• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN

BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

2014

(2)

i

KATA PENGANTAR

Sejak tahun 1960-an perangkat upaya pendidikan di tanah air mendapat semacam unsur pembaharuan, yaitu dengan mulai dikembangkannya pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan (nama pada waktu itu disingkat BP, dan sekarang menjadi Bimbingan dan Konseling, disingkat BK). Setelah dilakukannya persiapan awal yang cukup memadai, yaitu diselenggarakannya program pendidikan Sarjana BP/BK di sejumlah IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dan FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) di Indonesia yang tamatannya mulai bekerja di satuan-satuan pendidikan (terutama SMP dan SMA), Kurikulum 1975 secara resmi mengintegrasikan pelayanan BP dalam upaya pendidikan yang diselenggarakan di sekolah. Integrasi berlanjut dan berkembang terus mengikuti dinamika perubahan kurikulum, yaitu Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2006, sampai Kurkulum 2013 yang diberlakukan sejak tahun 2013.

Seiring dengan kemajuan pengembangan teori dan praktik pelayanan BP/ BK, peraturan perundangan dan pelaksanaannya secara legal mewadahi substansi bidang BP/BK yang semakin memperkuat integrasi bidang BK ke dalam upaya pendidikan.

Tonggak utama yang menandai integrasi bidang BP/ BK ke dalam pendidikan adalah ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), Pasal 1 Butir 6 yang menyatakan konselor termasuk ke dalam kualifikasi pendidik. Artinya, bahwa pengampu utama pelayanan BP/BK adalah guru Bimbingan dan Konseling/Konselor. Ketentuan pokok ini setiap kali semakin jelas menjadi isi dan mewarnai berbagai peraturan legal, baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, maupun Peraturan lainnya yang terkait dengan upaya pendidikan dan pembinaan pribadi individu.

Aturan legal yang baru yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, yang selanjutnya disempurnakan dengan Permendikbud Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Peraturan tersebut menetapkan dengan jelas substansi pokok pelayanan BK dalam kaitannya dengan implementasi Kurikulum 2013.

(3)

ii

Memperhatikan pelayanan BK sebagai bagian integral dari upaya pendidikan, maka pelayanan BK seharusnya menjadikan semua komponen pokok sebagai isi dan arah pelayanan BK terhadap peserta didik. Dengan demikian, segenap materi dan strategi pelayanan BK memenuhi kaidah-kaidah belajar dan proses pembelajaran, disadari dan direncanakan untuk mengaktifkan peserta didik dalam mencapai hasil pendidikan yang sesuai dengan pengertian pendidikan yang termaktub dalam UUSPN.

Perlu pula disadari bahwa bimbingan dan konseling bukanlah mata pelajaran.

Oleh karena itu, Guru BK atau Konselor harus benar-benar mampu mewujudkan dan menegaskan perbedaan antara materi dan strategi pelayanan BK dengan materi dan strategi pengajaran mata pelajaran, meskipun keduanya terintegrasikan memperkaya upaya pendidikan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.

Dengan terbit dan diberlakukannya Panduan ini, kami berharap peran semua pihak di dalam maupun di luar satuan pendidikan dapat dioptimalkan; baik yang terkait langsung dengan penyelenggaraan pelayanan BK, maupun lembaga pendidikan yang menyiapkan Guru BK atau Konselor untuk sebesar-besarnya melaksanakan pelayanan BK dalam rangka keberhasilan optimal satuan pendidikan dan upaya pendidikan secara menyeluruh.

Jakarta,…………. 2014

Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama

Didik Suhardi, Ph.D.

NIP. 19631203 198303 1004.

(4)

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... I

Daftar Isi... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A Latar Belakang... 1

B Tujuan... 3

C Pengguna... 4

D Landasan Hukum... 5

BAB II KONSEP DAN KOMPONEN DASAR PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING... 6

A Karakteristik Perkembangan Peserta Didik... 6

1. Arah Transisi Perkembangan... 6

2. Dampak Transisi Perkembangan... 8

3. Tugas Perkembangan... 9

B Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling... 10

1. Pengertian... 11

2. Paradigma ... 12

3. Visi dan Misi... 12

4. Fungsi dan Tujuan... 13

5. Azas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling... 15

C Komponen Bimbingan dan Konseling... 18

1. Komponen Program... 18

2. Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling... 26

3. Struktur Program Layanan... 31

4. Kegiatan dan Alokasi Waktu Layanan... 31

5. Mekanisme Pengelolaan Layanan... 42

6. Mekanisme Penyelesaian Masalah ... 45

D Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling... 46

E Sarana, Prasarana, Pembiayaan... 47

1. Ruang Bimbingan dan Konseling... 50

2. Fasilitas Penunjang... 51

3. Pembiayaan... 52

BAB III MANAJEMEN PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMP... 54 A Mekanisme Pengelolaan ……….. 54

(5)

iv

1 Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling... 54

a. Wilayah Kerja dan Tugas Pokok UPBK... 55

b. Tugas Pokok Koordinator BK... 58

2 Peranan Pimpinan Satuan Pendidikan... 59

a. Pembentukan UPBK... 59

b. Implementasi Kebijakan... 59

c. Pengembangan Kelembagaan... 60

3 Akuntabilitas Kelembagaan... 60

a. Kemampuan Guru BK atau Konselor... 61

b. Kinerja Guru BK atau Konselor... 61

4 Penyelenggara Layanan Bimbingan dan Konseling dan Pihak yang Dilibatkan... 62

a. Penyelenggara Layanan Bimbingan dan Konseling... 62

b. Pihak Lain yang Dilibatkan... 63

B Mekanisme Penyelesaian Masalah ... 63

BAB IV PENUTUP... 65

DAFTAR PUSTAKA... 66

LAMPIRAN... 67

(6)

v

DAFTAR MATRIKS

Matriks 1. Contoh pemetaan Kompetensi, Tema/ Subtema, Materi/ Subtansi pada bidang, jenis dan kegiatan pendukung...

