• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI IRENE NATALIA HUTAPEA Jurnalistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI IRENE NATALIA HUTAPEA Jurnalistik"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Tingkat Literasi Media Digital Baby Boomers di Kota Medan dalam Menggunakan

Aplikasi WhatsApp)

SKRIPSI

IRENE NATALIA HUTAPEA 160904028

Jurnalistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2020

(2)

(Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Tingkat Literasi Media Digital Baby Boomers di Kota Medan dalam Menggunakan

Aplikasi WhatsApp)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata1 (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

IRENE NATALIA HUTAPEA 160904028

Jurnalistik

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (Plagiat) maka saya

bersedia di proses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : IRENE NATALIA HUTAPEA

NIM : 160904028

Tanggal : 23 Desember 2020

Tanda Tangan

Irene Natalia Hutapea

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul penelitian ini adalah Literasi Media Digital Baby boomers di Kota Medan dalam Menggunakan Aplikasi WhatsApp (Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Tingkat Literasi Media Digital Baby boomers di Kota Medan dalam Menggunakan Aplikasi WhatsApp).

Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini karena adanya dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Setiap proses dapat dilalui peneliti karena perhatian, penghiburan, kasih sayang dan doa dari keluarga peneliti. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada orang tua peneliti, Bapak Alm. S.M Hutapea dan Ibu Jemina Saida Silaban. Peneliti juga berterima kasih kepada saudara- saudara peneliti, Betty Pratiwi S. Hutapea, Rettha Kartika Hutapea, Johannes Parulian Hutapea dan abang ipar peneliti, Frans Togi Gultom.

Peneliti juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si.,Ph.D selaku Ketua Program Studi, Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A selaku Sekretaris Program Studi dan Bapak Drs. HR. Dananjaja, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik peneliti.

3. Ibu Yovita S. Sitepu, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan pengertian selama membimbing peneliti, yang telah memberikan nasihat dan ilmu, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(7)

4. Seluruh dosen dan pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP USU yang telah berbagi ilmu dan pengalaman selama peneliti menempuh perkuliahan.

5. Staff Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP USU, Kak Maya dan Kak Yanti yang telah membantu peneliti dalam segala proses administrasi perkuliahan.

6. Sahabat-sahabat yang peneliti kasihi, Diana Turnip, Amelia Ginting, Sarah Tampubolon, Putri Sitompul dan Miranda Gultom yang setia bersama peneliti selama 4 tahun ini. Terima kasih sudah menjadi tempat berkeluh kesah dan berbagi suka duka selama perkuliahan.

7. Teman-teman terdekat peneliti Feronika, Gabriella, Rima, Yesi, Gaberiella, Adegita, Chindy, Milka, Esther, Vania yang telah memberikan keceriaan selama perkuliahan dan teman-teman satu dosen pembimbing, Raudhatul, Rahma, Retno, Putri yang telah memberikan semangat dan masukan dalam menyelesaikan skripsi.

8. Septy, teman peneliti yang bersedia membantu, memberikan masukan, dan selalu ada ketika peneliti membutuhkan dalam proses pengerjaan skripsi.

9. Sahabat peneliti, Dendi, Yola, Betzy, Dewi, Sarbjit, Ribka dan Aan yang telah memberikan semangat dan dukungan selama pengerjaan skripsi.

10. IMAJINASI USU, yang telah menjadi tempat bagi peneliti untuk belajar berorganisasi dan bertanggung jawab.

11. Seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan, peneliti mengharapkan pembaca untuk memberikan masukan berupa saran yang membangun. Harapan peneliti, skripsi ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca dan banyak pihak. Akhir kata, peneliti mohon maaf atas segala kesalahan yang terdapat pada skripsi ini dan terima kasih.

Medan, 23 Desember 2020

Irene Natalia Hutapea

(8)
(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Literasi Media Digital Baby Boomers di Kota Medan dalam Menggunakan Aplikasi WhatsApp (Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Tingkat Literasi Media Digital Baby Boomers di Kota Medan dalam Menggunakan Aplikasi WhatsApp)”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik penggunaan WhatsApp di kalangan baby boomers dan menganalisis tingkat literasi media digital baby boomers pengguna WhatsApp di kota Medan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi massa, internet, media baru, media sosial WhatsApp, baby boomers, literasi media dan literasi media digital. Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu hanya memaparkan situasi dan peristiwa, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.

Populasi dalam penelitian ini adalah generasi baby boomers di Kota Medan yang berjumlah 253.654 jiwa. Sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Taro Yamane dan diperoleh sampel sebanyak 100 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan Purposive Sampling dan Accidental Sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan kepustakaan.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal dengan menggunakan Statistical Product and System Solution (SPSS) versi 26.0 dan menggunakan statistik hipotetik. Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik penggunaan WhatsApp di kalangan baby boomers dapat dilihat dari tujuan penggunaannya. Sebanyak 99% baby boomers menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan literasi media digital baby boomers di kota Medan dalam menggunakan aplikasi WhatsApp diukur menggunakan konsep Individual competence framework. Konsep Individual competence framework terdiri dari dua kategori yaitu personal competence dan social competence. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan sesuai dengan konsep tersebut, maka didapatkan hasil bahwa kemampuan literasi media digital baby boomers di kota Medan berada pada tingkat advanced dengan persentase sebanyak 53%.

Kata kunci: Literasi Media Digital, Baby Boomers, WhatsApp.

(10)

ABSTRACT

This research is entitled " Digital Media Literacy for Baby Boomers Generation in Medan City in Using the WhatsApp Application (A Quantitative Descriptive Study of Level of Digital Media Literacy for Baby Boomers in Medan City in Using the WhatsApp Application)". The purpose of this study is to describe the characteristics and to analyze level of digital media literacy among the baby boomers generation in Medan City as WhatsApp users. The theories used in this study are mass communication, internet, new media, WhatsApp social media, baby boomers generation, media literacy, and digital media literacy. The research method used in this research is descriptive method with a quantitative approach, which only describes situations and events, but does not test a hypothesis or make any predictions. The population was chosen as the research object was the baby boomers generation in Medan City with a total of 253,654 people. The number of samples needed is determined using the Taro Yamane formula so that the sample requirement is 100 people. The sampling technique is done by using purposive sampling and accidental sampling. Data collection tools used in this study is a set of questionnaires and literature studies. The data analysis technique used in this study is a single table analysis using Statistical Product and System Solution (SPSS) version 26.0 using hypothetical statistics.

The characteristics of WhatsApp usage among the baby boomers generation can be seen from the purpose of its use. Based on the analysis, 99% of the baby boomers generation in Medan City use WhatsApp to communicate with other people. The level of digital media literacy for baby boomers in Medan in using the WhatsApp application is measured by using the concept of the Individual competence framework. The concept of individual competence framework consists of two categories, namely personal competence and social competence. Based on calculations with this concept, the result shows that the digital media literacy skills of the baby boomers generation in Medan City are at an advanced level with a percentage of 53%.

