• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PENYAKIT GLAUKOMA MELALUI CITRA FUNDUS MENGGUNAKAN DEEP BELIEF NETWORK SKRIPSI FARAH FIKRIYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI PENYAKIT GLAUKOMA MELALUI CITRA FUNDUS MENGGUNAKAN DEEP BELIEF NETWORK SKRIPSI FARAH FIKRIYAH"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)IDENTIFIKASI PENYAKIT GLAUKOMA MELALUI CITRA FUNDUS MENGGUNAKAN DEEP BELIEF NETWORK SKRIPSI FARAH FIKRIYAH 131402085. PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) IDENTIFIKASI PENYAKIT GLAUKOMA MELALUI CITRA FUNDUS MENGGUNAKAN DEEP BELIEF NETWORK SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi Farah Fikriyah 131402085. PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) iii. PERNYATAAN. IDENTIFIKASI PENYAKIT GLAUKOMA MELALUI CITRA FUNDUS MENGGUNAKAN DEEP BELIEF NETWORK SKRIPSI. Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.. Medan, Agustus 2019. Farah Fikriyah 131402085. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) iv. UCAPAN TERIMA KASIH. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Selama penyelesaian tugas akhir ini, banyak bantuan dan kerja sama serta doa dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Allah SWT., karena rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini. 2. Ayahanda Taufik Amar dan Ibunda Salimah, yang selalu memberikan doa, nasihat, bimbingan dan semangat kepada penulis. 3. Riyadhah Taslim, selaku kakak serta Najla Afifah Hauna, Hafizah RM., dan Sarah Salsabila Azzahra selaku sepupu yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada Penulis. 4. Keluarga Besar dari Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberikan doa, nasihat dan semangat kepada Penulis. 5. Bapak Mohammad Fadly Syah Putra, B.Sc., M.Sc.IT. selaku Wakil Dekan II Fasilkom-TI USU dan Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada Penulis. 6. Bapak Dani Gunawan, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada Penulis. 7. Bapak Baihaqi Siregar. S.Si., M.T. selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 8. Bapak Dedy Arisandi, S.T., M.Kom. selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 9. Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Teknologi Informasi, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, dan seluruh dosen serta staf kepegawaian di lingkungan Program Studi S1 Teknologi Informasi yang telah membantu dan membimbing penulis selama waktu perkuliahan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) v. 10. Teman-teman Gereget, yaitu Cut Amalia, Juwita Shifa Rahmah, Maulidya Rahmah, dan Ummi Kalsum Harahap yang menjadi tempat berkeluh kesah segala rasa, memberikan nasihat dan dukungan kepada Penulis. 11. Teman-teman Ne Me Quitte Pas, yaitu Dhiandra Puteri, Faisal Aldy, Finny Angkie Winoto, Iqbal Musthofa, M. Agung Prasetya, M. Trianda Kuncoro Lubis, Syafrizal Syarif Hutabarat, Qorira Retno Ardhini, dan Yogi Maulana yang telah memberikan semangat serta doa kepada Penulis. 12. Teman-teman EXO-L, yaitu Ristania Puteri dan Niken Ekatiwi yang telah memberikan semangat serta doa kepada Penulis. 13. Teman-teman Teknologi Informasi 2013 yang telah bersama melewati asam manisnya kehidupan selama perkuliahan dan juga mewarnai kehidupan perkuliahaan Penulis. 14. Semua pihak-pihak yang telah membantu penulis secara langsung dan tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT. melimpahkan nikmat dan karunia kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.. Medan, 12 Agustus 2019. Penulis. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) vi. ABSTRAK. Glaukoma adalah penyakit saraf utama penglihatan yang biasanya disebabkan oleh tekanan tinggi pada mata (tekanan intraokular). Tekanan mata yang tinggi inilah yang menyebabkan kerusakan saraf mata (optik). Dalam beberapa kasus lainnya, glaukoma dapat terjadi pada tekanan mata normal yang disebabkan oleh regulasi aliran darah yang buruk ke saraf optik. Identifikasi penyakit glaukoma dapat dilakukan dengan melakukan funduscopy. Pembacaan hasil funduscopy yang berupa citra fundus digital biasanya dilakukan secara manual. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem untuk mempermudah proses pembacaan citra fundus untuk mengidentifikasi penyakit glaukoma dengan cepat sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang akurat. Sistem ini dikembangkan dengan memanfaatkan metode Deep Belief Network dan fitur ekstraksi Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM). Pada penelitian ini, 80 data digunakan pada proses training dan 40 data digunakan pada proses testing. Setelah dilakukan pengujian pada sistem, 37 data mempunyai output sesuai dengan yang diinginkan dari total 40 data yang digunakan untuk pengujian. Dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi fundus mata normal dan glaukoma dengan nilai sensitivity sebesar 95%, specificity sebesar 90%, dan keseluruhan akurasi sistem sebesar 92.5%.. Kata Kunci: Glaukoma, Pengolahan Citra, Citra Fundus, Deep Belief Network, Gray Level Co-occurrence Matrix.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) vii. IDENTIFICATION OF GLAUCOMA THROUGH FUNDUS IMAGES USING DEEP BELIEF NETWORK. ABSTRACT. Glaucoma is a major neurological disease of vision that is usually caused by high pressure in the eye (intraocular pressure). High eye pressure is what causes damage to the eye nerve (optic). In some other cases, glaucoma can occur at normal eye pressure caused by poor blood flow regulation to the optic nerve. Glaucoma can be identified by funduscopy. Funduscopy reading in the form of digital fundus images is usually done manually. Therefore, we need a system to simplify the process of reading fundus images to identify glaucoma disease quickly, so that accurate examination results are obtained. This system was developed by utilizing the Deep Belief Network method and the Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) extraction feature. In this study, 80 data were used in the training process and 40 data were used in the testing process. After testing the system, 37 data have the desired output from a total of 40 data used for testing. It can be concluded that the method used can identify normal eye fundus and glaucoma with a sensitivity value of 95%, a specificity of 90%, and an overall system accuracy of 92.5%.. Keywords: Glaucoma, Image Processing, Fundus Image, Deep Belief Network, Gray Level Co-occurrence Matrix.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) viii. DAFTAR ISI. Hal. PERSETUJUAN. ii. PERNYATAAN. iii. UCAPAN TERIMA KASIH. iv. ABSTRAK. vi. ABSTRACT. vii. DAFTAR ISI. viii. DAFTAR TABEL. xi. DAFTAR GAMBAR. xii. BAB 1. BAB 2. PENDAHULUAN 1.1.. Latar Belakang. 1. 1.2.. Rumusan Masalah. 2. 1.3.. Tujuan Penelitian. 2. 1.4.. Batasan Masalah. 2. 1.5.. Manfaat Penelitian. 3. 1.6.. Metodologi Penelitian. 3. 1.7. Sistematika Penulisan. 4. LANDASAN TEORI 2.1.. Glaukoma. 6. 2.2.. Citra Digital. 7. 2.3.. Pengolahan Citra Digital. 7. 2.3.1. Brightness. 7. 2.3.2. Median Filter. 8. 2.3.3. Grayscaling. 9. 2.3.4. Thresholding. 9. 2.4.. Ekstraksi Fitur. 10. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) ix. BAB 3. BAB 4. 2.5.. Artificial Neural Network. 12. 2.6.. Deep Learning. 13. 2.7.. Deep Belief Network. 14. 2.8.. Penelitian Terdahulu. 15. ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1.. Arsitektur Umum. 18. 3.2.. Dataset. 19. 3.3.. Pre-processing. 21. 3.3.1. Brightness. 21. 3.3.2. Median Filter. 21. 3.3.3. Grayscale. 22. 3.3.4. Thresholding. 22. 3.4.. Feature Extraction. 22. 3.5.. Identification. 24. 3.6.. Output. 25. 3.7.. Evaluasi Kerja Sistem. 25. 3.8.. Perancangan Tampilan Antarmuka Sistem. 26. 3.8.1. Rancangan Tampilan Awal. 27. 3.8.2. Rancangan Tampilan Utama. 27. 3.8.3. Rancangan Tampilan Training. 29. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1.. Kebutuhan Aplikasi. 31. 4.1.1. Perangkat Keras. 31. 4.2.2. Perangkat Lunak. 31. 4.2.. Implementasi Data. 32. 4.3.. Implementasi Perancangan Antarmuka. 33. 4.3.1. Tampilan Awal. 33. 4.3.2. Tampilan Utama. 33. 4.3.3. Tampilan Training. 34. 4.4.. Prosedur Operasional. 35. 4.5.. Pengujian Sistem. 40. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) x. BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.. Kesimpulan. 46. 5.2.. Saran. 46. DAFTAR PUSTAKA. 48. LAMPIRAN. 50. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) xi. DAFTAR TABEL. Hal. Tabel 2.1.. Penelitian Terdahulu. 15. Tabel 3.1.. Pembagian Citra yang Digunakan dalam Penelitian. 19. Tabel 3.2.. Pembagian Training Dataset. 19. Tabel 3.3.. Pembagian Testing Dataset. 20. Tabel 3.4.. Fitur GLCM. 22. Tabel 3.5.. Daftar Parameter DBN. 24. Tabel 4.1.. Parameter Deep Belief Network. 40. Tabel 4.2.. Hasil Pengujian Identifikasi Citra Fundus. 41. Tabel 4.3.. Hasil Pengujian Berdasarkan Gold Standard. 44. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) xii. DAFTAR GAMBAR. Hal. Gambar 2.1.. Arsitektur Umum Sebuah Jaringan Saraf Tiruan. 12. Gambar 2.2.. Struktur DBN. 14. Gambar 3.1.. Arsitektur Umum. 18. Gambar 3.2.. (a)Citra Fundus Normal (b) Citra Fundus Glaukoma. 19. Gambar 3.3.. (a)Citra Asli (b)Citra Hasil Brightness. 20. Gambar 3.4.. Citra Hasil Median Filter. 21. Gambar 3.5.. Citra Hasil Grayscale. 21. Gambar 3.6.. Citra Hasil Thresholding. 21. Gambar 3.7.. Rancangan Tampilan Awal. 26. Gambar 3.8.. Rancangan Tampilan Utama. 27. Gambar 3.9.. Rancangan Tampilan Training. 28. Gambar 4.1.. Rangkuman Data Citra Fundus Glaukoma. 31. Gambar 4.2.. Rangkuman Data Citra Fundus Normal. 31. Gambar 4.3.. Tampilan Awal. 32. Gambar 4.4.. Tampilan Utama. 33. Gambar 4.5.. Tampilan Training. 33. Gambar 4.6.. (a)Folder Citra Fundus Normal (b)Folder Citra Fundus Normal. 