• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP CA LARING DAN PERAWATAN TRAKEOSTOM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASKEP CA LARING DAN PERAWATAN TRAKEOSTOM"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH SISTEM RESPIRASI

Asuhan Keperawatan Kanker Laring dan Perawatan Trakeastomi

KELOMPOK VI:

Yulinar Syam

Andi Suriani

Nurmiyanti Nur

Nurul Fadilah Asran

Noer Azizah

Lis Eunike Dorres

Tajriah Arfadillah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT kita ucapkan puji sukur kepada Allah SWT yang telah memperkenankan kami menyusun makalah ini. Shalawat serta salam kita curahkan kepada junjungan kami Baginda tercinta Rasululah SAW.

Melalui makalah ini kami ingin menjelaskan tentang asuhan keperawatan kanker laring dan perawatan Trakeostomi. Terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga selesainya makalah ini dan terkhusus kepada Tim Dosen PSIK Blok Sistem Respirasi.

Seperti pepatah yang mengatakan bahwa, “Tak ada gading yang tak retak” demikian pula dengan makalah ini tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena itu kepada para pembaca khususnya dosen mata kuliah dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi bertambahnya wawasan kami di bidang ini.

Makassar, 11 Maret 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN...3

A. Latar Belakang... 3

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penulisan... 4

BAB II PEMBAHASAN... 5

A. Anatomi dan Fisiologi Laring...5

B. Defenisi Kanker Laring...9

C. Etiologi dan Faktor Resiko...9

D. Patofisiologi... 9

E. Manifestasi Klinis... 11

F. Penatalaksanaan Medis...11

G. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik...11

H. Asuhan Keperawatan...12

I. Perawatan Trakeostomi...21

BAB III PENUTUP... 29

A. Kesimpulan... 29

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker laring merupakan keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring. Keganasan dilaring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan masalah, karena penanggulannnya mencakup berbagai segi. Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan dibidang THT, sedangkan di RS Cipto Mangunkusuma Jakarta karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.

Menurt data statistik WHO tahun 1961 yang meliputi 35 negara seperti dikutip oleh Batsakis tahun 1979 rata-rata 1,2 orang /100000 penduduk meninggal oleh karsinoma laring.

Penyebab karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Pengumpulan data yang dilakukan di RSCM menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap, kanker laring mewakilil dari 1 % yang mewaklili kasus kanker dan terjadi sekitar 8 kali lebih sering pada laki-laki dibanding wanita dan paling sering pada individu dengan usia 50-70 tahun.

Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk menyususn Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Kankers laring dan perawatan pada trakeostomi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi laring ? 2. Apa yang dimaksud kanker laring ?

3. Apa etiologi dan faktor resiko kanker laring ? 4. Bagaimana patofisiologi kanker laring ? 5. Bagaimana manifestasi klinis kanker laring ? 6. Bagaimana penatalaksanaan kanker laring ? 7. Apa pemerikaan diagnostik kanker laring ?

(5)

C. Tujuan Penulisan

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi laring. 2. Apa yang dimaksud kanker laring.

3. Apa etiologi dan faktor resiko kanker laring. 4. Bagaimana patofisiologi kanker laring. 5. Bagaimana manifestasi klinis kanker laring. 6. Bagaimana penatalaksanaan kanker laring. 7. Apa pemerikaan diagnostik kanker laring.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Laring

Gambar 1 : Anatomi Laring

Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.

Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu :

(7)

2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior.

Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu :

1. Otot-otot ekstrinsik :

a. Otot elevator : M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid b. Otot depressor : M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid

2. Otot-otot Intrinsik :

a. Otot Adduktor dan Abduktor : M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid, oblique dan M. transversum

b. Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : M. Tiroaritenoid, M.Vokalis, M. Krikotiroid

c. Otot yang mengatur pintu masuk laring : M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.