Keyword: Digital Media Literacy, Baby Boomers, WhatsApp.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERNYATAAN DAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Kerangka Teori... 11

2.2.1 Komunikasi Massa ... 11

2.2.1.1 Ciri-ciri Komunikasi Massa ... 12

2.2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa ... 13

2.2.2 Internet ... 14

2.2.3 New Media ... 16

2.2.4 Media Sosial ... 17

2.2.5 WhatsApp ... 17

2.2.6 Baby boomers ... 19

2.2.7 Literasi Media ... 20

2.2.7.1 Jenis-jenis Literasi Media ... 21

2.2.7.2 Elemen Literasi Media... 22

(12)

2.2.7.3 Pengukuran Literasi Media ... 23

2.2.8 Literasi Media Digital ... 25

2.3 Kerangka Konsep ... 26

2.4 Variabel Operasional ... 28

2.5 Definisi Operasional... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 31

3.1.1 Letak Geografis ... 31

3.1.2 Demografi Penduduk ... 31

3.2 Metode Penelitian... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 32

3.3.1 Populasi ... 32

3.3.2 Sampel ... 32

3.4 Teknik Penarikan Sampel ... 33

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.6 Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 35

4.1.1 Penelitian Kepustakaan ... 35

4.1.2 Penelitian Lapangan ... 35

4.2 Teknik Pengolahan Data ... 35

4.3 Analisis Tabel Tunggal ... 36

4.3.1 Karakteristik Responden ... 36

4.3.2 Tingkat Literasi Media Digital ... 40

4.4 Analisis Tingkat Literasi Media Digital ... 79

4.5 Pembahasan ... 91

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 96

5.2 Saran ... 97

DAFTAR REFERENSI ... 99 LAMPIRAN

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Media Sosial yang Paling Banyak Digunakan 2

1.2 Profil Pengguna Sosial Media 3

2.1 Kerangka Konsep Penelitian 27

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Variabel Penelirian 28

4.1 Responden Berdasarkan Usia 37

4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 38

4.3 Responden Berdasarkan Pekerjaan 38

4.4 Responden Berdasarkan Pendidikan 39

4.5 Perangkat yang Digunakan untuk Mengakses Aplikasi WhatsApp

40

4.6 Biaya Penggunaan Internet dalam Sebulan 40

4.7 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Teks 41 4.8 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Suara 42 4.9 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Gambar 42 4.10 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Video 43 4.11 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Dokumen 44 4.12 Kemampuan Responden dalam Meneruskan Pesan Teks 44 4.13 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Suara 45 4.14 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Gambar 46 4.15 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Video 46 4.16 Kemampuan Responden dalam Mengirim Pesan Dokumen 47 4.17 Kemampuan Responden dalam Melakukan Panggilan Suara 48

(15)

4.18 Kemampuan Responden dalam Melakukan Panggilan Video 49 4.19 Kemampuan Responden dalam Mengaktifkan Fitur Enkripsi

End-To-End

49

4.20 Kemampuan Responden dalam Membuka Tautan 50

4.21 Kemampuan Responden dalam Membuka Dokumen 51 4.22 Kemampuan Responden dalam Mengunggah Foto Profil 52 4.23 Kemampuan Responden dalam Mengunggah Status 52 4.24 Durasi Penggunaan Aplikasi WhatsApp dalam Sehari 53 4.25 Aplikasi WhatsApp Digunakan untuk Mencari Informasi 53 4.26 Aplikasi WhatsApp Digunakan Sebagai Media untuk

Aktualisasi Diri

54

4.27 Aplikasi WhatsApp Digunakan untuk Berkomunikasi Dengan Orang Lain

55

4.28 Aplikasi WhatsApp Digunakan untuk mendapatkan hiburan 55

4.29 Responden Memahami Isi dari Pesan Teks 56

4.30 Responden Memahami Isi dari Pesan Suara 57

4.31 Responden Memahami Isi dari Pesan Gambar 57

4.32 Responden Memahami Isi dari Pesan Video 58

4.33 Responden Memahami Isi dari Pesan Dokumen 59 4.34 Responden Memahami Bahwa Penggunaan Media Sosial

Berada Di Bawah UU ITE

59

4.35 Responden Memahami Aturan dalam Penggunaan Media Sosial

60

4.36 Responden Memahami Sanksi Terkait Unsur Penghinaan 61

(16)

4.37 Responden Memahami Sanksi Terkait Unsur Pencemaran Nama Baik

62

4.38 Responden Memahami Sanksi Terkait Unsur Penistaan 62 4.39 Responden Memahami Sanksi Terkait Unsur Perbuatan

Tidak Menyenangkan

63

4.40 Responden Memahami Sanksi Terkait Unsur Memprovokasi 64 4.41 Responden Memahami Sanksi Terkait Unsur Menghasut 64 4.42 Responden Memahami Sanksi Terkait Unsur Penyebaran

Berita Bohong

65

4.43 Responden Membagikan dan Mendiskusikan Informasi yang Diterima dengan Orang Lain

66

4.44 Responden Merasa Puas Setelah Membagikan Informasi 67 4.45 Responden Mengetahui Bahwa Informasi yang Diterima

Tidak Selalu Benar

67

4.46 Responden Membandingkan Informasi yang Diterima dengan Sumber Lain

68

4.47 Responden Menggunakan Fitur Pertukaran Pesan untuk Berinteraksi dengan Keluarga

69

4.48 Responden Menggunakan Fitur Pertukaran Pesan untuk Berinteraksi dengan Teman

69

4.49 Responden Menggunakan Fitur Pertukaran Pesan untuk Berinteraksi dengan Rekan Kerja

70

4.50 Responden Menggunakan Fitur Pertukaran Pesan untuk Berinteraksi dengan Tetangga

71

4.51 Responden Menggunakan Fitur Panggilan Suara untuk Berinteraksi dengan Keluarga

71

(17)

4.52 Responden Menggunakan Fitur Panggilan Suara untuk Berinteraksi dengan Teman

72

4.53 Responden Menggunakan Fitur Panggilan Suara untuk Berinteraksi dengan Rekan Kerja

73

4.54 Responden Menggunakan Fitur Panggilan Suara untuk Berinteraksi dengan Tetangga

74

4.55 Responden Menggunakan Fitur Panggilan Video untuk Berinteraksi dengan Keluarga

74

4.56 Responden Menggunakan Fitur Panggilan Video untuk Berinteraksi dengan Teman

75

4.57 Responden Menggunakan Fitur Panggilan Video Untuk Berinteraksi dengan Rekan Kerja

76

4.58 Responden Menggunakan Fitur Panggilan Video untuk Berinteraksi dengan Tetangga

77

4.59 Responden Menggunakan Aplikasi WhatsApp untuk Berinteraksi Secara Berkelompok (Chat Group)

78

4.60 Responden Terlibat Secara Aktif di Chat Group yang Diikuti 78

4.61 Deskripsi Statistik Alat Tes 81

4.62 Tingkat Literasi Media Digital 82

4.63 Tingkat Literasi Media Digital Berdasarkan Indikator Technical Skill

83

4.64 Skor Komponen pada Indikator Technical Skill 85 4.65 Tingkat Literasi Media Berdasarkan Indikator Critical

Understanding

86

4.66 Skor Komponen pada Indikator Critical Understanding 88 4.67 Tingkat Literasi Media Berdasarkan Indikator

Communicative Abilities

89

(18)

4.68 Skor Komponen pada Indikator Communicative Abilities 90

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan bersosial. Setiap manusia memerlukan komunikasi dengan manusia lain di setiap harinya. Everet M. Rogers (dalam Wiryanto, 2005: 6) mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam. Menurut Donald Byker dan Loren J. Anderson (dalam Mulyana, 2007: 76), komunikasi (manusia) adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih.

Pertukaran informasi tidak hanya dapat dilakukan melalui tatap muka secara langsung, namun dapat dilakukan melalui saluran. Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saluran yang digunakan juga mengalami perkembangan. Internet merupakan salah satu saluran yang dapat digunakan untuk menghubungkan antara seseorang dengan yang lain.