89

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alokasi Waktu Layanan Bimbingan dan Konseling... 41 Tabel 2. Contoh Perhitungan Alokasi Waktu Layanan

Bimbingan dan Konseling... 41

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh Minimal Ruang Bimbingan dan Konseling... 49 Gambar 2. Alternatif Contoh Penataan Ruang Kerja Profesi

Bimbingan dan Konseling... 50 Gambar 3. Alternatif Contoh Penataan Ruang Kerja Profesi

Bimbingan dan Konseling... 50 Gambar 4. Saling Hubungan Komponen Dalam Struktur

UPBK... 54

(7)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Ekuivalensi Kegiatan Layanan BK di

Luar Kelas dengan Jam Kerja... 57 Lampiran 2. Tema, Subtema, Materi layanan/ Subtansi layanan

dan kegiatan pendukung... 62 Lampiran 3. Contoh RPLBK Format Klasikal dan Non

Klasikal... 122 3a. Format RPLBK Klasikal

Terjadwal... 122 3b. Format RPLBK Kelompok (Bimbingan

Kelompok)... 125 3c. Format RPLBK Kelompok (Konseling

Kelompok)... 128 3d. Format RPLBK Konseling

Individual... 131 Lampiran 4. Rencana Operasional (Action Plan) / Program Kerja

Pelayanan BK... 133 Lampiran 5. Laporan Pelaksanaan Program

(Lapelprog)... 135 Lampiran 6. Alat Penelusuran Minat Peserta Didik

SMP... 139 Lampiran 7. Contoh Lembar Rekomendasi

Peminatan... 146

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan yang kompleks, penuh dengan tekanan, paradoks dan ketidakmenentuan. Pada konteks kehidupan seperti itu, setiap peserta didik memerlukan berbagai kompetensi hidup untuk berkembang secara efektif, produktif dan bermartabat serta bermaslahat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Dengan kata lain, sebagai individu yang sedang berkembang, peserta didik diharapkan dapat menjalani kehidupan efektif sehari-hari dan terhindar dari kehidupan yang tidak efektif dan terganggu.

Pernyataan di atas sejalan dengan makna pendidikan yang termaktub dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), Bab I, Pasal 1, bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pengembangan potensi menjadi kompetensi hidup memerlukan sistem pelayanan pendidikan di sekolah yang tidak hanya mengandalkan pelayanan pembelajaran mata pelajaran/bidang studi dan manajemen saja, tetapi juga pelayanan khusus yang lebih bersifat psiko-edukasi melalui pelayanan Bimbingan dan Konseling (disingkat BK). Setiap peserta didik satu dengan lainnya berbeda kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman belajarnya, yang menggambarkan adanya perbedaan masalah yang dihadapi peserta didik sehingga memerlukan layanan BK. Berbagai aktivitas BK dapat diupayakan untuk mengembangkan potensi dan kompetensi hidup peserta didik yang efektif serta memfasilitasinya secara sistematik, terprogram, dan kolaboratif agar setiap peserta didik betul-betul mencapai kompetensi perkembangan atau pola perilaku dalam kondisi yang diharapkan.

(9)

2

Kurikulum 2013 memuat program peminatan peserta didik yang merupakan suatu proses pemilihan dan pengambilan keputusan oleh peserta didik yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan peluang yang ada pada satuan pendidikan. Muatan peminatan peserta didik meliputi peminatan kelompok matapelajaran, matapelajaran, lintas minat, pendalaman peminatan dan ekstra kurikuler. Dalam konteks tersebut, layanan bimbingan dan konseling membantu peserta didik untuk memahami, menerima, mengarahkan, mengambil keputusan, dan merealisasikan keputusan dirinya secara bertanggungjawab sehingga mencapai kesuksesan, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupannya. Di samping itu, bimbingan dan konseling membantu peserta didik dalam memilih, meraih dan mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera.

Sesuai dengan arah dan spirit Kurikulum 2013, paradigma bimbingan dan konseling memandang setiap peserta didik/konseli memiliki potensi untuk berkembang secara optimal. Perkembangan optimal bukan sebatas tercapainya prestasi sesuai dengan kapasitas intelektual dan minatnya, melainkan sebagai sebuah kondisi perkembangan yang memungkinkan peserta didik mampu mengambil pilihan dan keputusan secara sehat dan bertanggungjawab serta memiliki daya adaptasi tinggi terhadap dinamika kehidupan yang dihadapinya.

Setiap peserta didik/konseli satu dengan lainnya berbeda dalam hal kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, kondisi fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman belajarnya. Perbedaan yang dimaksud menggambarkan adanya variasi kebutuhan pengembangan secara utuh dan optimal melalui layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling mencakup kegiatan yang bersifat pencegahan, perbaikan dan penyembuhan, pemeliharaan dan pengembangan.

