• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Tipe Self-Esteem pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan "X" Tasikmalaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Tipe Self-Esteem pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan "X" Tasikmalaya."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

v

Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tipe self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka metode yang digunakan adalah deskriptif dengan sampel penelitian adalah remaja usia 13 tahun hingga 18 tahun yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya dengan jumlah sebanyak 30 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Multidimensional Self Esteem Inventory (MSEI) yang disusun oleh Dr. O’Brien dan Dr. Eipstein (1983, 1988), yang dimodifikasi oleh peneliti dan telah diterjemahkan oleh Siti Nur Maya, S.Psi (2011) dalam penelitiannya mengenai self-esteem pada mahasiswa.

Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan korelasi Rank Spearman dan Alpha Cronbach di peroleh 40 item yang di terima dengan validitas elemen competence dari 0,414 – 0,828 dan elemen worthiness dari 0,326 – 0,614. Reliabilitas elemen competence sebesar 0,904 dan elemen worthiness sebesar 0,856. Data yang diperoleh diolah menggunakan program SPSS V.17.0. Hasil dari penelitian bahwa remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya adalah kebanyakan termasuk pada tipe High self-esteem dengan persentase sebesar 43,3%, tipe Low esteem dengan persentase sebesar 40%, tipe Competence based self-esteem dengan persentase sebesar 10% dan tipe Worthiness based self-self-esteem dengan persentase sebesar 6,7%. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya yang menghayati hubungan harmonis dengan teman terdapat pada tipe high self-esteem dan sebagian besar remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya juga memiliki perasaan nyaman di lingkungan panti sedangkan sebagian besar lainnya memiliki perasaan tidak nyaman di lingkungan panti yang terdapat pada tipe low self-esteem.

(2)

Abstract

This study was conducted to describe the type of self-esteem in teenagers who live in the orphanage “X” Tasikmalaya. In accordance this study, the method used is descriptive study with samples were teenagers aged 13 years to 18 years living in orphanage “X” Tasikmalay with a total of 30 people. Measuring instrument used was a questionnaire Multidimensional Self-Esteem Inventory (MSEI) compiled by Dr. O’Brien and Dr. Eipstein (1983,1988), as modified by the researcher and has been translated by Siti Nur Maya (2011) in his research on self-esteem in students.

Based on validity and reliability by using Spearman rank correlation and Alpha Cronbach obtained 40 items accepted with validity of competence elemen from 0,414 – 0,828 and validity of worthiness element from 0,326 – 0,614. Reliability of competence elemen is 0,904 and reliability of worthiness elemen is 0,856. The data obtained were processed using SPSS V.17.0. The result of study researched that orphanage is there on the type of low self-esteem.

(3)

ix

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

(4)

x

2.1.2 Elemen Pembentuk Self-Esteem ... 14

2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Self-Esteem ... 15

2.1.4 Tipe-tipe Self-Esteem ... 16

2.1.4.1 Low Self-Esteem ... 18

2.1.4.2 High Self-Esteem ... 18

2.1.4.3 Competence Based Esteem Dan Worthiness Based Self-Esteem ... 19

2.2 Teori Multidimensional Self-Esteem Inventory ... 21

2.2.1 Komponen Delapan ... 22

2.3 Teori Mengenai Remaja ... 23

2.3.1 Tahap Perkembangan Remaja ... 23

2.3.2 Perkembangan Self-Esteem pada Remaja ... 24

2.4 Panti Asuhan ... 25

2.4.1 Pengertian Panti Asuhan ... 25

2.4.2 Fungsi dan Tujuan Panti Asuhan ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 28

3.2 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional 29

(5)

xi

Universitas Kristen Maranatha

3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33

3.4.1 Validitas Alat Ukur ... 33

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 33

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 34

3.5.1 Populasi ... 34

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 34

3.6 Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Sampel Penelitian ... 38

4.2 Hasil Penelitian ... 40

4.3 Pembahasan ... 42

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

5.2.1 Saran Teoritis ... 47

5.2.2 Saran Praktis ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

DAFTAR RUJUKAN ... 50

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Gambaran Alat Ukur Self Esteem ... 31

