• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA ILMIAH TERAPAN PENERAPAN BALLAST WATER MANAGEMENT DI ATAS KAPAL MV. RED ROCK GUNA MENCEGAH PENCEMARAN DI LAUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARYA ILMIAH TERAPAN PENERAPAN BALLAST WATER MANAGEMENT DI ATAS KAPAL MV. RED ROCK GUNA MENCEGAH PENCEMARAN DI LAUT"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ATAS KAPAL MV. RED ROCK GUNA MENCEGAH PENCEMARAN DI LAUT

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III

MUHAMMAD RIZKY ALVIAN N.I.T 05.17.018.1.53

AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA

2021

(2)

PENERAPAN BALLAST WATER MANAGEMENT DI ATAS KAPAL MV. RED ROCK GUNA MENCEGAH

PENCEMARAN DI LAUT

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III

MUHAMMAD RIZKY ALVIAN N.I.T 05.17.018.1.53

AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA

2021

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Muhammad Rizky Alvian

Nomor Induk Taruna : 05.17.018.1.53

Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III Menyatakan bahwa KIT yang saya tulis dengan judul :

PENERAPAN BALLAST WATER MANAGEMENT DI ATAS KAPAL MV.

RED ROCK GUNA MENCEGAH PENCEMARAN DI LAUT

Merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam KIT tersebut, kecuali tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide saya sendiri.

Jika pernyataan di atas terbukti tidak benar, maka saya sendiri menerima sanksi yang di tetapkan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.

SURABAYA, ………

Materai 6000

Muhammad Rizky Alvian

(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Kami memanjatkan puji syukur akan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam, karena atas segala kuasa, dan anugrah-Nya yang telah Ia berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan mengambil judul :

“PENERAPAN BALLAST WATER MANAGEMENT DI ATAS KAPAL MV. RED ROCK GUNA MENCEGAH PENCEMARAN DI LAUT”

Dalam usaha menyelesaikan Karya Ilmiah Terapan ini, dengan penuh rasa hormat setinggi-tingginya dan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, bimbingan dan petunjuk serta dorongan yang sangat berarti bagi penulis.

Untuk itu perkenankanlah pada kesempatan ini, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Kedua orang tua tercinta

2. Bapak Capt. Dian Wahdiana, M.M selaku Direktur Politeknik Pelayaran Surabaya.

3. Bapak Capt. Tri Mulyatno Budhi H, S.Si.T, M.Pd selaku Ketua Jurusan Nautika Politeknik Pelayaran Surabaya.

4. Ibu Sereati Hasugian,S.Si.T,M.T selaku pembimbing I dan Ibu Anak Agung Istri Sri Wahyuni,S.Si.T.,M.Sda. selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya.

5. Seluruh Civitas Akademika Politeknik Pelayaran Surabaya.

6. PT. Meratus Line, terutama seluruh crew KM. Red Rock tempat saya melakukan praktek berlayar.

(7)

7. Teman-teman seperjuangan yang juga selalu memberikan motivasi baik berupa pendapat, motivasi dan hal-hal lainnya dalam rangka pembuatan karya ilmiah ini.

Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan bahan pembelajaran kepada kita semua.

Surabaya, 2021

Muhammad Rizky Alvian

(8)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIZKY ALVIAN 2021, Penerapan Ballast Water Management Di Atas Kapal MV. Red Rock Guna Mencegah Pencemaran Di Laut.

Dibimbing oleh Ibu Sereati Hasugian dan Ibu Anak Agung Istri Sri Wahyuni.

Pembuangan air balas yang dilakukan oleh kapal dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain dapat menimbulkan masalah. Air balas yang diangkut dari suatu kapal dapat membawa mikroorganisme yang hidup pada lingkungan asal dan kemudian dibuang pada ekosistem yang baru. Maka negara anggota IMO melakukan konvensi pada tanggal 13 Februari 2004 di markas besar IMO yaitu the International Convention for the control and Management of Ships Ballast Water and Sediments (BWM Convention). Dalam konvensi tersebut mengharuskan semua kapal harus menerapkan rencana air ballast dan manajemen sedimen. Semua kapal harus membawa buku catatan air ballast dan akan diminta untuk melakukan prosedur pengelolaan air ballas yang ditetapkan oleh standar IMO. Secara umum pertukaran air ballast harus dilaksanakan dalam suatu kondisi laut dalam. Ini direkomendasikan untuk melakukan pertukaran ballast sedikitnya 200 nm dari daratan terdekat dan kedalaman 200 meter atau jika tidak memungkinkan sedikitnya 50 nm dari daratan dan dengan kedalaman 200 meter. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua tujuan, yaitu pertama untuk mengetahui bagaimana penerapan Ballast Water Management di atas kapal dan yang kedua adalah bagaimana pengetahuan dan pemahaman awak kapal tentang Ballast Water Management.

Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun dengan lokasi penelitian yaitu MV. Red Rock yang merupakan tempat penulis melakukan praktek layar. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung melalui observasi dengan pihak yang bersangkutan. Peneliti menemukan beberapa kejadian dimana mualim 1 membuang dan mengisi ballast tidak sesuai dengan peraturan yang sudah diterapkan yaitu membuang atau mengisi air ballast di pelabuhan yang bertujuan untuk membuat kapal seimbang atau sedang memuat muatan berat yang salah satu caranya menggunakan air ballast.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan awak kapal tentang penerapan Ballast Water Management masih kurang, disebabkan kurangnya sosialisasi di kapal dan pihak perusahaan. Dari beberapa sudut pandang yang dipaparkan untuk masalah ini, peneliti dapat memberikan rekomendasi dalam rangka penyelesaian masalah dengan cara melakukan sosialisasi di atas kapal dan perusahaan memberikan petunjuk mengenai penerapan manajemen air ballas.

Kata kunci: Regulasi IMO, Manajemen Air Ballas, Indonesia

(9)

ABSTRACT

MUHAMMAD RIZKY ALVIAN. 2021, Application of Ballast Water Management on Ships MV. Red Rock to Prevent Pollution in the Sea. Guided by Mam Sereati Hasugian and Mam Anak Agung Istri Sri Wahyuni.

The discharge of ballast water carried out by ships from one port to another can cause problems. Ballast water transported from a ship can carry microorganisms that live in the original environment and are then disposed of in the new ecosystem. So IMO member countries held a convention on February 13, 2004 at the IMO headquarters, namely the International Convention for the control and Management of Ships Ballast Water and Sediments (BWM Convention). The convention requires all ships to implement a ballast water plan and sediment management. All vessels must carry a ballast water log book and will be required to perform ballast water management procedures stipulated by IMO standards. In general the ballast water exchange must be carried out in a deep sea condition. It is recommended to exchange ballasts at least 200 nm from the nearest land and 200 meters deep or if this is not possible at least 50 nm from land and with a depth of 200 meters. This research was carried out with two objectives, first to find out how to implement Ballast Water Management on board and the second is how the crew's knowledge and understanding of Ballast Water Management.

This research was conducted for one year with the research location, namely MV. Red Rock, which is where the writer does screen practice. Primary data in this study were obtained directly through observation with the parties concerned. Researchers found several incidents where the officer in charge of disposing and filling the ballast was not in accordance with the regulations that had been applied, namely removing or filling ballast water at the port which aims to make the ship balanced or is loading heavy loads, one of which is using ballast water.

The results of this study indicate that the knowledge of the crew about the application of Ballast Water Management is still lacking, due to lack of socialization on the ship and the company. From several points of view presented for this problem, the researcher can provide recommendations in order to solve the problem by conducting socialization on the ship and the company providing instructions regarding the application of Ballast Water Management.

Keyword: IMO Regulation, Ballast Water Management, Indonesia

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN SEMINAR KARYA ILMIAH TERAPAN ... iii

PENGESAHAN PROPOSAL ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 4

C. BATASAN MASALAH ... 4

D. TUJUAN PENELITIAN ... 4

E. MANFAAT PENELITIAN ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. LANDASAN TEORI ... 6

1. Pengertian – Pengertian: ... 6

2. Teori –Teori ... 9

B. KERANGKA PENELITIAN ... 21

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. JENIS PENELITIAN ... 22

B. LOKASI PENELITIAN ... 22

C. SUMBER DATA ... 23

D. METODE PENGUMPULAN DATA ... 24

E. TEKNIK ANALISIS DATA... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

B. HASIL PENELITIAN ... 30

1. Penyajian Data ... 31

2. Analisis Data ... 32

C. PEMBAHASAN ... 34

BAB V ... 39

PENUTUP ... 39

A. KESIMPULAN ... 39

B. SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 2. 1 Proses ballasting-deballasting ... 8 Gambar 4. 1 MV. Red Rock. ...30

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 2. 1 Standar IMO D2 untuk keluaran air balas. ... 12 Tabel 4. 1 Biaya investasi alat Ballast Water Treatment ... 36

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air ballas adalah air yang digunakan sebagai pemberat dan penyeimbang kapal saat berlayar. Air ballas di kapal sangat berperan untuk meningkatkan stabilitas kapal, namun memiliki dampak serius terhadap ekologi karena banyak spesies laut dibawa dalam air ballast. Spesies laut termasuk bakteri, mikroba, invertebrata kecil, telur, kista dan larva dari berbagai spesies yang terdapat dalam air ballast yang diambil dari suatu perairan akan mengganggu ekosistem yang ada di perairan lainnya ketika air ballast tersebut dibuang atau dikeluarkan dari kapal.

Ketika kapal melakukan proses ballasting dan deballasting maka akan terjadi pertukaran organisme di satu daerah dengan daerah lainnya. Proses ini berlangsung selama bertahun-tahun selama kapal beroperasi. Hal ini mengakibatkan keseimbangan ekosistem terganggu. Karena organisme asli bercampur dengan organisme pendatang yang menyebabkan banyak terjadi mutasi genetika.