Layanan bimbingan dan konseling dalam implementasi kurikulum 2013 dilaksanakan oleh konselor atau guru bimbingan dan konseling sesuai dengan tugas pokoknya dalam upaya membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional, dan khususnya membantu peserta didik/konseli mencapai perkembangan diri yang optimal, mandiri, sukses, sejahtera dan bahagia dalam kehidupannya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kolaborasi dan sinergisitas kerja antara konselor atau guru bimbingan dan konseling, guru matapelajaran, pimpinan

(10)

3

sekolah/madrasah, staf administrasi, orang tua, dan pihak lain yang dapat membantu kelancaran proses dan pengembangan peserta didik/konseli secara utuh dan optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir.

Buku Panduan ini memberikan arah berkenaan dengan konsep dasar dan kegiatan serta manajemen operasional pelayanan BK terkait dengan kinerja Guru BK atau Konselor di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan satuan pendidikan yang sederajat. Secara lebih terfokus, materi buku Panduan ini merupakan arahan untuk dapat diimplementasikannya ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, khususnya Lampiran IV Bagian VIII, berkenaan dengan Pelayanan Bimbingan dan Konseling, dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

B. TUJUAN

Panduan ini dimaksudkan untuk memberi arah penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling dalam implementasi kurikulum 2013. Secara khusus bertujuan untuk:

1. Memandu Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam memfasilitasi satuan pendidikan untuk mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik, melalui pelayanan bimbingan dan konseling;

2. Memfasilitasi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan tindak lanjut layanan bimbingan dan konseling;

3. Memberi acuan dalam mengembangkan program layanan bimbingan dan konseling secara utuh dan optimal dengan memperhatikan hasil evaluasi dan daya dukung sarana dan prasarana yang dimiliki;

4. Memandu Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam menyelenggarakan bimbingan dan konseling agar peserta didik dapat mencapai perkembangan diri yang optimal, mandiri, sukses, sejahtera dan bahagia dalam kehidupannya.

(11)

4

5. Memfasilitasi peserta didik aktif mengembangkan potensi secara utuh dan optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan arah karir.

6. Memberi acuan dalam monitoring, evaluasi dan supervisi penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

C. PENGGUNA

Pengguna panduan ini mencakup pihak-pihak sebagai berikut.

1. Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling;

2. Pimpinan satuan pendidikan;

3. Dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya;

4. Pengawas sekolah dan pengawas bimbingan dan konseling;

5. Lembaga pendidikan calon guru bimbingan dan konseling atau konselor;

6. Organisasi profesi bimbingan dan konseling; dan 7. Komite sekolah/madrasah.

D. LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);

(12)

5

4. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor ; 6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54

Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;

7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;

8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;

9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, Lampiran IV Bagian VIII;

10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

(13)

6

BAB II

KONSEP DAN KOMPONEN DASAR PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK 1. Arah Transisi Perkembangan

Sesuai dengan usia perkembangannya, peserta didik Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) pada umumnya, termasuk peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada masa remaja awal. Remaja adalah individu yang berada pada suatu periode dalam rentang hidup ketika individu mengalami transisi pada sebagian besar aspek penting perkembangan/

kehidupan anak-anak menuju perkembangan/kehidupan remaja dan selanjutnya orang dewasa. Transisi/perubahan-perubahan mendasar yang dialami remaja menurut Steinberg (1993 : 6-8) meliputi transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial.

a. Transisi Biologis

Sebagai remaja, peserta didik usia SMP mengalami perubahan yang sangat mencolok pada aspek biologisnya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Besarnya tubuh, proporsi dan bentuk tubuh secara cepat berubah menyerupai orang dewasa. Pada masa ini muncul ciri-ciri seks sekunder sebagai akibat pematangan organ-organ seksual dan kelenjar-kelenjar tertentu.

Kematangan organ-organ seksual antara lain menyebabkan remaja perempuan mengalami menarche (menstruasi yang pertama) dan remaja pria mengalami nocturnal emission (mimpi basah), yang sekaligus menandai remaja mampu mereproduksi keturunan. Munculnya menstruasi dan mimpi basah, bagi sebagian remaja membawa persoalan tersendiri, terlebih bagi yang kurang dapat menerima keadaan fisik akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi itu.

Kematangan fisik dan seksual akan berpengaruh terhadap cara pandang remaja terhadap diri mereka sendiri, dan juga pada bagaimana remaja

(14)

7

dipandang dan diperlakukan oleh orang lain. Hal ini menyebabkan remaja sangat peka terhadap penilaian orang lain terutama teman sebayanya. Selain itu, kematangan biologis remaja memunculkan ketertarikan remaja terhadap lawan jenisnya. Ketertarikan tersebut menimbulkan dinamika perilaku yang khas pada remaja, yang membutuhkan pendampingan dari orang dewasa termasuk Guru BK atau Konselor di sekolah.

b. Transisi Kognitif

Ditinjau dari aspek perkembangan kognitifnya, peserta didik SMP berada pada tahap formal operational, yaitu individu telah mampu berfikir secara abstrak dan hipotetis. Pada masa sebelumnya (masa anak), individu berada pada tahap concrete operational, artinya individu baru mampu berfikir kongkrit. Perkembangan kognitif pada masa remaja dapat menjadikan segala hal sebagai obyek pikiran, bahkan pikiran-pikiran mereka sendiri. Hal ini menjadikan remaja bersifat egosentris. Pada diri remaja terbentuk personal fabl, yaitu keyakinan bahwa dirinya adalah unik sehingga berhak memiliki pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang berbeda dengan orang lain.

