• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI PUJA BHAKTI BAGI UMAT BUDDHA THERAVADA STUDI KASUS VIHARA PUSDIKLAT BUDDHIS SHIKKADAMA SANTIBHUMI BSD TANGERANG SELATAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MOTIVASI PUJA BHAKTI BAGI UMAT BUDDHA THERAVADA STUDI KASUS VIHARA PUSDIKLAT BUDDHIS SHIKKADAMA SANTIBHUMI BSD TANGERANG SELATAN."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Imah Salamah 11150321000028

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020/1441H

(2)
(3)
(4)
(5)

v ABSTRAK

Imah Salamah. Motivasi Puja Bhakti Bagi Umat Buddha Theravada (Studi Kasus Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi BSD), 2020.

Setiap agama memiliki ajaran tentang ibadah atau ritual. Ibadah yang diajarkan atau diperintahkan oleh agama. Ada ibadah yang dilakukan sendiri- sendiri atau berjamaah. Waktunya sudah ditentukan harian, mingguan, bulanan atau tahunan (hari besar keagamaan). Dalam menjalankan ibadah umat beragama didorong oleh motivasi yang bermacam-macam diantaranya, ada yang tulus mengikuti perintah yang diajarkan oleh agamanya. Ada juga yang di dorong oleh motivasi yang lain seperti motivasi ekonomi dan motivasi lingkungan.

Zakiyah Drajat berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat kebutuhan pokok, selain kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Dalam agama-agama untuk membina keseimbangan atau ketenangan bathin (spritual) dilakukan dengan praktik ibadah atau ritual, diantaranya seperti yang diajarkan dalam agama Buddha yaitu melakukan Puja Bhakti. Tetapi dalam melakukan Puja Bhakti tersebut setiap umat memiliki motivasi yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan diatas. Oleh karena itu terkait dengan motivasi yang berbeda- beda dari setiap umat Buddha yang melakukan Puja Bhakti. Penulis tertarik untuk meneliti mendalam tentang motivasi-motivasi dari para peserta Puja Bhakti yang ada di Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis Santhibumi BSD.

Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian lapangan dan kepustakaan. Pendekatan yang digunakan adalah psikologi agama. Dalam melakukan pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data antara lain studi kepustakaan, wawancara dan observasi.

Dimana data yang didapat tersebut dianalisa secara deskriptif kualitatif. Adapun untuk melihat atau menjelaskan motivasi dari para peserta Puja Bhakti. Penulis menggunakan metode psikologi agama dengan teori ERG dari Alderfer yaitu (Exsistence) Keberadaan, (Relatendness Needs) kebutuhan interpersonal yaitu kepuasan dalam berinteraksi di lingkungan, (Growht) kebutuhan untuk meningkatkan dan mengembangkan pribadi.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap tujuh responden dari peserta Puja Bhakti dengan menggunakan teori ERG, penulis menemukan bahwa motivasi masing-masing peserta Puja Bhakti berbeda-beda. Ada enam orang responden yang memiliki motivasi untuk mengembangkan pribadinya menjadi lebih baik lagi. Sesuai dengan teori ERG point “G” yaitu kebutuhan untuk meningkatkan dan mengembangkan pribadi. Tetapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa ada satu responden yang melakukan Puja Bhakti karena aktif di organisasi Vihara. Pernyataan ini sesuai dengan teori ERG point “R” yang dimaksud (Relatendness Needs) yaitu kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan. Dengan demikian penulis menegaskan dari temuan ini bahwa betul teori ERG memberi gambaran bahwa setiap orang memiliki motivasi yang berbeda-beda.

Kata Kunci: Puja Bhakti, Motivasi, Agama Buddha

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah swt yang telah memberikan ribuan nikmat, diantaranya nikmat kesempatan dan kesehatan. Tidak ada kekuatan dalam diri ini kecuali atas Anugrah-Nya sehingga penulis bisa menyelasaikan skripsi ini dengan Judul’’ Motivasi Puja Bhakti Bagi Umat Buddha Theravada (Studi Kasus di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi BSD)’’ yang bertujuan untuk menggapai gelar Sarjana Agama (S.Ag) di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sholawat serta salam dicurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah merubah wajah dunia dari zaman kegelapan hingga terang benderang.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis memberikan penghargaan ucapan terimakasih kepada:

1. Orang tua penulis yaitu ayahanda Asrori Caryanto dan ibunda Siti Mujizah yang telah memberikan dukungan baik dari doa, kasih sayangnya serta didikannya yang sangat luar biasa dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga bisa menyelasaikan skripsi ini dengan baik.

(7)

2. Untuk Devi Lutfiyati sebagai adik pertama dan Nurazmi Salsabila adik kedua yang telah memberikan inspirasi dan dukungan kepada penulis.

3. Untuk keluarga besar Abah Makdum yang telah memberikan dukungan, motivasi dan kasih sayang serta doa tulus ikhlas sehingga penulis semangat dalam menyelesaikan tugas akhir kuliah dengan baik.

4. Kepada Prof. Dr. Hj. Amany Bruhanuddin Umar Lubis, M.A. yang telah membantu memberikan kebijakan yang sampai sekarang membuat peneliti mudah dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada Ibu Siti Nadroh, S.Ag., M.Ag. Sebagai dosen pembimbing atas kesabarannya membimbing dan membina penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan bisa dijadikan arsip umumnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan khususnya untuk Fakultas Ushuluddin jurusan Studi Agama-agama.

6. Kepada Ibu Dra. Marjuqoh, M.A. yang membantu penulis dalam merumuskan Judul pertama kali dan membantu penulis dalam mempelajari Pendekatan Psikologi Agama.

7. Kepada Bapak Prof. Dr Kautsar Azhari Noer selaku dosen penasihat akademik atas nasihat dan masukannya dalam memprluas wawasan penulis.

8. Kepada Bapak Syaiful Azmi, S.Ag., M.A. selaku ketua jurusan periode 2019- 2023 yang telah memberikan saran, membantu birokrasi dan

(8)

memberikan penjelasan atas kebutuhan penulis terkait selesainya skripsi ini.

9. Kepada Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, M.A. Selaku sekertaris jurusan periode 2019-2023 yang banyak memberikan masukan-masukan terkait prosedur penelitian skripsi ini sehingga skripsi ini bisa selesai.

10. Kepada Bapak Prof.Dr.M.Ihsan Tanggok, M.Si., selaku prnguji I dalam sidang skripsi penulis.

11. Kepada Bapak Drs. M.Nuh Hasan, M.Ag., selaku penguji II dalam sidang skripsi penulis.

12. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Khususnya dosen Studi Agama-agama yang telah berkenan membagi ilmunya dengan ikhlas kepada penulis.

13. Kepada seluruh staff Fakultas Ushuluddin yang telah menyediakan fasilitas sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

14. Kepada staff Perpustakaan Fakultas Ushuluddin maupun Perpustakaan Universitas yang rela memfasilitasi tempat dan berlaku ramah ketika berkomunikasi dengan peneliti.

15. Kepada Miss Dewi selaku sekertaris di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi yang telah banyak membantu peneliti mengubungkan dengan para narasumber dan responden serta telah memberikan kebutuhan data-data yang peneliti butuhkan untuk menyelesaikan penelitian skripsi ini.

(9)

16. Kepada Attasilani Dhanasilani, selaku tokoh agama di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi, yang telah memberikan penjelasan Puja Bhakti dan Dhamadesana.

17. Kepada Romo Puputan selaku pengurus di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi, yang telah memberikan keterangan tentang data- data yang peneliti butuhkan untuk penulisan skripsi ini.

18. Kepada Jap Elltriana selaku pengurus di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi, yang telah memberikan penjelasan tentang kegiatan yang dilakukan di Vihara tersebut.

19. Kepada seluruh narasumber yang sudah banyak memberikan keterangan- keterangan sehingga skripsi ini bisa diteruskan hingga selesai.

20. Kepada seluruh pengurus Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi, yang telah memfasilitasi peneliti terkait tempat dan atas keramahannya dalam menyambut peneliti ketika tiba di lokasi penelitian di Vihara tersebut.