Media baru (new media) adalah media yang menggunakan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara public (Mondry, 2008: 13). Denis McQuail (2011: 16) mengartikan media baru sebagai perangkat teknologi elektronik yang berbeda dengan penggunaan yang berbeda pula. Media eletronik baru ini mencakup beberapa sistem teknologi seperti sistem transmisi (melalui kabel atau satelit), sistem miniaturisasi, sistem penyimpanan dan pencarian informasi, sistem penyajian gambar (dengan menggunakan kombinasi teks dan grafik secara lentur), dan sistem pengendalian (oleh komputer).

Media sosial merupakan bagian dari new media. Media sosial memiliki peranan penting dalam memudahkan kehidupan penggunanya, antara lain untuk memudahkan manusia dalam berkomunikasi, berbagi informasi hingga melakukan transaksi bisnis. Nasrullah (2015: 11) mengatakan bahwa media sosial merupakan medium di internet yang memungkinkan pengguna mempresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi, dengan pengguna

(20)

lain, dan membentuk ikatan emosi secara virtual. Menurut Kurnia, dkk (2018: 4), media sosial merupakan sebuah sarana komunikasi yang dapat digunakan sebagai tempat untuk mencari informasi (sumber informasi) dan dalam penggunaannya diperlukan keterampilan literasi media.

Pengguna internet di Indonesia pada Januari 2020, mencapai 175,4 juta jiwa dengan kenaikan 17 persen dari tahun 2019. Jumlah pengguna aktif media sosial mencapai 160 juta jiwa, yang juga mengalami kenaikan 8,1 persen dari tahun 2019 (wearesocialmedia.com). Para pengguna memanfaatkan internet dan media sosial sesuai dengan kebutuhan mereka.

Setiap orang memiliki motivasi yang berbeda dalam menggunakan media sosial. Motivasi utama penggunaan ialah untuk mengisi waktu luang, yaitu sebanyak 61 persen. Lalu diikuti dengan alasan untuk berjejaring dengan orang lain, mencari konten hiburan, serta membagikan foto dan video. Motivasi penggunaan media sosial dengan persentase paling kecil ialah karena banyak teman yang menggunakan media sosial, yakni 51 persen (Lidwina, 2019).

Para pengguna media sosial dimanjakan dengan keberagaman media sosial yang ada. Pengguna bebas memilih media sosial yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Beberapa media sosial yang cukup aktif digunakan oleh masyarakat Indonesia, seperti YouTube, WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter dan Line.

Gambar 1.1 Media Sosial yang Paling Banyak digunakan Sumber : wearesocialmedia.com

(21)

Infografis tersebut menggambarkan berbagai media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. WhatsApp menduduki urutan kedua, setelah YouTube. WhatsApp sudah ada semenjak tahun 2009. Fiturnya yang lengkap membuat banyak orang menggunakannya. Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti mengatakan bahwa 83 persen pengguna internet di Indonesia adalah pengguna WhatsApp, karena aplikasi WhatsApp bisa menghubungkan antar masyarakat (Wardani, 2019). Di Indonesia dalam kurun waktu beberapa tahun ini, WhatsApp menjadi aplikasi pesan instan yang paling banyak digunakan.

Malka (dalam Bafadhal, 2017: 50) menyebutkan bahwa WhatsApp secara efektif dapat memfasilitasi berbagai aktivitas sosial seseorang, baik individu atau kelompok, baik keluarga atau profesional. Aplikasi WhatsApp menawarkan sebuah pengalaman pesan instan yang ramah pengguna dan nyaman digunakan untuk beragam konten dalam berbagai konteks. Aplikasi ini juga digunakan oleh semua kalangan usia.

Gambar 1.2 Profil Pengguna Sosial Media Sumber :wearesocialmedia.com

Infografis di atas menunjukkan bahwa kalangan orangtua juga menjadi pengguna media sosial yaitu sebanyak 8,5%. Salah satunya ialah mereka yang berada di rentang usia 55-74 tahun, yaitu kalangan baby boomers. Generasi baby boomers merupakan kelompok masyarakat yang lahir setelah Perang Dunia II, yaitu antara 1945 – 1964. Kelompok ini diberi nama baby boomers karena pada

(22)

rentang waktu generasi ini hidup, terjadi peningkatan jumlah kelahiran di seluruh dunia (Widagdo, 2016: 55).

Kehadiran teknologi bagi generasi ini sangat memudahkan mereka dalam mengakses informasi dan berkomunikasi, yang dahulu hanya bisa dilakukan secara terbatas. Menurut Fozahl dan Wahl (dalam Doni dkk, 2019: 33) permasalahan yang muncul adalah pada generasi baby boomers yang tidak native terhadap teknologi akan mengalami kesulitan untuk menerima berbagai tipe dari teknologi. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana mereka mengelola sebuah informasi yang diterima. Seperti yang dikutip dari Tirto.id, seorang lelaki bernama Tara Imann mengaku kaget saat mengetahui bahwa dalam beberapa kesempatan, neneknya sempat menyebarkan berita palsu (hoax) melalui grup WhatsApp (Hasan, 2019).

Hal ini sejalan dengan pengamatan peneliti pada grup WhatsApp yang diikuti oleh orangtua peneliti, dimana sering kali ditemukan kalangan baby boomers membagikan pesan yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Begitu pula dengan hasil pengamatan peneliti terhadap pengalaman beberapa orang yang juga merasakan hal yang sama dan banyak juga ditemukan bahwa orang tua mereka menjadi salah satu orang yang suka menyebarkan informasi tanpa memastikan kebenarannya terlebih dahulu.

Hasil pengamatan lain yang ditemukan oleh peneliti pada anggota keluarga peneliti maupun pengalaman beberapa orang, bahwa seringkali kalangan baby boomers di Kota Medan tidak dapat menggunakan fitur pada aplikasi WhatsApp selain fitur text chat. Fitur lain yang jarang digunakan oleh kalangan baby boomers yang ditemui peneliti antara lain video call, mengirim dokumen, mengirim voice note, dan membuka tautan.

Perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan kemampuan memilah informasi nyatanya akan menghasilkan berita palsu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks atau hoax adalah berita bohong atau berita tidak bersumber. Hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hoax merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya, dengan kata lain hoax diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi

(23)

tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Selain itu, hoax dapat pula diartikan sebagai tindakan mengaburkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi informasi yang benar (Mansyah, 2017: 8).

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu peristiwa yang banyak diwarnai dengan pemberitaan terkait penyebaran hoax. Ketua Ikatan Profesi Komputer Informatika Indonesia (IPKIN) Sumatera Utara, mengatakan bahwa banyak persoalan yang muncul dalam bidang informatika, yang berakibat pada banyaknya informasi hoax yang beredar di masyarakat. Menurut pengamatan IPKIN, tercatat sebanyak 120-an informasi hoax terkait Pilkada serentak yang akan dilakukan pada 9 Desember 2020 (Lubis, 2020).

Penyebaran hoax selama masa pandemi ini juga banyak terjadi.

Kementerian Kominfo mencatat sebanyak 554 isu hoax terkait virus corona.

Kasus tersebut tersebar di 1.209 platform mencakup Facebook, Instagram, Twitter dan YouTube. Berdasarkan jumlah tersebut, sebanyak 83 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, 14 diantaranya sudah ditahan. Sedangkan sisanya masih dalam proses penanganan oleh pihak yang berwajib (Annisa, 2020).