(8)

Gambar 3: (a) The internal structure of the larynx - the lamina of the thyroid cartilage has been cut away. (b) The larynx dissected from behind, with cricoid cartilage divided, to show the true and false vocal cords with the sinus of the larynx between.

Gambar 4. Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring : (A) laring dari posterior, (B) laring dari atas.

(9)

Gambar 5. Posisi pita suara Gambar 6. Posisi pita suara

saat bernapas saat Berbicara

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri. Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada aliran udara yang cukup kuat.

Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata (word) terbentuk sebagai aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang mungkin saja di interpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita.

Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik.

(10)

B. Defenisi Kanker Laring

Papiloma adalah salah satu tumor jinak laring. Tumor ini kecil, tumbuh seperti jengger yang diduga akibat virus. Papiloma dapat diangkat secara eksisi bedah maupun dengan laser. Ahli bedah harus berhati-hati karena bagian laring yang tidak ditumbuhi tumor harus dipertahankan untuk mempertahanka fungsi. Tumor jinak lain pada laring adalah nodul dan polip sering terjadi pada orang yang menggunakan suaranya secara berlebihan.

Kanker laring diklasifikasikan dan diterapi berdasarkan lokasi anatomisnya. Kanker laring (kotak suara) dapat terjadi pada glotis (pita suara sejati), struktur supraglotis (di atas pita suara) atau struktur subglottis (di bawah pita suara).

American Cancer Society memperkirakan 8.900 kasus baru kanker laring setiap tahun, kebanyakan terjadi pada pria. Akan tetapi insiden kanker laring pada wanita terus meningkat. Jika tidak diobati, kanker laring sangat fatal, 90% penderita yang tidak di terapi akan meninggal dalam 3 tahun. Kanker ini sangat mungkin dapat disembuhkan jika terdiagnosis dan diterapi lebih awal.

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Agen etiologi primer kanker laring adalah merokok sigaret. Tiga dari 4 klien yang mengalami kanker laring adalah mantan perokok atau masih merokok. Alkohol juga bekerja sinergis dengan tembakau untuk meningkatkan resiko perkembangan tumor ganas pada saluran pernapasan atas. Faktor risiko tambahan meliputi paparan pekerjaan terhadap asbes, debu kayu, gas mustard, dan produk petroleum/minyak dan inhalasi asap beracun lain. Laringitis kronis dan penggunaan suara yang berlebihan juga dapat berkontribusi. Penelitian menunjukkan kaitan antara paparan tembakau dan mutasi gen p53 pada karsinoma sel skuamosa dari kepala dan leher.

D. Patofisiologi

Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas paling sering menyerang laring, yang timbul dari membran pelapis saluran pernapasan. Metastasis kanker epiglotis tidak lazim terjadi karena aliran limfatik yang jarang berasal dari pita suara (plika vokalis). Kanker di laring akan menyebar lebih cepat karena terdapat banyak pembuluh limfe. Penyakit metastasis dapat dipalpasi sebagai masa leher. Metastasis jauh juga dapat terjadi di paru.

Faktor predisposisi

(11)
(12)

E. Manifestasi Klinis

Tanda peringatan awal kanker laring bergantung pada lokasi tumor. Secara umum suara parau atau serat yang berlangsung lebih dari 2 minggu harus dievaluasi. Serak terjadi ketika tumor menginvasi otot dan kartilago di sekitar laring, menyebabkan kekakuan pita suara. Kebanyakan klien menunggu sebelum mencari pertolongan karena diagnosis serak kronis.

Tumor pada glotis mencegah penutupan glotis selama berbicara yang akan menyebabkan suara serak atau perubahan suara. Tumor supraglotis dapat menyebabkan nyeri pada tenggorok (terutama saat menelan), aspirasi saat menelan, sensasi benda asing di tenggorok, massa leher, atau nyeri yang menjalar ke telinga melalui nervus vagus dan glosofaringeus. Tumor subglotis dapat tidak menunjukkan manifestasi klinis sampai lesi tumbuh dan mengonstruksi jalan napas.