21. Kepada Keluarga Besar UKM BAHASA-FLAT yang telah memberikan pengalaman organisasi, kekeluargaan serta ilmu bahasa kepada penulis yang tidak akan pernah penulis lupakan.

22. Kepada seluruh teman-teman KKN 115 (Sinamara) yang telah memberikan pengalaman kehidupan, solidaritas, kekeluargaan dan kerjasama yang hebat yang tak pernah terlupakan.

(10)

23. Kepada Laila Nihayati yang telah memberikan motivasi, menjaga dan menyayangi penulis seperti adek kandung sendiri dari mulai penulis masuk kuliah hingga sekarang.

24. Untuk teman seperjuangan gengs Kosan (Ratuners) yaitu Luluil Maknun, Nurotun Aeni, Robiul Awaliyah, dan Julia Anggraini yang telah menemani penulis dalam suka maupun duka selama kuliah.

25. Untuk teman teman seperjuangan SAA 2015 khususnya animatun Fatimah, Maulana Akbar dan Ai Fauziyah yang selalu memberikan motivasi, inspirasi serta menemani penulis dalam proses penyusunan skripsi.

(11)

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tinjauan Pustaka ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Landasan Teori ... 8

F. Metodelogi Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II PROFIL VIHARA PUSDIKLAT BUDDHIS SHIKKHADAMA SANTIBHUMI BSD, TANGERANG SELATAN ... 18

A. Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama Santibhumi BSD ... 18

B. Asal Usul dan Sejarah Berdirinya Vihara ... 18

(12)

A. Pengertian Puja Bhakti ... 27

B. Tujuan dan Manfaat Puja Bhakti ... 29

C. Sarana dalam Pelaksanaan Puja Bhakti ... 32

D. Praktik Puja Bhakti di Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama ... 35

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA MOTIVASI PUJA BHAKTI BAGI UMAT BUDDHA THERAVADA VIHARA PUSDIKLAT BUDDHIS SIKKHADAMA SANTIBHUMI BSD, SERPONG TANGERANG SELATAN ... 56

A. Deskripsi Data ... 56

B. Analisa Data Penelitian ... 69

C. Analisa Data Komperenship ... 74

BAB V PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

DAFTAR LAMPIRAN ... Lampiran I ... 83

Lampiran II ... 84

Lampiran III ... 93

(13)
(14)

Gambar 2 : Isi Paritta suci berbahasa Pali pedoman umat Buddha Theravada ... 23

Gambar 3 : Kitab Tipitaka yang digunakan untuk pedoman Buddha Theravada ... 24

Gambar 4 : Umat Buddha sedang melaksanakan proses upacara Puja Bhakti ... 39

Gambar 5 : Altar atau alat yang digunakan dalam pelaksanakan Puja Bhakti ... 40

Gambar 6 : 3 Rumpang Sang Buddha dan dua muridnya ... 41

Gambar 7 : Umat Buddha sujud 3 kali sebelum memulai pembacaan paritta ... 42

Gambar 8 : Seorang Umat Buddha sedang membaca pariita suci ... 43

Gambar 9 : Umat Buddha membacakan paritta suci dipimpin oleh pemimpin Puja ... 54 Gambar 10 : Attasilani Dhannasilani menyampaikan Dhammadesana kepada peserta Puja . 54

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Setiap agama memiliki ajaran dasar untuk beribadah, ada ibadah sendiri, jamaah (bersama-sama), rutin, mingguan, bulanan dan tahunan.

Ibadah yang dilakukan didasari oleh pemahaman dan motivasi beragama.1 Ada yang karena mengerti agama dijalankan sebagai kewajiban agama, ada yang motivasinya lain di luar agama, misalnya untuk menambah teman, mengisi kekosongan dan motivasi psikologi yaitu untuk ketenangan jiwa.2 Ada yang menjalankan ibadahnya dengan rajin, khusuk dan ikhlas. Ada yang mengerjakan ibadahnya santai, malas, lalai bahkan tidak menjalakan ibadah.

Rajin dan malas seseorang dipengaruhi oleh dorongan (motivasi) dalam dirinya dan lingkungan.3

Dalam realitanya, ada tiga faktor yang bisa mempengaruhi seseorang dalam menjalankan ibadahnya yang pertama seseorang yang rajin dalam beribadah termotivasi dalam dirinya untuk menjadi seorang yang beriman terhadap agamanya, hal demikian menjadi bagian dari pemahaman keagamaan nya, karena orang yang berusaha rajin ibadah berarti ia berusaha menjadi

1Pengertian Motivasi adalah faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal, seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi- fungsi organisme, dorongan dan keiginan, aspirasi, dan sosial yang bersumber dari fungsu-fungsi tersebut (Dikutip dari Malahayu Sp Hasibuan, Management Sumber Daya Manusia, (Jakarta:Edisi Revisi Bumi Akasara.2012 hal 140).

2Ketenangan Jiwa menurut psikolog adalah lebih dihubungkan degan tingkah laku sehingga oleh para psikolog adalah perbuatan-perbuatan yang dipandang sebagai gejala-gejala jiwa. (Dikutip dari: Teori-teori kesehatan Mental, Perbandingan Psikologi Modern d pendekatan pakar pendidikan Islam hal 9).

3Motivasi menurut Ramayulis berarti rangsangan atau dorongan untuk bertingkah laku.

( Dikutip Dari: Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.79.

(16)

orang yang beriman terhadap agamanya. Itu semua karena motivasinya memahami agamanya. Kedua ada juga termotivasi menjalankan ibadahnya karena faktor lain misalnya kebutuhan ekonomi. Ketiga ada juga yang beribadah karena lingkungan, karena malu takut tidak mendapatkan teman, akan dikucilkan dan lainnya. Ketika seseorang yang tinggal dalam lingkungannya orang yang rajin maka ia akan terbawa.

Dari fenomena-fenomena tersebut dirumuskan oleh Mitroff dan Denton dalam bukunya Management Spiritual, bahwa manusia juga membutuhkan motivasi dalam perbuatan yang akan ia lakukan karena pada hakikatnya manusia mempunyai tiga dimensi dalam mengukur dirinya sendiri, yaitu dari segi materi, intelektual dan spiritual.4 Dari dimensi diatas bahwa seseorang bukan hanya membutuhkan asupan materi, juga spiritual.

Disebutkan juga oleh Zakiyah Drajat salah satu psikolog bahwa dalam diri manusia terdapat kebutuhan pokok selain kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, yakni kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwa agar tidak mengalami tekanan salah satunya yaitu kebutuhan rasa kasih sayang, kebutuhan rasa aman dan harga diri. Kebutuhan rasa kasih sayang ini jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan dalam bentuk negatifnya yaitu mengeluh, mengadu dan sebagainya, yang akan berpengaruh dalam psikosomatis misalnya hilang nafsu makan, keras kepala, kurang tidur dan lain-lain.5

4Heri Pratikto, Perilaku Konsumsi Berbasis Motiasi Spiritual Islami Guru-Guru Mata Pelajaran Ekonomi Pada SMA/MA, ( Malang:Jurnal Ekonomi dan BIsnis Tahun 15 No. 1. Maret 2010), Hlm 73.

5Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, hal. 43

(17)

Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut menurut pandangan psikolog Abraham A Maslow juga membagi dua klasifikasi motivasi, yaitu Primer (kebutuhan pokok) dan Spiritual.6 Jadi jika seseorang sudah mencapai ketenangan bathinnya akan berpengaruh terhadap perilakunya, seperti melakukan kebaikan. Kebaikan tersebut berupa kebaikan terhadap orang lain, tidak mencuri, tidak membunuh, semangat beribadah dan lainnya.