Tingkah laku yang mudah diamati sebagai akibat dari transisi kognitif antara lain munculnya rasa ingin tahu yang besar terhadap banyak hal, suka membangkang (terutama untuk hal-hal yang menurut pemikiran mereka sulit dimengerti), susah diatur, ingin dipahami dan ingin serba dimaklumi, dan lain- lain. Pada pandangan orang tua, keadaan yang demikian menyebabkan remaja mendapatkan cap sebagai remaja nakal. Sebaliknya, remaja merasa bahwa orang tua dan orang dewasa lain (termasuk di dalamnya guru) tidak dapat dan tidak mau memahami problema remaja. Keadaan yang demikian menuntut Guru BK atau Konselor khususnya, memahami perkembangan kognitif peserta didik (remaja). Pemahaman harus diwujudkan dalam bentuk penciptaan kondisi yang bersifat menerima, memahami, bersahabat, memberikan semangat dan memperkembangkan.

c. Transisi Sosial

Perubahan keadaan fisik dan kognitif remaja (sudah bukan anak-anak lagi), menjadikan lingkungan sosial menuntut remaja memainkan peran yang

(15)

8

berbeda daripada ketika mereka masih kanak-kanak dan anak-anak. Namun sayang, orang dewasa sering tidak konsisten memperlakukan remaja. Kadang- kadang remaja masih diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi pada saat yang berbeda orang dewasa menuntut remaja bertindak seperti orang dewasa. Remaja menjadi bingung karena ketidak-konsistenan orang dewasa. Remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat memahami mereka. Keadaan ini sering menjadikan remaja sebagai suatu kelompok yang eksklusif karena hanya dengan sesama mereka lah dapat saling memahami. Keadaan demikian menyebabkan ikatan remaja terhadap teman sebaya menjadi sangat kuat.

Keadaan ini pula yang menyebabkan konformitas remaja terhadap kelompok sebaya meningkat. Konformitas remaja terhadap kelompok sebaya menyebabkan warna kegiatan kelompok yang diikuti oleh remaja akan mewarnai dirinya.

2. Dampak Transisi Perkembangan

Ketiga transisi fundamental di atas, akan membawa banyak konsekuensi pada transisi di berbagai aspek perkembangan lain seperti emosionalitas, keberagaman, hubungan keluarga, dan moralitas.

a. Transisi emosionalitas. Pada transisi ini, remaja menjadi sangat peka dan relatif emosional, mudah tersinggung, perasaan meledak-ledak. Di sisi lain, emosi remaja juga mudah terharu, mudah berempati, dan mudah terpengaruh terutama ketika mereka terdorong oleh pikiran dan perasaan senasib.

b. Transisi keberagamaan. Pada masa remaja, keragu-raguan terhadap agama yang awal telah dianutnya muncul sebagai akibat dari perkembangan kognitif mulai memasuki tahap berfikir kritis hipotetis. Tidak jarang remaja mengajukan pertanyaan yang menunjukkan kesangsian mereka terhadap konsep-konsep agama yang sebelumnya sudah tertanam dalam keyakinan mereka.

c. Transisi hubungan keluarga. Hubungan harmonis yang telah tercipta dalam suatu keluarga, tiba-tiba sedikit berubah/goyah ketika anak-anak menginjak remaja. Hal ini terjadi karena biasanya remaja banyak menentang dan emosional. Di lain pihak, orang tua (terutama yang kurang memahami

(16)

9

perkembangan remaja), terlalu cepat menilai, terlalu kritis dan menghukum serta banyak menuntut karena melihat fisik remaja sudah bukan anak- anak lagi.

d. Transisi moralitas. Transisi moralitas merupakan peralihan dari moralitas anak (preconventional reasoning) yang berorientasi menghindari hukuman dan berorientasi mengejar ganjaran, ke arah moralitas yang lebih dewasa (post conventional reasoning). Sering kali, dalam transisi moralitas ini terjadi pelanggaran terhadap standar norma lingkungan sosial, baik pelanggaran aturan di rumah, sekolah, maupun pelanggaran hukum.

Transisi atau perubahan-perubahan yang sangat cepat yang terjadi selama masa remaja sering menimbulkan kegoncangan dan ketidak-pastian. Banyak remaja yang berhasil melaksanakan tugas-tugas perkembangan secara wajar dalam menghadapi badai perkembangan ("storm and stress"), tetapi terdapat pula remaja yang gagal dan kandas terhempas ke dalam berbagai perilaku menyimpang, yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas-tugas perkembangannya.

Oleh karena itu, pelayanan BK hadir untuk memfasilitasi peserta didik agar dapat mempelajari dan mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal.

3. Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan adalah serangkaian tugas yang harus diselesaikan oleh individu pada masa perkembangan tertentu. Tugas perkembangan muncul dan disusun sebagai kombinasi antara konsekuensi pertumbuhan fisik, kematangan kognitif, dan tuntutan-tuntutan sosial terhadap individu yang berada suatu masa perkembangan tertentu. Keberhasilan individu menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada suatu masa perkembangan akan menjadi modal dan mempermudah pencapaian tugas-tugas perkembangan pada masa berikutnya. Sebaliknya, kegagalan individu dalam menyelesaikan tugas- tugas perkembangan pada suatu masa, akan menghambat pencapaian tugas-tugas perkembangan pada masa berikutnya.

Tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan individu pada masa remaja (adaptasi dari Havighurst) yaitu sebagai berikut: (a) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita; (b)

(17)

10

Mencapai peran sosial pria, dan wanita; (c) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif; (d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab; (e) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya; (f) Mempersiapkan karier ekonomi; (g) Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga; (h) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku – mengembangkan ideologi.

B. KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

Bimbingan dan konseling sebagai layanan profesional pada satuan pendidikan dilakukan oleh tenaga pendidik profesional yaitu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling. Konselor adalah seseorang yang berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor. Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling yang dihasilkan Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK) dapat ditugasi sebagai Guru Bimbingan dan Konseling untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan.

Guru Bimbingan dan Konseling yang bertugas pada satuan pendidikan tetapi belum memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang ditentukan, secara bertahap ditingkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya sehingga mencapai standar yang ditentukan sebagaimana yang diatur dalam Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, yaitu Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor.

Program Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor (PPGBK/K) menghasilkan tenaga pendidik profesional dalam bidang bimbingan dan konseling/Konselor. Kurikulum pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling sama dengan kurikulum pendidikan profesi konselor, dengan demikian lulusan program PPGBK/K menghasilkan pendidik profesional dalam bidang bimbingan

(18)

11

dan konseling yang disebut konselor atau guru bimbingan dan konseling yang dianugerahi gelar Gr.Kons.

1. Pengertian

a. Bimbingan dan konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/Konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya (Permendikbud No. 111 tahun 2014, pasal 1 ayat 1).

b. Bimbingan dan Konseling sebagai bagian integral dari pendidikan adalah upaya memfasilitasi dan memandirikan peserta didik dalam rangka tercapainya perkembangan yang utuh dan optimal.

c. Layanan Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/Konseli untuk mencapai kemandirian, dalam wujud kemampuan memahami, menerima, mengarahkan, mengambil keputusan, dan merealisasikan diri secara bertanggung jawab sehingga mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupannya.

d. Layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan secara langsung (tatap muka) antara guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan konseli dan tidak langsung (menggunakan media tertentu), dan diberikan secara individual (jumlah peserta didik/konseli yang dilayani satu orang), kelompok (jumlah peserta didik/konseli yang dilayani lebih dari satu orang), klasikal (jumlah peserta didik/konseli yang dilayani lebih dari satuan kelompok), dan kelas besar atau lintas kelas (jumlah peserta didik/konseli yang dilayani lebih dari satuan klasikal).

e. Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor.

f. Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.

(19)

12

g. Konseli adalah penerima layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan dalam rangka realisasi tugas-tugas perkembangan secara utuh dan optimalserta mencapai kemandirian dalam kehidupannya.

h. Konselor atau Guru Bimbingan dan Konselingdi satuan pendidikan bertugas merencanakan, melaksanakan, mengevaluasidan melakukan tindak lanjut layanan bimbingan

2. Paradigma

P elayanan BK merupakan bantuan psiko – sosial - pendidikan dalam bingkai budaya dan karakter bangsa. Artinya, pelayanan BK memperhatikan perkembangan psikologis, aspek sosial dan aspek pendidikan peserta didik dalam nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Pelayanan Bimbingan dan Konseling didasarkan pada kaidah-kaidah k e s e j a t ia n m a n u s ia d a n keilmuan serta teknologi d a l a m b i d a n g pendidikan, yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan BK yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik/sasaran pelayanan dan mengacu kepada pengembangan karakter bangsa, sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia beradasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

3. Visi dan Misi a. Visi

Visi pelayanan BK adalah membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis, serta bertanggung jawab.

b. Misi

Misi pelayanan BK meliputi misi pendidikan, pengembangan, pencegahan dan pengentasan masalah.

(20)

13

1) Misi pendidikan, memfasilitasi pengembangan kemampuan dan kompetensi sesuai dengan tahapan perkembangan melalui pengalaman pendidikan.

2) Misi pengembangan, memfasilitasi pengembangan kemampuan peserta didik dalam membuat dan mengimplementasikan rencana pribadi, pendidikan, dan karir.

3) Misi pencegahan dan pengentasan masalah, memfasilitasi peserta didik belajar, memonitor dan memahami perkembangannya serta mengambil tindakan secara pro aktif berdasarkan informasi diri yang bersifat pencegahan dan pengentasan masalah.

4. Fungsi dan Tujuan

a. Fungsi layanan bimbingan dan konseling yaitu sebagai berikut.

1) Pemahaman yaitu membantu konseli agar memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, budaya, dan norma agama).

2) Fasilitasi yaitu memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras danseimbang seluruh aspek pribadinya.

3) Penyesuaian yaitu membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan dengan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

4) Penyaluran yaitu membantu konseli merencanakan pendidikan, pekerjaan dan karir masa depan, termasuk juga memilih program peminatan, yang sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadiannya.

5) Adaptasi yaitu membantu para pelaksana pendidikan termasuk kepala satuan pendidikan, staf administrasi, dan guru mata pelajaran atau guru kelas untuk menyesuaikan program dan aktivitas pendidikan dengan latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik/konseli.

6) Pencegahan yaitu membantu peserta didik/konseli dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan timbulnya masalah dan berupaya untuk mencegahnya, supayapeserta didik/konseli tidak mengalami masalah

(21)

14 dalam kehidupannya.

7) Perbaikan dan Penyembuhan yaitu membantu peserta didik/konseli yang bermasalah agar dapat memperbaiki kekeliruan berfikir, berperasaan, berkehendak, dan bertindak. Konselor atau guru bimbingan dan konseling melakukan memberikan perlakuan terhadap konseli supaya memiliki pola fikir yang rasional dan memiliki perasaan yang tepat, sehingga konseli berkehendak merencanakan dan melaksanakan tindakan yang produktif dan normatif.

8) Pemeliharaan yaitu membantu pesertadidik/konseli supaya dapat menjaga kondisi pribadi yang sehat-normal dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.