Tabel 3.2 Skoring Alat Ukur Tipe Self-Esteem ... 32

Tabel 3.3 Kategori Derajat Elemen Self-Esteem ... 36

Tabel 3.4 Kategori Tipe Self-Esteem ... 36

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden di Panti Asuhan ... 38

Tabel 4.2 Usia Responden di Panti Asuhan ... 39

Tabel 4.3 Lama Responden Tinggal di Panti Asuhan ... 39

Tabel 4.4 Alasan Responden Masuk Panti Asuhan ... 40

Tabel 4.5 Pendidikan Responden yang Tinggal di Panti Asuhan ... 40

Tabel 4.6 Tipe Self-Esteem Responden ... 40

Tabel 4.7 Elemen Self-Competence Responden ... 41

(7)

xiii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Panti asuhan menurut Depsos RI (2004:4) adalah suatu lembaga yang sangat terkenal untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama keluarga. Anak-anak panti asuhan dirawat oleh pengasuh yang menggantikan peran orang tua dalam merawat, menjaga dan memberikan bimbingan kepada anak-anak agar anak menjadi seorang dewasa yang berguna dan bertanggung jawab atas dirinya dan terhadap masyarakat di kemudian hari.

Penghuni panti asuhan tidak identik dengan anak yatim atau yatim piatu saja, akan tetapi, kebanyakan anak-anak yang ditempatkan di panti asuhan oleh keluarganya yang mengalami kesulitan ekonomi dan juga secara sosial dalam dengan tujuan untuk memastikan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan dan pengasuhan. Hampir semua fokus panti asuhan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari sementara kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak-anak kurang dipertimbangkan (sumber: kemsos.go.id).

(10)

2

melanjutkan pendidikan, kemudian Pengurus panti asuhan tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang situasi anak yang seharusnya diasuh di dalam panti asuhan dan pengasuhan yang idealnya diterima anak (sumber: kdm.or.id).

Remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya memiliki alasan masuk ke panti karena latar belakang keluarga mereka yang tidak mampu secara ekonomi, namun selain itu ada juga yang masuk panti karena remaja tersebut adalah anak yang tidak memiliki orangtua dan merupakan anak terlantar. Remaja yang masuk ke Panti Asuhan ini rata-rata diserahkan oleh keluarganya atau kemauan sendiri dengan tujuan agar bisa mendapatkan pendidikan yang lebih layak dan memiliki keterampilan yang dapat digunakan untuk masa depannya kelak.

Berdasarkan hasil observasi peneliti dan wawancara yang dilakukan kepada pihak Panti Asuhan “X” pada tanggal 2 November 2015, didapatkan data bahwa Panti Asuhan “X”

merupakan satu- satunya Panti Asuhan di Tasikmalaya yang memiliki Yayasan Sekolah sendiri yang dibuka untuk umum, sehingga anak-anak yang bukan anak panti asuhan juga bisa menempuh pendidikan di Sekolah tersebut. Perbedaannya adalah mereka yang bukan anak panti asuhan harus membayar iuran Sekolah.

(11)

3

Universitas Kristen Maranatha yang berusia di bawah 13 tahun sebanyak 25 anak. Dari 30 remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya, peneliti melakukan survei awal terhadap 10 remaja dan diperoleh

data bahwa sebanyak 3 orang remaja (30%) menyatakan tidak disiplin pada peraturan panti seperti suka keluar panti melebihi waktu yang diberikan, memiliki prestasi di Sekolah baik secara akademik maupun non akademik, tidak dapat mengontrol emosi seperti suka tersinggung dengan sikap orang lain terhadapnya, hal ini mengarah pada elemen self-competence. Sebanyak 7 orang remaja (70%) menyatakan memiliki perasaan tidak diterima

oleh teman-teman bukan dari panti seperti ketika akan menjalin relasi lebih memilih yang bisa menerima mereka , perasaan takut ditolak ketika akan bergabung dalam suatu kelompok, dan perasaan berbeda dengan orang yang bukan anak panti karena remaja yang masuk ke panti asuhan tersebut memiliki ekonomi yang rendah, hal ini mengarah pada self-worthiness.

(12)

4

mengumpulkan semua anak-anak Panti Asuhan untuk menjelaskan kejadian tersebut hingga mencari solusi bersama agak semua anak Panti Asuhan tidak melakukan perbuatan itu lagi.

