(M.3)
ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN RISIKO ANAK PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR
(Kasus : Wilayah Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan)
Oleh:
Dian Cahyawati S.
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Sriwijaya e-mail: dian_cahyawati@yahoo.com
ABSTRAK
Data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (2007) menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah pendidikan dasar di Kabupaten Ogan Ilir (OI) sudah diatas capaian Provinsi Sumatera Selatan, tetapi masih dibawah capaian Nasional dan jauh dari target capaian Pembangunan Milenium untuk Tahun 2015. Salah satu masalah yang mempengaruhi angka partisipasi sekolah adalah masalah putus sekolah. Beberapa telaah yang mengamati masalah putus sekolah, menunjukkan bahwa penyebab utama masalah putus sekolah adalah faktor sosial ekonomi keluarga yaitu kemiskinan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan struktur hubungan faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko anak putus sekolah pendidikan dasar di Kabupaten OI, khususnya pada anak yang berasal dari kalangan keluarga yang tergolong miskin atau mendekati miskin. Salah satu metode yang dapat menghasilkan struktur hubungan dan keterkaitan antar faktor adalah metode CHAID. Selain mengamati beberapa faktor sosial ekonomi keluarga, penelitian ini mengamati juga faktor motivasi sekolah sebagai variabel bebas, untuk dianalisis struktur hubungannya dengan risiko putus sekolah pendidikan dasar. Analisis dilakukan terhadap data hasil survei Tahun 2010, yaitu sebanyak 592 sampel anak usia sekolah pendidikan dasar. Hasil metode CHAID menunjukkan bahwa ada tujuh dari sebelas variabel bebas yang diamati, memiliki hubungan yang signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap risiko putus sekolah anak. Struktur hubungan dan keterkaitan antar variabel yang digambarkan dengan dendogram, menunjukkan bahwa variabel yang paling erat hubungannya dengan penyebab putus sekolah adalah Motivasi Anak. Diikuti variabel-variabel lain yang hubungannya dengan penyebab putus sekolah semakin lemah, yaitu Jenis Kelamin Anak, Jenis Pekerjaan Ibu, Jenis Pekerjaan Ayah, Motivasi Orang Tua, Status Bantuan Pendidikan, dan Jumlah Anak dalam Keluarga. Sedangkan Asal Daerah Ayah, Tingkat Pendidikan Ayah, Tingkat Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendapatan, tidak memberikan hubungan yang signifikan.
Kata Kunci : Putus Sekolah Pendidikan Dasar, Metode CHAID
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
119 PENDAHULUAN
Salah satu program dalam pembangunan nasional adalah pembangunan pendidikan.
Pembangunan pendidikan sangat penting peranannya untuk mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi kesamaan hak setiap warga negara dalam mendapatkan layanan pendidikan. Kesamaan hak ini dimiliki baik oleh masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan, dan kelompok masyarakat kaya maupun kelompok masyarakat miskin.
Namun demikian, kesamaan hak dalam bidang pendidikan ini, belum dapat tuntas diperoleh bagi semua lapisan. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya anak yang putus sekolah pada setiap tahunnya. Diperkirakan terdapat satu juta anak yang putus sekolah setiap tahunnya (Republika, 5 Februari 2002 dalam Cahyawati, 2007a). Selain dari angka putus sekolah, tuntas pendidikan bagi semua, dapat dilihat juga dari angka partisipasi sekolah pada setiap jenjang pendidikan.
Partisipasi sekolah dasar di Kabupaten Ogan Ilir (OI), berdasarkan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah OI dalam Bappenas (2007) menunjukkan persentase partisipasi sekolah dasar di Kabupaten OI sebesar 90,44%. Meskipun angka ini sudah diatas Provinsi Sumatera Selatan (83,31%) tetapi masih dibawah Nasional (98%) dan dibawah target capaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) yaitu capaian untuk Tahun 2015 bahwa 100% anak sudah menuntaskan pendidikan dasar. Demikian juga untuk partisipasi sekolah tingkat SMP, baru mencapai 71,2% masih dibawah Provinsi (83,58%) dan Nasional (71,81%) serta jauh dibawah MDGs (100%).