Untuk mendapatkan kondisi yang demikian perlu adanya pembinaan supaya memberikan ketenangan dan kebahagiaan bathin seseorang.7 Dalam agama-agama untuk membina keseimbangan atau ketenangan bathin (spritual) dilakukan dengan praktik ibadah, salah satunya yaitu dalam agama Buddha yaitu dengan melakukan Puja Bhakti. Puja Bhakti menjadi salah satu ibadah rutin agama Buddha. Agama Buddha yang mengajarkan umatnya untuk berbuat kebajikan, mengurangi perbuatan jahat, dan menyucikan hati dan pikirkan.8 Dalam melakukan ibadah umat Buddha berpedoman pada kitab Tipitaka karena dalam kitab Tipitaka membahas tata cara peribadatan, baik dalam ibadah ataupun kegiatan keagamaan yang lainnya. Dalam melakukan ibadah umat Buddha juga diwajibkan untuk melakukannya dengan ikhlas, yakin dan sesuai dengan norma dalam kitab Tipitaka.9 Sang Buddha memberikan gambaran akan realitas kehidupan, yakni ketidakpuasan atau

6Spiritual yang dimaksud penulis adalah seperti menurut rumusan dari Mitroff dan Benton dari buku Management Spiritual, yaitu terkait secara integral kepada kedamaian dan ketenangan batin.

7Wawancara dengan Miss Dewi Pengurus Vihara Pusdiklat pada tanggal 13 Oktober 2019.

8U. Tojalangkara, Ajaran-ajaran Dasar Buddhisme Tahun 2013.

9Yuliarrifadah, Ibadah Dalam Agama Budha, di akses dari:http:// yuliarrifadah.

wordpress.com/photos/michael-and-his-fans/ diakses pada tanggal 02 Desember 2019

(18)

penderitaan, penyebabnya dan setiap orang dapat mencapai kebahagiaan sejati (nibbana) saat ini juga dengan melenyapkan penderitaan (dukkha).

Untuk dapat mencapai kebahagiaan sejati, Buddha mengajarkan suatu cara yang dapat dilakukan setiap orang. Cara tersebut dinamakan Jalan Mulia berunsur delapan yaitu pandangan benar, pikiran atau niat benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian atau penghidupan benar, upaya benar, perhatian atau perenungan benar, dan konsentrasi atau kesadaran benar.10 Dari delapan unsur diatas salah satunya bisa didapatkan dalam kegiatan Puja Bhakti, karena salah satu prosesnya yaitu dengan membacakan paritta yaitu mengulang-ulang ajaran Sang Buddha, sehingga setiap orang yang membacanya akan merasa tenang dan mengingat ajaran Sang Buddha.

Ketika sudah mengingat ajarannya maka akan berpengaruh dalam kegiatan, tingkah laku keseharian nya, dan akan mengingat selalu kebaikan. Oleh karenanya Puja bhakti rutin dilakukan setiap minggunya, agar setiap umat yang dalam seminggunya sibuk dalam urusan duniawi di hari minggu diisi dengan kegiatan untuk mengisi bathinnya yaitu dengan Puja Bhakti.11

Kegiatan Puja Bhakti yang dilakukan oleh umat Buddha di Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis Santhibumi rutin setiap minggu sekali dan dilakukan secara jamaah (bersama-sama) pukul 08.00 sampai 11.00 WIB.

Dalam proses pelaksanaannya di awali dengan sujud kemudian membaca paritta, meditasi dan mendengarkan Dhammadesana (Khotbah) yang berisi tentang ajaran-ajaran Sang Buddha disampaikan oleh Bhikku dan Attasilani.

10https://dhammacitta.org/artikel/willy-yandi-wijaya/empat-kebenaran-mulia-sebuah- pendekatan-moderen-html diakses pada taggal 11 Desember 2019.

11Wawancara Pak Agus pengurus Vihara Pusdiklat pada tanggal 13 Oktober 2019.

(19)

Puja Bhakti memang bukan menjadi ibadah yang wajib dilakukan di Vihara12 Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi.13 Dilaksanakan boleh secara individu di rumah ataupun bersama-sama bersama oleh umat Buddha lainnya yang dipimpin oleh pemimpin Puja. Walaupun dalam praktiknya, Vihara ini memfasilitasi tempat setiap minggu untuk umat yang ingin melakukan Puja Bhakti Pesertanya dari mulai kalangan remaja, dewasa sampai manula dari berbagai lokasi tempat tinggal yang berbeda-beda.

Penulis ingin meneliti Puja Bhakti yang dilakukan di Vihara Pusdiklat Sikkhadama Santibhumi BSD Serpong. Sebagaimana dijelaskan di latar belakang bahwa motivasi seseorang dalam melakukan ibadah berbeda-beda.

Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mendalam terhadap motivasi dari peserta Puja Bhakti di Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis Santhibumi. Dari Penjelasan latar belakang diatas skripsi ini diberi judul.

‘’Motivasi Puja Bhakti Bagi Umat Buddha Theravada Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama Santhibumi di BSD, Tangerang Selatan’’

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan

Guna menghindari meluasnya masalah dari penulisan ini, maka peneliti membatasi objek penelitian pada peserta Puja Bhakti umat Buddha Theravada Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi

12Vihara adalah Tempat beribadah umat Buddha.

13Wawancara Miss Dewi Pengurus Vihara Pusdiklat pada tanggal 13 Oktober 2019

(20)

BSD dengan dibatasi pada responden yang sudah dipilih yaitu tujuh orang responden. Dengan harapan dari responden yang sudah ditentukan bisa mewakili keseluruhan peserta Puja Bhakti, bahwa setiap yang melakukan Puja Bhakti mempunyai motivasi yang berbeda-beda.

2. Rumusan Masalah

Apa Motivasi Puja Bhakti Bagi Umat Buddha Theravada di Vihara Pusdiklat Sikkhadama Santibhumi BSD, Serpong?

C. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan peneliti menemukan beberapa tulisan yang menginspirasi untuk melakukan penelitian tentang motivasi Puja Bakhti bagi Umat Buddha Theravada. Yang menjadi rujukan penulis antara lain:

1. Skripsi „‟Tradisi Sembahyang Umat Buddha di Vihara Dharma Bhakti Gampong Peunayong Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh‟‟ yang ditulis oleh Safari Maulidan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Darussalam, Aceh Tahun 2016. Menjadi rujukan penulis dalam membantu memperdalam terkait Puja Bhakti.

2. Skripsi „‟Makna dan Tata Cara Puja Bhakti dalam Ajaran Buddha Maitreya‟‟ditulis oleh Yoyoh Masruroh sebagai skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan studi Agama-agama tahun 2008. Menjadi rujukan penulis dalam membantu memperdalam terkait Puja Bhakti.

3. Skripsi‟‟Faktor-faktor penyebab dominan jumlah kaum wanita dalam kegiatan Puja Bhakti Umat Buddha di Vihara Dharma Mulia dan Windu

(21)

Paramita, Bogor‟‟ yang ditulis Oleh Puja Subekti. Tahun 2016. Menjadi rujukan penulis dalam membantu memperdalam terkait Puja Bhakti.

4. Buku „‟Ajaran-ajaran Dasar Buddhisme „‟yang ditulis oleh U Jotalangkara Tahun 2013. Menjadi rujukan penulis dalam konsep ajaran Buddha.

5. Buku „‟Psikologi Agama‟‟ ditulis oleh Bambang Syamsul Arifin April 2008. Menjadi rujukan penulis dalam mengambil pengertian dari motivasi beragama bagi seseorang.

6. Jurnal Pelita Dahrma „‟faktor-faktor penyebab dominasi jumlah kaum wanita dalam kegiatan Puja bhakti umat Budha di vihara dharma mulya dan Windu paramita, bogor‟‟ ditulis oleh puja Subekti Vol.2 No 1 Desember 2016. Menjadi rujukan penulis dalam mendalami tentang Manfaat Puja bhakti bagi umat Buddha.

7. Buku„‟Paritta Suci‟‟yang ditulis oleh Yayasan Sangha Theravada Indonesia pada Tahun 2005. Digunakan oleh penulis untuk menjadi rujukan Mantra Puja Bhakti dari umat Buddha secara umum.

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penelitian

Untuk memenuhi syarat kelulusan mahasiswa akhir perkuliahan dalam menempuh gelar Strara Satu (SI) Sarjana Agama (S.Ag) dalam program studi Agama-agama di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(22)

2. Manfaat Penelitian

Diharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran kajian tentang Motivasi Puja Bakhti bagi umat Buddha Theravada di Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi BSD, serta menumbuhkan minat melakukan Puja Bhakti di Vihara khususnya umat Buddha di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi BSD, Serpong.