Dari hasil wawancara dengan mereka pun, peneliti mendapatkan informasi bahwa selama ini mereka hanya dapat mengeluh pada pengasuh atau pendiri Panti Asuhan tersebut dalam konteks masalah pendidikan, tetapi untuk masalah yang lebih pribadi mereka lebih sering bercerita dengan anak Panti yang lain, jika memang malas bercerita biasanya mereka hanya bisa memendam apa yang mereka rasakan karena mereka bingung harus bagaimana. Mereka mengakui ada kesulitan- kesulitan ketika harus berada di lingkungan masyarakat terutama karena mereka sadar akan cap sebagai anak Panti Asuhan itu di masyarakat tidak begitu baik yang dipengaruhi oleh latar belakang anak-anak Panti Asuhan. Misalnya, anak tersebut anak terlantar yang tinggal di pinggir jalan kemudian masuk Panti sehingga pandangan masyarakat jika bergaul dengan anak tersebut akan terbawa pergaulan yang tidak baik. Padahal menurut mereka tidak semua yang masuk Panti memiliki latar belakang seperti itu.

(13)

5

Universitas Kristen Maranatha juga terpenuhi sama seperti anak- anak pada umumnya sehingga seharusnya anak Panti tidak merasa berbeda dengan teman-teman di luar Panti Asuhan.

Remaja Panti juga ada yang mengeluh bahwa teman-temannya terkesan menghina dengan menyebut anak tersebut anak miskin sehingga dimasukkan ke Panti Asuhan. Dengan keluhan- keluhan yang diceritakan anak-anak Panti biasanya para pengasuh hanya memberikan nasehat atau pun motivasi agar anak-anak tersebut tidak merasa minder lagi, selain itu dengan cara pengasuh mendatangi pihak-pihak yang ada di sekolah dan mencari solusi bersama. Hal tersebut membuat beberapa remaja Panti jika di sekolah tidak berani menjalin relasi dengan teman- teman Sekolahnya bahkan di kelas berperilaku pasif. Perilaku remaja yang tinggal di Panti Asuhan juga berbeda-beda, ada yang pendiam, ada yang aktif, ada juga remaja yang di dalam Panti nakal tetapi di luar pendiam begitupun sebaliknya. Hal tersebut membingungkan para pengasuh karena tidak adanya kegiatan konseling juga sehingga pengasuh tidak mengetahui jelas bagaimana perkembangan anak-anak di Panti terutama mengenai self-esteem yang dimiliki anak- anak di Panti Asuhan tersebut.

Masa remaja (Santrock, 2007) dimulai sekitar usia 10-13 Tahun dan berakhir pada sekitar usia 18-22 Tahun. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak- kanak ke masa dewasa yang melibatkan perubahan- perubahan biologis, kognitif dan sosio emosional dengan tugas pokok mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Menurut Erikson (dalam Santrock, 2007) masa remaja berada pada tahap perkembangan identity versus identity confusion, remaja dihadapkan pada tantangan untuk dapat

menemukan siapakah mereka itu, apa keunikannya dan apa yang akan menjadi tujuan hidupnya. Begitupun dengan remaja yang berada di Panti Asuhan, mereka akan melalui tahap perkembangan Erikson ini untuk membantu remaja melakukan evaluasi dirinya.

Self-esteem (Mruk, 2006) didefinisikan sebagai sikap evaluatif seseorang terhadap

(14)

self-6

worthiness (keberhargaan diri). Para peneliti menemukan bahwa self-esteem seringkali

mengalami perubahan dari sekolah dasar menuju sekolah menengah (Hawkins & Berndt, 1985 ; Simmons & Blyth, 1987 ; Twenge & Campbell, 2001 dalam Mruk, 2006). Selama dan setelah mengalami banyak perubahan di dalam kehidupan, self-esteem individu seringkali mengalami penurunan seperti seorang remaja yang memiliki prestasi namun tidak berani menunjukkan prestasinya karena merasa dirinya tidak lebih baik dari teman-temannya di kelas. Santrock (2007) menyatakan bahwa penurunan self-esteem ini dapat berlangsung selama masa transisi dari awal atau pertengahan hingga akhir sekolah menengah atas, dan dari sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi.

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran tipe self-esteem pada remaja yang di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya.

1.2 Identifikasi Masalah

Pada penelitian ini, masalah yang hendak diteliti adalah tipe self-esteem remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya.

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tipe self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya.

(15)

7

Universitas Kristen Maranatha

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai tipe self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya.

- Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain bila ingin meneliti tipe self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya.

1.4.2 Kegunaan praktis

- Bagi pengurus dan pengasuh Panti Asuhan yaitu untuk memberi informasi mengenai tipe self-esteem yang dimiliki remaja Panti Asuhan “X” Tasikmalaya, sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk membimbing dan mendidik remaja Panti Asuhan dengan tipe self-esteem yang dimiliki remaja Panti tersebut.