Salah satu yang mempengaruhi angka partisipasi sekolah adalah masalah putus sekolah.
Berbagai telaah yang mengamati masalah pendidikan mengungkapkan bahwa penyebab utama masalah putus sekolah adalah kemiskinan (Supriadi, 1994). Demikian juga menurut data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2003, tingginya angka putus sekolah lebih banyak bersumber pada persoalan ekonomi yang berasal dari keluarga miskin.
Ketidakmampuan finansial orang tua untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolah anak,
mengakibatkan anak menjadi putus sekolah. Dalam hal ini, tidak saja mereka miskin dalam
kondisi ekonomi, tetapi menjadi miskin juga dalam pendidikan. Hal ini menjadikan keluarga
miskin sulit untuk memperbaiki kualitas hidup dan keluar dari kemiskinan. Sehingga, untuk
menangani masalah putus sekolah ini, perlu menjadi perhatian penting adalah memperhatikan masalah pendidikan pada kelompok masyarakat miskin.
Berdasarkan data di Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas, 2007), Kabupaten OI memiliki penduduk miskin yang masih cukup banyak. Data menunjukkan bahwa proporsi populasi dibawah garis kemiskinan Kabupaten OI sebesar 19,45% masih diatas Provinsi (16,8%) dan Nasional (16,66%) serta sangat jauh dengan capaianMDGs yaitu 7,5%. Tingginya proporsi populasi dibawah garis kemiskinan di Kabupaten OI, belum diikuti oleh tingginya partisipasi sekolah pendidikan dasar bagi semua. Hal ini merupakan salah satu masalah pembangunan dalam bidang pendidikan yang harus dihadapi di Kabupaten OI, yaitu meningkatkan angka partisipasi sekolah hingga target capaian MDGs pada Tahun 2015 untuk angka partisipasi sekolah dapat tercapai 100%.
Hasil penelitian Cahyawati (2007a) menunjukkan bahwa pendidikan kepala rumah tangga merupakan faktor utama yang sangat erat kaitannya dengan kejadian putus sekolah pendidikan dasar dari seorang anak. Diikuti oleh faktor-faktor sosial ekonomi lainnya yaitu proporsi pengeluaran untuk makanan, jumlah anak, pekerjaan orang tua, lokasi (desa atau kota) dan jenis kelamin anak. Proporsi pengeluaran makanan yang relatife tinggi, memberikan indikasi adanya faktor kemiskinan sebagai penyebab masalah putus sekolah.
Penelitian Cahyawati di atas, menganalisis masalah putus sekolah pendidikan dasar pada Data Susenas Tahun 2000 Provinsi Sumatera Selatan, yang melibatkan sampel rumah tangga dari semua kalangan, belum memperhatikan khusus kalangan rumah tangga yang termasuk katagori miskin atau mendekati miskin.
Berdasarkan uraian di atas, masih tingginya proporsi populasi yang miskin di
Kabupaten OI tetapi belum diikuti dengan tingginya angka partisipasi sekolah pendidikan
dasar, maka masalah peningkatan angka partisipasi sekolah pendidikan dasar, masih perlu
menjadi perhatian dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten OI. Diperlukan suatu
penelitian yang mengamati faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah putus sekolah
pendidikan dasar di Kabupaten OI. Faktor-faktor pencetus kejadian putus sekolah pendidikan
dasar dapat dianalisis signifikansi dan struktur hubungannya, menggunakan salah satu
metode ekslporatif yaitu metode Chi Square Automatic Interaction Detection (CHAID).