Aturan tersebut dapat dipenuhi dengan berbagai macam jalan, sehingga air yang dikeluarkan dalam kondisi bersih dan aman bagi air di pelabuhan tujuan.

Setelah lebih dari 14 tahun melakukan perundingan antara negara anggota IMO, the International Convention for the Control and Management of Ships Ballast Water and Sediments (BWM Convention) diadopsi secara konsenses pada

(15)

konferensi diplomatik yang diadakan di markas besar IMO di London pada tanggal 13 Februari 2004.

Dalam konvensi tersebut mengharuskan semua kapal harus menerapkan rencana air ballast dan manajemen sedimen. Semua kapal harus membawa buku catatan air ballast dan akan diminta untuk melakukan prosedur pengelolaan air ballast yang ditetapkan oleh standar IMO.

Terhitung mulai tahun 2024 semua kapal diharuskan untuk memiliki Unit Ballast Water Management System diatas kapal baik untuk kapal bangunan baru maupun existing vessel ( Kapal lama ).

Kapal - kapal yang terkena aturan Konvensi Ballast Water Management yaitu kapal kapal ber tonase diatas 4,00 GRT dan aturan ini bertujuan untuk :

1. Menghindari perpindahan mikroorganisme - mikroorganisme dan biota lain yang dapat merusak dan menghancurkan lingkungan ekosistim di laut dari satu area ke area yang lain melalui perantara air ballas.

2. Menghindari terbentuknya Sedimen - Sedimen yang dapat mengganggu ekosistim laut.

Kejadian pada tanggal 23 September 2019 ketika kapal MV. Red Rock melakukan kegiatan muat di Kijang, Bintan. Setelah kapal selesai melakukan kegiatan muat muatan, kapal miring 2 derajat kiri maka mualim 1 melakukan kegiatan membuang ballas tanki sebelah kiri dikarenakan tanki kanan telah penuh

(16)

semua , maka cara satu-satunya adalah membuang ballas pada tanki sebelah kiri agar kapal pada saat berangkat dengan keadaan steady.

Sesuai peraturan IMO, tepat Jumat 8 September 2017 efektif diberlakukannya BWM Convention. Sesuai perjanjian kerja sama dengan melakukan survey dan proses sertifikasi manajemen air ballast kapal. Penerapan konvensi BWM di Indonesia sesuai dengan hasil sidang MEPC 71 tanggal 3 sampai 7 Juli 2017, penting untuk diperhatikan para pemilik kapal yang terkena aturan konvensi BWM. Untuk kapal-kapal bangunan baru yang peletakan lunasnya dilakukan pada atau setelah September 2017, harus melakukan instalasi Ballast Water Management Treatment System (BWMTS) pada saat serah terima kapal.

Sedangkan untuk kapal existing (bangunan jadi), melakukan instalasi BWMTS pada saat pembaharuan (renewal) sertifikasi IOPP.

Kapal-kapal yang dibebaskan dalam persyaratan sistem manajemen air balas meliputi:

1. Kapal yang hanya beroperasi di area pelabuhan dan/atau hanya berlayar tidak lebih dari 50 (lima puluh) mil dan

2. Kapal yang digunakan sebagai unit penampungan terapung yang tidak berpindah.

Dari berbagai fenomena di atas, mendorong penulis untuk mengangkat masalah ini untuk diteliti dan kemudian menuangkan dalam skripsi yang berjudul “ PENERAPAN BALLAST WATER MANAGEMENT DI ATAS KAPAL MV.

RED ROCK GUNA MENCEGAH PENCEMARAN DI LAUT “.

(17)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Ballast Water Management di terapkan di atas kapal MV. Red Rock?

2. Bagaimana strategi agar diterapkannya Ballast Water Management di atas kapal MV. Red Rock?

C. BATASAN MASALAH

Mengingat banyaknya permasalahan pencemaran air ballas di laut yang dikarenakan pembuangan air ballas yang tidak sesuai aturan maka yang akan di bahas adalah : penerapan Ballast Water Management diatas kapal MV. Red Rock pada saat praktek laut.

D. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penulisan naskah Karya Ilmiah Terapan ini adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan Ballast Water Management di atas kapal MV. Red Rock.

2. Untuk mengetahui strategi penerapan Ballast Water Management di atas kapal MV. Red Rock

E. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penulis berharap akan beberapa manfaat yang dapat dicapai:

(18)

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi, referensi, kajian ataupun sebagai sumbangan pemikiran bagi para pelaut dan anak buah kapal agar mengetahui tentang pembuangan air balas dengan benar agar tidak merusak ekosistem dan biota di laut.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan berguna dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang transportasi laut, yaitu agar para pelaut dan anak buah kapal mengetahui manfaat, pemetaan identifikasi risiko kegiatan pembuangan air balas di laut agar tidak merusak ekosistem dan biota di laut.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Pengertian – Pengertian:

a. Penerapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan, sedangkan menurut beberapa ahli, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

Menurut Usman (2002), penerapan (implementasi) adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem.Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.

