dalam pengembangan sejarah Eropa khusunya Perang Dunia II. Dengan demikian ada beberapa rekomendasi yang peneliti sampaikan, yaitu:

1. Kepada guru sejarah, diharapkan terus belajar bagaimana mengajarkan pelajaran sejarah yang menarik dan mudah dipelajari siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran sejarah khususnya pada kelas XI mata pelajaran Sejarah Peminatan khususnya tentang Perang Dunia II.

2. Bagi Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia, skripsi ini diharapkan dapat memperkaya tulisan mengenai Sejarah Peradaban Eropa khususnya mengenai Jerman pada Perang Dunia II.

3. Kepada para akademisi maupun para pembaca pada umumnya diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai sejarah Eropa khususnya sejarah Jerman yang terkait dengan Perang Dunia II. Melalui penelitian ini juga, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai kelompok oposisi dalam pemerintahan Adolf Hitler.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Abdurahman, D. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Aji, D. 2005. Menantang Diktator Konspirasi Anti-Hitler. Jakarta: Kompas. Anogara, P. 1992. Psikologi Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.

Archer, J. 2007. Kisah Para Diktator Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis, Depotis dan Tiran. Yogyakarta: Narasi.

Arntz, H. 1965. Djerman Selajang Pandang. Jakarta: Djawatan Pers dan Penerangan Pemerintah Federasi Jerman.

Budiardjo, M. 1981. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Busroh, A. D. 1987. Hukum Tata Negara, Perbandingan. Jakarta: Bina Aksara. Cahyo, A.N. 2013. The History of Adolf Hitler Kisah Kehidupan sang Diktator

Sepanjang Masa. Yogyakarta: Palapa.

Gottschalk, L. 1985. Mengerti Sejarah. Penerjemah: Nugoho Notosusanto. Jakarta: UI-Press.

Hamid, A dan Majid, M. 2011. Metodologi sejarah. Yogyakarta: Ombak. Haselin, J. 2006. Sosiologi dengan Pendekatan Pribumi. Jakarta: Erlangga. Herlina, N. 2011. Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika.

Hitler, A. 2007. Mein Kampf. Penerjemah: R.W. Sinaga. Yogyakarta: Narasi. Hugiono dan Purwantara, P. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka

Cipta.

Irving, D. 2010. Hitler’s War. Yogyakarta: Narasi. Irwanto. 2008. To Kill Hitler. Yogyakarta: Narasi.

Ismaun. 2005. Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.

Kartono, K. 2010. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka. Luttwak, E. 2009. Kudeta: Teori dan Praktik Penggulingan Kekuasaan.

(47)

Narwoko, J. D

Referensi

Dokumen terkait