• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) PENDAHULUAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

Tartila Fitri 1) Suhartini 1)

1) Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang

PENDAHULUAN

ASEAN Economy Community (AEC) atau yang biasa disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ditetapkan sejak tanggal 1 januari 2016. Tujuan dari penetapan MEA adalah untuk meningkatkan daya saing dan perekonomian ASEAN agar dapat bersaing dengan negara – negara di dunia, khusunya negara China dan India. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mengelompokkan beberapa sektor yang menjadi prioritas integrasi ekonomi ASEAN. Salah satu sektor yang menjadi prioritas yaitu sektor pertanian.

Hal tersebut menjadi peluang bagi Indonesia, karena Indonesia mempunyai potensi yang tinggi dalam menghasilkan produk berbasis pertanian, sehingga Indonesia mempunyai peluang untuk bersaing di lingkup ASEAN (Winantyo,2008).

Tomat adalah salah satu produk hasil pertanian Indonesia yang diekspor. Menurut data Food Agriculture Organization/FAO (2016) ekspor tomat Indonesia selama periode 2009 – 2013 bergerak secara fluktuatif. Selama periode 2005 – 2013, ekspor tomat tertinggi mencapai 675 ton pada tahun 2011. Menurut Zikria (2014) Indonesia adalah negara yang memproduksi tomat paling tinggi di bandingkan negara lain di ASEAN. Setelah itu di posisi ke dua ada negara Filipina dan posisi ketiga terdapat Thailand sebagai negara produksi tomat terbesar di kawasan ASEAN.

Dengan produksi tomat Indonesia yang tinggi, memungkinkan Indonesia untuk bersaing dengan negara lain khususnya ASEAN. Namun, sampai saat ini Indonesia masih mempunyai beberapa masalah dalam usahatani tomat sehingga berdampak pada kuantitas dan kualitas ekspor tomat Indonesia di ASEAN. Permasalahan pada komoditas tomat antara lain; permodalan, usahatani, kualitas, panen, pasca panen, dan pemasaran. Permasalahan tersebut dapat menghalangi negara Indonesia untuk bersaing di kawasan ASEAN. Karena untuk masuk dalam perdagangan internasiomal, khususnya perdagangan antara negara ASEAN, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi salah satunya adalah kualitas dari komoditas yang akan diperdagangkan. Dalam catatan eksportir dan departemen pertanian, produk pertanian Indonesia terpaksa banyak yang dikembalikan karena tidak memenuhi syarat, salah satunya ambang batas residu pestisida. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis spesialisasi perdagangan tomat Indonesia dalam kawasan ASEAN pada periode 1994-2013 (2) menganalisis daya saing komparatif perdagangan tomat Indonesia dalam kawasan ASEAN pada periode 1994-2013 (3) menganalisis daya saing kompetitif perdagangan tomat Indonesia dalam kawasan ASEAN pada periode 1994-2013.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan data sekunder, berupa data time series selama 20 tahun (1994-2013). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ISP (Indeks Spesialisasi Perdagangan), RCTA (Revealed Comparative Trade Advantage) dan XCI (Export Competitiveness Index).

(2)

METODE PENELITIAN

Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu data sekunder berupa data berdasarkan waktu (time series) dalam periode 20 tahun dimulai dari tahun 1994–2013. Data diperoleh lembaga-lembaga internasional dan nasional yaitu Food Agriculture Organization (FAO), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Sumber-sumber informasi lainnya didapatkan melalui buku, artikel, jurnal, maupun sumber pendukung lain dan lembaga-lembaga terkait.

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Adapun alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Indeks Spesialisasi perdagangan bertujuan untuk melihat apakah suatu negara cenderung sebagai eksportir atau importir untuk suatu produk. Adapun rumus matematis dari ISP adalah :

ISP = ( / (

Analisis Daya Saing Kompetitif

Export Competitiveness Index (Xci) untuk mengetahui komoditas tomat disuatu negara memiliki daya saing yang kuat dibandingkan negara lain yang merupakan negara pesaing. Indeks ini juga dapat melihat perkembangan di suatu negara untuk komoditas tertentu terhadap rata-rata perkembangan komoditas tersebut di pasar ASEAN. XCI dapat dirumuskan sebagai berikut :

XCI = /

Analisis Daya Saing Komparatif

Dalam penelitian ini untuk melihat daya saing suatu komoditas dari segi keunggulan komparatif menggunakan metode Revealed Comparative Trade Advantage.