E. Landasan Teori

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistent dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.14

Motivasi juga merupakan proses psikologis yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Manusia membutuhkan goal porto folio tiga dimensi untuk mengukur dirinya sendiri dalam tiga lapisan, yaitu : materi, intelektual dan spiritual. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa spritual15 seseorang dapat berpengaruh dalam psikis nya dalam bekerja atau kinerjanya.

14Http://AkhamdSudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi diakses pada tanggal 5 Desember 2019.

15Menurut rumusan dari Mitroff dan Denton dari buku Management Spritual, spritual yang dimaksud yaitu terkait secara integral kepada kedamain dan ketenangan batin. Orang bisa mencapai ketenangan dan kedamaian semacam ini dengan mengaitkan pada dunia, tidak memisahkan darinya, atau denganm melaklukan kebaikan.

(23)

Dalam melakukan penelitian tentang motivasi Puja Bhakti, penulis juga menggunakan beberapa teori dalam psikologi. Teori tersebut adalah teori motivasi dari Abraham A Maslow yang di populerkan oleh Clayton Alderfer sehingga menjadi Teori ERG. Yang dimaksud teori ERG merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan, yaitu:

a. Existence Needs (existence ) yaitu suatu kebutuhan akan tetap bisa hidup.

Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi, seperti makan, minum, pakaian bernafas, imbalan, keamanan kondisi kerja.16

Berdasarkan Existence Needs (existence) penulis menyingkat dengan “E”

penulis ingin melihat apakah umat Buddha yang melakukan Puja Bhakti secara rutin karena dorongan kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis dalam konteks Puja Bhakti yaitu kebutuhan rasa lapar, haus, bernafas dan rasa aman atau bisa disebut juga kebutuhan ekonomi seseorang.17 Misalnya motivasi seseorang melakukan Puja Bhakti karena ingin kaya agar bisa memenuhi kebutuhan ekonominya ataupun diluar kebutuhan tersebut yaitu seprti rasa aman.

b. Relatedness Needs (relatedness), kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi di lingkungan.

Berdasarkan Relatedness Needs (relatedness) penulis menyingkat dengan

“R” penulis ingin melihat apakah umat Buddha yang melakukan Puja Bhakti karena adanya dorongan dalam dirinya ingin melakukan interaksi

16Widayat Prihartanta, Teori-Teori Motivasi, Jurnal Adabiya Vol. 1 No. 83 Tahun 2015)

17Widayat Prihartanta, Teori-Teori Motivasi, Jurnal Adabiya Vol. 1 No. 83 Tahun 2015)

(24)

dengan lingkungannya sebagai fitrah manusia yaitu mahluk sosial.18 Contoh menjalankan ibadah Puja Bhakti karena termotivasi oleh lingkungan yang rajin ibadah kemudian terbawa menjadi rajin, ataupun menjalankan ibadah Puja Bhakti karena ingin berinteraksi dengan banyak orang seperti mendapat teman baru dengan aktif organisasi di Vihara tersebut atau dengan yang lainnya. Ada juga yang karena kesepian di rumahnya atau dengan niat lain seperti ingin di puji atau dianggap oleh orang.

c. Grow Needs (pertumbuhan) Kebutuhan untuk meningkatkan dan mengembangkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan.19 Yaitu jika individu membuat kontribusi yang produksi dan kreatif.20 Berdasarkan Grow Needs (pertumbuhan) penulis menyingkat dengan “G”

penulis ingin melihat apakah umat Buddha yang melakukan Puja Bhakti karena dorongan dalam dirinya ingin mengembangkan pribadi menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Contoh motivasi melakukan Puja Bhakti karena dorongan kesadaran sendiri untuk berkembang lebih baik melalui proses Dhammadesana (ceramah) yang disampaikan oleh seorang Bhikku atau Attasilani. Kemudian setelah mendengarkan ceramah tentang ajaran Sang Buddha merubah tingkah laku kesehariannya lebih baik, selalu mengingat ajaran Sang Buddha. Melakukan hal yang positif seperti berbuat baik, berkata jujur, tidak bohong, tidak membunuh dan lainnya.

18Widayat Prihartanta, Teori-Teori Motivasi, Jurnal Adabiya Vol. 1 No. 83 Tahun 2015)

19Indra Kharis, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transfoirmasional Terhadap Kinerja Karyawan dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening, Vol.3 No.1 Maret 2015

20Muhammad Busro, Teori Manajemen Sumber Daya Manusia, hal. 67.

(25)

Tiga dasar kebutuhan manusia yang disebutkan oleh Clayton Alderfer tersebut akan menjadi landasan penulis untuk menganalisa motivasi dari peserta Puja Bhakti.

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif, menurut Denzin dan Lincold menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Erickson menyatakan bahwa penelitian kualitatif berusaha untuk menemukan dan mengambarkan secara naratif kegiatan yang dilakukan dan dampak dari tindakan yang dilakukan terhadap kehidupan mereka.21

2. Sumber data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Primer adalah sumber yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.22 Data dikumpulkan melalui pihak pertama yang didapat melalui wawancara, Sumber data ini langsung diperoleh dari proses melakukan wawancara oleh responden di Vihara Pusdiklat Buddhis

21Albi Anggito & Johan Stiawan, Metode Penelitian Kualitatif, Sukabumi. 2018. Hal 7

22Saifuddin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) hal. 91.

(26)

Sikkhadama Santibhumi BSD Serpong. Total peserta Puja Bhakti kategori Remaja dan Dewasa laki-laki maupun perempuan yaitu 80 peserta. Dengan sampel yang digunakan yaitu (total sampel 10%-15%

dari keseluruhan peserta Ritual Puja Bhakti) yaitu peserta yang aktif dalam melakukan puja bhakti minimal 3 bulan rutin dan kategori responden yaitu dari berbagai profesi guru, karyawan swasta, ibu rumah tangga, aktivis.

b. Sumber Sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian orang lain yang sudah diolah menjadi data. Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah artikel, jurnal, buku-buku yang terkait, skripsi, dokumentasi, serta situs internet yang berkenaan dengan penelitian Puja Bhakti.23

3. Teknik pengumpulan data

Dalam melakukan proses mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa teknik antara lain :

a. Studi Pustaka

Peneliti menggunakan studi pustaka24. Studi pustaka yang penulis lakukan yaitu mencari sumber informasi dengan membaca buku-buku, jurnal, dokumen, kisah-kisah majalah yang berkaitan dengan Puja Bhakti, landasan teori tata cara Puja bhakti dan lain-

23Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010) hal. 225.

24Studi Pustaka adalah mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai amcam material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, catatan, majalah, kisah-kisah sejarah dsb.

(27)

lainnya yang berakitan dengan motivasi guna untuk memperkuat landasan teoritis bagi penulis.

b. Observasi

Dalam penelitian menggunakan teknik observasi yang Penulis lakukan adalah turun langsung ke lokasi dan mengikuti kegiatan Puja Bhakti.25 Puja Bhakti diadakan setiap seminggu sekali serta bertatap langsung dengan partisipan yang sedang melakukan Puja Bhakti rutin setiap minggu guna mendapatkan informasi yang lebih mendalam.

Penulis melakukan observasi di Vihara Pusdiklat Shikkadama Santibhumi BSD, Serpong selama 4 bulan lebih sejak tanggal 23 Juni hingga akhir November. Alat bantu melakukan observasi (buku tulis dan alat tulis, kamera ponsel, tape recorder).

c. Wawancara

Peneliti menggunakan wawancara.26 Kriteria responden dalam Puja Bhakti adalah perempuan dan laki-laki yang aktif melakukan Puja Bhakti minimal sudah 3 bulan rutin dalam seminggu sekali, baik laki- laki dan perempuan, remaja ataupun dewasa dan manula dan mewawancarai tokoh agama dan Pengurus aktif yang ada di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkadama Santibhumi Serpong. Responden memiliki kriteria sebagai berikut:

25Observasi yang dimaksud penulis dalam buku metode penelitian kualiatif karangan Raco, observasi yaitu pengumpulan data langsung turun ke lapangan atau lokasi penelitian, dan peneliti langsung bersama partisipan untuk memperoleh informasi yang lebih dalam.