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memaparkan data terkait penyebaran berita hoax yang terdapat pada aplikasi WhatsApp.

Berdasarkan rekapitulasi tahunan, Kominfo menerima aduan konten hoax sebanyak 733 laporan sepanjang tahun 2018 di aplikasi pesan instan tersebut.

Sementara bila dilihat dari Agustus 2018 sampai 21 Januari 2019, Kominfo menerima laporan hoax yang disebarkan melalui WhatsApp sebanyak 43 konten.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menegaskan pemerintah sangat memperhatikan usaha dalam menekan angka penyebaran hoax, meskipun, tidak bisa menjamin 100% hoax tidak akan tersebar (kominfo.go.id).

Tingginya pertumbuhan pengguna internet yang tidak diimbangi dengan literasi digital, maka akan menyebabkan penyebaran berita hoax yang meresahkan (Herman, 2017). Menurut Kurniawati dan Baroroh (2016: 53) pengertian literasi media terdiri dari dua kata, yakni “literasi” dan “media”. Secara sederhana

“literasi” dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis atau dengan kata lain melek media aksara sedangkan media dapat diartikan sebagai suatu

(24)

perantara baik dalam wujud benda, manusia, peristiwa, maka “literasi digital”

dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencari, mempelajari, dan memanfaatkan berbagai sumber media dalam berbagai bentuk. Stefany, dkk (2017: 16) mengatakan literasi media adalah kemampuan pengguna media sosial yang secara kritis dan kreatif dapat menyaring informasi yang beredar diberbagai media, yaitu dengan tidak mencari berita dari satu sumber saja, melainkan mencari sumber berita lain sebagai perbandingan untuk mengukur akurasi data.

Tujuan dasar literasi media ialah mengajarkan pengguna media untuk menganalisis pesan yang disampaikan oleh media massa, mempertimbangkan tujuan komersil dan politik dibalik suatu citra, dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan atau ide yang diimplikasikan citra itu. Literasi media bertujuan untuk mengeksplorasi pertanyaan yang muncul ketika seseorang terlibat secara kritis dengan pesan media, baik cetak maupun elektronik, dengan begitu literasi media melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan belajar bagaimana mengidentifikasi kesalahan (Hermawan, 2017: 55).

Gilster (dalam A’yuni, 2015: 2) mendefinisikan literasi digital sebagai suatu kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital. Jadi bukan hanya mencakup kemampuan membaca, namun dibutuhkan pula suatu proses berpikir secara kritis untuk melakukan evaluasi terhadap informasi yang ditemukan melalui media digital. Kompetensi literasi digital berguna untuk menghadapi informasi dari berbagai sumber digital yang terus berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi sebagai dampak dari fenomena konvergensi media.

Generasi baby boomers sendiri sering dikaitkan dengan penyebaran berita palsu. Tanpa disadari, mereka sering mengirimkan informasi secara langsung, tanpa memilah informasi dan memastikan kebenaran informasi tersebut dari sumber lain. Kemampuan literasi mereka dapat dilihat dari bagaimana mereka menggunakan media sosial. Seperti yang dikutip dari Liputan6.com, kepala biro humas Kominfo mengatakan bahwa penyebar berita hoax itu lebih cenderung ke orang tua dibandingkan anak-anak muda.

Generasi baby boomers tidak tumbuh di dunia percepatan teknologi dan lebih rentan untuk salah paham dengan informasi. Mereka cenderung tidak ingin

(25)

berusaha untuk melakukan konfirmasi terhadap informasi yang mungkin mereka curigai, bagi mereka menjadi penyampai pesan, apapun bunyinya, adalah sebuah hal yang keren. Seperti yang dikutip dari Mojok.co, redaktur berita ini menceritakan bagaimana ibunya sendiri mengakui bahwa melakukan konfirmasi dengan googling atau membuka situs-situs cek fakta adalah langkah yang ribet dan merepotkan. Keadaan ini menunjukkan bahwa generasi baby boomers memiliki pemahaman minim tentang literasi digital (Rizka, 2020).

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Literasi Media Digital Baby Boomers di Kota Medan dalam Menggunakan Aplikasi WhatsApp”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik penggunaan WhatsApp di kalangan baby boomers di kota Medan?

2. Bagaimana tingkat literasi digital baby boomers di Kota Medan dalam menggunakan WhatsApp?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan karakteristik penggunaan WhatsApp di kalangan baby boomers di Kota Medan.

2. Menganalisis tingkat literasi digital baby boomers pengguna WhatsApp di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk:

1. Secara akademis, penelitian mengenai literasi media digital di kalangan baby boomers ini menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi program studi Ilmu Komunikasi.

(26)

2. Secara teoritis, penelitian mengenai literasi media digital di kalangan baby boomers ini diharapkan dapat memberi masukan bagi penerapan teori terkait literasi media digital.

3. Secara praktis, penelitian mengenai literasi media digital di kalangan baby boomers diharapkan dapat memberi gambaran dan masukan bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui, menggunakan atau mempraktikkan hasil penelitian ini.

(27)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan dan inspirasi peneliti dalam melakukan penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini ialah penelitian yang berjudul “Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu”. Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif dan menggunakan analisis data statistik deskriptif. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa yang memiliki serta aktif menggunakan gadget selama 3 bulan terakhir. Penelitian ini menggunakan individual competence framework untuk mengukur tingkat literasi media digital mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa mengenai fungsi media digital, untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat individual competence mahasiswa dan faktor apa saja yang mempengaruhi (Kurniawati dan Baroroh, 2016).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu mengenai media digital berada pada kategori sedang dalam artian mahasiswa belum memahami sepenuhnya penggunaan gadget secara benar. Tingkat individual competence mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu dalam literasi media digital berada pada kategori basic, dengan faktor dominan yang mempengaruhi ialah lingkungan keluarga (Kurniawati dan Baroroh, 2016).

Persamaannya dengan penelitian penulis ialah sama-sama membahas mengenai literasi digital dengan menggunakan individual competence framework.

Perbedaannya adalah penelitian ini berfokus pada penggunaan gadget secara keseluruhan dan penelitian penulis berfokus pada aplikasi WhatsApp. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa, sedangkan dalam penelitian penulis ialah kalangan baby boomers.

Penelitian selanjutnya ialah “Pengaruh Kompetensi Individu (Individual Competence) Terhadap Literasi Media Internet di Kalangan Santri” oleh Muhammad Sholihuddin. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

(28)

kuantitatif dengan tipe penelitian eksplanatif. Penelitian ini menggunakan individual competence untuk menguji seberapa jauh faktor-faktor tersebut mempengaruhi tingkat literasi media internet di kalangan santri. Hasil dari penelitian ini adalah faktor technical skills, critical understanding, dan communicative abilities secara bersama-sama mempengaruhi kemampuan literasi media internet di kalangan santri. Kemampuan literasi media (internet) di kalangan santri berdasarkan nilai rata-rata kemampuan sudah baik, namun berdasarkan standar European Commission (2009) untuk kemampuan technical skills dan communicative abilities berada pada tahapan basic, dan kemampuan critical understanding sudah pada level medium (Sholihuddin, 2016).

Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis ialah penggunaan individual competence framework untuk melihat kemampuan literasi media digital. Perbedaannya ialah penelitian ini merujuk pada penggunaan internet secara keseluruhan, sedangkan penelitian penulis berfokus pada penggunaan aplikasi WhatsApp.