34. Gambar 4.6.. (c)Folder hasil training citra fundus normal (d)Folder hasil. 35. training citra fundus glaukoma Gambar 4.7.. Tampilan Proses Pelatihan Selesai. 35. Gambar 4.8.. Tampilan Pengambilan Data Latih Selesai. 36. Gambar 4.9.. Tampilan Pengambilan File.dbn Selesai. 37. Gambar 4.10. Tampilan Tombol ‘Browse Image’. 37. Gambar 4.11. Tampilan Pemilihan Citra. 38. Gambar 4.12. Tampilan Hasil Pre-processing Dan Nilai Fitur Ekstraksi Citra. 38. Gambar 4.13. Tampilan Hasil Identifikasi Citra. 39. Gambar 4.14. Grafik Hasil Pengujian Parameter SE dan UE. 40. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Glaukoma adalah penyakit saraf utama penglihatan yang disebut saraf optik. Saraf optik menerima impuls saraf yang dihasilkan oleh cahaya dari retina dan mengirimkannya ke otak. Glaukoma ditandai dengan pola khusus kerusakan progresif pada saraf optik yang umumnya dimulai dengan kehilangan penglihatan samping (peripheral vision) yang samar-samar. Jika glaukoma tidak didiagnosis dan diobati, glaukoma dapat berkembang menjadi kehilangan penglihatan sentral dan kebutaan. Glaukoma adalah penyebab kebutaan terbesar kedua di dunia (Bulletin of the World Health Organization, 2004) dan diperkirakan sekitar 80 juta orang akan mengidap glaukoma pada tahun 2020 (Quigley & Broman, 2006). Glaukoma biasanya, tetapi tidak selalu, berhubungan dengan tekanan tinggi pada mata (tekanan intraokular). Secara umum, tekanan mata yang tinggi inilah yang menyebabkan kerusakan saraf mata (optik). Dalam beberapa kasus, glaukoma dapat terjadi pada tekanan mata yang normal yang diyakini disebabkan oleh regulasi aliran darah yang buruk ke saraf optik. Glaukoma telah dikenal sejak lama, akan tetapi belum banyak masyarakat yang mengetahui tentang bahaya penyakit ini. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan dengan benar, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan permanen pada penderita. Kurangnya kesadaran akan bahaya glaukoma dikarenakan gejala dari penyakit ini yang kurang bisa dirasakan secara langsung oleh sang penderita glaukoma itu sendiri. Penelitian untuk mendeteksi penyakit glaukoma telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2018) yang mengembangkan sistem identifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus menggunakan metode Backpropagation yang memiliki tingkat akurasi sistem mencapai 90%. Sengar et al. (2017) membangun sebuah sistem untuk mendeteksi glaukoma dengan memadukan teknik Region of Interest (ROI) segmentation dan automated. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) 2. system dengan menggunakan deteksi hemorrhage pada area tertentu dari citra fundus dengan tingkat akurasi yang mencapai 93.57%. Penelitian lainnya dilakukan oleh Atheesan & Yashothara (2016) yang mengembangkan sebuah sistem deteksi glaukoma otomatis yang diidentifikasi melalui perhitungan cup to disc ratio (CDR). Mereka telah memmbuktikan bahwa jika nilai CDR antara 0.0-0.3 maka citra yang diinput adalah normal. Sedangkan jika nilai CDR yang didapatkan adalah lebih besar dari 0.3 maka citra teridentifikasi glaukoma. Sistem ini mempunyai nilai F-score sebesar 96%. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Ayub et al. (2016) yang mengembangkan sebuah sistem untuk mendeteksi glaukoma melalui optic disc and cup segmentation menggunakan K-mean clustering. Akurasi sistem yang dikembangkan mereka mencapai 92%. Berdasarkan latar belakang dan beberapa penelitian menggunakan citra fundus untuk mengidentifikasi penyakit glaukoma di atas, maka penulis mengajukan proposal peneltian dengan judul “Identifikasi Penyakit Glaukoma Melalui Citra Fundus Menggunakan Deep Belief Network”. 1.2. Rumusan Masalah Identifikasi penyakit glaukoma dapat dilakukan dengan melakukan funduscopy. Pembacaan hasil funduscopy yang berupa citra fundus digital biasanya dilakukan secara manual. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem untuk mempermudah proses pembacaan citra fundus untuk mengidentifikasi penyakit glaukoma dengan cepat sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang lebih akurat. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengindentifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus menggunakan Deep Belief Network. 1.4. Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang akan diterapkan pada penelitian ini adalah : 1. Citra fundus yang digunakan merupakan citra hasil dari kamera fundus. 2. Ekstensi citra fundus yang digunakan adalah .jpg atau .jpeg 3. Resolusi citra fundus yang digunakan adalah 300 x 300 piksel.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) 3. 4. Citra fundus diperoleh dari dataset RIM-ONE (http://medimrg.webs.ull.es). 5. Identifikasi penyakit glaukoma terdiri dari : Normal dan Glaukoma. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sistem dapat digunakan untuk membantu mengindentifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus secara mudah dan otomatis.. 1.6. Metodologi Penelitian Tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : 1.6.1. Studi Literatur Studi Literatur dilakukan dalam rangka pengumpulan bahan referensi mengenai penyakit glaukoma, image processing, gray level co-occurrence matrix, dan Deep Belief Network dari beberapa jurnal, artikel, buku dan beberapa sumber referensi lainnya. 1.6.2. Analisis Permasalahan Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap studi literatur yang telah dikumpulkan pada tahap sebelumnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai metode yang diterapkan yaitu Deep Belief Network untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini yaitu identifikasi penyakit glaukoma menggunakan deep belief network. 1.6.3. Perancangan Pada tahap ini dilakukan perancangan arsitektur, pengumpulan data, pembagian data yang telah didapatkan ke dalam training dataset dan testing dataset serta perancangan antar muka. Proses perancangan dilakukan berdasarkan hasil analisis studi literatur yang telah diperoleh.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) 4. 1.6.4. Implementasi Pada tahap ini dilakukan implementasi ke dalam kode sesuai dengan analisis dan perancangan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. 1.6.5. Pengujian Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap hasil yang didapatkan melalui implementasi metode Deep Belief Network untuk identifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus. 1.6.6. Dokumentasi dan Penyusunan Laporan Pada tahap ini dilakukan dokumentasi dan penyusunan laporan hasil evaluasi dan analisi serta implementasi metode Deep Belief Network untuk mengklasifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus. 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri lima bagian utama sebagai berikut: Bab 1 : Pendahuluan Bab 1 berisi latar belakang dari penelitian yang dilaksanakan, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian metodologi penelitian serta sistematika penulisan. Bab 2 : Landasan Teori Bab 2 berisi teori-teori yang diperlukan untuk memahami permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. Teori-teori yang berhubungan dengan penyakit glaukoma, image processing, gray level co-occurrence matrix, dan Deep Belief Network akan dibahas pada bab ini. Bab 3 : Analisis dan Perancangan Bab 3 menjabarkan arsitektur umum, tiap langkah prepocessing yang dilakukan, analisis dan penerapan metode Deep Belief Network untuk mengklasifikasikan penyakit glaukoma melalui citra fundus.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) 5. Bab 4 : Implementasi dan Pengujian Bab 4 berisi pembahasan tentang implementasi dari perancangan penerapan yang telah dijabarkan pada bab 3. Selain itu, hasil yang didapatkan dari pengujian terhadap implementasi yang dilakukan juga di jabarkan pada bab ini. Bab 5 : Kesimpulan dan Saran Bab 5 berisi ringkasan serta kesimpulan dari rancangan yang telah dibahas pada bab 3, serta hasil penelitian yang dijabarkan pada bab 4. Bagian akhir dari bab ini akan berisi saran-saran yang diajukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) BAB 2 LANDASAN TEORI. Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Deep Belief Network untuk mengidentifikasi penyakit glaukoma. 2.1. Glaukoma Glaukoma adalah istilah medis yang menggambarkan sekelompok neuropati optik progresif yang ditandai dengan degenerasi sel ganglion retina dan lapisan serat saraf retina dan menghasilkan perubahan pada kepala saraf optik (Harasymowycz et al. 2016). Gangguan penglihatan Glaukoma biasanya ditandai dengan terjadinya kerusakan pada saraf optik yang biasanya diakibatkan oleh adanya tekanan dalam mata. Tekanan yang meningkat tersebut disebut tekanan intraokular. Tekanan intraokular disebabkan karena produksi cairan mata yang berlebihan maupun akibat terhalangnya saluran pembuangan cairan tersebut. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapangan pandang (Ilyas dan Yulianti, 2014). Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya terjadi karena peningkatan tekanan dalam bola mata. Bola mata normal memiliki kisaran tekanan antara 10 - 20 mmHg sedangkan penderita glaukoma memiliki tekanan mata yang lebih dari normal bahkan terkadang dapat mencapai 50 - 60 mmHg pada keadaan akut. Tekanan mata yang tinggi akan menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan semakin berat kerusakan saraf yang terjadi. American Academy of Ophtalmology (2018) membagi glaukoma menjadi 3 tipe, yaitu glukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup, dan glaukoma pada anak anak (childhood glaucoma). Glaukoma sudut terbuka dibagi lagi menjadi glaukoma sudut. terbuka. primer, glaukoma. sudut- normal. (normal-tension glaucoma),. juvenile open - angle glaucoma, suspek glaukoma (glaucoma suspect), dan glaukoma. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) 7. sudut terbuka sekunder. Glaukoma sudut tertutup juga dibagi lagi menjadi primary angle - closure glaucoma with relative pupillary block, glaukoma sudut tertutup akut, glaukoma sudut tertutup subakut, glaukoma sudut tertutup kronik, glaukoma sudut tertutup sekunder dengan dan tanpa blok pupil, dan sindrom iris plateau. Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih, penyempitan. lapangan. pandang. bilateral. menyebabkan. progresif asimptomatik yang timbul. perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang luas. Diperkirakan prevalensi glaukoma sudut terbuka primer di Amerika Serikat pada individu yang berusia lebih dari 40 tahun adalah 1,86% berdasarkan studi meta-analisis populasi (American Academy of Ophtalmology, 2018). 2.2. Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat digital. Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, dan hasil CT Scan. Sedangkan pada citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (Sutoyo et al. 2009). 2.3. Pengolahan Citra Digital Pengolahan citra merupakan sebuah bentuk pemrosesan sebuah citra atau gambar dengan proses numerik dari gambar tersebut, dalam hal ini yang diproses adalah masing-masing piksel atau titik dari gambar tersebut. Teknik pengolahan citra digital membantu manipulasi gambar digital dengan menggunakan komputer. Tujuan pengolahan citra adalah memperbaiki kualitas citra. Dimana citra yang dihasilkan dapat menampilkan informasi secara jelas dan mengekstraksi informasi ciri dari citra. Beberapa teknik yang digunakan pada pengolahan citra adalah sebagai berikut. 2.3.1. Brightness Brightness adalah proses untuk mengatur kecerahan citra. Jika intensitas piksel dikurangi dengan nilai tertentu maka citra akan menjadi lebih gelap dan sebaliknya jika intensitas piksel ditambah dengan nilai tertentu maka citra akan menjadi lebih terang. Brightness dapat dilakukan dengan persamaan 2.1. 𝑓𝑖 (𝑥, 𝑦) = 𝑓𝑗 (𝑥, 𝑦) + 𝑘. (2.1). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) 8. Dimana: fi(x,y) : Nilai piksel pada titik x,y setelah brightness fj(x,y) : Nilai piksel pada titik x,y citra asli k. : Nilai penguatan kecerahan citra. Persamaan diatas digunakan pada citra grayscale. Jika digunakan pada citra RGB, persamaan 2.1 dapat diturunkan seperti pada persamaan 2.2, 2.3, dan 2.4. 𝑓𝑖𝑅 (𝑥, 𝑦) = 𝑓𝑗𝑅 (𝑥, 𝑦) + 𝑘. (2.2). 𝑓𝑖𝐺 (𝑥, 𝑦) = 𝑓𝑗𝐺 (𝑥, 𝑦) + 𝑘. (2.3). 𝑓𝑖𝐵 (𝑥, 𝑦) = 𝑓𝑗𝐵 (𝑥, 𝑦) + 𝑘. (2.4). Dimana: fiRGB. : Nilai piksel pada titik x,y citra RGB setelah brightness. fjRGB. : Nilai piksel pada titik x,y citra RGB asli. k. : Nilai penguatan kecerahan citra. 2.3.2. Median Filter Median Filter digunakan untuk menghilangkan derau (noise) berjenis salt & pepper yang sering ditemukan pada citra retina. Noise mempunyai nilai tetap yaitu 0 (pepper noise) dan 255 (salt noise). Teknik noise filtering ini terbagi menjadi dua yaitu linear dan non-linear. Filter non-linear yang paling banyak digunakan adalah Median Filter yang menggunakan nilai median untuk mengganti piksel yang rusak dan filter ini mampu menghapus noise tanpa menghilangkan garis tepinya (Shrestha, 2014). Teknik median filter ini menitik beratkan pada nilai median atau tengah dari jumlah total nilai keseluruhan piksel yang terdapat pada citra. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai median dari sebuah citra dapat dilihat pada persamaan 2.5: 𝑥=. 𝑛+1 2. (2.5). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) 9. Dimana: x : Nilai baru median n : Jumlah data 2.3.3. Grayscaling Teknik grayscale digunakan untuk mengubah citra warna RGB menjadi citra keabuan. Citra keabuan (grayscale) adalah citra yang pada setiap pikselnya berisi informasi nilai intensitas warna putih dan hitam. Nilai intensitas terendah atau ketiadaannya dalam gambar grayscale diwakili dengan warna hitam dan nilai tertinggi mewakili warna putih. Semua nilai antara yang tertinggi dan terendah ini mewakili bayangan abu-abu. Jumlah bayangan ini bergantung pada nilai yang mungkin yang dapat dimiliki sebuah piksel. jika piksel dinyatakan dalam bit, maka ia dapat menyimpan dua nilai, 0 dan 1 dan dengan demikian akan didapatkan gambar hitam dan putih, tanpa warna abu-abu. Jika piksel dinyatakan dalam byte, maka akan didapatkan 256 gray levels dimulai dengan 0 sebagai hitam dan berakhir dengan 255 sebagai putih (Imran, 2011). Hasil yang didapatkan dari proses grayscale. ini akan memudahkan citra untuk diolah. selanjutnya pada proses thresholding. Persamaan yang digunakan untuk mengubah citra warna RGB menjadi citra grayscale dapat dilihat pada persamaan 2.6:. 𝑠=. 𝑟+𝑔+𝑏 3. (2.6). Dimana: s : Citra grayscale r : Nilai warna merah g : Nilai warna biru b : Nilai warna hijau. 2.3.4. Thresholding Proses thresholding digunakan untuk mengatur derajat keabuan pada citra yang akan menghasilkan citra binary. Citra memiliki dua tingkat keabuan yaitu hitam dan putih. Proses penentuan tingkat warna citra pada thresholding dilakukan dengan mendapatkan nilai ambang. Proses thresholding akan mengganti warna piksel menjadi hitam apabila. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) 10. nilai intensitas citra kurang dari nilai ambang dan jika nilai intensitas citra lebih dari nilai ambang maka warna piksel akan menjadi putih. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai ambang dapat dilihat pada persamaan 2.7:. 𝑇=. 𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠+𝑓𝑚𝑖𝑛. (2.7). 2. Dimana : T. : Nilai threshold. Fmaks : Nilai piksel maksimum Fmin : Nilai piksel minimum. 2.4. Ekstraksi Fitur Proses ekstraksi fitur pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM). GLCM adalah matriks yang merepresentasikan jarak spasial dan hubungan dua piksel dalam citra grayscale. GLCM merupakan matriks berukuran n × n, dimana n adalah banyaknya level abu-abu yang dimiliki oleh citra grayscale.. Adapun langkah-langkah ekstraksi fitur menggunakan metode GLCM. adalah sebagai berikut. a. Menentukan area kerja matriks. b. Menentukan jarak dan sudut antara piksel referensi dengan piksel tetangga. Jarak (d) yang digunakan adalah 1 dan sudut (𝜃) yang digunakan adalah 0o, 45o, 90o, dan 135o. c. Menghitung nilai kookurensi berdasarkan jarak dan sudut yang sudah ditentukan. d. Menjumlahkan matriks kookurensi dengan matriks transpose-nya agar matriks kookurensi menjadi simetris. e. Menormalisasi matriks kookurensi dengan cara membagi masing-masing nilai kookurensi dalam matriks dengan jumlah semua nilai kookurensi yang ada, sehingga hasil penjumlahan seluruh nilai pada matriks adalah 1.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) 11. f. Menghitung ciri statistik yang dimiliki GLCM berdasarkan Haralick features. Ada 6 ciri yang digunakan, yaitu contrast, homogenity, energy, entropy, variance, dan correlation. Contrast digunakan untuk mengukur variasi pasangan level keabuan dalam sebuah citra. Contrast dihitung dengan rumus seperti pada persamaan 2.8: 𝑁−1 2 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑡 = ∑𝑁−1 𝑖=0 ∑𝑗=0 𝑃𝑖,𝑗 (𝑖 − 𝑗). (2.8). Homogenity digunakan untuk mengukur homogenitas citra dengan level keabuan sejenis. Homogenity dihitung dengan rumus seperti pada persamaan 2.9: 𝑃. 𝑖,𝑗 𝑁−1 𝐻𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑖𝑡𝑦 = ∑𝑁−1 𝑖=0 ∑𝑗=0 1+(𝑖−𝑗)2. (2.9). Energy digunakan untuk mengukur homogenitas sebuah citra. Energy dihitung dengan rumus seperti pada persamaan 2.10: 𝑁−1 2 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 = ∑𝑁−1 𝑖=0 ∑𝑗=0 𝑃𝑖,𝑗. (2.10). Entropy digunakan untuk menghitung level ketidakteraturan citra. Entropy dihitung dengan rumus seperti pada persamaan 2.11: 𝑁−1 𝐸𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑦 = ∑𝑁−1 𝑖=0 ∑𝑗=0 𝑃𝑖,𝑗 (− ln 𝑃𝑖,𝑗 ). (2.11). Variance digunakan untuk mengukur persebaran diantara mean kombinasi antara piksel referensi dengan piksel tetangga. Variance dihitung dengan rumus seperti pada persamaan 2.12: 𝑁−1 2 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑐𝑒 = 𝜎 2 = ∑𝑁−1 𝑖=0 ∑𝑗=0 𝑃𝑖,𝑗 (𝑖 − 𝜇𝑖 ). (2.12). Correlation digunakan untuk menghitung keterkaitan piksel yang memiliki level keabuan i dengan piksel yang memiliki level keabuan j. Correlation dihitung dengan rumus seperti pada persamaan 2.13: 𝑁−1 𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = ∑𝑁−1 𝑖=0 ∑𝑗=0 𝑃𝑖,𝑗. (𝑖−𝜇𝑖 )(𝑗−𝜇𝑗) √𝜎𝑖2 𝜎𝑗2. (2.13). Dimana: 𝑁−1 𝜇𝑖 = ∑𝑁−1 𝑖=0 ∑𝑗=0 𝑖(𝑃𝑖,𝑗 ). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) 12. 𝑁−1 𝜇𝑗 = ∑𝑁−1 𝑖=0 ∑𝑗=0 𝑗(𝑃𝑖,𝑗 ). 2.5. Artificial Neural Network Artificial Neural network atau jaringan saraf tiruan adalah model logika yang bekerja berdasarkan otak manusia. Cara kerja otak yang dengan menggunakan sejumlah neuron sederhana dan saling berhubungan dengan sebuah nilai bobot yang meneruskan signal dari satu neuron menuju neuron lainnya dapat dimodelkan oleh sebuah jaringan saraf tiruan. Input akan diterima oleh setiap neuron melalui hubungannya. Sebuah output yang sesuai dengan nilai bobot pada hubungan tersebut akan dihasilkan oleh neuron tersebut, kemudian output akan diteruskan kembali ke neuron yang lain. Setiap neuron pada jaringan saraf tiruan terdiri dari beberapa layer atau lapisan. Sebuah jaringan saraf tiruan pada umumnya terdiri dari tiga layer yakni : input layer yaitu node-node yang menerima signal input, middle layer yang juga disebut sebagai hidden layer yaitu node yang menghubungkan node pada input layer dengan node pada output layer dan output layer yaitu node-node yang menghasilkan signal output. Jaringan saraf tiruan belajar dengan melakukan penyesuaian nilai bobot yang digunakan untuk mengirimkan nilai dari satu neuron ke neuron lain (Negnevitsky, 2005). Arsitektur umum dari sebuah jaringan saraf tiruan dapat dilihat pada Gambar 2.1.. Gambar 2.1 Arsitektur Umum Sebuah Jaringan Saraf Tiruan ( Negnevitsky, 2005). Jaringan saraf tiruan dapat digunakan untuk dua jenis konsep pembelajaran, yakni:. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) 13. 1. Pembelajaran supervised, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan menerima sekumpulan contoh yang ditandai sebagai data pelatihan dan membuat prediksi untuk seluruh titik yang tidak diketahui. Pembelajaran ini sudah terlebih dahulu mengetahui output yang diharapkan berdasarkan input yang diberikan. 2. Pembelajaran unsupervised, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan menerima sekumpulan data pelatihan yang tidak ditandai dan membuat prediksi untuk seluruh titik yang tidak diketahui. Pembelajaran ini tidak dapat terlebih dahulu mengetahui output dari input yang diberikan sehingga memerlukan metode lain untuk mengelompokkan input yang diberikan (Mohri et al., 2012).. 2.6. Deep Learning Jaringan saraf tiruan adalah salah satu metode pemrograman paling baik yang pernah ditemukan. Dalam pendekatan konvensional untuk pemrograman, komputer diberi tahu apa yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah besar dengan membaginya menjadi banyak tugas kecil yang didefinisikan dengan tepat agar pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah oleh komputer. Sebaliknya, dalam jaringan saraf tiruan, komputer tidak diberi tahu cara untuk mengetahui masalah yang akan diselesaikan. Sebaliknya, ia belajar dari data pengamatan kemudian mencari solusinya untuk memecahkan masalah. Namun, hingga 2006 para peneliti tidak tahu bagaimana melatih jaringan saraf tiruan agar mampu. melampaui pendekatan penyelesaian masalah. komputer dengan cara yang lebih tradisional, kecuali untuk beberapa masalah khusus (Nielsen, 2015). Pada tahun 2006 ditemukan teknik-teknik pembelajaran yang disebut deep neural networks yang sekarang lebih dikenal sebagai deep learning. Teknik ini telah dikembangkan lebih lanjut, dan saat ini deep neural networks dan deep learning dikenal mempunyai pencapaian kinerja yang luar biasa pada banyak masalah penting dalam computer vision, speech recognition, dan natural language processing. Deep learning, sebagai cabang machine learning, menggunakan algoritma untuk memproses data dan meniru proses berpikir manusia (Foote, 2017). Deep Learning (DL) menggunakan lapisan algoritma untuk memproses data, memahami ucapan manusia, dan mengenali objek secara visual. Informasi dilewatkan melalui setiap layer, dengan output dari layer sebelumnya memberikan input untuk layer berikutnya.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) 14. 2.7. Deep Belief Network Deep Belief Network (DBN) adalah salah satu model deep learning yang paling populer yang terdiri dari sejumlah Restricted Boltzmann Machine (RBM) layer dan sebuah Backpropagation (BP) layer. RBM adalah model generatif yang dapat mengumpulkan informasi struktur dalam data dan dapat secara efektif melatih data non-linear melalui unsupervised training. Setiap layer RBM mengekstraksi input data dengan cara dari bawah-atas dan informasi output dari layer RBM terakhir digunakan sebagai data masukan dari BP neural network. Proses training RBM membuatnya cocok sebagai modul DBN. Tujuan DBN adalah untuk mengekstrak dan memisahkan data input dari bawah keatas untuk setiap layer RBM dan menyimpan semua informasi penting (Shi et al. 2016). Multi layer lapisan RBM menggunakan metode unsupervised learning, sedangkan Backpropagation Neural Network (BNN) menggunakan metode supervised learning. Setiap lapisan dari RBM mengekstrak data input secara bottom-up dan informasi output dari layer terakhir RBM network digunakan sebagai input data pada BNN. Karena training yang dilakukan oleh setiap layer RBM hanya dapat membuat parameter pada layer tersebut mencapai optimasi, maka kita menggunakan BNN untuk tuning seluruh model dengan cara top-down. Sementara itu, informasi yang diperoleh dari optimasi jaringan RBM digunakan sebagai input data BNN yang memecahkan masalah dari BNN, yaitu mudah untuk jatuh ke dalam lokal minimum dan memiliki konvergensi yang lambat. Arsitektur Umum DBN dapat dilihat pada Gambar 2.2.. Gambar 2.2 Struktur DBN. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) 15. 2.8. Penelitian Terdahulu Penelitian untuk mendeteksi penyakit glaukoma telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2018) yang mengembangkan sistem identifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus menggunakan metode Backpropagation. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 60 citra sebagai data testing dan 60 citra sebagai data training. Sistem yang dihasilkan dari penelitian ini mempunyai tingkat akurasi yang mencapai nilai 90%. Sengar et al.. (2017) mengembangkan sebuah sistem untuk mendeteksi. glaukoma dengan memadukan teknik Region of Interest (ROI) segmentation dan automated system dengan menggunakan deteksi hemorrhage pada area tertentu dari citra fundus. Citra yang digunakan sebanyak 140 citra yang terdiri dari 100 citra normal 40 citra yang diduga glaukoma. Dari 100 citra normal, 92 diantaranya teridentifikasi dengan benar. Sedangkan dari 40 citra yang terduga glaukoma 39 diantaranya teridentifikasi dengan benar menggunakan sistem ini. Tingkat akurasi sistem mencapai 93.57%. Penelitian lainnya dilakukan oleh Atheesan & Yashothara (2016) yang mengembangkan sebuah sistem deteksi glaukoma otomatis yang diidentifikasi melalui perhitungan cup to disc ratio (CDR). Peneliti telah membuktikan bahwa jika nilai CDR antara 0.0-0.3 maka citra yang di-input adalah normal. Sedangkan jika nilai CDR yang didapatkan adalah lebih besar dari 0.3 maka citra teridentifikasi glaukoma. Citra yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 50 citra. Dari sebanyak 50 citra yang digunakan maka dihasilkan nilai specificity sebesar 82% dan sensitivity sebesar 82%. Dan sistem ini mempunyai nilai F-score sebesar 96%. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Ayub et al. (2016) yang mengembangkan sebuah sistem untuk mendeteksi glaukoma melalui optic disc and cup segmentation menggunakan K-mean clustering. Dalam penelitian ini digunakan 100 data set yang terdiri dari 73 data normal dan 27 data glaukoma. Akurasi sistem yang dikembangkan peneliti mencapai 92% dengan sensitivity mencapai 93% dan specificity sebesar 88%. Penelitian selanjutnya adalah deteksi glaukoma menggunakan perpaduan 2 Texture Feature Extraction, yaitu Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dan Markov Random Field (MRF). Data yang digunakan sebanyak 50 data. Dari perpaduan penggunaan feature extraction yang diteliti penulis, angka keakuratan sistem akan hasil klasifikasi glaukoma mencapai 86% (Kavya & Padmaja, 2017).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) 16. Penelitian dengan memanfaatkan citra retina pernah dilakukan oleh Rahmah (2018) menggunakan metode Deep Belief Network dimana sistem yang dibangun memiliki nilai akurasi 84%, sensitivity 93%, dan specificity 70% dan oleh Febriani (2014) yang menggunakan metode Modified K-Nearest Neighbor yang mendapat nilai akurasi 86.4%, sensitivity 91.6%, dan specificity 80%. Kedua penelitian ini memanfaatkan citra retina untuk mengidentifikasi penyakit diabetic retinopathy. Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada tabel 2.1.. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti 1. Judul Penelitian. Ginting. Identifikasi. Tahun Metode. Penyakit. Akurasi. 2018. Backpropagation. 2017. Region. 90%. Glaukoma Melalui Citra Fundus. Menggunakan. Metode Backpropagation 2. Sengar. et Automatic Detection of. al.. of. 93.57%. Interest (ROI). Suspected Glaucoma in Digital Fundus Image. 3. Atheesan. Automatic. &. Detection. Glaucoma by. 2016. Cup to Disc Ratio. 96%. (CDR). Using. Yashothara Funduscopic Images 4. Ayub et al.. Glaucoma. Detection. 2016. through Optic Disc and. K-mean. 92%. clustering. Cup Segmentation using K-mean Clustering 5. Kavya Katmaja. & Glaucoma. Detection. Using Texture Features. 2017. Markov Random. 86%. Field (MRV). Extraction. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) 17. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) 6. Rahmah. Identifikasi Diabetic Melalui. Penyakit. 2018. Retinopathy Citra. Menggunakan. Deep. Belief. 84%. Network. Retina Deep. Belief Network 7. Febriani. Identifikasi. Diabetic. Retinopathy. Melalui. Citra. Retina. 2014. Modified. K-. 86.4%. Nearest Neighbor. Menggunakan Modified K-Nearest Neighbor. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) 18. BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. Bab ini akan membahas tentang analisis dan perancangan aplikasi identifikasi penyakit glaukoma. Tahap analisis membahas langkah-langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit glaukoma mulai tahap analisis data yang digunakan, tahap prepocessing hingga tahap identifikasi dengan menggunakan Deep Belief Network. Pada tahap perancangan selanjutnya akan dilakukan perancangan tampilan antarmuka sistem yang akan dibangun. 3.1. Arsitektur Umum Bagian ini akan membahas tahap-tahap yang dilakukan dalam pembangunan aplikasi identifikasi penyakit glaukoma. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap pengumpulan data citra fundus yang terdiri dari citra normal dan citra glaukoma yang akan digunakan sebagai data latih dan data uji; tahap prepocessing yang terdiri dari brightness, median filter, grayscale, dan thresholding; tahap ekstrasi fitur citra menggunakan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM); dan tahap klasifikasi citra menggunakan Deep Belief Network. Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan, aplikasi dapat menghasilkan keluaran berupa hasil identifikasi penyakit glaukoma. Adapun tahap-tahap tersebut dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada Gambar 3.1.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) 19. Gambar 3.1 Arisitektur Umum. 3.2. Dataset Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra fundus yang terdiri dari citra normal dan citra glaukoma. Data ini diperoleh dari database RIM-ONE (http://medimrg.webs.ull.es). RIM-ONE merupakan sebuah basis data citra fundus retina yang dikembangkan oleh 3 rumah sakit, yaitu Hospital Universitario de Canarias, Hospital Clinico San Carlos, dan Hospital Universitario Miguel Servet. Jenis citra yang digunakan pada penelitian yaitu citra fundus normal dan citra fundus glaukoma. Pada Gambar 3.2 bagian (a) merupakan citra fundus normal dan pada bagian (b) merupakan citra fundus glaukoma.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) 20. (a). (b). Gambar 3.2 (a) Citra Fundus Normal (b) Citra Fundus Glaukoma Citra yang dikumpulkan kemudian dibagi kedalam dua dataset, yaitu training dataset yang akan digunakan sebagai pembanding terhadap testing dataset dalam proses identifikasi dan testing dataset yang akan digunakan untuk mengetahui akurasi hasil dari proses identifikasi. Adapun pembagian jumlah citra yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan pembagian jumlah citra yang digunakan sebagai training dataset dan testing dataset dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3. Tabel 3.1 Pembagian Citra yang Digunakan dalam Penelitian No.. Dataset. Jumlah Data. 1.. Normal. 60. 2.. Glaukoma. 60 Tabel 3.2 Pembagian Training Dataset. No.. Dataset. Jumlah Data. 1.. Normal. 40. 2.. Glaukoma. 40 Tabel 3.3 Pembagian Testing Dataset. No.. Dataset. Jumlah Data. 1.. Normal. 20. 2.. Glaukoma. 20. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) 21. 3.3. Pre-Processing Pada tahap pre-processing, dilakukan beberapa prose untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses pada tahap selanjutnya. Tahapan pre-pocessing adalah brightness, median filter, grayscale, dan thresholding. 3.3.1. Brightness Image brightness adalah tahapan untuk mengatur kecerahan suatu citra. Tahapan ini dilakukan untuk meningkatkan kecerahan pada citra agar optic disc terlihat semakin jelas dimana tahapan ini dilakukan agar citra dapat lebih mudah diproses di tahap selanjutnya. Dapat dilihat pada Gambar 3.3 bagian (a) merupakan citra asli yang belum diproses dan bagian (b) adalah hasil proses peningkatan brightness yang dilakukan pada citra asli.. (a). (b). Gambar 3.3 (a) Citra Asli (b) Citra Hasil Brightness. 3.3.2. Median Filter Tahapan ini dilakukan untuk menghilangkan derau (noise) berjenis salt & pepper yang sering ditemukan pada citra. Median filter bekerja dengan memproses setiap piksel yang ada pada citra kemudian mengganti setiap nilai piksel dengan nilai median piksel terdekat. Pola nilai median piksel disekitarnya disebut window. Pada Gambar 3.4 merupakan citra hasil median filter.. Gambar 3.4 Citra Hasil Median Filter. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) 22. 3.3.3. Grayscale Citra fundus yang merupakan citra warna RGB selanjutnya akan dikonversi menjadi citra keabuan dengan memanfaatkan proses grayscaling. Pada Gambar 3.5 dapat dilihat citra hasil proses grayscale.. Gambar 3.5 Citra Hasil Grayscale 3.3.4. Thresholding Tahap thresholding dilakukan untuk mengubah citra keabuan menjadi citra biner yang bernilai 0 (hitam) dan 1 (putih). Wilayah citra yang cenderung gelap akan diubah menjadi hitam (nilai intensitas 0) dan wilayah citra yang cenderung terang akan dibuat menjadi putih (nilai intensitas 1). Pada Gambar 3.6 merupakan citra hasil thresholding.. Gambar 3.6 Citra Hasil Thresholding 3.4. Feature Extraction Setelah melalui tahap preprocessing, maka tahap selanjutnya adalah tahap ekstraksi fitur (feature extraction). Metode ekstraksi fitur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM). Berikut adalah langkah-langkah feature extraction menggunakan GLCM. 1. Membentuk matriks framework dengan menggunakan nilai derajat keabuan (gray level) citra. Nilai gray level yang digunakan adalah 256. 2. Menentukan arah dan jarak antara satu piksel dengan piksel disekitarnya. Jarak yang digunakan adalah 1 dan arah yang digunakan adalah 0 o, 45o, 90o, dan 135o. 3. Menghitung nilai kookurensi berdasarkan arah dan jarak yang sudah ditentukan. 4. Menjumlahkan matriks kookurensi dengan matriks transpose-nya agar matriks kookuransi menjadi simetris.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) 23. 5. Menormalisasi matriks kookurensi yang sudah dalam bentuk simetris dengan cara membagi nilai kookurensi dalam matriks dengan jumlah total nilai kookurensi yang ada, sehingga jumlah seluruh nilai kookurensi adalah 1. 6. Menghitung nilai fitur yang dimiliki GLCM. Ada 6 fitur yang digunakan, yaitu contrast, homogenity, energy, entropy, variance, dan correlation. Matriks kookurensi dihitung berdasarkan 1 jarak dan 4 arah, kemudian nilai 6 fitur dihitung untuk masing-masing matriks kookurensi yang sudah dinormalisasi, sehingga akan terdapat 24 fitur yang dihasilkan. Contoh nilai fitur dari citra retina pada Gambar 3.6. ditunjukkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Fitur GLCM No.. Fitur. Arah. Nilai. 1.. Contrast. 0o. 3.17613. 2.. Contrast. 45o. 6.65454. 3.. Contrast. 90o. 4.04741. 4.. Contrast. 135o. 6.40902. 5.. Homogenity. 0o. 0.56575. 6.. Homogenity. 45o. 0.45288. 7.. Homogenity. 90o. 0.53827. 8.. Homogenity. 135o. 0.45637. 9.. Energy. 0o. 0.00642. 10.. Energy. 45o. 0.00452. 11.. Energy. 90o. 0.00584. 12.. Energy. 135o. 0.00456. 13.. Entropy. 0o. 5.62852. 14.. Entropy. 45o. 5.9894. 15.. Entropy. 90o. 5.74635. 16.. Entropy. 135o. 5.97009. 17.. Variance. 0o. 145.39946. 18.. Variance. 45o. 144.08763. 19.. Variance. 90o. 145.55765. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) 24. Tabel 3.4 Fitur GLCM (Lanjutan) No.. Fitur. Arah. Nilai. 20.. Variance. 135o. 144.74897. 21.. Correlation. 0o. 0.98908. 22.. Correlation. 45o. 0.97691. 23.. Correlation. 90o. 0.9861. 24.. Correlation. 135o. 0.97786. 3.5. Identification Tahapan yang dilakukan selanjutnya setelah mendapatkan nilai fitur GLCM adalah identifikasi citra menggunakan metode Deep Belief Network (DBN). Tahap awal yang dilakukan pada proses identifikasi citra adalah proses pelatihan training dataset. Pada penelitian ini peneliti menggunakan 80 data masukan untuk dilatih. Algoritma Restricted Boltzmann Machine (RBM) juga digunakan pada saat proses training. Parameter yang digunakan pada metode DBN, yaitu: 1. Menentukan jumlah visible nodes. Dalam penelitian ini ada 3 node yang diambil dari karakteristik citra glaukoma, yaitu optic disc, optic cup, dan pembuluh darah retina. 2. Menentukan jumlah hidden nodes. Dalam penelitian ini ada 2 node yang ditentukan karena hasil yang dikeluarkan adalah normal dan glaukoma. 3. Menentukan nilai learning rate. Nilai yang ditentukan adalah 0.1. 4. Menentukan nilai momentum. Nilai yang ditentukan adalah 0.5. 5. Menentukan nilai unsupervised epoch. 6. Menentukan nilai supervised epoch. Daftar parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.5.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) 25. Tabel 3.5 Daftar parameter DBN Jenis. Nilai. Visible nodes. 3. Hidden nodes. 2. Learning rate. 0.1. Momentum. 0.5. Unsupervised epoch. 200. Supervised epoch. 400. 3.6. Output Setelah semua tahap pemrosesan citra dilakukan maka sistem akan mengeluarkan 2 output, yaitu apakah citra fundus teridentifikasi glaukoma atau normal. 3.7. Evaluasi Kerja Sistem Kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja hasil pengujian sistem adalah Gold Standard dimana penilaian didasari oleh True Positive (TP) yang merupakan keadaan dimana actual output dan desired output adalah glaukoma; False Positive (FP) yang merupakan keadaan dimana actual output adalah glaukoma sedangkan desired output adalah normal; True Negative (TN) yang merupakan keadaan dimana actual output dan desired output adalah normal; dan False Negative (FN) yang merupakan keadaan dimana actual output adalah normal sedangkan desired output adalah glaukoma. Adapun ukuran kinerja sistem berdasarkan hasil pengujian adalah sebagai berikut. 1. Sensitivity (TP Rate) adalah nilai kemampuan sistem untuk mengidentifikasi adanya penyakit. Nilai Sensitivity dihitung menggunakan persamaan 3.1. 𝑆𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 =. 𝑇𝑃 𝑇𝑃+𝐹𝑁. (3.1). 2. Specificity (TN Rate) adalah nilai kemampuan sistem untuk mengidentifikasi ketiadaaan penyakit. Nilai Specificity dihitung menggunakan persamaan 3.2. 𝑆𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑖𝑐𝑖𝑡𝑦 =. 𝑇𝑁 𝑇𝑁+𝐹𝑃. (3.2). 3. Positive Predictive Value (PPV) adalah nilai keandalan dari hasil yang positif. Nilai PPV dihitung menggunakan persamaan 3.3.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) 26. 𝑃𝑃𝑉 =. 𝑇𝑃. (3.3). 𝑇𝑃+𝐹𝑃. 4. Negative Predictive Value (NPV) adalah nilai keandalan dari hasil yang negatif. Nilai NPV dihitung menggunakan persamaan 3.4. 𝑇𝑁. (3.4). 𝑁𝑃𝑉 = 𝑇𝑁+𝐹𝑁. 5. Overall accuracy adalah nilai keandalan secara keseluruhan. Nilai overall accuracy dihitung menggunakan persamaan 3.5. 𝑂𝑣𝑒𝑟𝑎𝑙𝑙 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =. 𝑇𝑃+𝑇𝑁 𝑇𝑃+𝑇𝑁+𝐹𝑃+𝐹𝑁. (3.5). 6. FN Rate adalah nilai proporsi antara FN dan semua yang terkena dampak. Nilai FN Rate dihitung menggunakan persamaan 3.6. (3.6). 𝐹𝑁 𝑅𝑎𝑡𝑒 = 1 − 𝑆𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦. 