- Bagi remaja di Panti Asuhan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tipe self-esteem yang dimiliki dengan harapan informasi ini dapat memberikan manfaat untuk membantu remaja tersebut dalam mengevaluasi dirinya agar remaja yang memiliki esteem rendah dapat meningkatkan esteem nya dengan cara memperbaiki hal- hal yang kurang dalam elemen

self-competence maupun dalam elemen self-worthiness.

1.5 Kerangka Pikir

(16)

8

Remaja merupakan masa transisi yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional dengan tugas pokok mempersiapkan diri memasuki masa dewasa, dan hal tersebut juga akan dialami oleh remaja di Panti Asuhan. Menurut Spitz (dalam Jersild, 1978) anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan pada umumnya perkembangan emosinya lambat dibandingkan anak-anak yang dirawat oleh orang tua mereka dan mendapatkan kehangatan keluarga.

Mruk (2006) menjelaskan self-esteem sebagai sikap evaluatif seseorang terhadap dirinya; penilaian individu terhadap konsep dirinya berdasarkan perasaan berharga dan merasa diterima, sebagai konsekuensi dari kesadarannya akan kompetensi dan umpan balik yang ia terima dari lingkungan sekitar. Terdapat dua elemen dalam menjelaskan mengenai self-esteem yaitu self-competence (kompetensi diri) dan self-worthiness (keberhargaan diri).

Tujuan dari self-esteem berdasarkan dua elemen ini akan mengarahkan pada tipe self-esteem yang dimiliki oleh remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya. Self-competence

merujuk pada bagian keterampilan atau kemampuan fisik, kognitif, dan sosial tertentu yang dimiliki remaja. Sedangkan self-worthiness berkaitan dengan makna dari perilaku remaja. Keberhargaan mengikutsertakan nilai-nilai seperti nilai sosial umum yang menyangkut penilaian dari diri mengenai hubungannya dengan orang lain, dan nilai diri individu sendiri. Dalam hal ini remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya mudah merasa tersinggung, tidak dapat disiplin dengan aturan yang ada, merasa dibedakan ketika berada di Sekolah baik oleh teman maupun Gurunya, merasa takut ditolak oleh teman sebayanya, dan sebagainya.

Terdapat empat tipe self-esteem, yaitu high self-esteem, low self-esteem, competence based self-esteem dan worthiness based self-esteem. High self-esteem ditunjukkan dengan

(17)

9

Universitas Kristen Maranatha tugas baru, dapat memberikan pendapat yang bisa memengaruhi orang lain, dapat mengontrol emosinya dan merasa baik secara fisik. Selain itu, remaja merasa bahwa dirinya disuka/ dicintai oleh orang lain, dapat berperilaku positif dan dapat merawat dirinya agar menarik. Hal ini memberikan pengaruh terhadap self-esteem remaja Panti Asuhan karena mereka merasa yakin memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan dan merasa dapat beradaptasi dengan lingkungan dimana mereka berada sehingga dapat berhasil di dalam hidup.

Low Self-esteem ditunjukkan dengan tingkat negatif dari competence dan worthiness

yang dimiliki oleh remaja. Remaja yang memiliki low self-esteem biasanya dihubungkan dengan hal-hal seperti merasa tidak memiliki kompeten, sulit menguasai tugas baru, tidak dapat memberikan pendapat yang bisa memengaruhi orang lain, tidak mampu mengontrol emosinya, dan merasa tidak baik secara fisik. Selain itu, remaja juga merasakan bahwa dirinya tidak disukai/ dicintai oleh orang lain, tidak berperilaku positif, dan tidak dapat merawat dirinya. Hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap self-esteem remaja Panti Asuhan saat melakukan kegiatan dan berelasi di luar Panti Asuhan. Mereka merasa tidak memiliki kompetensi untuk mencapai prestasi yang diinginkannya dan merasa tidak pantas untuk dterima oleh orang lain.

Bagi remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya yang memiliki competence

based self-esteem, maka remaja tersebut akan memiliki tingkat competence yang positif dan

tingkat worthiness yang negatif. Remaja yang tinggal di Panti Asuhan akan berusaha untuk mengurangi perasaan keberhargaan yang rendah dengan berfokus pada kompetensi mereka, terutama yang berhubungan dengan prestasi yang ingin mereka raih. Mereka juga cenderung fokus pada kegiatan-kegiatan yang memungkinkan mereka menghindari kurangnya rasa keberhargaan. Seperti remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya yang lebih

(18)

10

pendapat yang bisa memengaruhi orang lain, mampu mengontrol emosinya dan merasa fisiknya baik. Remaja tersebut menutupi rasa keberhargaan yang rendah dengan menunjukkan prestasinya di Sekolah.

Remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya yang memiliki worthiness

based self-esteem memiliki tingkat worthiness yang positif dan tingkat competence yang negatif. Dalam hal ini remaja Panti Asuhan “X” melibatkan usaha untuk menutupi kurangnya kompetensi dengan melingkupi diri dengan orang yang dapat menerima dirinya. Seperti remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya yang berusaha untuk dapat disukai/

dicintai oleh orang lain, dapat berperilaku positif di lingkungan dimana remaja berada, dan dapat merawat dirinya agar menarik. Remaja tersebut menutupi kurangnya kompetensi dengan menunjukkan usahanya untuk dapat diterima oleh orang lain dimana remaja itu berada.

Rosenberg (dalam Mruk, 2006) menyatakan bahwa nilai-nilai yang berasal dari interaksi sosial sangat berpengaruh terhadap self-esteem. “Teori tentang stratifikasi (pembagian kasta dalam masyarakat) menghubungkan self-esteem atau tingkat self-esteem dengan tingkatan sosial di dalam masyarakat sebagai contoh berdasarkan kelas sosial ekonomi." Hipotesis subkultur," menghubungkan self-esteem lebih berdasarkan pengaruh lingkungan dari kelompok-kelompok atau golongan-golongan sosial (suku, ras, agama).

Remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya yang memiliki ekonomi yang rendah

kurang dihargai, hal tersebut terjadi karena remaja yang berada di kalangan ekonomi atas memiliki “kekuasaan” lebih secara finansial sehingga akan lebih dihargai. Dan hal tersebut

(19)

11

Universitas Kristen Maranatha disebabkan oleh perkataan yang menyinggung.

Faktor-faktor sosial dalam kelompok subkultur (persamaan suku, ras, agama) lebih berpengaruh dalam menentukan pengalaman nilai-nilai yang dialami sendiri oleh anggota kelompoknya daripada nilai-nilai yang didapat dari masyarakat secara umum. Nilai-nilai "lokal" ini terbentuk terlebih dahulu, dialami secara langsung oleh individu, dan diasah terus menerus, sehingga nilai-nilai tersebut cenderung memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap self-esteem. Remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya lebih banyak

(20)

12

Secara ringkas kerangka pikir yang sudah dipaparkan di atas dapat dilihat pada bagan ini:

Bagan 1.1 Kerangka Pikir

1.6 Asumsi

Dari kerangka pikir di atas maka dapat ditarik asumsi sebagai berikut:

- Remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya memiliki tipe high esteem, low esteem, competence based esteem dan worthiness based

(21)

13

Universitas Kristen Maranatha - Faktor ekonomi dan lingkungan dimana remaja berada memengaruhi self-esteem

(22)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah peneliti lakukan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Remaja yang tinggal di panti asuhan “X” Tasikmalaya memiliki tipe high self-esteem. 2. Remaja yang tinggal di panti asuhan “X” Tasikmalaya dengan tipe high self-esteem

yang menghayati hubungan harmonis dengan teman.

3. Remaja yang tinggal di panti asuhan “X” Tasikmalaya dengan tipe high self-esteem sebagian besar merasa nyaman dilingkungan sekolah sedangkan remaja yang tinggal di panti asuhan dengan tipe Low self esteem sebagian besar merasa tidak nyaman di lingkungan panti.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk melihat pengaruh dari faktor lain selain ekonomi dan lingkungan terhadap tipe self-esteem pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan

2. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk mencoba mengukur perilaku selain komponen delapan dengan menggunakan alat ukur Multidimensional Self-Esteem Inventory pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan.

(23)

48

Universitas Kristen Maranatha

5.2.2 Saran Praktis

1. Peneliti menyarankan kepada remaja yang tinggal di Panti Asuhan “X” Tasikmalaya untuk dapat menyeimbangkan self-competence dan self-worthiness yang dimiliki dengan senantiasa berpikiran positif dan berperilaku baik, sehingga self-esteem yang dimiliki dapat bermanfaat untuk menjalani hidup.

2. Peneliti menyarankan kepada pihak pengelola Panti Asuhan “X” Tasikmalaya untuk memberikan asuhan terhadap remaja dengan membuat program konseling secara rutin seperti seminggu sekali supaya dapat melihat perkembangan psikologis remaja yang ada di Panti Asuhan, serta mengarahkan self-esteem remaja panti ke tipe high self-esteem.