Penelitian lainnya adalah “Tingkat Kompetensi Anak Muda dalam Melakukan Literasi Media Digital Melalui Aplikasi WhatsApp” oleh Tri Wahyuti.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei.

Reponden dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina dan belum pernah mendapatkan materi kuliah literasi media. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Kemampuan mereka untuk menyaring berita dan menjadikannya sebuah rujukan membutuhkan suatu kompetensi individu atau individual competence, yakni kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan media. Penelitian ini ingin melihat sejauh mana kemampuan literasi media digital mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina dalam melakukan personal competence serta social competence. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kompetensi personal maupun kompetensi sosial mahasiswa Universitas Paramadina berada paling banyak di level sedang (Wahyuti, 2018).

Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis ialah sama-sama melihat kemampuan literasi media digital menggunakan individual competence framework pada aplikasi WhatsApp. Perbedaannya ialah penelitian ini

(29)

menggunakan anak muda sebagai responden, sedangkan penelitian penulis ialah kalangan baby boomers.

2.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya, untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001: 39). Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikanpenjelasan tentang hal- hal berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya (Arikunto, 2002: 92).

Menurut Kriyantono (2014: 43) teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Fungsi teori dalam riset yaitu membantu peneliti menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya.

2.2.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass communication (mass media communication) yang artinya adalah komunikasi yang menggunakan media massa. Menurut Rakhmat (2009: 189) komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Komunikasi massa ialah proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur atau membujuk (Vivian, 2008: 459). Secara sederhana Bittner (dalam Ardianto, 2004: 3) mendefinisikan bahwa komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa komunikasi massa adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan yang dilakukan oleh media massa terhadap khalayak. Media massa memiliki peranan penting dalam menyampaikan maupun menyebarkan informasi pada khalayak.

(30)

2.2.1.1 Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Ardianto (2004: 36-42) menyatakan proses komunikasi massa lebih kompleks, karena setiap komponennya mempunyai karakteristik tertentu, yaitu:

1. Komunikator

Komunikator dalam komunikasi massa merupakan kumpulan orang-orang, bukan hanya terdiri dari satu orang saja. Kumpulan orang tersebut terdiri dari beberapa partisipan yang terorganisir untuk memproduksi pesan kepada massa.

2. Pesan

Pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan pada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Pesan-pesan yang dikemukakan harus bersifat umum, agar dapat dikonsumsi oleh setiap lapisan masyarakat.

Penataan pesan bergantung pada sifat media yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

3. Media

Media dalam komunikasi massa memiliki ciri khas, mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak (simultaneous) dan serentak (instantaneous).

4. Khalayak

Khalayak dalam komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen, karena khalayak yang menerima pesan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat.

Kelompok masyarakat tersebut berisi individu-individu yang berasal dari latar belakang, umur, suku, jenis kelamin dan status sosial yang berbeda, maka sangat penting bagi media untuk memperhatikan khalayaknya.

5. Filter dan Regulator Komunikasi Massa

Komunikasi massa memiliki khalayak yang bersifat heterogen. Khalayak ini akan menyaring pesan yang diterimanya, berdasarkan latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, agama, usia dan budayanya masing-masing.

6. Gatekeeper (Penjaga Gawang)

Gatekeeper ialah pihak yang berperan penting dalam pengemasan suatu informasi yang akan disampaikan dari media massa kepada khalayak.

Gatekeeper bertugas untuk menambah, mengurangi, menyederhanakan

(31)

dan mengemas informasi agar lebih mudah dipahami. Gatekeeper dapat berupa seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari sumber kepada penerima.

2.2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa

Komunikasi massa tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi berfungsi juga sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai pertukaran fakta, ide atau data. Menurut Dominick (dalam Ardianto, 2004: 16) komunikasi massa memiliki lima fungsi, antara lain:

1. Pengawasan (Surveillance)

Fungsi pengawasan dalam komunikasi massa dibagi menjadi:

a. Pengawasan peringatan (Warning surveillance)

Fungsi pengawasan peringatan pada media massa umumnya terjadi ketika sedang dalam keadaan darurat, berbahaya dan genting. Seperti bencana alam, peperangan, kudeta hingga krisis pangan.

b. Pengawasan instrumental (Instrumental surveillance)

Fungsi pengawasan instrumental adalah penyebaran informasi yang berfungsi untuk membantu masyarakat atau khalayak umum dalamkehidupan sehari-hari.

2. Penafsiran (Interpretation)

Fungsi penafsiran memiliki fungsi yang hampir sama dengan fungsi pengawasan. Bedanya adalah media massa tidak hanya memberikan fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian yang penting, industri media memilih peristiwa mana yang akan dimuat dan ditayangkan.

3. Pertalian (Linkage)

Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama akan sesuatu.

4. Penyebaran Nilai-Nilai (Transmission of Values)

Fungsi ini juga disebut sosialization atau sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok.

Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan.

5. Hiburan (Entertainment)

Fungsi hiburan bertujuan untuk menghibur dan mengurangi ketegangan khalayak umum, seperti pertandingan olahraga, kontes musik, drama televisi hingga komedi situasi.

(32)

2.2.2 Internet

Salah satu medium dalam komunikasi adalah internet. Perubahan terbesar di bidang komunikasi 40 tahun terakhir (sejak munculnya TV) adalah penemuan dan pertumbuhan internet (Severin dan Tankard, 2007:443).

Internet merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melalui proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network). Mereka mendemonstrasikan dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita bisa melakukan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melalui saluran telepon. Proyek ARPANET merancang bentuk jaringan, kehandalan, seberapa besar informasi dapat dipindahkan, dan akhirnya semua standar yang mereka tentukan menjadi cikal bakal pembangunan protocol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol) (Febrian, 2005: 21).

Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk keperluan militer. Pada saat itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membuat sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi serangan nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan (Febrian, 2005: 21).

Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu pada tahun 1969, secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini berkembang pesat di seluruh daerah, dan semua universitas di negara tersebut ingin bergabung, sehingga membuat ARPANET kesulitan untuk mengaturnya. Pada mulanya jaringan interkoneksi ini disebut DARPA Internet, tetapi lama kelamaan disebut sebagai internet saja (Febrian, 2005 : 22).

Internet sendiri masuk ke Indonesia pada tahun 1994, dimana sebelumnya pada tahun 1980-an telah berdiri suatu jaringan yang menghubungkan 5 Universitas yang disebut dengan UNInet. Jaringan Iptek nasional IPTEK net menjadi Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia pada Juni 2004.

(33)

Saat ini, terdapat lebih dari 4 juta host internet di seluruh dunia. Sejak tahun 1988, internet tumbuh secara eksponensial, yang ukurannya kira-kira berlipat ganda setiap tahunnya. Istilah internet pada mulanya diciptakan oleh para pengembangnya karena mereka memerlukan kata yang dapat menggambarkan jaringan dari jaringan-jaringan yang saling terkoneksi yang tengah mereka buat waktu itu. Internet merupakan kumpulan orang dan komputer di dunia yang seluruhnya terhubung oleh bermil-mil kabel dan saluran telepon, masing-masing pihak juga dapat berkomunikasi karena menggunakan bahasa yang umum dipakai (Febrian, 2005: 22).