9) Pengembangan yaitu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli melalui pembangunan jejaring yang bersifat kolaboratif.

10) Advokasi yaitu membantu peserta didik/konseli berupa pembelaan terhadap hak-hak konseli yang mengalami perlakuan diskriminatif.

b. Tujuan layanan bimbingan dan konseling

Layanan bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan peserta didik agar memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik/konseli agar dapat mencapai kematangan dan kemandirian dalam kehidupannya, serta menjalankan tugas- tugas perkembangannya yang mencakup aspek pribadi, sosial, belajar, karir secara utuh dan optimal.

Tujuan khusus layanan bimbingan dan konseling adalah membantu konseli agar mampu:

1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya;

2) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir dan kehidupannya di masa yang akan datang;

(22)

15

3) mengembangkan potensinya seoptimal mungkin;

4) menyesuaikan diri dengan lingkungannya;

5) mengatasi hambatan atau kesulitan yang dihadapi dalam kehidupannya; dan 6) mengaktualiasikan dirinya secara bertanggung jawab.

5. Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling a. Asas layanan bimbingan dan konseling

1) Kerahasiaan yaitu asas layanan yang menuntut konselor atau guru bimbingan dan konseling merahasiakan segenap data dan keterangan tentang peserta didik/konseli, sebagaimana diatur dalam kode etik bimbingan dan konseling.

2) Kesukarelaan, yaitu asas kesukaan dan kerelaan peserta didik/konseli mengikuti layananyang diperlukannya.

3) Keterbukaan yaitu asas layanan konselor atau guru bimbingan dan konseling yang bersifat terbuka dan tidak berpura-pura dalam memberikan dan menerima informasi.

4) Keaktifan yaitu asas layanankonselor atau guru bimbingan dan konselingkepada peserta didik/konseli memerlukan keaktifan dari keduabelah pihak.

5) Kemandirian yaitu asas layanankonselor atau guru bimbingan dan konseling yang merujuk pada tujuan agar peserta didik/konseli mampu mengambil keputusan pribadi, sosial, belajar, dan karir secara mandiri.

6) Kekinian yaitu asas layanankonselor atau guru bimbingan dan konseling yang berorientasi pada perubahan situasi dan kondisi masyarakat di tingkat lokal, nasional dan global yang berpengaruh kuat terhadap kehidupan peserta didik/konseli.

7) Kedinamisan yaitu asas layanan konselor atau guru bimbingan dan konseling yang berkembang dan berkelanjutan dalam memandang tentang hakikat manusia, kondisi-kondisi perubahan perilaku, serta proses dan teknik bimbingan dan konseling sejalan perkembangan ilmu bimbingan dan konseling.

(23)

16

8) Keterpaduan yaitu asas layanan konseloratau guru bimbingan dan konseling yang terpadu antara tunjuan bimbingan dan konseling dengan tujuan pendidikan dan nilai – nilai luhur yang dijunjung tinggi dan dilestarikan oleh masyarakat.

9) Keharmonisan yaitu asas layanan konselor atau guru bimbingan dan konseling yang selaras dengan visi dan misi sekolah, nilai dan norma kehidupan yang berlaku di masyarakat.

10) Keahlian yaitu asas layanankonseloratau guru bimbingan dan konseling berdasarkan atas kaidah-kaidah akademik dan etika profesional, dimana layanan bimbingan dan konseling hanya dapat diampu oleh tenaga ahli bimbingan dan konseling.

11) Tut wuri handayani yaitu suatu asas pendidikan yang mengandung makna bahwa konseloratau guru bimbingan dan konseling sebagai pendidik harus memfasilitasi setiap peserta didik/konseli untuk mencapai tingkat perkembangan yang utuh dan optimal.

b. Prinsip bimbingan dan konseling

1) Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua peserta didik/konseli dan tidak diskriminatif. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua peserta didik/konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita;

baik anak-anak, remaja, maupun dewasa tanpa diskriminatif.

2) Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap peserta didik bersifat unik (berbeda satu sama lainnya) dan dinamis, dan melalui bimbingan peserta didik/konseli dibantu untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh.

3) Bimbingan dan konseling menekankan nilai-nilai positif. Bimbingan dan konseling merupakan upaya memberikan bantuan kepada konseli untuk membangun pandangan positif dan mengembangkan nilai-nilai positif yang ada pada dirinya dan lingkungannya.

4) Bimbingan dan konseling merupakan tanggung jawab bersama.

Bimbingan dan konseling bukan hanya tanggung jawab konselor atau

(24)

17

guru bimbingan dan konseling, tetapi tanggungjawab guru-guru dan pimpinan satuan pendidikan sesuai dengan tugas dan kewenangan serta peran masing-masing.

5) Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling diarahkan untuk membantu peserta didik/konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan serta merealisasikan keputusannya secara bertanggungjawab.

6) Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya berlangsung pada satuan pendidikan, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya.

7) Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan.

Penyelenggaraan bimbingan dan konseling tidak terlepas dari upaya mewujudkan tujuanpendidikan nasional.

8) Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam bingkai budaya Indonesia. Interaksi antar guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan peserta didik harus senantiasa selaras dan serasi dengan nilai- nilai yang dijunjung tinggi oleh kebudayaan dimana layanan itu dilaksanakan.

9) Bimbingan dan konseling bersifat fleksibel dan adaptif serta berkelanjutan. Layanan bimbingan dan konseling harus mempertimbangkan situasi dan kondisi serta daya dukung sarana dan prasarana yang tersedia.