26Wawancara yang dimaksud responden adalah metode mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak mendalam secara langsung kepada responden.

(28)

1) Responden aktif dalam melakukan puja bhakti maksimal rutin dalam 3 bulan.

2) Responden datang tepat waktu dan mengikuti proses puja bhakti dari awal hingga akhir.

3) Responden berumur 23-65 tahun.27 4. Analisa Data

Teknik analisa data merupakan suatu langkah yang paling menentukan dari suatu penelitian, karena fungsi dari analisa data adalah menyimpulkan hasil penelitian. Analisa data bisa dilakukan dengan tahapan berikut seperti :

a. Perencanaan

Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan adalah seperti berikut:

- Peneliti menentukan lokasi Vihara yang akan diteliti

- Peneliti membuat instrumen-instrumen penelitian yang akan digunakan untuk penelitian.

b. Pelaksanaan

Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan adalah seperti berikut:

- Peneliti mempelajari subjek sampel untuk penelitian.

- Peneliti menguji coba, menganalisa dan menetapkan instrumen penelitian.

c. Evaluasi

27Maksud peneliti menentukan responden umur tersebut agar peneliti bisa mendapatkan informasi yang lebih aktual dan sudah bisa berfikir secara matang.

(29)

Pada Tahap ini, peneliti menganalisa dan mengolah data yang telah terkumpul dengan metode yang telah ditentukan.

d. Penyusunan Laporan

Pada tahap ini, kegiatan selanjutnya adalah menyusun dan melaporkan hasil daripada penelitian yang didapatkan Dalam penulisan ini peneliti akan menggunakan pendekatan Psikologis.

5. Pendekatan Penelitian a. Pendekatan Psikologis

Pendekatan Psikologis adalah pendekatan yang bermaksud mencari hubungan agama terhadap kejiwaan pemeluk agama atau sebaliknya pengaruh kejiwaan pemeluk terhadap keyakinan keagamaaya. Para psikolog religius meyakini ada dimensi yang sakral, spiritual, divine, transenden, supernatural yang dapat mempengaruhi kejiwaan manusia.28

Peneliti menggunakan pendekatan psikologis ingin meneliti adanya pengaruh kepada perilaku dan psikis umat Buddha di Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis Santhibumi, setelah melakukan ibadah Puja bhakti. Makna puja bhakti bagi orang yang melakukannya adalah tergantung bermacam-macam motivasi seseorang. Seperti yang dirumuskan oleh Mitroff dan Denton dalam bukunya Management Spiritual, bahwa manusia juga membutuhkan motivasi dalam perbuatan yang akan ia lakukan karena pada hakikatnya manusia

28Media Zaenul Bahri, wajah Studi Agama-agama,hal. 57.

(30)

mempunyai tiga dimensi dalam mengukur dirinya sendiri, yaitu dari segi materi, intelektual dan spiritual.29 Oleh karenanya penulis mengambil pendekatan psikologis ini karena berdasarkan teori yang diambil dalam teori motivasi Puja bhakti yaitu teori Abraham A Maslow adalah juga membagi dua klasifikasi motivasi: motivasi primer dan motivasi spiritual.30 Spiritual yang dimaksud adalah terkait secara integral ketenangan bathin seseorang.

G. Sistematika Penulisan

Bab I: Pendahuluan

Dalam pembahasan bab ini, penulis memaparkan beberapa sub bab antara lain latar belakang masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Landasan Teoritis, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II: Profil Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi

Berisi tentang Sejarah berdirinya vihara, Struktur Kepengurusan Vihara, di Vihara, dan Aliran Buddha Vihara.

Bab III: Puja Bhakti dalam ajaran Buddha Theravada.

Berisi tentang Pengertian Puja Bhakti, Tata Cara Puja Bhakti, Tujuan dan Manfaat Puja Bhakti, Sarana dalam pelaksanaan Puja Bhakti dan Praktik dalam Pelaksanaan Puja Bhakti di Vihara Shikkadama BSD.

29Heri Pratikto, Perilaku Konsumsi Berbasis Motiasi Spiritual Islami Guru-Guru Mata Pelajaran Ekonomi Pada SMA/MA, ( Malang:Jurnal Ekonomi dan BIsnis Tahun 15 No. 1. Maret 2010), hal 73.

30Chablullah Wibisono, Pengaruh Motivasi Mu’amalat (Bekerja dan Berproduksi, Kebutuhan Sekunder, kebutuhan primer) terhadap prestasi kerja yang religius, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 13, No. 2, Desember 2013: 233-252.

(31)

Bab IV: Deskripsi dan analisa Motivasi Puja Bhakti umat Budha Theravada Vihara Pusdiklat Buddis Sikkhadama Santibhumi BSD, Serpong Tangerang Selatan.

Berisi Tentang Deskripsi dan Analisa data peserta Wawancara peserta Puja Bhakti bagi laki-laki dan perempuan Remaja dan Dewasa.

Bab V : Penutup

Dalam Pembahasan ini berisi tentang kesimpulan terhadap hasil penelitian penulis terhadap kegiatan Puja Bhakti Di Vihara tersebut. Penulis juga akan menjawab secara deskriptif dan mendetail rumusan masalah yang penulis sampaikan pada bab Pertama.

(32)

18

A. Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama Santibhumi BSD

Vihara ini dinamakan Vihara Pusdiklat karena selain tempat ibadah juga tempat untuk pendidikan pelatihan Samanera (Bhikku) selama tiga bulan sebelum menjadi Bhikku yaitu bulan tujuh, delapan, sembilan dan untuk tempat sekolah Minggu. Disebut sekolah minggu karena kegiatan sekolah yang ada di Vihara ini aktif setiap hari minggu saja dengan fasilitas kelasa dan guru-guru yang baik di dalamnya. Selain untuk pelatihan dan pendidikan vihara ini menjadi tempat kegiatan non kegamaan seperti acara pernikahan, Thalkshaw dan lainnya.

Bangunan ini dibangun atas dasar suka rela tanpa paksaan, tidak ada sumber pasti dan tanpa bantuan dana pemerintahan yaitu dari umat untuk umat. Maka dari itu tahapan untuk membangun bangunan atau Pusdiklat ini berlangsung lumayan lama yaitu dari tahun 2008 hingga diresmikan pada tahun 2011. Dalam pembangunan Vihara ini sama sekali tidak melibatkan instansi pemerintahan seperti Kementerian Agama, jadi semua dana dan tenaga murni hasil jeri payah umat yang ingin Vihara berdiri di sini. Kegiatan sosial di Vihara Pusdiklat ini dihitung dalam setahun hanya 14 kali dan tidak terlalu banyak. Karena difokuskan hanya

(33)

untuk kegiatan pendidikan dan latihan, jadi tidak terlalu banyak kegiatan sosialnya.1,2

Bangunan ini ada tuga lantai, laintai pertama digunakan untuk kegiatan non keagamaan seperti, pelatihan, Talk Show, pernikahan atau pemberkatan. Lantai dua digunakan menjadi ruangan Dhammadesana yaitu untuk tempat beribadah seperti meditasi, Puja Bhakti dan kegiatan keagamaan lainnya yang dilaksanakan setiap bulan ataupun tahunan.

Lnantai tiga digunakan untuk untuk tempat tinggal para Bhikku yang sedan dalam tahap pendidikan dan latihan.

B. Asal Usul dan Sejarah Berdirinya Vihara

Di tengah kondisi Indonesia yang terus digerus isu intoleransi antar umat beragama, tak jauh dari Ibu Kota Jakarta terdapat sebuah bentuk toleransi antara umat beragama. Toleransi tersebut sudah berlangsung sampai ratusan tahun sampai saat ini. Kawasan Banten merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Banten yang berdiri sejak abad 16 Masehi oleh Sultan Maulana Hasanuddin, putra salah satu Wali Songo, Sunan Gunung Jati.3

Di tengah Kesultanan Banten tersebut, berdiri sebuah Vihara bagi agama Buddha dengan nama Avalokitesvara yang telah berdiri sejak 1652 sampai sekarang. Sekitar 800 meter dari Vihara, berdiri sebuah masjid yang juga ikon Banten, yakni Masjid Agung Banten. Berdirinya Vihara tersebut

1Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019.