Menurut Setiawan (2004) penerapan (implementasi) adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata penerapan (implementasi) bermuara pada aktifitas, adanya

(20)

aksi, tindakan, atau mekanisme suatu system. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa penerapan (implementasi) bukan sekedar aktifitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

b. Ballast Water Management

Menurut Peraturan Menteri Nomer 29 tahun 2014 Bab 1 pasal 1 Ayat 20 Manajemen Air Balas (Ballast Water Management) adalah sistem manajemen proses-proses mekanis, fisika, kimiawi, biologis yang dilakukan secara terpisah atau bersamaan untuk menghilangkan, mengurangi tingkat bahaya, atau menghindari pengambilan atau pembuangan organisme air yang membahayakan bibit penyakit yang berasal dari air balas dan sedimen-sedimennya.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bawah kata Ballast Water Management yaitu sebuah sistem manajemen yang memproses pembuangan air balas dari kapal ke laut dengan tidak merusak ekosistem dan biota di laut.

(21)

Gambar 2. 1 Proses ballasting-deballasting

(sumber: Globallast) c. Kapal

Menurut Peraturan Menteri Nomer 29 tahun 2014 Bab 1 pasal 1 Ayat 6 pengertian kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata kapal yaitu sebuah alat transportasi yang beroperasi di permukaan atau didalam air ,baik itu di sungai maupun di laut yang bisa mengangkut, manusia, hewan, barang – barang besar maupun kecil.

d. Pencemaran di Laut

Menurut Peraturan Menteri Nomer 29 tahun 2014 Bab 1 pasal 1 Ayat 1 pengertian pencemaran di laut adalah kerusakan pada perairan

(22)

dengan segala dampaknya yang di akibatkan oleh tumpahnya atau keluarnya bahan yang disengaja atau tidak disengaja berupa minyak, bahan cair beracun, muatan berbahaya dalam kemasan, kotoran, sampah, dan udara dari kapal.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata pencemaran di laut yaitu kerusakan atau tercemarnya perairan di laut maupun di sungai yang di akibatkan oleh barang – barang, bahan – bahan dari kapal yang tumpah atau keluar dengan sengaja maupun tidak sengaja.

2. Teori –Teori

a. Ballast Water Management

Air balas adalah air yang digunakan sebagai pemberat dan penyeimbang kapal saat berlayar. Air balas di kapal sangat berperan untuk meningkatkan stabilitas kapal, namun memiliki dampak serius terhadap ekologi karena banyak spesies laut dibawa dalam air ballast.

Spesies laut termasuk bakteri, mikroba, invertebrata kecil, telur, kista dan larva dari berbagai spesies yang terdapat dalam air ballast yang diambil dari suatu perairan akan mengganggu ekosistem yang ada di perairan lainnya ketika air ballast tersebut dibuang atau dikeluarkan dari kapal.

Ketika kapal melakukan proses ballasting dan deballasting maka akan terjadi pertukaran organisme di satu daerah dengan daerah

(23)

lainnya. Proses ini berlangsung selama bertahun-tahun selama kapal beroperasi. Hal ini mengakibatkan keseimbangan ekosistem terganggu.

Karena organisme asli bercampur dengan organisme pendatang yang menyebabkan banyak terjadi mutasi genetika. Kapal tersebut wajib memiliki sertifikat dan dokumen terkait dengan penetapan sistem yang mampu menangani air balas di kapal dengan dampak lingkungan terkecil, yang sesuai seperti dalam petunjuk pelaksanaan dari konvensi ini bahwa kapal berukuran 400 GT dan lebih harus memenuhi aturan sebagai berikut. Adapun sertifikat atau dokumen tersebut adalah:

1. Ballast Water Management Plan yang disetujui oleh klasifikasi atau bendera.

2. Memiliki Ballast Water Record Book.

3. Disurvei dan diterbitkan sertifikat terkait International Ballast Water Management.

4. Untuk memasang Ballast Water Treatment System.

1) Ada dua standar pengelolaan air balas yaitu (D-1 dan D-2) :

a) Standar D-1 mengharuskan kapal untuk menukar air pemberat mereka di laut lepas, jauh dari daerah pesisir. Idealnya, ini berarti setidaknya 200 mil laut dari daratan dan setidaknya dalam air 200 meter. Dengan melakukan ini, lebih sedikit organisme yang akan bertahan hidup sehingga kemungkinan kapal akan lebih kecil memperkenalkan spesies yang berpotensi berbahaya ketika mereka melepaskan air pemberat.