Menurut tambunan (2004) rumus RCTA adalah:

RCTA =

RXA = [ /

RMP = [ /

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan analisis ISP tomat negara pembanding (Indonesia, Malaysia, dan Thailand) periode tahun 1994 hingga 2013 dapat dilihat pada Gambar 1. Dari hasil analisis ISP menunjukkan bahwa, negara Indonesia mempunyai nilai yang lebih unggul dari pada negara pembanding lainnya (Malaysia dan Thailand) di kawasan ASEAN. Maka negara Indonesia mempunyai keunggulan atau spesialisasi perdagangan tomat di kawasan ASEAN. Hal tersebut dapat ditunjukkan berdasarkan nilai ISP yang dimiliki oleh Indonesia dengan rata-rata nilai ISP 0,89. Sehingga negara Indonesia memiliki spesialisasi perdagangan yang lebih unggul dibandingkan negara pembanding lainnya, dan dapat disimpulkan bahwa Indonesia mampu bersaing dengan negara lain dalam menghadapi MEA.

Sedangkan posisi kedua ditempati oleh negara Thailand, dengan rata-rata nilai ISP yaitu 0,87. Perbedaan rata-rata nilai ISP yang dimiliki oleh Indonesia dan Thailand

(3)

hanya berbeda 0,02. Dan untuk posisi ketiga ditempati oleh negara Malaysia dengan rata- rata nilai ISP adalah 0,61. Hasil perhitungan ISP tomat tersebut menunjukkan bahwa penawaran domestik komoditas tomat di negara Indonesia, Malaysia, dan Thailand lebih besar dibandingkan permintaan domestik di negara masing-masing.

Gambar 1. Grafik Hasil Analisis ISP di Tiga Negara Pengekspor Tomat Di Kawasan ASEAN Tahun 1994-2013

Negara dengan posisi nilai ISP tertinggi dalam perdagangan tomat adalah negara Indonesia, dengan rata-rata nilai ISP sebesar 0,89. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perdagangan tomat Indonesia masuk dalam tahap kematangan (net exporter). Pada gambar 1 posisi grafik nilai ISP Indonesia periode tahun 1994 sampai 2013 menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Sedangkan untuk nilai ISP tertinggi ada pada tahun 1994, 1995, 1998, 1999, 2011, 2012, dan 2013 dengan nilai ISP yang dimiliki pada tahun-tahun tersebut adalah 1.

Menurut Ahira (2012) dalam Nugraha (2013) komoditas tomat Indonesia awalnya mempunyai ketahanan yang lemah. Namun, sejak Indonesia mengimpor tomat dari Taiwan, para petani lokal mulai beralih menanam tomat Taiwan. Dikarenakan tomat Taiwan memiliki penampilan dan ketahanan yang lebih kuat dibandingkkan tomat lokal Indonesia.

Hasilnya, perkembangan ekspor tomat Indonesia pun berkembang.

Nilai ISP terendah yang dimiliki oleh negara Indonesia pada tahun 2006 mencapai 0,05. Penurunan ini terjadi dikarenakan nilai impor tomat Indonesia yang meningkat cukup tajam, dan nilai impor tomat Indonesia meningkat sebesar 203%. Pada tahun 2006 nilai impor tomat Indonesia merupakan nilai impor tertinggi dalam periode 1994 sampai 2013. Sedangkan pada tahun 2006 nilai ekspor tomat Indonesia mengalami penurunan terbesar dalam periode 1994 hingga 2013 yaitu sebesar 78%. Nilai ekspor tomat Indonesia tahun 2006 mencapai US$ 9200, sedangkan pada tahun 2005 nilai ekspor tomat Indonesia mencapai US$ 428000. Menurut data FAO (2016) produksi tomat Indonesia pada tahun 2006 mengalami penurunan dari produksi tomat Indonesia pada tahun 2005 yaitu sebesar 647.020 ton menjadi 629.744 ton. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya volume ekspor tomat Indonesia. Pada tahun 2006 volume ekspor tomat Indonesia adalah volume ekspor terendah dalam periode 1994 sampai 2013.