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
121
Metode ini menghasilkan suatu dendogram yang menggambarkan struktur hubungan dari satu faktor dengan faktor lainnya, mulai dari faktor yang memiliki keeratan hubungan dengan kejadian anak putus sekolah pendidikan dasar, hingga yang hubungannya paling lemah. Diharapkan, dendogram ini dapat digunakan untuk melakukan analisis lanjutan, seperti pemodelan statistik mengenai model peluang putus sekolah. Atau, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan yang terkait dengan masalah pendidikan dasar. Misalnya pembagian beasiswa sebagai upaya untuk menghindari putus sekolah, atau pembagian bantuan lainnya yang bertujuan untuk mengurangi anak yang putus sekolah, sehingga angka partisipasi sekolah di Kabupaten OI dapat meningkat dan mencapai target MDGs.
METODE PENELITIAN Metode dan Teknik Sampling
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei, yang dilakukan di Wilayah Kabupaten OI mulai bulan Juli sampai dengan bulan September 2010. Wilayah Kabupaten OI mencakup 16 kecamatan. Masing-masing kecamatan terdiri dari beberapa desa dengan jumlah yang hampir sama. Desa yang menjadi objek pengambilan sampel ditentukan dua desa untuk setiap kecamatan, dipilih secara random. Selanjutnya, setiap desa diambil responden (Kepala Keluarga) sebanyak 10 – 15 sampel, secara purposive terseleksi. Kepala Keluarga (KK) yang diambil sebagai sampel adalah KK yang terindikasi sebagai KK yang miskin atau mendekati miskin berdasarkan indikator kemiskinan dari BPS. Selanjutnya, KK ini diseleksi sebagai KK yang memiliki anak usia 7 – 15 tahun baik yang masih sekolah maupun yang putus sekolah.
Variabel Penelitian
Variabel terikat (dependent) yang diamati adalah status sekolah anak (Y = 1, putus
sekolah atau Y = 0, masih sekolah). Sedangkan variabel-variabel bebas yang diamati dapat
dilihat pada Lampiran.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang telah diuji coba validitas dan reliabilitasnya dalam mengukur variabel Motivasi. Pengolahan data secara statistik deskripsi, dan dilanjutkan analisis menggunakan Metode CHAID untuk mendapatkan struktur hubungan antar variabel yang diamati. Metode CHAID diterapkan melalui program makro TREEDISC yang ditulis pada paket program SAS versi 9.1 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data primer hasil survei, diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensi. Berikut adalah hasil pengolahan dan analisis data.
Deskripsi Data
Data primer yang diolah dan dianalisis sebanyak 345 Kepala Keluarga (KK) yang terindikasi termasuk katagori miskin atau mendekati miskin, dan memiliki anak usia pendidikan dasar (7 – 15 tahun). Dari 345 KK ini diperoleh 1205 sampel anak, dan sebanyak 592 diantaranya merupakan anak usia sekolah pendidikan dasar. Berdasarkan karakteristik anak usia pendidikan dasar berkaitan dengan variabel yang diamati.