(24)

b) Standar D-2 menentukan jumlah maksimum organisme yang layak yang diizinkan habis, termasuk mikroba indikator yang ditentukan berbahaya bagi kesehatan manusia. Dari tanggal berlakunya Konvensi BWM, semua kapal harus mematuhi setidaknya standar D-1 dan semua kapal baru, dengan standar D-2. Akhirnya, semua kapal harus memenuhi standar D-2. Bagi kebanyakan kapal, ini melibatkan memasang peralatan khusus untuk mengolah air pemberat.

2) Perbedaan nyata antara standart D-1 dan D-2 :

a) Perbedaannya adalah Standart D-1 mengharuskan kapal melakukan pertukaran air balas sedemikian rupa sehingga padasedikitnya 95% air dengan volume ditukar jauh dari pantai bahwa D-1 berkaitan dengan pertukaran air balas.

b) D-2 menentukan maksimum jumlah organisme hidup yang diizinkan untuk dibuang, termasuk mikroba indikator yang ditentukan berbahaya bagi kesehatan manusia. Pada kinerja D2, air balas yang akan dikeluarkan harus memenuhi syarat seperti pada Tabel 2.1 .

(25)

Tabel 2. 1 Standar IMO D2 untuk keluaran air balas.

Jenis Organisme Regulasi Plankton, > 50 dalam ukuran

minimum

< 10 cells /m2

Plankton, 10-50 < 10 cells /m2 Toxiogenic Vibro cholera (O1

& O39)

< 1 cfu /100 ml

Escherichia Coli < 250 cfu / 100 ml Intestinal Enterococci < 100 cfu / 100 ml

(sumber: Lindholm Engineers)

Kapal yang ada harus memenuhi setidaknya standar D-1(ballast water exchange) mereka dapat juga memilih untuk memasang sistem tidak wajib sampai kepatuhan yang sesuai tanggal.

b. Peraturan Presiden No. 132 Tahun 2015 Tentang Pengesahan The International Convention For The Control And Management Of Ships' Ballast Water And Sediments, 2004 (Konvensi Internasional Untuk Pengendalian Dan Manajemen Air Ballas Dan Sedimen Dari Kapal, 2004.

1) Pasal 1

Mengesahkan the International Convention for the Control and Management of Ships' Ballast Water and Sediments, 2004

(26)

(Konvensi Internasional untuk Pengendalian dan Manajemen Air Ballas dan Sedimen dari Kapal, 2004) yang naskah aslinya dalam bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Mandarin, bahasa Perancis, bahasa Rusia, dan bahasa Spanyol serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

2) Pasal 2

Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Persetujuan bahasa Indonesia dengan naskah aslinya dalam bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Mandarin, bahasa Perancis, bahasa Rusia, dan bahasa Spanyol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, yang berlaku adalah naskah aslinya dalam bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Mandarin, bahasa Perancis, bahasa Rusia, dan bahasa Spanyol.

3) Pasal 3

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

c. Peraturan Menteri No.29 Tahun 2014 Tentang Pencegahan Pencemaran Paragraf 3 Manajemen Air Balas.

(27)

1) Pasal 48

a) Setiap kapal dengan ukuran GT 400 ( empat ratus Gross Tonnage) atau lebih yang membawa air balas dan berlayar di perairan internasional wajib memenuhi ketentuan konvensi manajemen air balas ( Ballast Water Management Convention ).

b) Setiap kapal yang membawa air balas dengan kapasitas 1500 m3 atau lebih yang berlayar di perairan Indonesia wajib memenuhi ketentuan manajemen air balas dalam Peraturan Menteri ini.

c) Kapal yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diterbitkan sertifikat manajemen air balas oleh Direktur Jenderal.

Dari pasal 48 tersebut dapat disimpulkan bahwa kapal yang berukuran GT 400 atau lebih dan membawa air balas dengan kapasitas 1500 m3 atau lebih yang berlayar diperairan Indonesia maupun Internasional wajib mememenuhi ketentuan manajemen air balas. Jika kapal telah memenuhi ketentuan tersebut maka akan di terbitkan sertifikat manajemen air balas oleh Direktur Jenderal.

2) Pasal 49

Ketentuan manajemen air balas terhadap kapal sebagaiman dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) adalah sebagai berikut:

a) Dilengkapi buku catatan air balas (Ballast Water Record Book) dan buku rencana pengelolaan air balas (Ballast Water Management Plan) yang disahkan oleh pejabat yang berwenang

(28)

dan dilaporkan untuk diketahui Syahbandar pada pelabuhan setempat.