Posisi nilai ISP tomat kedua adalah negara Thailand. Rata-rata nilai ISP yang dimiliki oleh Thailand tidak berbeda jauh dengan rata-rata nilai ISP negara Indonesia. Rata- rata nilai ISP yang dimiliki oleh negara Thailand adalah 0,87. Dengan nilai tersebut, maka

(4)

bisa disebutkan bahwa negara Thailand termasuk negara pengekspor tomat di kawasan ASEAN dan juga penawaran tomat domestik di negara Thailand lebih besar dibandingkan permintaan tomat domestik di negara tersebut. Rata-rata nilai ISP Thailand termasuk pada rentang antara 0,81 – 1, sehingga perdagangan tomat di negara Thailand masuk dalam tahap kematangan (net exporter).

Dari Gambar 1 bisa dilihat bahwa perkembangan nilai ISP tomat yang dimiliki oleh negara Thailand pada periode tahun 1994 sampai 2013 tidak jauh berbeda dengan perkembangan nilai ISP tomat negara Indonesia. Nilai ISP tomat tertinggi yang dimiliki negara Thailand dalam periode 1994 sampai 2013 adalah 1, hal tersebut terjadi pada tahun 1994 sampai 2002 dan terjadi lagi pada tahun 2012. Tingginya nilai ISP tomat yang dimiliki oleh negara Thailand disebabkan nilai impor tomat Thailand yang lebih kecil dibandingkan nilai ekspor tomat. Menurut data FAO (2016) nilai impor tomat negara Thailand dalam kawasan ASEAN pada tahun 1994 hingga 2002 dan pada tahun 2012 adalah US$ 0. Tidak adanya nilai impor tomat Thailand dalam pasar ASEAN, dikarenakan pada tahun tersebut, Thailand hanya mengimpor tomat dari pasar selain ASEAN.

Tingginya nilai ISP tomat negara Thailand karena negara tersebut mempunyai luas panen dan produksi tomat yang cukup tinggi, diikuti juga dengan ekspor tomat yang cukup tinggi dan impor tomat yang cukup rendah. Dengan kontribusi tersebut Thailand termasuk negara dengan luas panen terbesar ketiga di ASEAN. Sedangkan untuk produksi tomat Thailand berkontribusi sebesar 10,54% dari total produksi tomat ASEAN. dan untuk ekspor dan impor tomat, negara Thailand termasuk negara ketiga dalam kontribusi total ekspor-impor di ASEAN. Untuk volume ekspor tomat berkontribusi sebesar 1,75% dan volume impor tomat berkontribusi sebesar 1,08%. Meskipun dalam peringkat yang sama yaitu peringkat ketiga, namun volume ekspor tomat Thailand berkontribusi lebih banyak dibandingkan volume impor tomat Thailand. Adapun nilai ISP tomat Thailand terendah pada tahun 2008 dengan nilai 0,54. Penurunan dari tahun 2007 dengan nilai ISP sebesar 0,57 menjadi 0,54 pada tahun 2008 tidak terlalu signifikan.

Negara Malaysia menempati urutan ke terakhir dalam analisis ISP, dengan rata- rata nilai ISP 0,61. Hal tersebut dikarenakan, selain sebagai eksportir tomat terbesar di ASEAN, Malaysia juga melakukan impor tomat yang cukup tinggi dibandingkan negara pembanding dalam periode tahun 1994 sampai 2013. Menurut Zikria (2014) pada periode 2007 sampai 2011 Malaysia adalah negara yang menempati posisi pertama sebagai negara eksportir tomat dengan kontribusi sebesar 94,54% terhadap total volume ekspor tomat di ASEAN. Sedangkan dari segi impor, Malaysia adalah negara yang menempati posisi kedua setelah Singapura sebagai negara importir tomat dengan kontribusi 9,42% terhadap total volume impor tomat ASEAN. Meskipun nilai ISP tomat Malaysia terendah diantara negara pembanding lainnya (Indonesia dan Thailand), negara Malaysia masih bisa disebut sebagai negara pengekspor tomat (eksportir). Rata-rata nilai ISP tomat Malaysia termasuk pada rentang antara 0,01 sampai 0,8. Maka perdagangan tomat Malaysia masuk pada tahap perkembangan.