F. Penatalaksanaan Medis

Kanker laring terjadi pada 2 sampai 3% keganasan. Perawatan klien dengan kanker laring memberikan tantangan unik pada perawat karena deformitas fungsional sering terjadi akibat gangguan ini dan terapinya. Tumor jinak dan ganas stadium dini dapat diterapi dengan bedah terbatas dan klien dapat sembuh dengan sedikit penurunan fungsi. Tumor lanjut membutuhkan terapi ekstensif, meliputi bedah, radiasi dan kemoterapi. Jika dibutuhkan laringektomi total, pascaoperasi klien tidak dapat berbicara, bernafas lewat mulut atau hidung dan makan secara normal. Pembuatan trakeostomi permanen akibat bedah akan menghasilkan efek yang buruk pada kemampuan fungsional klien dan kualitas hidupnya.

G. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik

Diagnosa kanker laring dibuat dengan pemeriksaan visual pada laring dengan menggunakan laringoskopi direk/ langsung atau direk/tidak langsung. Nasofaring dan palatum molle posterior diinspeksi secara tidak langsung dengan kaca kecil atau instrumen menyerupai teleskop. Saat kaca kecil dimasukan, tekanan ringan diberikan pada lidah dan klien diminta mengucapkan "ei" lalu "i" yang akan mengangkat palatum molle. Instrumen sebaiknya tidak menekan lidah karena klien akan muntah.

(13)

kebanyakan perangkat ini adalah endoskopi dengan cahaya. Klien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan pemeriksa dengan perlahan menahan lidah dengan spon kassa lidah dan menariknya ke depan. Kaca laringeal atau endoskop telescopic diinsersikan ke orofaring; sekali lagi, hindari menekan kuat lidah. Klien diminta bernapas keluar masuk melalui mulut atau "terengah-engah seperti anak anjing". Terengah-engah menurunkan sensasi muntah akibat pemeriksaan. Selama pernapasan tenang, dasar lidah, epiglotis, dan pita suara diperiksa untuk melihat adanya infeksi atau tumor. Klien diinstruksikan untuk mengucapkan “I” bernada tinggi untuk menutup pita suara. Pemeriksa mengamati gerakan pita suara warna membran mukosa dan adanya lesi.

Sebelum terapi definitif untuk tumor perlu dilakukan panendoskopi dan biopsi untuk menentukan lokasi pasti, ukuran, dan penyebaran tumor primer. CT atau MRI digunakan untuk membantu proses ini. Analisis laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, penentuan kadar elektrolit serum meliputi kalsium, dan uji fungsi ginjal dan hati. Data ini membantu menentukan kesiapan klien secara fisik untuk menjalani pembedahan. Oleh karena jalan nafas akan terganggu setelah operasi, klien membutuhkan pengkajian menyeluruh pada paruh dengan analisis gas darah arterial untuk identifikasi gangguan paru yang akan mengganggu pernapasan. Klien yang menjalani laringektomi parsial harus memiliki cadangan paruh yang adekuat untuk menghasilkan batuk yang efektif pascaoperasi. Operasi juga berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi, dan klien harus dapat batuk untuk menghindari aspirasi pada saluran pernapasan. Untuk memastikan penyebaran tumor atau tumor primer lain, perlu dilakukan radiografi dada dan dengan kontras barium peroral atau esofagografi.

Setelah tumor dapat diidentifikasi, dan dilakukan biopsi, tumor dapat ditentukan stadiumnya. Penentuan stadium ini penting untuk pilihan terapi dan prognosis. Penting untuk menentukan luas tumor untuk memilih intervensi yang paling tepat. Penentuan stadium dapat dilakukan dengan (1) mengukur ukuran tumor primer, (2) menentukan adanya kelenjar getah bening yang membesar, (3) menetukan adanya metastasis jauh.