b) Menerapkan pengelolaan air balas untuk kapal yang memiliki kapasitas air balas 1500 m3 hingga 5000 m3 dimana pertukaran air balas hingga 95% (sembilan puluh lima persen) volume balas dengan jarak minimal 25 (dua puluh lima) mil dari daratan terdekat;

c) Apabila huruf b tidak dilakukan maka pembuangan air balas harus melalui alat pengolah air balas;

d) Air balas yang dibuang sebagaimana dimaksud pada huruf c harus memperhatikan ketentuan dalam pembuangan balas yaitu kurang dari 10 viable organisme/m3 yang memiliki ukuran lebih besar atau sama dengan 50µM dan kurang dari 10 viable organisme/mililiter dangan ukuran antara 10µM sampai dengan kurang dari 50µM, di samping persyaratan tersebut harus memenuhi ketentuan pembuangan dari indikator mikroba, sesuai standar kesehatan manusia adalah :

a) Toxicogenic vibrio cholerae (O1 dan O139) dengan kurang dari 1 (satu) unit pembentukan koloni (cfu) per 100 mililiter atau kurang dari 1 cfu per gram ( berat basah) sampel zooplankton;

b) Escherichia coli kurang dari 250 cfu per 100 mililiter; dan c) Intestinal enterococci kurang dari 100 cfu per 100 mililiter

(29)

d) Kapal dengan kapasitas air balas 5000 m3 atau lebih wajib dilengkapi peralatan pengolahan air balas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf d;

e) Peratan sistem manajemen air balas yang terpasang sesuai dengan huruf c dan huruf e harus disetujui oleh Pemerintah dengan memperhatikan panduan yang dikembangkan oleh organisasi maritim international (International Maritime Organization /IMO);

Dari pasal 49 tersebut dapat disimpulkan bahwa di kapal harus dilengkapi dengan Ballast Water Record Book dan Ballast Water Management Plan yang disahkan oleh pejabat berwenang dan diketahui oleh Syahbandar dengan menerapkan pengelolaan air balas untuk kapasitas air balas 1500 m3 sampai dengan 5000 m3 dengan pertukaran air balas hingga 95% volume balas dengan jarak minimal 25 mil dari daratan terdekat. Tetapi jika tidak dilakukan, pembuangan air balas harus melalui alat pengolah air balas yang memperhatikan ketentuan dalam pembuangan balas yaitu kurang dari 10 viable organisme/m3 yang memiliki ukuran lebih besar atau sama dengan 50µM dan kurang dari 10 viable organisme atau mililiter dangan ukuran antara 10µM sampai dengan kurang dari 50µM, di samping persyaratan tersebut harus memenuhi ketentuan pembuangan dari indikator mikroba, sesuai standar kesehatan manusia.

(30)

3) Pasal 50

a) Kapal-kapal yang dibebaskan dalam persyaratan sistem manajemen air balas meliputi:

I. Kapal yang hanya beroperasi di area pelabuhan dan/atau hanya berlayar tidak lebih dari 50 (lima puluh) mil; dan II. Kapal yang digunakan sebagai unit penampungan terapung

yang tidak berpindah.

b) Pemberlakuan ketentuan manajemen air balas diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktur Jenderal.

Dari pasal 50 tersebut dapat disimpulkan bahwa kapal yang berlayar di area pelabuhan, tidak lebih dari 50 mil atau kapal yang di gunakan sebagai unit penampungan terapung yang tidak berpindah maka akan dibebaskan dalam persyaratan manajemen air balas.

Tujuan Penggunaan Ballast Water Management System

Penggunaan Ballast Water Management System pada kapal dengan tonase diatas 4,00 GT memiliki sejumlah tujuan, diantaranya adalah:

1) Menghindari terbentuknya sedimen yang berpotensi mengganggu ekosistem di laut.

2) Menghindari perpindahan mikroorganisme dan biota lain yang bisa merusak dan menghancurkan ekosistem di laut dari sebuah area ke area lain melalui perantara air ballas.

(31)

Berkat penggunaan Ballast Water Management System, tentunya penyebaran organisme yang bisa merusak ekosistem laut bisa diminimalisir. Penerapan ini tak hanya berlaku untuk kapal baru, namun kapal lama yang harus mendapatkan persetujuan terkait penggunaan Ballast Water Management System dengan biaya sekitar 5 juta USD.

d. SOP PT. Meratus Line Document Number MER-BWMP-RRK Tentang Ballast Water Management Plan MV.Red Rock

1) Bab 5 Prosedur dan operasional dari sistem manajemen air ballast Secara umum pertukaran air ballast harus dilaksanakan dalam suatu kondisi laut dalam. Ini direkomendasikan untuk melakukan pertukuran air ballast sedikitnya 200 nm dari daratan terdekat dan kedalaman air sedikitnya 200 meter. Jika hal ini tidak memungkinkan sedikitnya 50 nm dari daratan terdekat dan kedalaman air sedikitnya 200 meter atau area yang ditentukan oleh Port State.

2) Bab 5.4.1 Metode Sequential

Metode sequential adalah sebuah proses dimana tangki ballast pertama kali dikosongkan dan kemudian diisi dengan mengganti air ballast untuk mencapai sedikitnya 95% pertukaran volumetrik.