Menurut Severin dan Tankard (2007: 7), ada tiga fitur utama internet, yaitu:

1. E-mail

Jutaan orang kini berkomunikasi dengan menggunakan pesan elektronik, atau e-mail. Tidak perlu menjadi pengguna internet yang canggih untuk bisa mengirimkan pesan e-mail. Banyak orang awam melakukannya melalui layanan online, seperti halnya American Online dan Prodigy.

2. Newsgroups and Mailing Lists

Newsgroups and Mailing Lists merupakan sistem berbagi pesan secara elektronik yang memungkinkan orang-orang yang tertarik pada masalah yang sama untuk saling bertukar informasi dan opini. Beberapa orang merasa bahwa mereka mendapat berita secara lebih cepat dan lebih baik dari newsgroups daripada koran atau majalah. Mungkin yang lebih penting lagi, newsgroups memungkinkan terjadinya respon langsung terhadap suatu berita oleh konsumen berita yang tidak bisa dilakukan oleh koran dan majalah.

3. World Wide Web

World Wide Web yang juga dikenal sebagai WWW atau Web merupakan sebuah sistem informasi yang dapat diakses melalui komputer lain secara cepat dan tepat.

2.2.3 New Media

Media baru adalah konsep yang menjelaskan kemampuan media yang dengan dukungan perangkat digital data mengakses konten kapan saja dan dimana saja sehingga memberikan kesempatan bagi siapa saja baik sebagai penerima untuk berpartisipasi secara aktif, interaktif, kreatif terhadap umpan balik peran yang pada gilirannya membentuk komunitas atau masyarakat baru melalui isi media (Liliweri, 2015: 284). Media baru ialah sebuah bentuk konvergensi atau penggabungan media konvensional dengan media digital.

(34)

Kehadiran media baru memberikan kemudahan bagi para penggunanya.

Media baru merupakan media yang menggunakan internet, berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara publik (Mondry, 2008: 13).

Dennis McQuail (2011: 16) mendefinisikan new media atau media baru sebagai perangkat teknologi elektronik yang berbeda dengan penggunaan yang berbeda pula. Media elektronik baru ini mencakup beberapa sistem teknologi seperti: sistem transmisi (melalui kabel atau satelit), sistem miniaturisasi, sistem penyimpanan dan pencarian informasi, sistem penyajian gambar (dengan menggunakan kombinasi teks dan grafik secara lentur), dan sistem pengendalian (oleh komputer).

Mc Quail (2009: 160) menunjukkan beberapa perbedaan antara media baru dan media lama, yaitu:

1. Media lama mengarah pada komunikasi satu arah, sedangkan media baru lebih berfokus pada komunikasi dua arah. Sebagai contoh pada media lama adalah radio, dimana informasi hanya disampaikan satu arah oleh penyiar kepada pendengar. Namun, pada media baru komunikator dan komunikan dapat lebih mudah berdialog dan saling memberikan feedback.

2. Media lama memiliki regulasi yang diatur dan dikontrol oleh negara, sedangkan media baru lebih bisa dinikmati oleh siapapun dan setiap orang bisa menciptakan platform-nya sendiri, contohnya ialah citizen journalism.

3. Media lama memproduksi lapisan sosial, sedangkan media baru lebih mengarah pada kebebasan dan demokrasi.

4. Media lama memfragmentasikan audience, sementara media baru meletakkan audience pada posisi yang sama.

5. Khalayak pada media lama terbentuk menjadi kelompok-kelompok, sementara pada media baru, khalayak memiiliki posisi yang sama.

Beberapa perbedaan antara media lama dan baru ditunjukkan melalui bentuk komunikasi yang berbeda, regulasi yang mengatur, dan dampak yang dihasilkan dari keberadaan media itu sendiri.

(35)

2.2.4 Media Sosial

Mandibergh (dalam Wahid, 2016: 92) mendefinisikan media sosial sebagai media yang mewadahi kerjasama diantara pengguna yang menghasilkan konten (user generated content). Media sosial dipandang sebagai lingkungan interaksi antar penggunanya, yang menghasilkan suatu hubungan hingga dapat membentuk suatu pola interaksi.

Menurut Van Dik (dalam Wahid, 2016: 92) media sosial adalah sebuah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai media (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antara pengguna, contohnya media sosial dapat digunakan untuk menghubungkan kembali orang-orang yang sudah lama tidak berkomunikasi.

Beragam paradigma komunikasi bermunculan dalam media sosial. Ada model komunikasi yang sifatnya satu arah, di mana satu pihak memberikan informasi kepada pihak lain, contohnya pada media konvensional seperti televisi dan surat kabar. Ada pula model komunikasi yang sifatnya partisipatoris, dimana pihak-pihak yang berkomunikasi melakukannya secara dialogis. Pada model partisipatoris, pengguna media sosial saling berbagi informasi, pendapat, pandangan, pengetahuan, pengalaman, keinginan dan membangun kerangka tindakan untuk mencapai kemajuan bersama (Mulyati dkk, 2014: 7).

2.2.5 WhatsApp

WhatsApp didirikan oleh Jan Koum dan Brian Acton. Pada tahun 2014 WhatsApp bergabung dengan Facebook, namun beroperasi secara terpisah sebagai aplikasi yang fokus untuk melayani pertukaran pesan yang cepat dan mudah.

WhatsApp dirancang untuk memudahkan penggunanya untuk tetap terhubung dan berkomunikasi kapan saja, dan dimana saja. WhatsApp memberikan berbagai macam fitur bagi penggunanya dengan menggratiskan pengiriman pesan dan melakukan panggilan secara sederhana, aman, dan cepat ke berbagai jenis telepon di seluruh penjuru dunia. Pada awalnya, WhatsApp diluncurkan sebagai alternatif Short Message Service (SMS) (dalam Pangestika, 2018: 15).

(36)

Namun, saat ini aplikasi WhatsApp dapat digunakan untuk mengirim dan menerima berbagai macam media dalam bentuk teks, foto, video, dokumen, dan lokasi, bahkan WhatsApp saat ini dapat digunakan untuk melakukan panggilan suara dan panggilan video. Pesan dan panggilan menggunakan WhatsApp dapat diamankan dengan enkripsi end-to-end, sehingga tidak ada pihak ketiga termasuk WhatsApp yang dapat membaca pesan atau mendengar panggilan para penggunanya.

Sebagai sebuah aplikasi, WhatsApp dilengkapi dengan beberapa fitur yang memudahkan penggunanya melakukan komunikasi (dalam Pangestika, 2018: 17).

Fitur tersebut diantaranya adalah:

1. Chat Group

Fitur ini dapat menghubungkan pengguna dengan orang-orang terdekat seperti keluarga, teman dan rekan kerja hingga 256 orang di dalam satu chat group. Pengguna juga dapat membuat nama chat group tersebut, membagikan pesan, foto dan video di dalamnya, serta membisukan dan menyesuaikan pemberitahuan dari chat group itu sendiri.

2. WhatsApp di Web dan Desktop

Fitur ini mempermudah pengguna WhatsApp dalam menyinkronkan semua chat ke komputer agar dapat melakukan chat dengan nyaman melalui perangkat apapun.

3. Panggilan Suara dan Video WhatsApp

Fitur ini memudahkan pengguna WhatsApp untuk berkomunikasi melalui suara dan tatap muka dengan siapa saja, walaupun berada di tempat yang jauh. Fitur panggilan suara dan video ini menggunakan kuota internet, bukan menggunakan kuota telepon seluler.