(14)

a) Identitas Klien

Nama : Tn.U

Umur : 53 Tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Status marital : Kawin

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pegawai Koperasi

Agama : Islam

Suku Bangsa : Sunda

Tanggal masuk RS : 11 Maret 2016

Tanggal Pengkajiaan : 13 Maret 2016

Diagnosa Medis : Suspect Carsinoma Laring+Post Tracheostomi

b) Riwayat Kesehatan

i) Riwayat Kesehatan Sekarang Keluhan utama saat masuk rumah sakit

Sejak 3 bulan yang lalu klien mengeluh sesak nafas yang dirasakan bertambah berat disertai dengan suara sakit. Klien bisa makan dan minum termasuk makanan padat, keluhan disertai batuk, klien juga mengeluh ada benjolan di leher sebelah kirinya. 5 hari yang lalu klien berobat ke POLI THT, dan dilakukan tracheostomi untuk memudahkan bernafas. Klien dinyatakan tumor laring dan dianjurkan dirawat. Klien dibawa ke RS lain pada tanggal 11 Maret 2016 dan dinyatakan Suspect Carsinoma Laring dengan post Tracheostomi.

Keluhan utama saat dikaji

(15)

batuk berhenti bila dilakukan suctioning , batuk tidak dapat dikontrol dan hilang timbul.

ii) Riwayat Kesehatan Dahulu

Kurang lebih 1 tahun yang lalu klien mengatakan sering batuk – batuk dan radang tenggorokan, walaupun sudah berobat ke Dokter radang tenggorokan klien tidak sembuh, walaupun sembuh tapi timbul lagi, klien merokok dari usia 20 tahun, 1 hari rata-rata menghabiskan 1 bungkus rokok, baru berhenti 3 bulan yang lalu.

iii) Riwayat Kesehatan Keluarga

Menurut pengakuan klien dan keluarganya, tidak ada yang mempunyai penyakit yang serupa dengan klien. Tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti DM, jantung, hipertensi, asma, tidak ada yang sedang atau pernah menderita penyakit infeksi.

2) Pemeriksaan Fisik

(16)

b. Analisa Data

Canul trachea merupakan benda asing bagi tubuh

(17)

2. DS :

-DO :

 Klien berkomunikasi

dengan menggunakan

bahasa tubuh

(menggerakan bibir, tangan, dan anggukan kepala )

 Klien terpasang kanul

trakheostomi

Tindakan trakheostomi

Klien bernafas melalui stoma

Plika vokal suara tidak berkontrasi

Suara tidak keluar

Klien tidak dapat berkomunikasi secara verbal

Gangguan

komuniksai verbal

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik :

trakeostomi

(18)

Bersihan jalan napas tidak efektif

Suara napas tambahan (stridor) Kesulitan berbicara atau

mengeluarkan suara

Frekuensi pernapasan 22x/menit

NOC

• Respiratory status : ventilation • Respiratory status : airway patency KRITERIA HASIL :

• Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum mampu ) • Menunjukkan jalan napas yang paten

(frekuensi pernapasan normal, tidak ada suara napas abnormal)

• Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan napas

NIC

Airway suction

 Pastikan kebutuhan tracheal suctioning

 Bunyi nafas stridor sebelum di suction ,

setelah di suction bunyi nafas bersih

 Informasikan pada klien dan keluarga

tentang suctioning

 Minta klien napas dalam sebelum

dilakukan suctioning

 Gunkan alat yang steril setiap melakukan

tindakan

Airway Managemen

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi

 Lakukan fisioterapi dada bila perlu  Auskultasi suara napas, catat bila ada

(19)
(20)

Hambatan komunikasi verbal b.d hambatan fisik : trakeostomi

Batasan karakteristik :

 Berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa tubuh (menggerakan bibir, tangan, dan anggukan kepala )

 Terpasang kanul trakheostomi

NOC

• Anxiety self control • Coping

• Sensory function KRITERIA HASIL :

• Komunikasi : penerimaan, interpretasi, ekspresi pesan

• Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan verbal dan atau non verbal yang bermakna. • Komunikasi reseptif (kesulitan

mendengar) : penerimaan komunikasi dan interpretasi pesan verbal dan atau non verbal.