Tabel 1. Karakteristik Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar di Kabupaten Ogan Ilir
No Variabel Kategori Status Sekolah Jml Persentase Ukuran Asosiasi
Tidak Putus Koef. p-value
Jumlah Sampel 508 84 592 14.2
1 Jenis Kelamin Anak Perempuan (0) 266 25 291 8.6 0.156 0.00
Laki-Laki (1) 242 59 301 19.6
2 Asal Daerah Ayah Pribumi (0) 399 65 464 14.0 0.01 0.811
Pendatang (1) 109 19 128 14.8
3 Tingkat
Pendidikan Ayah
Tidak Tamat SD (0) 75 26 101 25.7
0.168 0.002
Tamat SD (1) 286 45 331 13.6
SMP (2) 97 11 108 10.2
SMA (3) 49 2 51 3.9
PT (4) 1 0 1 0.0
4 Tingkat Pendidikan Ibu
Tidak Tamat SD (0) 74 21 95 22.1
0.113 0.103
Tamat SD (1) 314 50 364 13.7
SMP (2) 88 11 99 11.1
SMA (3) 30 2 32 6.2
PT (4) 2 0 2 0.0
5 Jenis Pekerjaan Ayah
Tidak Bekerja (0) 21 6 27 22.2
0.074 0.662
Berdagang (1) 15 1 16 6.2
Bertani (2) 309 54 363 14.9
Swasta (3) 35 6 41 14.6
PNS (4) 1 0 1 0.0
Lainnya (5) 127 17 144 11.8
6 Jenis Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja (0) 126 11 137 8.0 0.18 0.001
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
123
Berdagang (1) 25 2 27 7.4
Bertani (2) 270 65 335 19.4
Swasta (3) 6 2 8 25.0
PNS (4) 4 0 4 0.0
Lainnya (5) 77 4 81 4.9
7 Tingkat
Pendapatan Rumah Tangga
< 600 (1) 329 55 384 14.3
0.09 0.301
600 – 1200 (2) 147 25 172 14.5
1201 – 1800 (3) 16 0 16 0.0
>1800 (4) 16 4 20 16.7
>2400 (5) 1 1 2 50.0
8 Jumlah Anak dalam Keluarga
Kurang dari 3 (1) 127 12 139 8.6
0.146 0.012
3-5 (2) 316 50 366 13.7
6-8 (3) 55 19 74 25.7
9-10 (4) 9 3 12 25.0
Lebih dari 10 (5) 1 0 1 0.0
9 Motivasi Anak
Rendah (1) 20 31 51 60.8 0.388 0.00
Sedang (2) 198 32 230 13.9
Tinggi (3) 290 21 311 6.8
10 Motivasi Orang Tua
Rendah (1) 11 4 15 26.7 0.123 0.011
Sedang (2) 171 40 211 19.0
Tinggi (3) 326 40 366 10.9
11 Menerima Bantuan Pernah (0) 142 5 147 3.4 0.175 0.00
Tidak Pernah (1) 366 79 445 17.8
Tabel 1 menunjukkan bahwa angka putus sekolah pendidikan dasar di Kabupaten OI sebesar 14,2 persen. Nilai yang relatif masih tinggi, jika dibandingkan dengan target MDGs pada Tahun 2015, yaitu tuntas pendidikan dasar bagi semua, yang harus mencapai angka partisipasi sekolah pendidikan dasar sebesar 100 persen. Atau dengan arti lain, bahwa angka putus sekolah harus 0 persen.
Berdasarkan variabel yang diamati, terdapat empat variabel yang hubungannya tidak signifikan (pada taraf 5%) dengan status sekolah, yaitu Asal Daerah Ayah, Tingkat Pendidikan Ibu, Jenis Pekerjaan Ayah, dan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga. Sedangkan variabel-variabel lain yang hubungannya signifikan secara parsial dengan status sekolah adalah Jenis Kelamin Anak, Tingkat Pendidikan Ayah, Jenis Pekerjaan Ibu, Jumlah Anak dalam Keluarga, Motivasi Anak, Motivasi Orang Tua, dan Status Menerima Bantuan Pendidikan.
Untuk melihat struktur hubungan antar variabel-variabel yang diamati keterkaitannya
dengan status sekolah, baik hubungannya secara langsung ataupun hubungan tidak langsung
terhadap status sekolah, dapat menggunakan Metode CHAID. Berikut adalah hasil Metode
CHAID.
Hasil Analisis Metode CHAID
Variabel-variabel bebas katagorik yang diamati dituliskan seperti pada Lampiran.