2Struktur kepengurusan Vihara terdapat pada bab V bagian lampiran.

3Https://regional.kompas.com/red/2017/06/17/03320011/jejal.toleransi.Islam.dan.Buddha.

di.kawasan.banten.lama?page=all

(34)

tak terlepas dari kedatangan penguasa dari Cina bersama dengan para anak buahnya ke Kesultanan Banten.4

Ratusan tahun sejak runtuhnya kesultanan Banten, Kawasan Banten Lama telah menjadi satu destinasi wisata historis dan religi yang ada di Banten. Ibadah umat Buddha di Kawasan Banten Lama diakui Sutanta tak pernah terganggu sedikitpun sampai saat ini. Hingga kemudian berkembang

4Https://regional.kompas.com/red/2017/06/17/03320011/jejal.toleransi.Islam.dan.Buddha.

di.kawasan.banten.lama?page=all

(35)

dengan adanya Vihara-Vihara lainnya yang ada Tangerang. Salah satunya yaitu Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis.5

Sejarah berdirinya Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama ini diawali dari umat Buddha yang bersedia menghibahkan tanahnya yaitu Bapak Pranoto, dengan mendatangi organisasi kumpulan para Bhikku yaitu Sangha.

Kemudian dibangunlah sebuah bangunan yang atas nama Sangha yaitu Vihara Pusdiklat Shikkadama Santhibumi yang terletak di Bumi Serpong Damai (BSD) City Sektor VII Blok C nomor 6 pada tahun 2008, karena untuk membangun bangunan tersebut masih membutuhkan banyak dana dan dianggarkan menghabiskan dana sekitar 2 M. Kemudian diadakanlah penggalangan dana atau tenaga bagi yang ingin membantu, berupa materi atau tenaga. Ada juga pembentukan panitia di dalamnya dan melibatkan banyak orang.6

C. Kegiatan Keagamaan di Vihara

Ada beberapa kegiatan-kegiatan di Vihara Pusdiklat Shikkadama Pusdiklat Santibhumi yaitu perayaan keagamaan yang dilaksanakan setiap bulan, sesuai bulan yang ditentukan yaitu seperti Perayaan Waisak, perayaan Katina dan perayaan Asada Puja dan Maga Puja.

a) Perayaan Hari Waisak

Hari raya Waisak sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut dengan hari raya Trisuci Waisak. Disebut demikian karena pada hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran

5Https://regional.kompas.com/red/2017/06/17/03320011/jejal.toleransi.Islam.dan.Buddha.

di.kawasan.banten.lama?page=all

6Wawancara Miss Dewi Pengurus di Vihara Pusdiklat pada tanggal 13 Okt 2019.

(36)

Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa Gautama, dan mangkat nya Sang Buddha Gautama. Tiga kejadian tersebut—kelahiran, penerangan, kematian— terjadi pada hari yang sama ketika bulan purnama di bulan Waisak. Biasanya pada hari waisak, umat Buddha merayakannya dengan pergi ke Vihara dan melakukan ritual Puja-Bhakti.7

b) Perayaan Katina

Perayaan Kathina adalah upacara yang dirayakan setahun sekali, dan yang biasa diartikan yaitu Sanggadana yaitu berdana kepada Sangha di bulan Kathina. Berdana 4 kebutuhan pokok kepada Bhikku, penyerahan jubbah dan makanan pokok.8

c) Asada Puja

Perayaan hari Asada Puja dalam agama Buddha adalah kegiatan keagamaan Asada berhubungan dengan bulan Asada atau bulan umat Budhha , seperti bulan Asada, Waisak, Kathina. Asadha atau disebut Asadha Puja/Asalha Puja diperingati dua bulan setelah hari raya Waisak, umat Buddha merayakannya. Asadha adalah hari Dhamma, karena memperingati pembabaran Dhamma yang pertama kali. Di Taman Rusa Isipatana, Sarnath dekat Benares, Buddha menyampaikan khotbah pertama yang disebut Dhammacakka ppavattana sutta (pemutaran roda dhamma) kepada lima orang pertapa pada tahun 588 SM. Mereka adalah Kondanna, Vappa, Bhaddiya, Mahanama dan Assaji,

7Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019

8Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019.

(37)

teman-teman nya bertapa yang menempuh cara menyiksa diri, setelah mendengarkan Dhamma dari Sang Buddha, mereka mencapai Arahat.9 d) Maga Puja

Upacara yang mendatangkan 1.250 Bhiku tanpa diundang.

Yaitu Bhiku yang sudah mencapai arahat atau kesucian tertinggi, dan berkumpul di bulan purnama. Kathina yaitu berhubungan dengan umat berdana jubah dan kebutuhan pokok. Dilaksanakan ketika setelah selesai para Bhiku puasa atau menetap di suatu tempat selama tig bulan, karena pada zaman Sang Buddha itu masih jalan-jalan terbuat dari tanah, keseringan ketika para Bhiku keluar tanpa sengaja menginjak hewan- hewan yang masih hidup. dan kemudian tanah terkena hujan karena pada waktu itu musim hujan oleh karena itu Sang Buddha diperintahkan untuk menginap selama 3 bulan, supaya hewan-hewan tidak terinjak mati.

Kemudian setelah itu umat diminta untuk berbuat kebajikan dengan menghibahkan jubah dan makanan pokok.10 Dalam praktek ibadah yang dilakukan di hari-hari besar keegamaan ini semuanya dengan melakukan Puja Bhakti, dari pelaksanaanya waktunya berbeda-beda.

D. Ajaran dan Aliran Buddha di Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis Santhibumi

Aliran agama Buddha yang berkembang di Indonesia umumnya Theravada dan Mahayana. Kedua aliran Buddha tersebut mempunyai tempat

9Mukti, Krishnanda, Wacana Buddha Dhamma. Jakarta: Yayasan Dhamma Pembangunan Dan Ekayana Buddhast Centre, 2003.

10Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pudiklat Shikkadama , pada tanggal 3 November 2019.

(38)

ibadah yaitu Vihara. Vihara tempat sembahyang umat Buddha ini pun berkembang di Provinsi Banten, adapun jumlah Vihara yang ada di Kabupaten/Kota yaitu: Kab. Serang berjumlah 5 Vihar. Kab. Tangerang berjumlah 19 Vihara, Kota Tangerang berjumlah 34 Vihara, kota Cilegon.

Berjumlah 58 Vihara tersebut salah satunya vihara Avalokitesvara di Serang merupakan Vihara tertua di Banten diperkiraan pada abad ke-16 dan sampai saat ini. Salah satu Vihara yang berkembang saat ini di Serpong Banten yaitu Vihara Pusdiklat Shikkadama Santhibumi.11

Vihara Pusdiklat Shikkadama yang ada di BSD adalah aliran Theravada, Penulis menyebut Aliran Theravada karena penulis mengamati secara langsung kitab yang digunakan oleh umat Buddha di Vihara Pusdiklat adalah kitab Tipitaka yang berbahasa pali dan Mantra Paritta Suci berbahasa Pali. Dalam Praktik ibadahnya seperti Puja Bhakti menggunakan Paritta Suci yang berbahasa Pali kemudian pemimpin Puja menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar lebih mendalam dalam memaknai nya.12

Gambar 1 Paritta Suci pedoman Umat Buddha dalam menjalankan Puja Bhakti (Sumber:

Dokumentasi Pribadi).

11Nurman Kholis, Vihara Avalokitesvara Serang, Arsitektur dan Peranan dalam Relasi Buddhis-Tionghoa dengan Muslim di Banten, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2.

12http://www.Sariputta.com/artikel/ajaran-dsar/konten/perbedaan-persamaan-anatara - theravada-dan-mahayana/340 diakses pada tanggal 9 Desember 2019.