• Gerakan terkoordinasi : mampu mengkoordinasi gerakan dalam menggunakan isyarat.

• Mampu mengkomunikasikan

kebutuhan dengan lingkungan sosial.

NIC

Communication Enhancement : Speech

Deficit

 Gunakan penerjemah, jika diperlukan  Berikan satu kalimat simpel setiap

bertemu, jika diperlukan

 Konsultasikan dengan dokter kebutuhan

terapi wicara

 Dorong pasien untuk berkomunikasi

secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan

 Dengarkan dengan penuh perhatian  Berdiri di depan pasien ketika berbicara  Gunakan kartu baca. Kertas, pensil,

bahasa tubuh, gambar, daftar kosa kata bahasa asing, komputer, dll. Untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal

 Ajarkan bicara dari esophagus, jika

diperlukan

 Beri anjuran kepada pasien dan keluarga

tentang penggunaan alat bantu biacara  Berikan pujian positif

(21)
(22)

J. Perawatan Trakeostomi

Trakeostomi adalah insisi bedah di trakea melalui kulit dan otot yang terletak di atasnya untuk tata laksana jalan napas. Trakeostomi adalah pembentukan lubang bedah (stoma) ke dalam trakea melalui kulit. Terdapat banyak indikasi untuk prosedur ini, termasuk hal-hal berikut.

1. Menghilangkan obstruksi jalan napas akut atau kronis seperti apnea obstruktif waktu tidur, trauma perdarahan, tumor, pembengkakan jaringan, infeksi atau luka bakar (kimiawi atau inhalasi)

2. Akses untuk ventilasi mekanis kontinu, dengan tidak mampu disapih (didefinisikan secara luas dengan waktu lebih dari 2 minggu ventilasi

3. Mendorong hygiene paru dengan mengakses jalan napas untuk membuang secret 4. Paralisis pita suara (plika vokalis) bilateral

5. Ketidakmampuan melindungi jalan napas sendiri.

Trakeostomi sampai saat ini masih menjadi saluran pernapasan buatan yang paling memuaskan. Metode ini membuat jalan pintas pada saluran pernapasan atas dan glottis, membuat perlekatan perlengkapan pernapasan lebih stabil dan mudah untuk pengisapan jika dibandingkan tipe jalan napas buatan lain. Klien tetap dapat makan dan berbicara (bergantung tipe slang yang digunakan) dan dapat meningkatkan kualitas hidup kelebihan pemasangan trakeostomi pada klien dengan sakit kritis meliputi lebih sedikit membutuhkan sedasi meningkatkan mobilitas dan mengurangi komplikasi dari imobilitas.

1. Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi Indikasi dari trakeostomi antara lain:

a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas

b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada pasien dalam keadaan koma.

c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator). d. Apabila terdapat benda asing di subglotis

e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa.

f. Obstruksi laring

1) karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika, laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring 2) karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,

(23)

g. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan interna, infeksi, tumor.

h. Cedera parah pada wajah dan leher i. Setelah pembedahan wajah dan leher

j. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

k. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi laring

Kontraindikasi dari trakheostomi antara lain :

Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, seperti hemofili.

2. Slang Trakeostomi

Lubang trakeostomi dibuat pas dengan selang untk mempertahankan kepatenan saluran napas. Slang trakeostomi bervariasi dalam komposisi jumlah bagian terpisah, bentuk, dan ukuran. Slang trakeostomi dipilih secara spesifik untuk setiap klien. Slang yang tidak pas dapat mencetuskan kerusakan yang dapat mengancam jiwa.