4. Enkripsi end-to-end

Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengamankan pesan dan panggilannya, sehingga hanya dapat dilihat oleh orang terdekat atau yang sedang melakukan komunikasi dengan pengguna tersebut. Tidak ada orang ketiga diantaranya, bahkan WhatsApp.

(37)

5. Foto dan Video

Fitur ini sering digunakan para pengguna untuk berbagi momen di WhatsApp, baik melalui unggahan status maupun kepada orang lain melalui obrolan pribadi dan grup. Pengguna dapat dengan mudah mengirimkan foto dan video kepada orang lain, hanya dengan menggunakan koneksi internet.

6. Pesan Suara

Fitur ini sangat memudahkan pengguna yang enggan mengetik teks, hanya dengan satu ketukan, pengguna dapat mengirimkan pesan suara ke WhatsApp pribadi ataupun grup.

7. Dokumen

Fitur ini memudahkan pengiriman dokumen dalam berbagai format dengan cepat dan mudah. Dokumen yang dikirim maksimal berukuran 100MB.

2.2.6 Baby boomers

Generasi baby boomers merupakan kelompok masyarakat yang lahir setelah Perang Dunia II, yaitu antara tahun 1945 – 1964. Penamaan baby boomers didasari dengan terjadinya peningkatan jumlah kelahiran di seluruh dunia, pada rentang waktu lahirnya generasi ini. Mereka yang lahir di era ini merupakan golongan masyarakat yang mulai mengenal televisi dengan beragam acara yang berbeda-beda. Generasi baby boomers percaya bahwa aturan-aturan yang ada dimaksudkan untuk ditantang dan diubah. Mereka cenderung menjadi mandiri dan individualistis dikarenakan faktor lingkungan mereka dibesarkan yang sulit.

Mereka menghargai kerja keras, kekayaan materi, pengakuan, dan realisasi diri.

Mereka percaya bahwa kerja keras dan pengorbanan adalah harga yang harus dibayar dalam upaya untuk mencapai kesuksesan di masa mendatang (Widagdo, 2016:55).

Kehidupan baby boomers yang keras dan juga dituntut kemandirian membentuk mereka menjadi orang-orang yang kuat di masa berikutnya. Mereka menjadi pekerja keras, memiliki loyalitas yang tinggi, serta obsesi yang besar untuk mencapai impian mereka. Merekalah yang membawa perubahan besar pada

(38)

era setelah tahun 1960, dan pada masa itu inovasi di berbagai bidang tumbuh dengan pesat. Generasi baby boomers mempunyai karakter sebagai seorang pahlawan, berorientasi pada kenyamanan dan merespon pada pencapaian kerja (dalam Widagdo, 2016: 55).

Perkembangan teknologi yang sangat cepat tentunya menjadi problematika bagi kalangan baby boomers. Terlahir pada masa belum adanya perkembangan seperti saat ini, menjadikan mereka sangat sulit untuk mengikuti sepenuhnya perkembangan dan penggunaan teknologi yang ada. Faktor usia menjadikan kondisi biologis dan fisik mereka mengalami degenerasi pada beberapa fungsi, seperti penurunan penglihatan, pendengaran, sensorik maupun motorik, mobilisasi dan beberapa fungsi lainnya. Secara umum, penurunan kondisi fisik menjadikan mereka mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang ada. Sebagian dari mereka yang potensial masih ingin merasakan kebermanfaatan dari perkembangan teknologi, namun penggunaannya pun tidak seintensif dengan generasi lainnya. Beberapa fitur teknologi yang mereka gunakan umumnya ialah telepon genggam dan aplikasi pengirim pesan seperti WhatsApp (Nuriana, Dodi dkk, 2019: 35-36).

2.2.7 Literasi Media

Istilah literasi media berasal dari bahasa Inggris, yaitu media yang berarti

“tempat pertukaran pesan” dan literacy yang berarti “melek”. Menurut Baran dan Dennis (dalam Tamburaka, 2013: 8), literasi media diartikan sebagai suatu bentuk gerakan melek media, yang dirancang pada satu tujuan tertentu, yaitu memberikan kontrol atas penggunaan konten media oleh individu, baik dalam hal mengirim atau menerima pesan. Makna literasi media sendiri dalam konteks komunikasi massa ditujukan pada kemampuan seseorang yang bersikap melek atau kritis, yang tidak hanya pada media saja, tetapi juga pesan yang disampaikan.

Kellner dan Share (dalam Iriantara, 2009: 4) mengartikan literasi media sebagai suatu keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk bisa membaca, menafsirkan dan menyusun berbagai bentuk artefak dan teks tertentu.

Tak hanya itu, literasi media juga diartikan sebagai keterampilan untuk

(39)

mendapatkan sebuah kapasistas intelektual, sebagai upaya untuk ikut serta dalam partisipasi dalam masyarakat dan kebudayaannya secara penuh.

Ardianto (2007: 215) memberikan batasan-batasan dalam luasnya pemaknaan literasi media. Adapun batasannya adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan yang dimiliki dalam menggunakan informasi, sebagai upaya untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, baik secara tertulis maupun cetak.

2. Melek dalam hal teknologi, politik, berfikir kritis, dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan.

3. Memiliki kemampuan dalam hal budaya pengetahuan, keahlian dan pekerjaan.

4. Memiliki sejumlah keahlian yang dikuasai, misalnya menulis membaca, berhitung, dan yang lainnya dalam arti yang lebih luas.

5. Memiliki keahlian tertentu dalam berbagai jenis bidang yang berbeda.

Beberapa penjelasan di atas memberikan kesimpulan bahwa, literasi media adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang berupa sikap kritis atas segala apa yang dikonsumsinya melalui media, mulai dari keberadaan media itu sendiri maupun konten medianya. Seseorang yang selalu dihadapkan dengan konten media setiap hari, belum tentu memiliki kemampuan melek media.

Terdapat sejumlah elemen atau konsep untuk sebuah sikap dikategorikan sebagai kemampuan literasi media.

2.2.7.1 Jenis-Jenis Literasi Media

Melihat perkembangannya, mulai dari literasi yang dikenal di era media cetak hingga konsep literasi media baru di era teknologi elektronik dan cyber saat ini, muncul beberapa jenis literasi, salah satunya sebagaimana diungkapkan oleh Raffety (dalam Iriantara, 2009: 7), sebagai berikut:

1. Literasi alfabetis atau literasi tradisional berbasis teks, yang meliputi literasi narasi, ekspositori dan dokumen. Literasi narasi dan ekpositori memiliki karakteristik kegiatan “belajar untuk membaca” dan “membaca untuk belajar”. Literasi narasi terkhusus pada prosa dan ekspositori menafsirkan bentuk lain seperti visual, audio, maupun audio visual.

Literasi dokumen ialah kemampuan” membaca untuk melakukan”, untuk menafsirkan informasi sesuai dengan tujuan-tujuan tertentu. Biasanya untuk memahami perintah kerja, prosedur kerja atau proses suatu kegiatan.

(40)

2. Literasi representasional, yaitu suatu kemampuan analisis informasi untuk bisa memahami makna yang terkandung.

3. Literasi perkakas, yaitu kemampuan secara teknis, yaitu terkait penggunaan teknologi dan komputer untuk mengetahui pengetahuan tentang apa (deklaratif), bagaimana (prosedural), serta kapan, dimana, mengapa dan dalam kondisi apa (kondisional).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa perkembangan literasi media terus terjadi, sejak media cetak hingga berkembang menjadi media digital. Kecakapan individu dalam menganalisis pesan yang diterima sangat dibutuhkan untuk menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat.