(39)

Gambar 2 Isi Paritta Suci berbahasa Pali pedoman Umat Buddha Theravada dalam menjalankan Puja Bhakti. (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

Gambar 3 Kitab Tipitaka yang digunakan untuk pedoman Buddha Theravada di Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama BSD. (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

Para Bhikku di Vihara Pusdiklat menggunakan civara dan antara vasaka dan dua kain panjang dikenakan sebagai jubah pada kesempatan resmi, kain panjang jubah dikenakan di bahu kiri (seperti memakai selendang), jubahnya kuning kulit kayu, kuning kemerahan atau merah hati.

Ini merupakan ciri dari Aliran Theravada.13 Aliran Theravada14 tidak memuja

13Wawancara Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadma pada tanggal 3 November 2019.

(40)

para Bodhisatva walaupun mereka memberikan rasa hormat karena kebijaksanaan dan kasih sayangnya yang besar. Ciri diatas Penulis menemukan di Vihara Pusdiklat Shikkadama. Dalam menggunakan sujud tiga kali sebelum melakukan Puja Bhakti, itu artinya Buddha Theravada menghormati Sang Buddha dan memberikan kasih sayang dan kebijakannya.

Kemudian jika ada anggota keluarganya yang sudah meninggal, umat Theravada biasanya tampak sederhana dan tidak ada dekorasi. Penulis meneliti secara langsung ke Vihara Pusdiklat dan menemukannya pada Vihara Pusdiklat Shikkadama yaitu menggunakan Mazhab Theravada,15 karena terlihat jelas dari Viharanya yang sederhana tanpa hiasan-hiasan jika ada salah satu keluarga yang meninggal yang ada hanya patung tiga Rumpang Buddha diartikan sebagai Sang Buddha dan dua murid setianya.

Madzhab Theravada tidak boleh menikah dan para Bhikku nya membujang.16 Yang ditemukan penulis dari penjelasan diatas dilihat dan

14Perbedaan ciri aliran Theravada dan Mahayana aliran keduanya mempunyai kitab pedoman yang sama Tipitaka, namun perbedaannya adalah Mahayana menggunakan bahasa Sansekerta sedangkan Theravada bahasa pali. Penganut aliran Mahayana menghormati Buddha Sakyamuni dan berbagai Boddhisattva sedangkan Theravada memuja Buddha yang disebutkan dalam Tipitaka, khususnya Buddha Sakyamuni, yang dikenal juga sebagai Buddha Gotama.

Vihara Mahayana berisi berbagai macam simbol yang sakral, sebagian besar adalah patung Buddha Sakyamuni ditambah lilin, bunga, dan dupa yang biasa dipersembahkan, sebagai simbol- simbol ajaran. Praktik ritual Theravada tidak begitu sulit dibandingkan dengan Mahayana. Para penganut agama Buddha Theravada bertujuan mencapai Nirvana (Nibbana) dengan menjadi Arahat (orang yang mencapai kesucian tertinggi, juga disebut Savaka Buddha). Theravada menekankan bahwa pencapaian Arahat adalah tujuan terakhir hidup ini, setelah itu tidak ada kelahiran lagi. Sedangkan Mahayana menekankan bahwa terdapat kelahiran kembali bagi seorang Arahat, seperti Sariputra, Moggalana, dan orang-orang suci lainnya, dan juga menekankan bahwa benih-benih Kebuddhaan ada pada semua orang. (Dikutip dari: Situs konten Buddhis dan Motivasi https://nibbana.id/theravada-dan-mahayana-perbedaan-dan-persamaan/ diakses pada 10 -01-2020)

15Penulis menyebut Madzhab Theravada karena setiap penulis datang untuk observasi secara mendalam dan melihat suasana serta kegiatan keagamaan umat Buddha di Vihara Pusdiklat.

Menunjukan ciri-ciri AliraN Theravada.

16http://www.Sariputta.com/artikel/ajaran-dsar/konten/perbedaan-persamaan-anatara theravada-dan-mahayana/340 diakses pada tanggal 9 Desember 2019.

(41)

mewawancarai Bhikku dan Bhikkuni Theravada mereka semua tidak menikah. Oleh karenanya Vihara Pusdiklat Shikkadama BSD ini disebut madzhab Theravada.17

Dalam upacara yang dilakukan umat Buddha Theravada lebih menitik beratkan upacara meditasi sedangkan mazhab Mahayana menjalakan upacara-upacara yang menitikberatkan pada tiga ajaran yaitu Buddha, Sangha dan Dhamma.18

17Wawancara dengan Romo Puputan pada tanggal 3 November 2019.

18Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma. hal. 333-335.

(42)

27 BAB III

PUJA BHAKTI DALAM AJARAN BUDDHA THERAVADA A. Pengertian Puja Bhakti Menurut Ajaran Buddha Theravada

Puja Bhakti terdiri dari kata „‟puja‟‟ yang bermakna menghormat dan1 Bhakti‟ yang lebih diartikan sebagai melaksanakan ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Agama Buddha mengajarkan tata cara peribadatan, yang biasanya disebut sebagai “puja” dalam masyarakat umum dikenal dengan istilah “Puja Bhakti” istilah pūjā disini mengacu pada upacara sebagai sarana untuk menguatkan dan menuangkan keyakinan serta mengingatkan kita kepada Sang Triratana (Buddha, Dhamma dan Saṅgha).2

Dalam melakukan Puja Bhakti, umat Buddha melaksanakan tradisi yang telah berlangsung sejak zaman Sang Buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ke ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namaskara atau bersujud yang bertujuan untuk menghormat kepada lambang Sang Buddha, jadi bukan menyembah patung atau berhala.3

Kebiasaan bersujud dilakukan karena Sang Buddha berasal dari India.

Sudah menjadi tradisi di berbagai negara timur termasuk India, ketika seseorang bertemu dengan mereka yang dihormati, maka akan melakukan sujud yaitu menempelkan dahi ke lantai sebagai tanda menghormati mereka yang layak dihormati dan menunjukkan upaya untuk mengurangi keakuan

1Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5 Desember 2019.

2Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal.38.

3Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5 Desember 2019.

(43)

sendiri. Karena bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah bagian dari tradisi, maka para umat dan simpatisan dapat saja tidak melakukan bersujud di depan altar apabila bathinnya tidak berkenan untuk melakukan tindakan demikian. Sebentuk arca tidak akan menuntut dan memaksa seseorang yang berada di depannya untuk bersujud. Namun, dengan mampu bersujud, maka seseorang akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk berbuat baik dengan badannya yaitu dengan belajar bersikap rendah hati.4 Setelah memasuki ruangan dan bersujud, umat Buddha dapat duduk bersila di tempat yang telah disediakan. Umat kemudian secara sendiri atau bersama- sama dengan umat yang ada dalam ruangan membaca paritta yaitu mengulang khotbah Sang Buddha.5

Diharapkan dengan pengulangan khotbah Sang Buddha, umat mempunyai kesempatan untuk merenungkan isi uraian Dhamma Sang Buddha serta berusaha melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Semakin lama seseorang mengenal Dhamma, semakin banyak melakukan Puja Bakti, semakin banyak khotbah Sang Buddha yang diulang, maka sudah seharusnya semakin baik pula dalam tindakan, ucapan maupun pikiran.

Contoh yang paling mudah ditemukan adalah kebiasaan umat membaca Karaniyametta Sutta di Vihara. Sutta atau khotbah Sang Buddha ini berisikan cara memancarkan pikiran penuh cinta kasih kepada semua makhluk di setiap waktu, ketika seseorang sedang berdiri, berjalan, berbaring, berdiam

4Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5Desember 2019.

5Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5 Desember 2019.

(44)

selagi ia tidak tidur. Diharapkan, dengan sering membaca sutta tersebut seseorang akan selalu berusaha memancarkan pikiran cinta kasih kepada lingkungannya. Ia hendaknya menjadi orang yang lebih sabar dari sebelumnya.

Itulah makna sesungguhnya dari pengertian „Puja Bhakti‟ yaitu menghormat dan melaksanakan ajaran Sang Buddha. Namun pada praktiknya umat Buddha mempunyai keinginan atau permintaan yang lain , misalnya ingin banyak rezeki, ingin kaya, dan masih banyak lagi keinginan lainnya.6 B. Tujuan dan Manfaat Puja Bhakti

Puja Bhakti merupakan satu kegiatan umum yang dilakukan oleh umat Buddha sebagai sarana untuk memberikan penghormatan yang tertinggi kepada Triratna : Buddha, Dhamma, Saṅgha.