Diameter slang trakeostomi harus lebih kecil dibandingkan trakea sehingga dapat terletak dengan nyaman di dalam lumen trakea udara sebaiknya dapat melewati dinding luar slang trakeostomi dan mukosa trakea dan memungkinkan perfusi adekuat ke jaringan trakea. Walaupun tidak ada standar system pengukuran slang trakeostomi, semua kemasan mengindikasikan diameter bagian dalam dan luar dalam millimeter. Ukuran yang umum untuk slang trakestomi dewasa berkisar antar 6-8 mm. Slang trakeostomi terbuat dari beragam substansi seperti plastic nonreaktif, stainless steel, sterling silver, atau silicon. Slang plastic bersifat sekali pakai dan hanya digunakan untuk satu orang. Slang metal/logam dapat digunakan lagi setelah disterilkan. Suatu slang arus memiliki hub berukuran 15mm untuk melekatkan pada sirkulasi ventilasi mekanik atau kantong resusitasi manual.

(24)

dinding anterior atau posterior trakea. Slang bervariasi dalam material dan perusahaan pembuat menghasilkan produk standar serta slang buatan khusus untuk memenuhi kebutuhan klien. Ahli bedah telinga, hidung, tenggorok memilih slang berdasarkan kebutuhan tetapi seiring perkembangan waktu, pemilihan ini dapat juga ditentukan oleh perawat tempat tidur, tim perawat, terapi pernapasan, dan penyedia layanan kesehatan yang menentukan slang mana yang paling baik untuk klien. Slang dapat memilki kanula tunggal atau dapat memiliki kanula di bagian dalam. Kanula di bagian harus dilepaskan secara berkala untuk dibersihkan kemudian dapat digunakan kembali atau dibuang.

Slang trakeostomi dapat menggunakan manset atau tidak. Manset yang dikembangkan memungkinkan ventilasi mekanis. Manset yang mengembang mencegah secret dari jalan napas atas mengalir ke jalan napas bawah, tetapi tidak membuat barier yang absolute. Manset trakeostomi tidak menahan slang pada tempatnya. Manset dapat dikembangkan denagn udara, air steril, atau busa.

3. Jenis-Jenis Kanula

4. Pengisapan Trakeostomi a. Peralatan

1) Kateter pengisap 2) Sarung tangan

(25)

4) Spuit 5-10 ml

5) Normal saline steril yang dituangkan ke dalam cangkir untuk irigasi

6) Bag yang dapat mengembang sendiri milik pasien(resusitator tangan)dengan oksigen supplemental(kantung diganti setiap hari untuk mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi)

7) Mesin pengisap

b. Prosedur

1) Jelaskan prosedur pada pasien sebelum memulai dan berikan ketenangan selama pengisapan,karena pasien mungkin gelisah berkenaan dengan tersedak dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

2) Mulai dengan mencuci tangan secara menyeluruh

3) Hidupkan sumber mesin pengisap (tekanan tidak boleh melebihi 120 mm Hg)

4) Buka kit kateter pengisap

5) Isi basin dengan normal salin steril

6) Ventilasi pasien dengan bag resusitasi manual dan aliran oksigen yang tinggi

7) Kenakan sarung tangan pada tangan yang dominan

8) Ambil kateter pengisap dengan tangan yang mengenakan sarung tangan dan hubungkan ke pengisap

9) Hiperinflimasi hiperoksigenasikan paru-paru pasien selama beberapa kali bernapas dalam dengan kantung yang dapat mengembang sendiri

10) Masukkan kateter sejauh mungkin sampai ujung selang tanpa memberikan isapan, cukup untuk menstimulus reflex batuk.

11) Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360 derajat (tidak lebih dari 10 detik sampai 15 detik,karena pasien dapat menjadi hipoksik dan mengalami distritmia,yang dapat mengarah pada henti jantung)

12) Reoksigenasiakan dan inflasikan paru-paru pasien selama beberapa kali nafas.