Untuk metode ini masing-masing tangki ballast harus dikeluarkan hingga tidak dapat di hisap dan pompa stripping atau ejector harus digunakan apabila memungkinkan. Dengan demikian proses membutuhkan kepindahan dari beban yang sangat besar dari kapal

(32)

dalam situasi dinamis, dan penganti beban tersebut. Dengan metode ini, kondisi beban asli akan berubah yang mempunyai pengaruh utama terhadap perilaku stabilitas, kekuatan struktur, jarak penglihatan dan kemampuan maneuver. Keterangan untuk prosedur pertukaran tidak simetris : perhatian khusus harus diberikan kepada momen kemiringan akibat dari pertukaran dan tangki-tangki dengan volume berbeda atau satu sisi permukaan air ballast sequential. Kemiringan ini dapat dikurangi dengan pengukuran simultan seperti pertukualan air ballast dari tangki yang berlawanan atau dengan mengisi tangki kosong lain. Secara umur sudut kemiringan 2.0 derajat tidak boleh lebih. Dengan demikian, ketersediaan sepasang tangki kosong cadangan bisa menolong kesuksesan pertukaaran air ballast. Kesediaan ini harus di pertimbangan selama perencaan distirbusi air ballast.

PT. Meratus Line Tentang Ballast Water Management Plan MV.Red Rock dapat disimpulkan bahwa kapal melakukan pertukaran air ballast harus dengan kedalaman 200 meter dan jarak minimal 200 nm dari daratan, atau jika tidak memungkinkan maka sedikitnya jarak 50 nm dari daratan terdekat dan kedalaman 200 nm atau di area yang ditentukan oleh Port State. Dengan menggunakan metode sequential dengan proses pertama kali mengosongkan dan kemudian diisi dengan mengganti air ballast mencapai 95% pertukuran volumetrik atau pompa hingga tidak dapat menghisap. Tetapi dengan metode ini kondisi beban

(33)

asli akan berubah yang pengaruh utama stabilitas, kekuatan struktur, jarak pengelihatan dan manuever. Agar sudut kemiringan tidak melebihi 2.0 derajat maka menyediakan sepasang tangki cadangan.

(34)

1. Ballast Water Management Convention 2. Peraturan Presiden No. 132 Tahun 2015

3. Peraturan Menteri No. 29 Paragraf 3 pasal 48 – 50 Tahun 2014

4. SOP PT. Meratus Line Ballast Water Management Plan

Pengetahuan awak kapal dan pemilik kapal dalam penerapan Ballast Water Management agar ekosistem

di laut agar tidak rusak dan tercemar

.

21

B. KERANGKA PENELITIAN

PROSES

SUBYEK OBJEK METODE

MV. Red

Rock Awak Kapal Deskriptif Kualitatif

Ekosistem di laut tidak tercemar dan terjaga dengan baik Awak kapal

menerapkan tentang prosedur

Ballast Water Management Awak kapal yang

belum menerapkan tentang prosedur

Ballast Water Management

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Menurut Musfiqon (2012:41). Data kualitatif berupa kata, kalimat, gambar, serta bentuk lain yang memiliki variasi cukup banyak di bandingkan data kuantitatif. Menurut Musfiqon (2012:70) penelitian kulitatif merupakan penelitian yang jenis datanya bersifat nonangka. Bisa berupa kalimat, pernyataan dokumen, serta data lain yang bersifat kualitatif untuk dianalisis secara kualitatif. Makanya, dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan data statistik dalam analisis data penelitian.

Dalam menganalisis dan mendeskripsikan mengenai penerapan Ballast Water Management. Penelitian menggunakan landasan teori sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian serta bahan pembahasan hasil penelitian.

B. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitiannya adalah pada kapal MV. Red Rock melaksanakan praktek kerja laut (PRALA) selama 1 tahun.

(36)

C. SUMBER DATA

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek darimana data diperoleh Musfiqon (2012:115). Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan penulis teliti. Perlunya sumber data yang akan memeberikan informasi diantaranya yaitu :

1. Sumber data primer

Data primer adalah data yang terkait langsung dengan masalah penelitian dan dijadikan bahan analisis serta penarikan simpulan dalam penelitian. Peneliti mendapatkan data primer ini melalui wawancara langsung dan observasi langsung kepada responden yaitu awak kapal MV.

Red Rock tentang penerapan Ballast Water Management.

2. Sumber data sekunder

Data sekunder merupakan data yang terkait tidak langsung dengan masalah penelitian dan tidak dijadikan acuan utama dalam analisis dan penarikan simpulan penelitian. Data ini di peroleh dengan lebih mudah dan cepat karena sudah tersedia. Data yang peneliti peroleh berupa data-data yang nyata yaitu seperti Ballast Water Record Book, Ballast Water Management Plan, karena di kapal MV. Red Rock sudah tersedia data- data yang ada, seperti Ballast Water Management Plan yang berfungsi untuk mengetahui bagaimana cara penerapan Ballast Water Management.