2.2.7.2 Elemen Literasi Media

Silverblatt (dalam Tamburaka, 2013: 12), mengidentifikasikan lima elemen literasi media sebagai berikut:

1. Kesadaran terhadap dampak media yang akan menyangkut individu dan masyarakat.

2. Pemahaman atas suatu proses komunikasi massa.

3. Kemampuan untuk mengembangkan strategi untuk melakukan analisis dan diskusi pesan media.

4. Kesadaran bahwa konten merupakan sebuah teks yang mampu memberikan pemahaman, baik kepada diri maupun budaya konsumen.

5. Pemahaman kesenangan dan apresiasi yang bisa ditingkatkan pada konten media

Kelima elemen di atas menjelaskan bahwa hal-hal yang mendasari literasi media ialah kesadaran dan pemahaman. Kesadaran dalam hal ini ialah bagaimana masyarakat melihat pengaruh dari suatu media dan bagaimana kemampuan masyarakat untuk memahami proses komunikasi massa, serta menganalisis pesan atau konten yang disajikan oleh media.

Bagi Potter (dalam Ginting 2017: 113) perspektif dibangun oleh struktur pengetahuan (knowledge structure) yang kita miliki. Struktur pengetahuan dapat dibangun dengan memiliki “alat” dan “bahan”. Alat adalah keterampilan (skills) kita, sedangkan bahan baku adalah informasi dari media dan dari dunia nyata.

Menggunakan secara aktif berarti sadar terhadap pesan, dan secara sadar berinteraksi dengan pesan-pesan tersebut. Kunci literasi media adalah membangun struktur pengetahuan yang baik. Individu perlu memiliki pengetahuan tentang

(41)

efek media, isi media, industri media, dunia nyata dan diri. Potter mengajukan ada tiga pilar yang membentuk literasi media, yaitu :

1. Personal Locus, terdiri dari tujuan dan dorongan. Locus merupakan kombinasi antara kesadaran terhadap tujuan, dorongan, dan energy yang mengarahkan kepada pencarian informasi. Locus beroperasi dalam dua bentuk : sadar dan tidak sadar.

2. Struktur pengetahuan, yaitu seperangkat informasi yang terorganisasi dalam memori seseorang dan terbentuk secara sistematis dalam waktu yang lama. Seiring dengan struktur pengetahuan yang berkembang, kita bisa memahami seluruh rentang isu media, dan bisa memahami mengapa media selalu bersikap seperti itu.

3. Keterampilan (skill), ada tujuh keterampilan dalam konteks literasi media, yaitu: keahlian untuk menganalisis, mengevaluasi, memilah, menginduksi, mendeduksi, mensintesis dan mengabstraksis pesan- pesan media.

2.2.7.3 Pengukuran Literasi Media

Tingkat kemampuan literasi media seseorang dapat diukur menggunakan konsep Individual Competence Framework. Konsep ini pernah dipakai oleh European Commission di dalam Final Report Testing and Refining Criteria to Assess Media Literacy Levels in Europe 2011, untuk mengukur masyarakat di negara-negara Uni Eropa terkait tingkat literasi medianya. Individual Competence adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan media diantaranya kemampuan untuk menggunakan, memproduksi, menganalisis dan mengkomunikasikan pesan melalui media (dalam Kurniawati dan Baroroh, 2016:

55).

Individual competence ini terbagi dalam dua kategori, yaitu:

1. Personal Competence

Personal competence ialah kemampuan seseorang dalam mengoperasikan media yang digunakan, serta memahami dan menganalisis konten media tersebut. Konsep Personal Competence membagi tingkat kemampuan menjadi dua kategori, yang diantaranya:

a. Technical skills

Technical skills ialah kemampuan seseorang dalam mengoperasikan media dan memahami penggunaan media tersebut.

Kemampuan ini juga mencakup durasi pengguna dalam menggunakan media dan juga seberapa jauh pengguna memahami pengoperasian fitur-fitur yang tersedia secara jelas.

(42)

b. Critical understanding

Critical understanding merupakan kemampuan seseorang dalam memahami, menganalisis dan mengevalausi konten yang tersedia.

Kriteria dari critical understanding mencakup kemampuan seseorang dalam memahami konten media, regulasi media dan bagaimana perilaku seseorang dalam menggunakan media.

2. Social competence

Terdiri dari communicative abilities yaitu, kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, berinteraksi, membangun relasi dan berpartisipasi dalam sebuah media.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa untuk mengukur kemampuan literasi media seseorang harus dilihat dari berbagai aspek, baik dari kemampuan ia mengoperasikan media dan menganalisis konten yang ada di dalamnya. Tidak hanya itu, kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam sebuah media juga menjadi aspek yang mempengaruhi kemampuan literasi medianya.

Hasil akhir dari pengukuran literasi media ini adalah dengan menentukan tingkat kemampuan literasi media, yang dibedakan menjadi tiga kategori (Winarno, 2014: 68) :

a. Basic, yaitu tingkat kemampuan literasi media dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kemampuan pengoperasian media tidak terlalu tinggi.

2. Kemampuan dalam menganalisis konten media tidak terlalu baik.

3. Kemampuan berkomunikasi lewat media terbatas.

b. Medium, tingkat kemampuan literasi media dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kemampuan pengoperasian media cukup tinggi.

2. Kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi konten media cukup bagus.

3. Aktif dalam memproduksi konten media dan berpartisipasi secara sosial.

c. Advanced, tingkat kemampuan literasi media dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kemampuan pengoperasian media sangat tinggi.

2. Kemampuan dalam menganalisis konten media cukup mendalam, karena memiliki pengetahuan yang tinggi.

3. Berkomunikasi secara aktif melalui media.

(43)

Kesimpulannya ialah tingkat literasi media seseorang dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengoperasikan media, kemampuan menganalisis konten media dan keaktifan seseorang dalam berkomunikasi melalui media. Melalui hal tersebut, maka bisa dilihat bahwa tingkat literasi media digital seseorang berada pada tingkat basic, medium, ataupun advanced.

2.2.8 Literasi Media Digital

Literasi digital menurut Bawden (dalam Dewi, 2018: 20) menjelaskan bahwa literasi digital merupakan suatu kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital yang disajikan melalui komputer. Hague dan Payton (dalam Akbar, 2017: 31) menjelaskan bahwa literasi digital dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk menerapkan keterampilan fungsional pada perangkat digital sehingga ia dapat menemukan dan memilih informasi, berpikir kritis, berkreativitas, berkolaborasi bersama orang lain, berkomunikasi secara efektif, dan tetap menghiraukan keamanan elektronik serta konteks sosial-budaya yang berkembang.

Literasi digital yang juga dikenal sebagai literasi komputer merupakan salah satu komponen dalam kemahiran literasi media yang merupakan kemahiran penggunaan komputer, internet, telepon, Personal Digital Assistant (PDA) dan peralatan digital yang lain. Literasi digital merujuk pada adanya upaya mengenal, mencari, memahami, menilai dan menganalisis serta menggunakan teknologi digital. Literasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membangun pengetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat (Kurniawati dan Baroroh, 2016:

54).

Gilster (dalam Dewi, 2018: 21) mengelompokkan kemampuan literasi digital ke dalam empat kompetensi, yaitu:

1. Pencarian di Internet (Internet Searching)

Kemampuan seseorang untuk menggunakan internet dan melakukan berbagai aktivitas di dalamnya.

Referensi

Dokumen terkait