Tujuan mengikuti Puja Bhakti di Vihāra secara teratur, seseorang akan:

1. Meningkatkan dan memperkuat Saddhā ( keyakinan ) kepada Triratna : Buddha, Dhamma, Saṅgha.

2. Dengan mengulang pembacaan paritta, seseorang akan menumbuh- kembangkan pengertian dan pandangan benar, karena di dalam paritta mengandung kata-kata kebenaran, ajaran Sang Buddha.

3. Menghindari perbuatan tidak bajik dengan menjalankan Pancasila Buddhis, sehingga menjauhkan seseorang dari akibat kamma buruk.

6Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5 Desember 2019.

(45)

4. Mengembangkan konsentrasi dan perhatian penuh ketika melakukan meditasi bersama.

5. Menambah pengetahuan Dhamma, pandangan benar dan juga kebijaksanaan ketika mendengarkan ceramah Dhamma.7

6. Berkembangnya pengendalian diri. (saṁvara) 7. Berkembangnya perasaan puas. (santutthi) 8. Berkembangnya kesabaran. (khanti) 9. Berkembangnya kebahagiaan. (sukha)8 Manfaat :

Untuk memohon keselamatan, pengampunan, dan petunjuk menuju hidup yang lebih baik.

2. Untuk mewujudkan rasa Bhakti kehadapan Tuhan beserta segala manisfestasi nya.

3. Menyerahkan diri secara bulat karena menyadari akan kelemahan dan keterbatasan nya.

4. Untuk mengadakan penebusan dosa atas yang dilakukan umatnya.

5. Untuk menyucikan Lahir dan Bathin.

6. Untuk menolong makhluk-makhluk yang lainnya menuju Pelepasan.9 7. Berdana

Kehendak baik (kusalacetana) adalah faktor yang terpenting dalam berdana. Jika memberikan sesuatu tanpa mengarapkan imbalan apapun,

7https://www.dhammadayada.org/manfaat-puja-bakti diakses pada tanggal 5 Desember 2019.

8http://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=520 diakses pada tanggal 5 Desember 2019.

9Sri Dhammananda, Keyakinan umat Buddha, hal. 39

(46)

itulah kedermawanan yang sejati. Umat Buddha mengembangkan kemurahan hati bukanlah untuk mengharapkan keuntungan materi sebagai imbalan, melainkan untuk menakan keserakahan yang menghalangi kemajuan batin. Kelekatan pada kekayaan adalah salah satu penyebab penderitaan di dunia ini.10

9. Sila

Dalam pelaksanaan Puja Bhakti, Selalu dibacakan Pancasila, pembacaan Pancasila ini bertujuan untuk lebih mengingatkan pada moral tingkah-laku yang pantas serta tidak pantas untuk dilakukan. Dengan melaksanakan sila, manusia akan menjadi manusia yang manusiawi. Kemoralan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain yang tidak melaksanakan sila. Manusia malu untuk berbuat jahat serta takut akan akibat perbuatan jahat.

10. Meditasi

Dalam pelaksanaan Puja Bhakti selalu ada ritual Meditasi di dalamnya.

Meditasi menurut bahasa pali artinya pengembangan mental dari yang buruk menjadi menjadi lebih baik, maksudnya adalah perubahan dari sebelumnya yang buruk dari fikiran kasar, liar, malas, penuh nafsu dunia, lambat, pengeluh dan sebagainya. Konsentrasi dalam agama Buddha adalah salah satu bentuk latihan mental dan fikiran agar dapat mencapai tingakatan yang lebih dalam yaitu samadhi.11

10Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 27.

11Sri Dhammananda, Keyakinan umat Buddha, hal. 39

(47)

C. Sarana dalam Pelaksanaan Puja Bhakti..

Di negara-negara Buddhis, hampir setiap keluarga memiliki ruang Puja Bhakti dengan segala perlengkapannya, biasanya keluarga Buddhis yang cukup berada memiliki sebuah ruangan kecil untuk melaksanakan Puja Bhakti harian atau setidaknya sebuah ruangan yang disekat. Pun mereka yang kurang mampu, di dalam ruangannya yang sempit masih memiliki selapis papan yang dipasang tinggi-tinggi pada dinding, tempat mereka menaruh rupang, berupa patung atau gambar Sang Buddha, dengan perlengkapan lainnya.

Dalam melaksankan Puja Bhakti di Vihara Pusdiklat juga menggunakan Altar dan sarana lainnya. Dipahami bahwa altar disini adalah meja untuk melaksanakan Puja Bhakti Buddhis. Sebuah altar dengan tradisi Theravada pasti menempatkan patung Sang Buddha sebagai satu-satunya obyek pemujaan. Selain patung Sang Buddha dapat pula ditempatkan patung kedua murid utama Sang Buddha (aggasāvaka) yaitu Bhikkhu Sāriputta Thera disebelah kanannya dan Bhikkhu Moggalāna Thera disebelah kirinya.

Dibelakang altar Sang Buddha diusahakan tidak terdapat hiasan-hiasan atau gambar-gambar yang dapat merusak konsentrasi pada waktu melaksanakan Puja Bhakti.12

Banyak cerita di negara-negara Buddhis yang mengisahkan asal mula dibuatnya patung Sang Buddha. Salah satunya adalah sebagai berikut: Setelah Sang Buddha mencapai Pencerahan Sempurna, Beliau pergi ke surga selama tiga bulan masa vassa (musim hujan) untuk memberikan khotbah Dhamma

12Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 27.

(48)

demi membalas kebajikan ibunya, sehingga ibunya mencapai tingkat kesucian tertinggi (Arahat) di alam surga. Raja Udayana merenungkan tentang kasih sayang Beliau dan ingin membuat gambaran tentang Beliau. Ia meminta kepada Yang Ariya Bhikkhu Moggalāna Thera dengan kekuatan batinnya mengirim seorang seniman ke surga untuk mencari tahu bagaimana ukuran tubuh Sang Buddha, lalu memerintahkan untuk membuat patungnya dari kayu cendana. Ketika Sang Buddha kembali dari Surga Tavatimsa dan masuk ke Vihara, patung diri Sang Buddha datang menyambut Sang Buddha. Sang Buddha kemudian berkata: “Kembalilah, Aku memberkatimu, kembalilah ke tempatmu. Setelah Aku, mencapai Parinibbāna (mangkat) nanti, kamu akan menjadi contoh diriKu bagi para pengikutKu, semoga mereka akan mengukir perbuatan mereka sesuai dengan patungku. ”Kemudian patung itu kembali ke tempatnya semula. Sesungguhnya, tujuan membuat patung Sang Buddha adalah untuk membantu seseorang melaksanakan perenungan terhadap sifat- sifat Agung Sang Buddha (Buddhānussati).13

Pada sarana Puja Bhakti menggunakan Altar, diatas Altar banyak sarana pemujaan antara lain:

a. Lilin atau dupa artinya ketika berbuat kebajikan itu bisa diberikan kepada siapa saja dan tidak memilih-milih. Nyala lilin melambangkan penerangan Dhamma yang akan meresap ke dalam batin seseorang, menggantikan kegelapan (moha) dan mengusir ketidaktahuan (avijjā).14

13Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 27.

14Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 37.

Gambar

Gambar 1 Paritta Suci pedoman Umat Buddha dalam menjalankan Puja Bhakti (Sumber:
Gambar 2 Isi Paritta Suci berbahasa Pali pedoman  Umat Buddha Theravada dalam menjalankan  Puja Bhakti
Gambar 4  Umat Buddha sedang melaksanakan  proses upacara Puja Bhakti. (Sumber:
Gambar 5  Altar atau alat yang digunakan dalam pelaksanakan Puja bhakti.(Sumber: Dokumentasi  Vihara Pusdiklat Sikkhadama Santihbumi)
+7

Referensi

Dokumen terkait