(24)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TIPE SELF-ESTEEM PADA

REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN “X”

TASIKMALAYA

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Sidang Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Disusun oleh:

YOSSY FEBRIANTY 0830112

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(25)
(26)
(27)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat dan karunia yang tak terhingga sehingga peneliti dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul : Studi Deskriptif Mengenai Tipe Self-Esteem Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan ‘X’ Tasikmalaya”

Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah mendukung, yaitu:

1. Dr. Irene Prameswari Edwina, M.Psi, Psikolog selaku Dekan Fakultas psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah banyak memberikan pengarahan kepada peneliti.

2. Dra. Magdalena Fanueal, M.Psi, Psikolog sebagai dosen wali dan bersedia menjadi pembimbing utama yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi serta ilmu dan pengajaran yang sangat bermanfaat bagi peneliti.

3. Cakrangadinata, M.Psi, Psikolog yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing pendamping. Banyak memberikan pemikiran ide-ide baru, menyediakan waktu untuk memberi dukungan, dorongan, saran dan semangat kepada peneliti selama proses penyusunan usulan Tugas Akhir ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang sudah memberikan banyak ilmu dan pengajaran yang bermanfaat kepada peneliti.

(28)

viii 6. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua, kakak, dan adik- adik atas semua kasih sayang, bantuan, dukungan dan doa yang tak henti-hentinya.

7. Teman-teman di Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan sahabat- sahabat yang telah memberikan semangat dan motivasi serta membantu peneliti untuk dapat dengan cepat menyelesaikan penelitian ini.

8. Staff Tata Usaha dan petugas perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung yang telah banyak membantu dalam hal perkuliahan maupun penyusunan penelitian ini.

Terimakasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan untuk semua yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa yang tak henti-hentinya.

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.

Bandung, Juni 2016

(29)

49

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Andi, 2010. Mengolah Data Statistik Hasil Penelitian Dengan SPSS 17, Edisi 1, C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta.

Friedenberg, L. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. United States of America: Allyn and Bacon

Guilford, J.P. 1959. Psychometric Methods 2nd Edition. New York: Mc Graw- Hill Bool Company, Inc.

Jersild, Arthur. T. 1978. The Psychology of Adolescence. New York: Macmillan Publishing Co.

Mruk, C. (2006). Self-Esteem Research, Theory, and Practice ( 3rd ed). New York:

Springer.

O’Brien, E. J, & Epstein, S. (1983, 1988). MSEI: The Multidimensional Self Esteem Inventory. Odessa, FL: Phsychological Assessment Resources.

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Febuari 2009. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Santrock, J.W. (2007). Psikologi Perkembangan. Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

(30)

DAFTAR RUJUKAN

Depsos RI, 2004:4 Departemen Sosial Republik Indonesia (1997) kdm.or.id, (diakses secara online pada tanggal 9 November 2015)

kemsos.go.id (diakses secara online pada tanggal 9 November 2015)

Maya, Siti Nur. (2011). Hubungan Antara Tipe Self Esteem dan Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan Pada Mahasiswa Psikologi Yang Sedang Menempuh

Gambar

Gambar 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Can you think of other risks to cultural heritage?.. Examples of different types of events and processes that cause damage and loss of value to heritage assets. Image courtesy

Kamis, 30 April 2015 pukul 09.00 wita bertempat dilapangan Kantor Walikota Bitung sejumlah perwakilan masyarakat Kota Bitung mengikuti apel segenap komponen masyarakat

Catatan tambahan : Spesifikasi produk tergantung pada pengujian, dari data literatur dan informasi dari perusahaan manufaktur sarung tangan atau diturunkan dari produk yang

Bagaimana bentuk perencanaan dan proses pelaksanaan pembelajaran berbicara dan menulis argumentasi dengan menggunakan metode CLEO yang dapat meningkatkan kemampuan

( market-based view ); (4) Masukan bagi konsumen jasa pendidikan tinggi swasta sebagai bahan evaluasi apakah keinginan mereka ( voice of the customers ) telah

Pembelajaran berjalan dengan lancer, yang diawali dengan presentasi kelompok yang bertugas dalam menjadi pemateri, kemudian ada sesi tanya jawab sekaligus diluruskan oleh

 Maka Muncul Tampilan menu baru Pilih Options.  Kemudian Pilih

Citra yang diinput dari webca m dengan fungsi capture dalam library OpenCV diubah men jadi c itra abu-abu setelah mengala mi proses scaling, dilanjutkan ekualisasi