7. FP Rate adalah nilai proporsi antara FP dan semua yang tidak terkena dampak. Nilai FP Rate dihitung menggunakan persamaan 3.7. (3.7). 𝐹𝑃 𝑅𝑎𝑡𝑒 = 1 − 𝑆𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑖𝑐𝑖𝑡𝑦. 8. Positive likelihood ratio adalah nilai peningkatan probabilitas penyakit ketika hasilnya positif. Nilai positive likelihood ratio dihitung menggunakan persamaan 3.8. 𝑃𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =. 𝑆𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 1−𝑆𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑖𝑐𝑖𝑡𝑦. (3.8). 9. Negative likelihood ratio adalah nilai penurunan probabilitas penyakit ketika hasilnya negatif. Nilai negative likelihood ratio dihitung menggunakan persamaan 3.9. 𝑁𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =. 1−𝑆𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 𝑆𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑖𝑐𝑖𝑡𝑦. (3.9). 3.8. Perancangan Tampilan Antarmuka Sistem Tampilan antarmuka (interface) merupakan tampilan penghubung komunikasi antara manusia dan komputer. Perancangan tampilan antarmuka pada sistem bertujuan untuk memberikan gambaran tampilan sistem yang akan dibangun. Perancangan antarmuka terdiri dari rancangan tampilan awal, tampilan halaman utama, dan tampilan halaman training.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) 27. 3.8.1. Rancangan Tampilan Awal Tampilan halaman awal adalah tampilan yang pertama kali muncul saat sistem dijalankan. Rancangan tampilan awal dapat dilihat pada Gambar 3.7.. Gambar 3.7 Rancangan Tampilan Awal Keterangan a. Menampilkan judul aplikasi. b. Menampilkan logo yang juga digunakan untuk masuk ke halaman utama aplikasi.. 3.8.2. Rancangan Tampilan Utama Pada tampilan halaman utama sistem, terdapat beberapa fitur seperti pemilihan data citra, pemrosesan data citra, dan hasil identifikasi data citra. Rancangan tampilan utama dapat dilihat pada Gambar 3.8.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) 28. Gambar 3.8 Rancangan Tampilan Utama Keterangan: a. Sebagai frame utama yang berisi nama aplikasi, tombol minimize untuk memperkecil ukuran frame, tombol maximize yang bersifat disable karena ukuran frame telah diatur dengan ukuran tertentu, dan tombol close yang akan menutup frame aplikasi. b. Tombol menu ‘Home’ untuk kembali ke halaman awal. c. Tombol menu ‘Training’ untuk menuju halaman training. d. Panel untuk menampilkan citra asli. e. Panel untuk menampilkan citra hasil proses pengaturan brightness. f. Panel untuk menampilkan citra hasil proses filtering menggunakan median filter. g. Panel untuk menampilkan citra hasil proses grayscaling. h. Panel untuk menampilkan citra hasil proses thresholding. i.. Panel untuk menampilkan nilai dari hasil ekstraksi fitur menggunakan GLCM.. j.. Panel untuk menampilkan seluruh data citra yang berhasil dilatih.. k. Tombol ‘Normal Training Result’ berfungsi untuk memilih folder hasil training citra normal. l.. Tombol ‘Glaucoma Training Result’ berfungsi untuk memilih folder hasil training citra glaukoma.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) 29. m. Tombol ‘Load Result’ berfungsi untuk mengambil data-data citra yang sudah dilatih dan disimpan dalam 1 file .dbn. n. Tombol ‘Browse Image’ berfungsi untuk memilih data citra yang akan diuji. o. Tombol ‘Load DBN’ berfungsi untuk mengambil file .dbn yang disimpan. p. Tombol ‘Identify’ berfungsi untuk memproses citra fundus yang telah dipilih untuk diuji. Setelah proses dilakukan maka hasilnya akan ditampilkan pada bagian-bagian pada poin e, f, g, dan h. q. Panel untuk menampilkan hasil identifikasi citra yang diuji.. 3.8.3. Rancangan Tampilan Training Tampilan halaman pengujian data citra memiliki fitur pemilihan data citra dan pelatihan data citra. Rancangan tampilan pengujian data citra dapat dilihat pada gambar 3.9.. Gambar 3.9 Rancangan Tampilan Training. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) 30. Keterangan: a. Tombol menu ‘Home’ untuk kembali ke halaman awal. b. Tombol menu ‘Training’ untuk kembali ke halaman utama. c. Panel untuk menampilkan seluruh data citra yang berhasil dilatih. d. Tombol ‘Normal Image Directory’ berfungsi untuk memilih data training citra normal. e. Tombol ‘Glaucoma Image Directory’ berfungsi untuk memilih data training citra glaukoma f. Tombol ‘Normal Result Directory’ berfungsi untuk memilih direktori dimana hasil training citra normal akan disimpan. g. Tombol ‘Glaucoma Result Directory’ berfungsi untuk memilih direktori dimana hasil training citra glaukoma akan disimpan. h. Tombol ‘Train’ untuk memproses data citra normal dan glaukoma untuk dilatih secara bersamaan dan kemudian hasilnya akan disimpan ke dalam direktori yang telah ditentukan. i.. Panel untuk menampilkan informasi training.. j.. Tombol ‘Save DBN’ berfungsi untuk menyimpan data file .dbn dari citra yang sudah dilatih.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) 30. BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. Bab ini berisi implementasi dan pengujian aplikasi berdasarkan analisis dan perancangan sistem yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Tahap ini bertujuan untuk menampilkan hasil perancangan sistem yang telah dibangun dan proses pengujian sistem dalam melakukan identifikasi penyakit glaukoma. 4.1. Kebutuhan Aplikasi Dalam perancangan aplikasi identifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus menggunakan Deep Belief Network memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak pendukung antara lain: 4.1.1. Perangkat Keras Spesifikasi perangkat keras yang digunakan pada aplikasi ini yaitu: 1. Processor. : Intel(R) Core(TM)i3-3110M CPU @2.40 GHz. 2. RAM. : 6.00 GB. 3. Harddisk. : 298 GB. 4.1.2. Perangkat Lunak Spesifikasi perangkat lunak yang digunakan pada aplikasi ini yaitu: 1. Sistem Operasi Windows 10 64-bit 2. Microsoft Visual Studio 2015 3. Library Accord dan Aforge 4. Balsamiq Mockup 3. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) 32. 4.2. Implementasi Data Data citra yang digunakan adalah citra fundus berjumlah 120 citra fundus yang terdiri dari 60 citra fundus normal dan 60 citra fundus glaukoma. Data citra fundus diperoleh dari database RIM-ONE (http://medimrg.webs.ull.es). Rangkuman data citra dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.. Gambar 4.1 Rangkuman Data Citra Fundus Glaukoma. Gambar 4.2 Rangkuman Data Citra Fundus Normal. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) 33. 4.3. Implementasi Perancangan Antarmuka Adapun tampilan dari perancangan antar muka yang telah di implementasikan antara lain sebagai berikut: 4.3.1. Tampilan Awal Tampilan awal merupakan tampilan yang pertama muncul saat sistem dijalankan. Antarmuka tampilan awal dapat dilihat pada Gambar 4.3.. Gambar 4.3 Tampilan Awal 4.3.2. Tampilan Utama Tampilan utama merupakan tampilan untuk memproses pengujian data citra fundus yang bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit glaukoma menggunakan metode Deep Belief Network. Tampilan Utama dapat dilihat pada Gambar 4.4.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) 34. Gambar 4.4 Tampilan Utama 4.3.3. Tampilan Training Tampilan training merupakan halaman untuk memproses pelatihan data citra. Halaman training dapat dilihat pada gambar 4.5.. Gambar 4.5 Tampilan Training. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) 35. 4.4. Prosedur Operasional Pada saat sistem dijalankan maka tampilan yang muncul adalah tampilan awal seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.3. Setelah tampilan awal muncul lalu klik logo untuk masuk ke tampilan utama sistem. Tampilan utama aplikasi dapat dilihan pada Gambar 4.4. Setelah masuk ke tampilan utama klik tombol ‘Training’ untuk masuk ke tampilan dimana proses pelatihan data citra akan dilakukan. Tampilan training dapat dilihat pada Gambar 4.5. Pada tampilan training, terdapat 5 tombol. Pengguna memilih folder yang berisi dataset citra fundus normal dan glaukoma yang akan dilatih dengan mengklik pada masing-masing tombol ‘Browse Normal Image’ dan ‘Browse Glaucoma Image’. Lalu pengguna membuka direktori dimana folder dari dataset citra berada. Kemudian pengguna memilih folder dimana dataset fundus citra yang telah berhasil dilatih untuk disimpan dengan dengan mengklik tombol ‘Normal Result Directory’ untuk citra fundus normal dan ‘Glaucoma Result Directory’ untuk citra fundus glaukoma. Pengguna selanjutnya membuka direktori dimana folder dari dataset citra akan disimpan. Tampilan pemilihan folder dapat dilihat pada Gambar 4.6 (a) folder citra fundus normal, 4.6 (b) folder citra fundus glaukoma, 4.6 (c) folder hasil training citra fundus normal, dan 4.6 (d) folder hasil training citra fundus glaukoma.. (a). (b). Gambar 4.6 (a) Folder Citra Fundus Normal (b) Folder Citra Fundus Glaukoma. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) 36. (c). (d). Gambar 4.6 (c) Folder hasil training citra fundus normal (d) Folder hasil training citra fundus glaukoma Setelah folder-folder citra dipilih kemudian klik tombol ‘Train’. Proses pelatihan selesai dapat diketahui dengan munculnya durasi waktu proses training dan ditandai dengan munculnya kotak notifikasi bahwa pelatihan data citra telah selesai. Hasil dari proses pelatihan akan disimpan di folder yang telah dipilih pengguna di awal. Tampilan proses pelatihan selesai dapat dilihat pada Gambar 4.7.. Gambar 4.7 Tampilan Proses Pelatihan Selesai. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) 37. Setelah proses pelatihan selesai, pengguna dapat menyimpan hasil training berupa file.dbn dengan mengklik tombol ‘Save DBN’. Setelah file.dbn disimpan, pengguna dapat melakukan proses pengujian sistem pada tampilan utama dengan mengklik tombol ‘Testing’. Langkah pertama yang dilakukan pengguna untuk menguji citra adalah dengan mengambil kembali hasil data yang sudah dilatih sebagai data perbandingan untuk citra yang akan diuji. Folder hasil data pelatihan citra fundus normal dapat dipilih dengan mengklik tombol ‘Normal Training Result’ dan folder hasil data pelatihan citra fundus normal dapat dipilih dengan mengklik tombol ‘Glaucoma Training Result’. Direktori folder sesuai dengan Gambar 4.6 (a) dan 4.6 (b). Setelah folder dipilih, pengguna dapat klik tombol ‘Get Result’ agar sistem dapat mengambil hasil data latih tersebut. Proses ‘Get Result’ selesai ditandai dengan munculnya informasi dari data latih pada panel kotak dan munculnya kotak notifikasi seperti gambar pada Gambar 4.8. Selanjutnya pengguna mengambil kembali file.dbn hasil training. Proses pengambilan file.dbn berhasil ketika muncul kotak notifikasi seperti pada Gambar 4.9.. Gambar 4.8 Tampilan Pengambilan Data Latih Selesai. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) 38. Gambar 4.9 Tampilan Pengambilan File.dbn Selesai Langkah selanjutnya yang dilakukan pengguna adalah memilih data citra yang akan diuji. Dapat dilihat pada Gambar 4.10, pemilihan data citra dapat dilakukan dengan mengklik tombol ‘Browse Image’dan pengguna memilih 1 citra yang akan diuji. Tampilan pemilihan citra dapat dilihat pada Gambar 4.11.. Gambar 4.10 Tampilan Tombol ‘Browse Image’. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) 39. Gambar 4.11 Tampilan Pemilihan Citra Setelah 1 citra dipilih, citra tersebut akan diproses ke tahap preprocessing yang muncul di tampilan utama. Adapun tahap preprocessing tersebut terdiri dari Brightness, Median Filter, Grayscale, dan Thresholding. Setelah tahap preprocessing selesai, citra hasil preprocessing dan nilai fitur ekstraksi citra menggunakan GLCM akan terlihat pada tampilan seperti pada Gambar 4.12.. Gambar 4.12 Tampilan Hasil Pre-processing Dan Nilai Fitur Ekstraksi Citra. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(53) 40. Langkah selanjutnya pengguna dapat mengetahui hasil dari proses identifikasi citra menggunakan Deep Belief Network dengan mengklik tombol ‘Identify’. Tampilan yang menunjukkan hasil identifikasi dapat dilihat pada Gambar 4.13.. Gambar 4.13 Tampilan Hasil Identifikasi Citra. 4.5. Pengujian Sistem Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem yang dibangun dalam melakukan identifikasi citra fundus. Kemampuan sistem dalam melakukan identifikasi citra fundus bergantung pada proses pelatihan menggunakan Deep Belief Network karena proses pelatihan menghasilkan bobot akhir yang akan digunakan pada tahap pengujian. Sebelumnya dilakukan pengujian data sebanyak 20 citra glaukoma dan 20 citra normal dengan parameter epoch yang berbeda-beda. Grafik nilai akurasi sistem setelah melakukan pengujian terhadap 40 citra dengan parameter epoch yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.14.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(54) 41. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0. 50/ 100/ 200/ 300/ 400/ 500/ 600/ 700/ 800/ 900/ 1000 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 /200 Akurasi 70 70 67,5 77,5 92,5 80 87,5 85 82,5 87,5 87,5 Supervised Epoch (SE)/Unsupervised Epoch (UE). Gambar 4.14 Grafik Hasil Pengujian Parameter SE dan UE. Dari pengujian yang dilakukan dengan menggunakan nilai parameter epoch yang berbeda, hasil pengujian terbaik pada sistem diperoleh angka akurasi sebesar 92.5% dengan nilai parameter yang digunakan dalam pengujian sistem dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Parameter Deep Belief Network Parameter. Nilai. Decay. 0.001. Learning Rate. 0.1. Momentum. 0.5. Unsupervised Epoch. 200. Supervised Epoch. 400. Beberapa hasil pengujian terhadap 40 citra fundus dengan menggunakan parameter seperti pada Tabel 4.1 dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(55) 42. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Identifikasi Citra Fundus Data ke-. 17. 18. Citra Fundus. Nilai GLCM Contrast 1. 3,90867 2. 7,2279 3. 4,15106 4. 6,3304. Homogenity 1. 0,4825 2. 0,39137 3. 0,46841 4. 0,39924. Energy 1. 0,00452 2. 0,0034 3. 0,00437 4. 0,00345. Entropy 1. 5,82739 2. 6,12403 3. 5,86391 4. 6,07619. Variance 1. 114,03699 2. 113,74502 3. 114,18136 4. 113,8377. Correlation 1. 0,98286 2. 0,96823 3. 0,98182 4. 0,9722. Contrast 1. 4,51703 2. 8,23586 3. 4,58491 4. 7,38447. Homogenity 1. 0,49389 2. 0,41054 3. 0,48241 4. 0,41658. Energy 1. 0,00402 2. 0,0031 3. 0,00387 4. 0,00311 Variance 1. 195,75418 2. 193,67967 3. 195,31301 4. 193,93904. Desired. Actual. Output. Output. G. G. L. L. A. A. U. U. K. K. O. O. M. M. A. A. Status. Benar. G L. N. Entropy 1. 5,97606 2. 6,24334 3. 6,00641 4. 6,22328. A. O. U. R. K. M. O. A. Correlation 1. 0,98846 2. 0,97874 3. 0,98826 4. 0,98096. M. L. A. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Salah.

(56) 43. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Identifikasi Citra Fundus (Lanjutan) Data ke-. 21. 22. Citra Fundus. Nilai GLCM Contrast 1. 6,77736 2. 13,14742 3. 7,94819 4. 11,89846. Homogenity 1. 0,40293 2. 0,32745 3. 0,39605 4. 0,33459. Energy 1. 0,00294 2. 0,00227 3. 0,0029 4. 0,0023. Entropy 1. 6,1747 2. 6,47385 3. 6,23155 4. 6,43892. Variance 1. 132,26759 2. 132,25417 3. 132,71738 4. 132,47932. Correlation 1. 0,97438 2. 0,95029 3. 0,97006 4. 0,95509. Contrast 1. 2,722 2. 5,42992 3. 3,42925 4. 5,73888. Homogenity 1. 0,57185 2. 0,46566 3. 0,54621 4. 0,45457. Energy 1. 0,00369 2. 0,00265 3. 0,0034 4. 0,00251. Entropy 1. 5,90306 2. 6,22883 3. 5,99331 4. 6,25953. Variance 1. 235,32755 2. 233,74194 3. 236,54371 4. 234,43576. Correlation 1. 0,99422 2. 0,98838 3. 0,99275 4. 0,98776. Desired. Actual. Output. Output. N. N. O. O. R. R. M. M. A. A. L. L. Status. Benar. G N. L. O. A. R. U. M. K. A. O. L. M A. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Salah.

(57) 44. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Identifikasi Citra Fundus (Lanjutan) Data ke-. 31. 32. Citra Fundus. Nilai GLCM Contrast 1. 6,62931 2. 13,30815 3. 7,7011 4. 11,54634. Homogenity 1. 0,41079 2. 0,33941 3. 0,41826 4. 0,34698. Energy 1. 0,0026 2. 0,002 3. 0,00263 4. 0,00205. Entropy 1. 6,29932 2. 6,59801 3. 6,3343 4. 6,55582. Variance 1. 186,14789 2. 186,26213 3. 186,40448 4. 186,21055. Correlation 1. 0,98219 2. 0,96428 3. 0,97934 4. 0,969. Contrast 1. 3,58306 2. 7,11281 3. 5,10526 4. 7,54507. Homogenity 1. 0,48788 2. 0,3967 3. 0,46365 4. 0,39131. Energy 1. 0,00488 2. 0,00362 3. 0,00446 4. 0,00353. Entropy 1. 5,72377 2. 6,04433 3. 5,86966 4. 6,06913. Variance 1. 99,32547 2. 98,15146 3. 98,88991 4. 98,47226. Correlation 1. 0,98196 2. 0,96377 3. 0,97419 4. 0,96169. Desired. Actual. Output. Output. Status. G N. L. O. A. R. U. M. K. A. O. L. M. Salah. A. N. N. O. O. R. R. M. M. A. A. L. L. Benar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(58) 45. Sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. terlihat terjadi kesalahan pada hasil desired output yang berbeda dari actual output pada data ke-18, 22, dan 31 yang diprediksikan kesalahan tersebut terjadi karena kemiripan citra fundus. Adapun hasil pengujian berdasarkan Gold Standard untuk identifikasi glaukoma dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Pengujian Berdasarkan Gold Standard No.. Indeks. Nilai. 1.. Sensitivity (TP rate). 95%. 2.. Specificity (TN rate). 90%. 3.. Positive Predictive Value (PPV). 90.4%. 4.. Negative Predictive Value (NPV). 94.7%. 5.. Overall accuracy. 92.5%. 6.. FN rate. 5%. 7.. FP rate. 10%. 8.. Positive likelihood ratio. 9.5. 9.. Negative likelihood ratio. 0.056. Berdasarkan skor evaluasi sistem pada Tabel 4.3, sistem dinilai cukup efektif dalam mengidentifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus menggunakan metode yang telah diterapkan pada sistem. Sistem mencapai skor sensitivity sebesar 95%, specificity sebesar 90%, dan skor keseluruhan akurasi sistem sebesar 92.5%.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(59) BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dalam membangun aplikasi identifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus menggunakan Deep Belief Network.. 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil terhadap hasil pengujian identifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus menggunakan Deep Belief Network adalah sebagai berikut : 1. Metode Deep Belief Network. mampu melakukan identifikasi penyakit. glaukoma melalui citra fundus dengan baik. Hasil dari proses identifikasi penyakit glaukoma melalui citra fundus dengan akurasi 92,5%, sensitivity 95%, dan specificity 90%. 2. Pemilihan nilai parameter DBN memiliki pengaruh pada hasil akurasi. Parameter yang digunakan adalah supervised epoch 400 dan unsupervised epoch 200. 3. Perbedaan nilai yang digunakan pada parameter juga berpengaruh dengan durasi waktu pelatihan. Semakin tinggi nilai epoch, maka semakin lama waktu data pelatihan.. 5.2. Saran Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan penelitian ini untuk pengembangan selanjutnya adalah sebagai berikut :. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(60) 47. 1. Menggunakan metode neural network lain untuk membandingkan dengan hasil klasifikasi yang diperoleh dari metode Deep Belief Network. 2. Menggunakan data citra pelatihan yang lebih banyak sehingga pada saat pengujian data mampu mendapatkan akurasi yang lebih tinggi.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(61) DAFTAR PUSTAKA. American Academy of Ophthalmology. 2018. Retina and Vitreous. San Fransisco: Basic and Clinical Science Course. Atheesan, S. & Yashothara, S. 2016. Automatic Glaucoma Detection by Using Funduscopic Images. IEEE Wispnet 2016 Conference. Ayub, J. et al. 2016. Glaucoma Detection through Optic Disc and Cup Segmentation using K-mean Clustering. 