(37)

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan penelitiuntuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan spesifik. Untuk memperoleh data dilapangan yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti maka penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Observasi

Menurut Musfiqon (2012:120) observasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui pengamatan atas gejala, fenomena dan fakta empiris yang terkait dengan masalah penelitian. Dalam kegiatan observasi peneliti bisa membawa check list, rating scale, atau catatan berkala sebagai instrumen observasi. Sehingga dalam kegiatan observasi ada pencatatan melalui check list yang telah disusun oleh peneliti. Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada proses pembuangan air balas di dari kapal ke laut. Dalam penelitian ini untuk mengetahuicara proses pembuangan air balas ke laut agar tidak merusak ekosistem dan biota di laut.

2. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Musfiqon (2012: 131) adalah kumpulan fakta dan data yang tersimpan dalam bentuk teks atau artefak. Teknik dokumentasi ini sering digunakan menjadi teknik utama dalam penelitian sejarah atau analisis teks. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian

(38)

ini meliputi Ballast Water Record Book, Ballast Water Management Plan, sertifikat International Ballast Water Management.

3. Wawancara

Teknik wawancara dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terstruktur. Musfiqon (2012: 117-118) menjelaskan bahwa wawancara terstruktur adalah peneliti telah pedoman wawancara dengan menuangkan pertanyaan-pertanyaan beserta alternatif jawabannya.

Suasana wawancara terstruktur cenderung formal, karena setiap item pertanyaan mengacu pada pedoman wawancara yang telah dibuat oleh peneliti Peneliti mendapatkan informasi langsung dengan teknik wawancara dari awak kapal di kapal tersebut.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Menurut Musfiqon (2012: 153) data kualitatif berupa kata, kalimat, gambar, serta bentuk lain yang memiliki variasi cukup banyak dibandingkan data kuantitatif. Analisis data kualitatif tentu lebih sulit dibandingkan analisis data kuantitatif. Hal ini dikarenakan perangkat analisis data kualitatif masih sangat terbatas.

Analisis kualitatif tidak menggunakan rumus statistik. Analisis menggunakan otak dan kemampuan pikir peneliti, karena peneliti sebagai alat analisis (human as instrumen). Kemampuan peneliti untuk menghubungkan

(39)

secara sistematis antara data satu dengan data lainnya sangan menentukan proses analisis data kualitatif.

Analisis kualitatif merupakan analisis yang mendasarkan pada adanya hubungan semantik antarmasalah penelitian. Analisis kualitatif dilaksanakan dengan tujuan agar peneliti mendapatkan makna data untuk menjawab masalah penelitian. Oleh karena itu, dalam analisis kualitatif data-data yang terkumpul perlu disistematisasikan, distrukturkan, disemantikkan, dan disintesiskan agar memiliki makna yang utuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu :

1. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.

Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dalam hal ini peneliti akan menyajikan data dalam bentuk teks, untuk memperjelas hasil penelitianta maka dapat dibantu dengan mencantumkan table atau gambar.

2. Verifikasi Atau Penyimpulan Data

Kesimpulan dalam penelitian kualitatifmungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena sepeerti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatifmasi bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah

(40)

ada.temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remangremang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif. Hipotesis atau teori.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arumsari, N.K. (19 Oktober 2017). Analisis Implementasi Kebijakan Penerapan Ballast Water Treatment Pada Industri Pelayaran. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Emaritime. ( 2014 ). Ballast Water Management System Sang Penjaga Kelestarian Ekosistem di Laut (https://www.emaritim.com/2018/03/ballast-water- management-system- sang.html). Diakses pada tanggal 15 April 2019.

http://www.imo.org. Diakses pada tanggal 17 April 2019.

http://kbbi.web.id. Diakses pada tanggal 17 April 2019.

Maritime World. (2014). Sistem Air Ballast Di Kapal Dan Berbagai Permasalahannya (http://www.maritimeworld.web.id/2014/05/sistem-air-balast-di-kapal-dan- berbagai-permasalahanya.html). Diakses pada tanggal 15 April 2019.

Mufiqon (2012). Panduan Lengkap Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT.

Prestasi Pustakarya.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 132 Tahun 2015 Tentang Pengesahan The International Convention For The Control And Management Of Ships' Ballast Water And Sediments, 2004 Konvensi Internasional Untuk Pengendalian Dan Manajemen Air Ballas Dan Sedimen Dari Kapal, 2004.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 29 Tahun 2014 Paragraf 3 Pasal 48 sampai 50. Tentang manajemen air balas.

(42)

Peraturan Menteri Perhubungan Nomer 29 Tahun 2014 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomer 29 Tahun 2014 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 6.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomer 29 Tahun 2014 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 20.

Portonews. (23 November 2017). Konvensi BWM Berlaku Efektif BKI Lakukan Survey(https://www.portonews.com/2017/pernik-bisnis/transportasi/konvensi- bwm-berlaku-efektif-bki-lakukan-survey/). Diakses pada tanggal 2 juli 2019.

SOP PT. Meratus Line Tentang Ballast Water Management Plan MV.Red Rock.

Gambar

Gambar 2. 1 Proses ballasting-deballasting
Tabel 2. 1 Standar IMO D2 untuk keluaran air balas.

Referensi

Dokumen terkait