Proses katagorik terhadap variabel-variabel bebas dan dendogram hasil metode CHAID
adalah sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010 125
SPL : PUTUS VAL : 0 1 COU : 508 84 PVA : 0.0001 0.0001 SPL : MOTANK VAL : 1 COU : 20 31 PVA : 0.0019 0.0034 SPL : MOTANK VAL : 2 COU : 198 32 PVA : 0.0003 0.0176
SPL : MOTANK VAL : 3 COU : 290 21 PVA : 0.0001 0.0115 SPL : JK VAL : 1 COU : 6 23 PVA : 0.1163 0.2595
SPL : JK VAL : 0 COU : 14 8 PVA : 0.0022 0.0132 SPL : PKRJIB VAL : 2 1 COU : 106 28 PVA : 0.0083 0.1742 SPL : PKRJIB VAL : 0 5 4 COU : 91 2 PVA : 0.2968 0.3731 SPL : MOTORT VAL : 1 2 COU : 66 16 PVA : 0.0069 0.0339
SPL : MOTORT VAL : 3 COU : 224 5 PVA : 0.2231 0.5378 SPL : PKRJAY VAL : 0 1 5 COU : 0 6 PVA :
SPL : PKRJAY VAL : 2 3 COU : 14 2 PVA : 0.0033 0.0265 SPL : BNTU VAL : 1 COU : 44 16 PVA : 0.0425 0.1093
SPL : BNTU VAL : 0 COU : 22 0 PVA : SPL : JUMANK VAL : 1 2 COU : 13 0 PVA :
SPL : JUMANK VAL : 3 COU : 1 2 PVA : 0.0833 0.0833
SPL : PKRJIB VAL : 3 COU : 1 2 PVA : 0.0833 0.0833 Gambar 1. Dendogram Status Sekolah Pendidikan Dasar di Kabupaten Ogan Ilir Dendogram Status Putus Sekolah Pendidikan Dasar Hasil Metode CHAID
hubungannya dengan PUTUS, variabel-variabel bebas yang signifikan adalah (1) Motivasi Anak, (2) Jenis Kelamin Anak, (3) Jenis Pekerjaan Ibu, (4) Jenis Pekerjaan Ayah, (5) Motivasi Orang Tua, (6) Status Menerima Bantuan, dan (7) Jumlah Anak dalam keluarga.
Dendogram yang dihasilkan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Variabel pertama yang paling kuat hubungannya dengan risiko putus sekolah seorang anak adalah Motivasi Anak. Variabel ini tidak mengalami pengkatagorian ulang, melainkan tetap tiga katagori, yaitu katagori motivasi anak rendah, sedang dan tinggi.
2) Katagori Motivasi Anak yang Rendah, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami putus sekolah dibandingkan dengan anak yang memiliki Motivasi Sedang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rasio odds kedua katagori ini yaitu sebesar 9,59. Artinya, anak yang memiliki Motivasi Rendah memiliki risiko 9,6 kali lebih besar untuk putus sekolah dibandingkan dengan anak yang memiliki Motivasi Sedang. Untuk katagori Motivasi Anak yang Sedang, memiliki risiko lebih tinggi 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang memiliki Motivasi Tinggi. Berdasarkan variabel ini, diperoleh informasi bahwa makin tinggi motivasi seorang anak untuk mengikuti sekolah, maka makin kecil risiko untuk terjadi putus sekolah.
3) Variabel Motivasi Anak yang Rendah berhubungan dengan variabel Jenis Kelamin dalam kaitannya dengan risiko putus sekolah. Dimana, anak laki-laki yang bermotivasi rendah memiliki risiko putus sekolah sebesar 2,19 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan pada katagori motivasi yang sama.
4) Variabel Jenis Kelamin Anak, yang memiliki Motivasi Rendah terhadap sekolah, berhubungan dengan variabel berikutnya yaitu Jenis Pekerjaan Ayah dan Jumlah Anak dalam Keluarga yang hubungannya paling lemah dengan risiko putus sekolah anak di Kabupaten OI. Demikian untuk variabel-variabel lain hasil Metode CHAID, dijelaskan secara terstruktur menurut dendogram.
5) Jenis Pekerjaan Ibu, berhubungan dengan Motivasi Anak yang Sedang, artinya anak yang
memiliki motivasi sedang terhadap pendidikan, dipengaruhi oleh jenis pekerjaan ibu.