10) Bimbingan dan konseling diselenggarakan oleh tenaga profesional dan kompeten.Layanan bimbingan dan konseling dilakukan oleh tenaga pendidik profesionalyaitu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling yang berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor dari Lembaga

(25)

18

Pendidikan Tinggi Kependidikan yang terakreditasi.

11) Program bimbingan dan konseling disusun berdasarkan hasil analisiskebutuhan peserta didik/konseli dalam berbagai aspek perkembangan.

12) Program bimbingan dan konselingdievaluasi untuk mengetahui keberhasilan layanan dan pengembangan program lebih lanjut.

C. KOMPONEN BIMBINGAN DAN KONSELING

Layanan bimbingan dan konseling sebagai layanan profesional yang diselenggarakan pada satuan pendidikan mencakup komponen program, bidang layanan, struktur dan program layanan, kegiatan dan alokasi waktu layanan.

Komponen program meliputi layanan dasar, layanan peminatan dan perencanaan individual, layanan responsif, dan dukungan sistem, sedangkan bidang layanan terdiri atas bidang layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

Komponen program dan bidang layanan dituangkan kedalamprogram tahunan dan semesteran dengan mempertimbangkan komposisi, proporsi dan alokasi waktu layanan, baik di dalam maupun di luar kelas.

Program kerja layanan bimbingan dan konseling disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan peserta didik/konseli dan struktur program dengan menggunakan sistematika minimal meliputi: rasional, visi dan misi, deskripsi kebutuhan, komponen program, bidang layanan, rencana operasional, pengembangan tema/topik, pengembangan RPLBK, evaluasi-pelaporan-tindak lanjut, dan anggaran biaya.

1. Komponen Program

Layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan secara keseluruhan dikemas dalam empat komponen layanan, yaitu komponen:

(a) layanan dasar, (b) layanan peminatan dan perencanaan individual, (c) layanan responsif, dan(d) dukungan sistem.

(26)

19 a. Layanan Dasar

1) Pengertian

Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dalam rangka mengembangkan kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian).

2) Tujuan

Layanan dasar bertujuan membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan hidup, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal.

Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu peserta didik agar mampu:

a) menyadari (memahami) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama),

b) mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya,

c) memenuhi kebutuhan dirinya dan mampu mengatasi masalahnya sendiri, dan

d) mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam komponen layanan dasar antara lain: (1) asesmen kebutuhan, (2) bimbingan klasikal (misalnya:

(27)

20

layanan orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten), (3) bimbingan kelompok, (4) pengelolaan media informasi.

3) Fokus Pengembangan

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus pengembangan kegiatan yang dilakukan diarahkan padaperkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu peserta didik/konseli dalam upaya mencapai tugas-tugas perkembangandan tercapainya kemandirian dalam kehidupannya.

b. Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual 1) Pengertian

Peminatan adalah program kurikuler yang disediakan untuk mengakomodasi pilihan minat, bakat dan/atau kemampuan peserta didik/konseli dengan orientasi pemusatan, perluasan, dan/atau pendalaman mata pelajaran dan/atau muatan kejuruan.Peminatan peserta didik dalam Kurikulum 2013 mengandung makna:

(a) suatu pembelajaran berbasis minat peserta didik sesuai kesempatan belajar yang ada dalam satuan pendidikan;

(b) suatu proses pemilihan dan penetapan peminatan belajar yang ditawarkan oleh satuan pendidikan;

(c) merupakan suatu proses pengambilan pilihan dan keputusan oleh peserta didik tentang peminatan belajar yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan pilihan yang tersedia pada satuan pendidikan serta prospek peminatannya;

(d) merupakan proses yang berkesinambungan untuk memfasilitasi peserta didik mencapai keberhasilan proses dan hasil belajar serta perkembangan optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional; dan

(28)

21

(e) layanan peminatan peserta didik merupakan wilayah garapan profesi bimbingan dan konseling, yang tercakup pada layanan perencanaan individual.

Layanan Perencanaan individual adalah bantuan kepada peserta didik/konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas- aktivitas sistematik yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman terhadap peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga peserta didik/konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik/konseli.

2) Tujuan

Peminatan dan perencanaan individual secara umum bertujuan untuk membantu peserta didik/konseli agar:

a) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya,

b) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan

c) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.

Tujuan peminatan dan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi peserta didik/konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan pribadi- sosial oleh dirinya sendiri.

Isi layanan perencanaan individual meliputi memahami secara khusus tentang potensi dan keunikan perkembangan dirinya sendiri.

Dengan demikian meskipun peminatan dan perencanaan individual

(29)

22

ditujukan untuk seluruh peserta didik/konseli, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing- masing peserta didik/konseli.

Layanan peminatan peserta didik secara khusus ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan kompetensi sikap,kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilanpeserta didik sesuai dengan minat, bakat dan/atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajarankeilmuan, maupun kemampuan dalam bidang keahlian, program keahlian, dan paket keahlian.

3) Fokus Pengembangan

Fokus pengembangan layanan peminatan peserta didik diarahkan pada kegiatan meliputi:

a) pemberian informasi program peminatan;

b) penelusuran minat;

c) melakukan pemetaan dan pemantapan peminatan peserta didik (pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil analisis data dan pemantapan peminatan peserta didik);

d) pendampingan pemantapan peminatan dilakukan melalui: (1) bimbingan klasikal (layanan informasi, layanan penempatan penyaluran, layanan penguasaan konten), (2) bimbingan kelompok, (3) konseling individual, (4) konseling kelompok, dan (5) konsultasi;

e) pengembangan dan penyaluran;

f) evaluasi dan tindak lanjut.