Nilai ISP tomat tertinggi yang dimiliki oleh negara Malaysia adalah 0,955 pada tahun 2011. Tingginya nilai ISP tomat pada tahun 2011 disebabkan oleh meningkatnya nilai ekspor tomat Malaysia pada tahun 2011. Nilai ekspor tomat pada tahun 2011 mencapai US$

(5)

20.673.000 sedangkan pada tahun 2010 nilai ekspor tomat sebesar US$ 17.626.000.

Sedangkan nilai ISP tomat Malaysia terendah dalam periode 1994-2013 yaitu pada tahun 1997 dengan nilai ISP 0. Rendahnya nilai ISP tomat Malaysia pada tahun tersebut dikarenakan Malaysia tidak melakukan ekspor-impor. Menurut data FAO (2016) pada tahun 1997 di negara Malaysia baik volume ekspor dan impor maupun nilai ekspor dan Impor angkanya adalah 0. Menurut Awang (2012) pada tahun 1997 Malaysia sedang mengalami krisis ekonomi, hal tersebut menyebabkan adanya penurunan nilai mata uang, nilai asset dan nilai saham. Sehingga pemerintah Malaysia membuat keputusan untuk memperketat dan membatasi pinjaman asing, membuat peraturan dan melakukan pengawalan yang ketat terhadap sektor perbankan.

Perkembangan hasil analisis RCTA tomat pada negara pembanding (Indonesia, Malaysia, dan Thailand) dalam periode tahun 1994 sampai 2013 dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik Hasil Analisis RCTA Tomat di Tiga Negara Pengekspor di Kawasan ASEAN Tahun 1994 – 2013

Berdasarkan Gambar 2 bisa diketahui bahwa grafik hasil analisis RCTA tomat Malaysia lebih unggul dibandingkan negara pembanding lainnya. Maka negara Malaysia memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dari pada negara pembanding lainnya.

Rata-rata hasil analisis RCTA yang dimiliki oleh negara Malaysia adalah 37,84.

Perkembangan hasil analisis RCTA tomat pada Malaysia mengalami fluktuasi yang cenderung meningkat. Namun, pada kedua negara pembanding (Indonesia dan Thailand) memiliki pola yang cenderung menurun.

Pola perkembangan yang dimiliki oleh negara Malaysia berfluktuasi, tetapi cenderung meningkat setiap tahunnya. Nilai RCTA tomat Malaysia tertinggi ada pada tahun 2013 dengan hasi RCTA tomat sebesar 88,95. Hal tersebut dikarenakan daya saing ekspor pada tahun 2013 adalah yang tertinggi yaitu mencapai 89,04. Sedangkan penetrasi impor tomat di Malaysia pada tahun tersebut hanya 0,09. Peningkatan tersebut juga dikarenakan adanya peningkatan luas panen dan produksi tomat yang cukup signifikan dalam periode 1994 sampai 2013. Dimana pada tahun 1994 luas panen dan produksi tomat Malaysia masing-masing mencapai 536 ha dan 8576 ton. Sedangkan pada tahun 2013 mencapai 1988 ha dan 130220 ton. Tingginya nilai RCTA tomat Malaysia juga disebabkan karena tingginya volume ekspor tomat di pasar ASEAN.

(6)

Posisi kedua dari hasil analisis RCTA tomat adalah negara Indonesia. perbedaan antara nilai RCTA tomat Malaysia dengan nilai RCTA tomat Indonesia cukup signifikan.

Pada gambar 2 bisa dilihat bahwa nilai RCTA Indonesia berada jauh dibawah nilai RCTA Malaysia. Perkembangan pada nilai RCTA tomat Indonesia yaitu cenderung menurun. Rata- rata nilai RCTA tomat yang dimiliki Indonesia adalah 0,75. Nilai tersebut masuk dalam angka positif atau lebih dari 0. Maka negara Indonesia juga memiliki daya saing dari segi keunggulan komparatif dalam perdagangan tomat. Namun, keuggulan komparatif yang dimiliki oleh negara Indonesia tidak sekuat daya saing yang dimiliki oleh negara Malaysia.