2016 International Conference on Computing, Electronic and Electrical Engineering (ICE Cube). Bulletin. of. the. World. Health. Organization.. 2004.. (Online). http://www.who.int/bulletin/volumes/82/11/feature1104/en/ (15 Juli 2018). Febriani, A. 2014. Identifikasi Diabetic Retinopathy Melalui Citra Retina Menggunakan Modified K-Nearest Neighbor. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Foote,. K.D.. 2017.. A. Brief. History. of. Deep. Learning.. (Online). https://www.dataversity.net/brief-history-deep-learning/# (20 Agustus 2019). Ginting, N.I. 2018. Identifikasi Penyakit Glaukoma Melalui Citra Fundus Menggunakan Metode Backpropagation. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Harasymowycz et al. 2016. Medical Management of Glaucoma in the 21st Century from a Canadian Perspective. Hindawi Publishing Corporation Journal of Ophthalmology. Ilyas, S. & Yulianti, S.R. (2014). Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Imran, M. 2011. Colorizing Grey Scale Images. Thesis. Dalarna University.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(62) 49. Kavya, N. & Katmaja, Dr. K.V. 2017. Glaucoma Detection Using Texture Features Extraction. 2017 51st Asilomar Conference on Signals, Systems, and Computers. Mohri, M., Rostamimizadeh, A. & Talwalkar, A. 2012. Foundations of Machine Learning. The MIT Press: Cambridge. Negnevitsky, M. 2005. Artificial Intelligence: A Guide to Intelligent System. 2nd Edition. Pearson Education Limited: Upper Saddle River. Nielsen, M.A. 2015. Neural Networks and Deep Learning. Determination Press. Quigley, H.A. & Broman, A.T. 2006. The number of people with glaucoma worldwide in 2010 and 2020. British Journal of Ophthalmology (BJO) 90: 262-267. Rahmah, M. 2018. Identifikasi Penyakit Diabetic Retinopathy Melalui Citra Retina Menggunakan Deep Belief Network. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Sengar, N., Dutta, M.K., Burget, R. & Ranjoha, M. 2017. Automatic Detection of Suspected Glaucoma in Digital Fundus Images. 2017 40th International Conference on Telecommunications and Signal Processing (TSP). Shi, T., Zhang, C., Li, F., Liu, W. & Huo, M. 2016. Application of Alternating Deep Belief Network in Image Classification. 2016 Chinese Control and Decision Conference (CCDC). Shrestha, S. 2014. Image Denoising Using New Adaptive Based Median Filter. Signal & Image Processing : An International Journal (SIPIJ) 5(4): 1-13. Sutoyo. 2009. Teori Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta : ANDI.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(63) LAMPIRAN. TABEL HASIL PENGUJIAN IDENTIFIKASI CITRA FUNDUS Data ke-. 1. 2. Citra Fundus. Nilai GLCM. Desired. Actual. Output. Output. G. G. L. L. A. A. U. U. K. K. O. O. M. M. A. A. G. G. L. L. Contrast 1. 3,17613 2. 6,65454 3. 4,04741 4. 6,40902. Homogenity 1. 0,56575 2. 0,45288 3. 0,53827 4. 0,45637. Energy 1. 0,00642 2. 0,00452 3. 0,00584 4. 0,00456. Entropy 1. 5,62852 2. 5,9894 3. 5,74635 4. 5,97009. Variance 1. 145,39946 2. 144,08763 3. 145,55765 4. 144,74897. Correlation 1. 0,98908 2. 0,97691 3. 0,9861 4. 0,97786. Contrast 1. 3,78867 2. 7,97562 3. 4,69746 4. 6,83844. Homogenity 1. 0,50906 2. 0,41378 3. 0,48668 4. 0,41911. Energy 1. 0,00516 2. 0,00382 3. 0,00477 4. 0,00384. Entropy 1. 5,87359 2. 6,20551 3. 5,97455 4. 6,1688. A. A. U. U. K. K. O. O. Variance 1. 177,09348 2. 175,65909 3. 176,43941 4. 175,90309. Correlation 1. 0,9893 2. 0,9773 3. 0,98669 4. 0,98056. M. M. A. A. Status. Benar. Benar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(64) 51. Data ke-. 3. 4. Citra Fundus. Nilai GLCM. Desired. Actual. Output. Output. G. G. L. L. A. A. U. U. K. K. O. O. M. M. A. A. G. G. L. L. Contrast 1. 2,42495 2. 4,14231 3. 2,84938 4. 4,27816. Homogenity 1. 0,5434 2. 0,45622 3. 0,52354 4. 0,45025. Energy 1. 0,0077 2. 0,00589 3. 0,00722 4. 0,00583. Entropy 1. 5,3248 2. 5,58782 3. 5,3986 4. 5,59967. Variance 1. 74,26439 2. 73,97911 3. 74,15541 4. 73,73391. Correlation 1. 0,98367 2. 0,972 3. 0,98079 4. 0,97099. Contrast 1. 3,21032 2. 6,52832 3. 4,15903 4. 6,61005. Homogenity 1. 0,532 2. 0,42756 3. 0,49739 4. 0,42806. Energy 1. 0,00471 2. 0,00339 3. 0,00425 4. 0,00337. Entropy 1. 5,8154 2. 6,15492 3. 5,93579 4. 6,16032. A. A. U. U. K. K. O. O. Variance 1. 152,3491 2. 151,86499 3. 152,58499 4. 151,84474. Correlation 1. 0,98946 2. 0,97851 3. 0,98637 4. 0,97823. M. M. A. A. Status. Benar. Benar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(65) 52. Data ke-. 5. 6. Citra Fundus. Nilai GLCM. Desired. Actual. Output. Output. G. G. L. L. A. A. U. U. K. K. O. O. M. M. A. A. G. G. L. L. Contrast 1. 2,75271 2. 5,1223 3. 3,19921 4. 5,36141. Homogenity 1. 0,55913 2. 0,46409 3. 0,53754 4. 0,46437. Energy 1. 0,0068 2. 0,00506 3. 0,00642 4. 0,00508. Entropy 1. 5,45214 2. 5,75692 3. 5,52255 4. 5,75294. Variance 1. 79,90674 2. 79,753 3. 80,20567 4. 79,46742. Correlation 1. 0,98278 2. 0,96789 3. 0,98006 4. 0,96627. Contrast 1. 4,18021 2. 7,50841 3. 4,73256 4. 8,01939. Homogenity 1. 0,49544 2. 0,40904 3. 0,48158 4. 0,41001. Energy 1. 0,00675 2. 0,0051 3. 0,00646 4. 0,00518. Entropy 1. 5,75383 2. 6,03558 3. 5,81174 4. 6,0451. A. A. U. U. K. K. O. O. Variance 1. 206,82102 2. 205,87731 3. 207,54371 4. 205,96349. Correlation 1. 0,98989 2. 0,98176 3. 0,9886 4. 0,98053. M. M. A. A. Status. Benar. Benar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(66) 53. Data ke-. 7. 8. Citra Fundus. Nilai GLCM. Desired. Actual. Output. Output. G. G. L. L. A. A. U. U. K. K. O. O. M. M. A. A. G. G. L. L. Contrast 1. 5,58487 2. 9,11545 3. 4,21379 4. 8,06789. Homogenity 1. 0,45322 2. 0,38557 3. 0,48942 4. 0,39341. Energy 1. 0,00443 2. 0,00351 3. 0,00498 4. 0,00367. Entropy 1. 5,98705 2. 6,21971 3. 5,86454 4. 6,17266. Variance 1. 129,44497 2. 129,06285 3. 130,02002 4. 129,27819. Correlation 1. 0,97843 2. 0,96469 3. 0,9838 4. 0,9688. Contrast 1. 3,52826 2. 6,99527 3. 3,82884 4. 5,57181. Homogenity 1. 0,51492 2. 0,41973 3. 0,50054 4. 0,43408. Energy 1. 0,00308 2. 0,00227 3. 0,00297 4. 0,00239. Entropy 1. 6,14088 2. 6,458 3. 6,17981 4. 6,36819. A. A. U. U. K. K. O. O. Variance 1. 314,03962 2. 311,70616 3. 312,99622 4. 312,44806. Correlation 1. 0,99438 2. 0,98878 3. 0,99388 4. 0,99108. M. M. A. A. Status. Benar. Benar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(67) 54. Data ke-. 9. 10. Citra Fundus. Nilai GLCM. Desired. Actual. Output. Output. G. G. L. L. A. A. U. U. K. K. O. O. M. M. A. A. G. G. L. L. Contrast 1. 6,97664 2. 10,36683 3. 5,98372 4. 11,53357. Homogenity 1. 0,44948 2. 0,38933 3. 0,47674 4. 0,38937. Energy 1. 0,00309 2. 0,00251 3. 0,00335 4. 0,00252. Entropy 1. 6,21073 2. 6,41082 3. 6,12205 4. 6,41129. Variance 1. 174,20952 2. 172,93389 3. 174,06368 4. 172,93268. Correlation 1. 0,97998 2. 0,97003 3. 0,98281 4. 0,96665. Contrast 1. 1,73612 2. 3,28017 3. 1,89571 4. 3,12611. Homogenity 1. 0,64787 2. 0,54015 3. 0,62224 4. 0,5424. Energy 1. 0,00931 2. 0,00652 3. 0,00846 4. 0,00659. Entropy 1. 5,33963 2. 5,66398 3. 5,42149 4. 5,65532. A. A. U. U. K. K. O. O. Variance 1. 170,78451 2. 169,37015 3. 170,7867 4. 170,29538. Correlation 1. 0,99492 2. 0,99032 3. 0,99445 4. 0,99082. M. M. A. A. Status. Benar. Benar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(68) 55. Data ke-. 11. 12. Citra Fundus. Nilai GLCM. Desired. Actual. Output. Output. G. G. L. L. A. A. U. U. K. K. O. O. M. M. A. A. G. G. L. L. Contrast 1. 4,86397 2. 8,38806 3. 5,20841 4. 8,81167. Homogenity 1. 0,45933 2. 0,38061 3. 0,45451 4. 0,37851. Energy 1. 0,00434 2. 0,00332 3. 0,00422 4. 0,00328. Entropy 1. 5,89954 2. 6,16583 3. 5,93789 4. 6,18604. Variance 1. 112,94217 2. 112,19182 3. 113,12762 4. 112,53648. Correlation 1. 0,97847 2. 0,96262 3. 0,97698 4. 0,96085. Contrast 1. 2,26323 2. 4,75729 3. 2,81789 4. 4,35787. Homogenity 1. 0,59971 2. 0,48213 3. 0,57738 4. 0,48985. Energy 1. 0,00721 2. 0,00498 3. 0,00669 4. 0,00509. Entropy 1. 5,37251 2. 5,74482 3. 5,47364 4. 5,70026. A. A. U. U. K. K. O. O. Variance 1. 87,94711 2. 87,59098 3. 88,05912 4. 87,51493. Correlation 1. 0,98713 2. 0,97284 3. 0,984 4. 0,9751. M. M. A. A. Status. Benar. Benar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Referensi

Dokumen terkait

melaksanakan indikator IPKG kurang kesesuaian dengan yang apa yang di maksud dalam IPKG tersebut, jika terdapat skor 3.1 sampai dengan 3.5 berarti guru tersebut telah

Kami melihat untuk tahun 2018, Perekonomian Indonesia mengalami beberapa peristiwa dan tantangan, seperti Trade War antara Amerika dan Tiongkok, Kenaikan suku bunga The Fed,

Setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model Discovery learning peserta didik dapat membandingkan fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dari

Kenaikan harga BBM, sudah bertolak belakang dari pancasila yang merupakan landasan atau dasar negara ini.Bagaimana jadinya suatu dasar yang telah kokoh itu berusaha dirobohkan

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. One of its oldest unit is Offset Unit. Offset Unit is a printing division which focuses on producing

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kedua yaitu kegunaan yang dirasakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat berbelanja kembali pada situs jual

35Menurut Murtadha Muthahhari, seorang mujtahid yang hanya mempunyai kecakapan, keahlian, jujur, tidak pernah berbohong akan tetapi dia tidak mampu menahan dirinya

Pengeringan dengan oven suhu 50° C merupakan cara yang paling baik karena diperlukan waktu paling singkat, tetapi menghasilkan jahe kering dengan kandungan minyak atsiri