Konselor atau guru bimbingan dan konseling berperan penting dalam layanan peminatan peserta didik dalam implementasi kurikulum 2013 dengan cara merealisasikan 6 (enam) kegiatan

(30)

23

tersebut. Penelusuran dan pemantapan peminatan SMP/MTs atau yang sederajat, memperhatikan prestasi akademik, prestasi non akademik, bakat, kecerdasan, dan kecenderungan minat peserta didik/konseli.

Fokus perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain mencakup pengembangan aspek :

a) pribadi yaitu tercapainya pemahaman diri dan pengembangan konsep diri yang positif,

b) sosial yaitu tercapainya pemahaman lingkungan dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif,

c) belajar yaitu tercapainya efisiensi dan efektivitas belajar, keterampilan belajar, dan peminatan peserta didik/konseli secara tepat, dan

d) karir yaitu tercapainya kemampuan mengeksplorasi peluang- peluang karir, mengeksplorasi latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif.

c. Layanan Responsif 1) Pengertian

Layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta didik/konseli yang menghadapi masalah dan memerlukan pertolongan dengan segera, agar peserta didik/konseli tidak mengalami hambatan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Strategi layanan responsif meliputi konseling individual, konseling kelompok, konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus (referral).

2) Tujuan

Layanan responsif bertujuan untuk membantu peserta didik/konseli yang sedang mengalami masalah tertentu menyangkut perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

(31)

24

Bantuan yang diberikan bersifat segera, karena dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan dirinya dan berlanjut ke tingkat yang lebih serius. Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya membantu peserta didik/konseli untuk memahami hakikat dan ruang lingkup masalah, mengeksplorasi dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang terbaik melalui proses interaksi yang unik. Hasil dari layanan ini, peserta didik/konseli diharapkan dapat mengalami perubahan pikiran, perasaa, kehendak, atau perilaku yang terkait dengan perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

3) Fokus Pengembangan

Fokus layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta didik/konseli yang secara nyata mengalami masalah yang mengganggu perkembangan diri dan secara potensial menghadapi masalah tertentu namun dia tidak menyadari bahwa dirinya memiliki masalah. Masalah yang dihadapi dapat menyangkut ranah pribadi, sosial, belajar, atau karir. Jika tidak mendapatkan layanan segera dari Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling maka dapat menyebabkan peserta didik/konseli mengalami penderitaan, kegagalan, bahkan mengalami gangguan yang lebih serius atau lebih kompleks.Masalah peserta didik/konseli dapat berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan mengganggu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangan.

Untuk memahami kebutuhan dan masalah peserta didik/konseli dapatdiperoleh melalui asesmen kebutuhan dan analisis perkembangan peserta didik/konseli, dengan menggunakan berbagai instrumen, misalnya angket konseli, pedoman wawancara, pedoman observasi, angket sosiometri, daftar hadir

(32)

25

peserta didik/konseli, leger, inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), psikotes dan alat ungkap masalah (AUM).

d. Dukungan Sistem 1) Pengertian

Ketiga komponen program (layanan dasar, layanan peminatan dan perencanan individual, dan responsif) sebagaimana telah disebutkan sebelumnya merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik/konseli secara langsung.

Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya teknologi informasi dan komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor atau guru bimbingan dan konseling secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada peserta didik/konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan peserta didik/konseli dan mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.

2) Tujuan

Komponen program dukungan sistem bertujuan mendukung:

a) konselor atau guru bimbingan dan konseling dalam memperlancar penyelenggaraan komponen-komponen layanan sebelumnya dan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling;

b) personel pendidik lainnya dalam memperlancar penyelenggaraan program pendidikan pada satuan pendidikan.

Dukungan sistem meliputi kegiatan pengembangan jejaring, kegiatan manajemen, pengembangan keprofesian secara berkelanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Struktur luar dapat berupa flagel atau bulu cambuk untuk dapat bergerak, pili atau fimbriae merupakan benang-benang halus yang keluar atau menonjol dari dinding sel dan

yang penulis kumpulkan merupakan sumber tulisan yang berkaitan dengan gerakan anti perang dan ideologi posmarxisme yang mempengaruhinya.. Sejalan dengan teknik penelitian

Pengujian sistem navigasi waypoint dilakukan di perairan yang tidak memiliki arus maupun ombak besar dan lokasi yang dipilih dalam pengujian ini adalah Danau 8

Téhnik dokuméntasi dina ieu panalungtikan maksudna nya éta cara ngumpulkeun data tina dokuménn-dokumén atawa catetan-catetan anu aya, boh buku, surat kabar, boh transkrip

Hipotesis 1 terbukti yang menyatakan bahwa Store Images berpengaruh positif terhadap Private Label images Krisbow di Ace Hardware Marvell City Surabaya karena Store

/+ Bagian "ang Berkembang (ektum : 9arena dilihat dari #ungsinya tetum  'er#ungsi se'agai  $eniuman dan  $englihatan7 sehingga memudahan elas $ises dalam

2) UU RI No. Dengan dasar surat perintah perpanjangan dari JPU / penetapan penahanan dari Pengadilan Negeri tersebut, maka penyidik dapat melakukan perpanjangan penahanan

Paschimottanasana dan Adho Mukha Padmasana ) didapatkan hasil p value=<0,001 yaitu p<0,05, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan rata-rata intensitas nyeri