Menurut Zikria (2014) dalam kawasan ASEAN, Indonesia termasuk negara eksportir kedua setelah Malaysia. Dengan kontribusi 3,05% selama periode tahun 2007 sampai 2011. Pola perkembangan nilai RCTA tomat Indonesia yang cenderung menurun dipengaruhi oleh volume ekspor dan nilai ekpor tomat Indonesia yang juga cenderung menurun.

Perolehan hasil analisis RCTA tomat Indonesia tertinggi ada pada tahun 1994 dengan nilai RCTA yaitu 6,06. Hal tersebut disebabkan oleh penetrasi impor tomat pada tahun 2006 adalah 0. Menurut data FAO (2016) pada tahun 1994 volume dan nilai impor tomat Indonesia adalah 0. Sedangkan hasil analisis RCTA tomat Indonesia terendah dalam periode 1994 sampai 2013 adalah pada tahun 2006 yaitu dengan nilai RCTA mencapai - 0,013. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2006 mempunyai nilai terendah pada daya saing ekspor tomat (RXA) yaitu mencapai 0,02.

Hasil analisis RCTA tomat terendah di antara tiga negara pembanding dalam periode 1994 sampai 2013 adalah negara Thailand. Dalam gambar 2, bisa dilihat bahwa pola perkembangan nilai RCTA tomat Thailand bisa disebutkan tetap. Rata-rata nilai RCTA yang dimiliki oleh Thailand dalam periode 1994 sampai 2013 adalah 0,087. Meskipun hasil analisis RCTA tomat Thailand terendah, namun nilai yang dimiliki negara tersebut berada diatas 0. Maka negara Thailand masih mempunyai daya saing dari segi keunggulan komparatif. Namun keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara Thailand sangat lemah dibandingkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Malaysia dan Indonesia. Menurut Nugraha (2013) negara Singapura dan Thailand memiliki daya saing yang lemah di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara Malaysia dan Indonesia.

Perolehan hasil analisis RCTA tomat tertinggi di Thailand dalam periode 1994 sampai 2013 adalah pada tahun 1997 sebesar 0,47. Hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan terhadap daya saing ekspor tomat (RXA) sedangkan penetrasi impor pada tahun tersebut sebesar 0. Adapun perolehan RCTA tomat terendah pada periode 1994 sampai 2013 ada pada tahun 2010 sebesar -0,004. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan terhadap daya saing ekspor tomat (RXA) menjadi 0,029, sedangkan pada tahun 2009 mencapai 0,036.

Perkembangan hasil analisis Xci tomat pada negara pembanding (Indonesia, Malaysia, dan Thailand) dalam periode tahun 1994 sampai 2013 dapat dilihat pada gambar 3. Berdasarkan gambar 3, bisa diketahui bahwa perkembangan nilai Xci yang dimiliki oleh ketiga negara pembanding memiliki perbedaan namun tidak signifikan. Rata-rata hasil analisis Xci tomat pada negara Indonesia, Malaysia dan Thailand masing-masing mencapai (1,216), (0,924), dan (1,217). Dapat diketahui bahwa negara Indonesia dan Thailand memiliki nilai Xci tomat lebih dari 1, maka kedua negara tersebut memiliki daya saing dari segi keunggulan kompetitif dan memiliki trend perkembangan pasar yang meningkat.

(7)

Sedangkan untuk negara Malaysia hasil analisis yang diperoleh kurang dari 1, maka bisa disebutkan bahwa negara tersebut tidak mempunyai daya saing dari segi keunggulan kompetitif dan memiliki trend perkembangan pasar yang menurun. Dari rata-rata nilai Xci setiap negara pembanding bisa dikethaui bahwa negara yang memiliki nilai Xci tertinggi adalah Thailand, kemudian posisi kedua adalah Indonesia, dan posisi ketiga negara Malaysia. Perkembangan hasil analisis Xci tomat negara pembanding pada periode 1994 sampai 2013 bisa dilihat pada gambar 3.

Rata-rata nilai Xci tomat tertinggi dalam periode 1994 sampai 2013 adalah negara Thailand dengan nilai 1,217. Maka negara Thailand adalah negara yang memiliki daya saing dari segi keunggulan kompetitif yang cukup tinggi dan mempunyai trend perkembangan pasar yang meningkat dibandingkan negara pembanding lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh nilai ekspor tomat Thailand terhadap tomat ASEAN pada periode sekarang dibandingkan dengan nilai ekspor tomat Thailand terhadap ASEAN di periode sebelumnya.