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
127
Dalam hal ini, anak yang berasal dari ibu yang bekerja di swasta memiliki risiko paling besar dibandingkan dengan ibu yang bekerja pada katagori jenis pekerjaan lainnya.
6) Untuk anak yang memiliki Motivasi Tinggi, dipengaruhi oleh motivasi orang tua.
Diperoleh informasi bahwa untuk anak yang hanya memiliki katagori motivasi rendah atau sedang, cenderung memiliki risiko yang lebih besar untuk putus sekolah dibandingkan dengan anak yang memiliki motivasi tinggi dari anak yang orang tuanya juga memiliki motivasi tinggi terhadap pendidikan dasar.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur hubungan antar faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko putus sekolah anak dimulai dari yang paling kuat hubungannya hingga yang paling lemah adalah Motivasi Anak, Jenis Kelamin Anak, Jenis Pekerjaan Ibu, Motivasi Orang Tua, Jenis Pekerjaan Ayah, Status Menerima Bantuan dan Jumlah Anak dalam Keluarga.
2. Semakin tinggi tingkat motivasi anak terhadap pendidikan, maka risiko putus sekolahnya semakin kecil.
Saran
Karena variabel Motivasi Anak merupakan variabel yang paling kuat hubungannya dengan risiko putus sekolah, maka pemerintah dapat merencanakan program-program penyuluhan atau pengarahan terhadap anak-anak usia sekolah pendidikan dasar untuk merangsang motivasinya terhadap sekolah. Penyuluhan dapat diberikan juga kepada ibu-ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan, terutama bekerja si swasta, karena memberikan risiko yang lebih besar terhadap anak putus sekolah dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja.
Diharapkan, dengan penyuluhan, terjadinya putus sekolah dapat dihindari. Selanjutnya,
angka partisipasi sekolah di Kabupaten Ogan Ilir dapat meningkat dan target MDGs dapat
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A., 2002, “Categorical Data Analysis”, John Wiley & Sons, New York.
Bappenas, 2006, Pro-Poor Planning & Budgeting, http//p3b.bappenas.go.id/OI_
Score_Card.pdf, diakses 4 Februari 2010
Bappenas, 2007, Menjawab Tantangan Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs) Pemerintah
Daerah Kabupaten Ogan Ilir,
http//p3b.bappenas.go.id/loknas_wonosobo/content/docs/materi/18- bappeda_ogan_ilir.pdf, diakses 4 Februari 2010
Cahyawati, D., 2007a, Karakteristik Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar (Kasus: Analsis Data Susenas Tahun 2000 Provinsi Sumatera Selatan), Jurnal Penelitian Sains, Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, Palembang.
Cahyawati, D., 2007b, Pemodelan Masalah Risiko Putus Sekolah Pendidikan Dasar (Kasus:
Analisis Data Susenas Tahun 2000 Provinsi Sumatera Selatan), Jurnal Ilmiah MIPA, Fakultas MIPA Universitas Lampung, Lampung.
Ditjen Dikti, 2009, Panduan Pelaksanaan Hibah Penelitian Potensi Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2009, Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta.
Gaduh, A.B., 2000, “Pendidikan di Indonesia Sebelum dan Semasa Krisis”, Analisis CSIS No. 3, September 2000.
Hosmer, D.W. & Lemeshow. S., 2000, “Applied Logistic Regression”, John Wiley & Sons Inc, New York.
Huba, G.J, 2001, “CHAID”, http://www.themeasurment.com/definitions/ CHAID.htm diakses Februari 2003
Kass, G.V, 1982, “Automatic Interaction Detection (AID) Techniques”, Encyclopedia of Statistical Sciences Vol 1. Ed. Kots, Z. & Johnson, N.L. John Wiley & Son, New York.
Siswadi, 2009, Analisis Regresi Logistik Biner Bivariat pada Partisipasi Anak dalam Kegiatan
Ekonomi dan Sekolah di Jawa Timur, http//digilib.its.ac.id, diakses 1 Maret 2010
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
129