13) Masukkan 3-5 ml normal saline ke dalam jalan nafas hanya jika reflex batuk tertekan.

14) Ulangi empat langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.

15) Bilas kateter dalam basin dengan normal saline steril antara tindakan pengisapan bila perlu.

16) Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal. 17) Bilas selang pengisap.

(26)

Prosedur Rasional Cuff Trakeostomi

b. Selang Balon (udara disuntikkkan ke dalam cuff ) diperlukan selama ventilasi mekanis yang lama.

c. Cuff tekanan rendah.

Selang Trakeostomi dan perawatan kulit.

1. Inspeksi balutan trakeostomi terhadap kelembaban atau drainase.

2. Cuci tangan.

3. Jelaskan prosedur pada pasien.

4. Kenakan sarung tangan,lepaskan balutan yang basah dan buang.

5. Siapkan peralatan steril,termasuk hydrogen peroksida,normal saline atau air steril,aplikator berujung kapas,balutan.

6. Kenakan sarung tangan steril.

Tujuan dari penggunaan selang balon adalah untuk mencegah kebocoran udara selama ventilasi tekanan-positif dan untuk mencegah aspirasi trakea dan kandungan lambung.Seal yang adekuat diperlukan karena kebocoran udara dari mulut atau trakeostomi yang tidak tampak atau halus,bunyi gurgling.udara yang datang dari tenggorok yang tidak tampak.

Cuff tekanan rendah mengeluarkan tekanan minimal ada mukosa trakea dan dengan demikian mengurangi bahaya ulserasi trakea dan striktura.

Balutan trakeostomi diganti ssesuai kebutuhan untuk menjaga kulit tetap bersih dan kering.Jangan biarkan balutan basah tetap terpasang datas kulit.

Pencucian tangan mengurangi bakteri pada tangan.

Pasien dengan trakeostomi tampak gelisah dan membutuhkan penenangan dan dukungan terus-menerus.

(27)

7. Bersihkan luka dan lempeng selang trakeostomi dengan hydrogen peroksida.Bilas dengan saline steril.

8. Gunakan salep bakteriostatik pada pinggiran luka trakeostomi jika diresepkan.

9. Jika tali yang lama telah basah,letakkan tali twill dalam posisinya untuk mengamankan selang trakeostomi.Masukkan satu ujung tali melalui lubang

samping kanula

terluar.Lingkarkan tali tersebut sekeliling leher pasien dan ikatkan tali tersebut melalui lubang yang berlawanan dari kanula terluar.kumpulkan kedua ujungnya sehingga keduanya bertemu pada satu sisi

Dengan menyiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan memungkinkan prosedur diselesaikan dengan efektif.

Meminimalkan transmisi flora permukaan pada saluran pernafasan yang steril.

Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan sekresi yang mongering . pembilasan mencegah residu kulit.

Memberikan perlindungan bakteriostatik topikal.

(28)

bawah tali twill dan flange selang trakeostomi sehingga insisi tertutup.

(29)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Kanker laring merupakan keganasan yang terjadi pada laring. Penyebab kanker laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap terjadinya kanker laring. Penelitian epidemiologi menggambarkan beberapa hala yang diduga menyebabkan kanker lariny yang kuat yaitu rokok, alkohol dan oleh sinar radioaktif. Terbanyak didapatkan pada klien berusia 50-60 th.

Penatalaksanaan keganassan dilaring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi belumlah lengkap. Pengobaytan untuk konisi ini bervariasi sejalan dnegan keluasan malognansi. Pengobatan pilihan termasuk pembedahan dan terapi radiasi. Yang terpenting pada penanggulangan pada karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan /tindakan yang tepat dan kuratif karena tumor masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Jakarta. Medi Action Publishing

Gambar

Gambar 1 : Anatomi Laring
Gambar 2: Anatomi laring: (a) anterior ; (b) anterolateral.
Gambar 4. Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring :

Referensi

Dokumen terkait