Gambar 3. Grafik Hasil Analisis Xci Tomat di Indonesia, Malaysia dan Thailand periode 1994 – 2013

Perkembangan nilai Xci tomat Thailand periode 1994 hingga 2013 pada Gambar 3 menunjukkan pola perkembangan fluktuatif yang cenderung meningkat. Meningkatnya nilai Xci tomat Thailand periode 1994 hingga 2013 disebabkan nilai ekspor tomat yang mengalami peningkatan dalam periode 1994 hingga 2013. Pada tahun 1994 nilai ekspor tomat Thailand mencapai US$ 157.000, kemudian nilai ekspor Thailand mengalami peningkatan yang cukup signifikan sehingga pada tahun 2013 nilai ekspor tomat Thailand mencapai US$ 361.000.

Pada tahun 1997 Thailand mencapai nilai Xci tomat tertinggi dalam periode 1994 hingga 2013, nilai Xci tersebut sebesar 3,822. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 1997 nilai ekspor tomat Thailand lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, dan pada tahun 1997 nilai ekspor tomat ASEAN menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai Xci tomat Thailand dalam periode 1994 hingga 2013 yang terendah ada pada tahun 1998 sebesar 0,107. Rendahnya nilai XCI tomat Thailand pada tahun 1998 disebabkan adanya penurunan pada nilai ekspor tomat dari tahum 1997 ke 1998, dan adanya peningkatan dari nilai ekspor tomat ASEAN dari tahun sebelumnya.

Indonesia adalah negara yang memiliki hasil analisis Xci tertinggi kedua setelah Thailand. Nilai rata-rata Xci tomat Indonesia dalam periode 1994 hingga 2013 tidak jauh

(8)

berbeda dengan nilai rata-rata Xci tomat Thailand. Rata-rata nilai Xci tomat Indonesia periode 1994 hingga 2013 sebesar 1,216. Rata-rata nilai Xci tomat Indonesia berada di atas nilai 1. Maka bisa disebutkan bahwa komoditas tomat Indonesia mempunyai daya saing dari segi keunggulan kompetitif dan mempunyai trend perkembangan perdagangan di pasar ASEAN yang meningkat.

Dalam perkembangannya, nilai Xci tomat Indonesia mengalami fluktuasi. Pada gambar 3 bisa dilihat bahwa terdapat nilai Xci tomat Indonesia terendah dan tertinggi.

Adapun nilai Xci terendah Indonesia terjadi pada tahun 1998 dengan nilai Xci sebesar 0,068.

Rendahnya nilai Xci pada thun 1998 disebabkan adanya penurunan yang cukup signifikan dari tahun 1997, sedangkan nilai ekspor tomat ASEAN pada tahun tersebut mengalami peningkatan. Nilai Xci tomat tertinggi Indonesia dalam periode 1994 hingga 2013 yaitu pada tahun 2007 dengan nilai Xci sebesar 5,501. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya nilai ekspor tomat Indonesia pada tahun 2007, dimana peningkatan tersebut cukup signifikan.

Selanjutnya adalah negara Malaysia yang menempati urutan ketiga dalam analisis Xci tomat periode 1994 hingga 2013. Rata-rata nilai Xci yang dimiliki oleh negara Malaysia adalah 0,924. Nilai rata-rata Xci yang dimiliki oleh negara Malaysia kurang dari 1, maka negara Malaysia memiliki daya saing dari keunggulan kompetitif yang lemah dan mengalami trend perkembangan perdagangan tomat di ASEAN yang menurun. Rendahnya nilai Xci tomat Malaysia pada periode tahun 1994 sampai 2013 disebabkan adanya krisis ekonomi di Malaysia pada tahun 1997 yang menyebabkan tidak adanya ekspor dan impor dari negara tersebut. Menurut data FAO (2016) pada tahun 1997 volume ekspor dan volume impor begitu juga nilai ekspor dan nilai impor yang dimiliki oleh negara Malaysia adalah 0.

Menurut Awang (2012) pada tahun 1997 Malaysia sedang mengalami krisis ekonomi, yang mengakibatkan turunnya nilai mata uang, nilai asset dan juga nilai saham di Malaysia.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian analisis daya saing ekspor tomat Indonesia dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) adalah (1) Hasil analisis spesialisasi perdagangan pada komoditas tomat dalam periode 1994 sampai 2013 adalah nilai ISP tomat Indonesia (0,89) lebih tinggi dibandingkan nilai ISP tomat Thailand (0,87) dan Malaysia (0,61). Pada analisis ini dibuktikan bahwa perdagangan tomat Indonesia dan Thailand memasuki tahap kematangan di kawasan ASEAN. Sedangkan Malaysia memasuki tahap pertumbuhan. Hasil analisis ini di pengaruhi oleh nilai ekspor dan nilai impor dari suatu negara, (2) Hasil analisis daya saing dari segi keunggulan komparatif tomat pada periode 1994 sampai 2013 adalah komoditas tomat Indonesia mempunya daya saing dar segi keunggulan komparatif lebuh unggul (0,75) dibandingkan dengan komoditas tomat Thailand (0,08). Sedangkan daya saing dari segi keunggulan komparatif Indonesia (0,75) lebih rendah dibandingkan komoditas tomat Malaysia (37,84). Nilai RCTA Malaysia yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain disebabkan oleh sumberdaya yang dimiliki oleh Malaysia dikelola secara efisien, baik dalam perencanaan kuantitas komoditas tomat, dan fasilitas- fasilitas yang memadai dalam usahatani tomat, (3) Hasil analisis daya saing dari segi keunggulan kompetitif tomat pada periode 1994 hingga 2013 adalah Indonesia memiliki

(9)

daya saing dari segi keunggulan kompetitif lebih tinggi (1,216) dibandingkan Malaysia (0,924), namun lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand (1,217). Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki trend perkembangan perdagangan tomat yang meningkat di pasar ASEAN dibandingkan Malaysia.

REFERENSI

Awang, Abdul Aziz. 2012. Krisis Ekonomi Malaysia: Punca, Implikasi dan Penyelesaian.

www.icu.gov.my

Departemen Pertanian. 2016. Basis Data Ekspor-Impor Komoditi Pertanian.

aplikasi.pertanian.go.id

Nugraha, Fajar Cahya. 2013. Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN. IPB. Bogor

______________. 2006. The likely impact of the asean plus china on intra-asean trade.

Paper prepared for the conference on “WTO, China, and the ASEAN Economies, IV. Beijing

Winantyo, R., Sjamsul A., Rizal A.D., Aida S Budiman et al. 2008. Masyarakat Ekonomi Asean (Mea) 2015 Memperkuat Sinergi Asean Ditengah Kompetesi Global.

Jakarta : Elex Media Komputindo

Wiryanto,B. 2008. Bertanam Tomat. Agromedia pustaka : Jakarta selatan

Gambar

Gambar  1.  Grafik  Hasil  Analisis  ISP  di  Tiga  Negara  Pengekspor  Tomat  Di  Kawasan  ASEAN Tahun 1994-2013
Gambar  2.  Grafik  Hasil  Analisis  RCTA  Tomat  di  Tiga  Negara  Pengekspor  di  Kawasan  ASEAN Tahun 1994 – 2013
Gambar  3.  Grafik  Hasil  Analisis  Xci  Tomat  di  Indonesia,  Malaysia  dan  Thailand  periode  1994 – 2013

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sampai batas tertentu, dalam konteks membangun toleransi beragama, kehadiran program “Bandung Kota Agamis” telah menjadi semacam benang homogen atau common platform

 Teknik pengundian grup di sepak bola menggunakan logika fuzzy  Aplikasi Perpustakaan Online dengan Menggunakan Protokol 239.50  Rancang Bangun Sistem Informasi Pilkadal Studi

Saluran Distribusi adalah salah satu fungsi pemasaran dalam suatu kegiatan yang berusaha untuk memperlancar serta mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen ke

[r]

Dalam pembuatan situs ini penulis menggunakan software Macromedia Dreaweaver MX dan Bahasa Pemograman HTML, dipilih untuk membangun sebuah situs web Nirwana Hotel. Dan pada

materi baru, tetapi lebih difokuskan untuk me- review kembali seluruh materi yang telah dilatihkan. Hal ini dimaksudkan agar para peserta dapat mengingat kembali materi yang

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Perbedaan Return Saham , Trading