• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Otoritas Terhadap Bumn Yang Sudah Diprivatisasi Melalui Pasar Modal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengawasan Otoritas Terhadap Bumn Yang Sudah Diprivatisasi Melalui Pasar Modal"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan bagian dari rangkaian

kebijakan penyehatan BUMN yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendayagunakan BUMN

sebagai lokomotif baru dalam pembangunan ekonomi nasional. Mengingat kemampuan usaha

swasta nasional akibat krisis ekonomi yang terjadi tidak mungkin lagi untuk berperan secara

maksimal.1 Tidak hanya di Indonesia, Krisis global membawa pengaruh besar terhadap

kurangnya permintaan untuk barang dan jasadi seluruh dunia, sangat banyak perusahaan yang

bereaksi terhadap keadaan ini dengan menyesuaikan kinerja mereka dengan kondisi yang lebih

efisien.2

Privatisasi BUMN pada dasarnya adalah transformasi kepemilikan Negara kepada

kepemilikan swasta yang juga dapat dimaknai sebagai peralihan konsentrasi pengawasan negara

terhadap BUMN kepada mekanisme pasar. Privatisasi diyakini mampu mendorong BUMN untuk

bertransformasi kearah pengelolaan yang lebih efisien sesuai tuntutan pasar. Sebab pengawasan

Negara yang terlalu besar di tubuh BUMN menjadikan BUMN berjalan lambat dan sangat

dipengaruhi oleh politik kepentingan. Keadaan ini akan mempersempit ruang bagi otoritas untuk

melaksanakan peran pengawasannya terhadap BUMN yang telah di privatisasi. Sementara itu Termasuk BUMN yang merupakan perusahaan di bawah naungan otoritas (selanjutnya

dalam tulisan ini dalam hal pengawasan BUMN, pemerintah disebut otoritas).

1

Aminuddin Ilmar, “Hak Menguasi Negara Dalam Privatisasi BUMN” , (Jakarta : Kharisma Putra

Utama, 2012) hlm. 99

2

Almos Telegdi, “Employment Adjustment during the Global Crisis: Differences between State-Owned

(2)

pengawasan dari otoritas masih sangat dibutuhkan peranannya terhadap BUMN yang telah di

privatisasi.

Ketiadaan pengawasan yang memadai dari otoritas bukan tidak mungkin menyebabkan

bergesernya maksud dan tujuan dari dibentuknya BUMN. Regulasi BUMN sendiri

mengisyaratkan bahwa kriteria BUMN Persero paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) dari

sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan untuk Persero Terbuka

berpedoman pada ketentuan regulasi pasar modal.3

Pengalaman privatisasi yang pernah dilakukan di Indonesia adalah pada saat melakukan

divestasi saham Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia (STT) sebesar 41,94 %. STT

merupakan anak perusahaan dari Temasek, BUMN milik Singapura yang juga memiliki anak

perusahaan Singapore Telcom (Singtel) yang menguasai 35 % saham Telkomsel, operator selular

kedua di Indonesia. Kondisi ini menyebabkan reaksi yang keras dari berbagai kalangan.

Keadaan seperti ini akan menyebabkan Singapura relatif akan menguasai industri dua jasa

layanan telekomunikasi selular di Indonesia, yaitu Indosat dan Telkomsel yang diperkirakan

menguasai 80 % pangsa pasar selular di Indonesia.

Hal ini dimaksudkan agar otoritas masih

dapat memegang peran dalam menentukan arah kebijakan di perusahaan sebagai pemegang

saham mayoritas. Namun untuk Persero Terbuka tidak ada batasan bagi persentase saham

minimal yang harus dimiliki pemerintah, dengan demikian mekanisme dan prinsip-prinsip yang

berlaku di pasar modal sangat mempengaruhi kepemilikan saham tersebut.

4

3

Pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Sehingga otoritas akan kehilangan fungsi

kendalinya dalam mengawasi berjalannya BUMN yang telah dilakukan privatisasi ini.

4

Riant Nugroho Dwidjowijoto, “Analisa Privatisasi BUMN di Indonesia”, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik,

(3)

Dengan kondisi seperti di atas hal yang paling memungkinkan dilakukan oleh otoritas

adalah pengawasan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang sudah

ditentukan oleh Undang Undang Perseroan Terbatas, Fasilitas pengawasan ini masih dapat di

gunakan mengingat status BUMN yang merupakan Perseroan Terbatas dan pemerintah adalah

salah satu pemegang saham. Melalui RUPS tersebutlah para pemegang saham sebagai pemilik

perseroan melakukan pengawasan terhadap kepengurusan yang dilakukan direksi maupun

terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan manajemen perseroan.5

Akankah filosofi keberadaan BUMN sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (2)

dan ayat (3) UUD 1945 dan tujuan sejati pendirian BUMN berdasarkan UU BUMN akan

mengalami pergeseran ketika Negara kehilangan pengawasan penuh terhadap BUMN ?

Menyerahkan BUMN pada mekanisme pasar akan menjamin terwujudnya kesejahteraan

masyarakat ? atau mungkin tujuan-tujuan yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat harus

dipisahkan dari BUMN dengan menjadikan BUMN murni sebagai entitas privat ?

Pertanyaan-pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab karena akan berkenaan langsung dengan transformasi

sistem ekonomi berbasis Negara kesejahteraan (welfare state) menjadi sistem ekonomi pasar. Namun

mekanisme pengawasan ini tidak menjamin bahwa otoritas dapat menggiring arah kebijakan

perusahaan sebagaimana yang di inginkannya, karena tidak menutup kemungkinan mekanisme

pasar yang akan berbalik menggiring otoritas untuk megikuti arah yang diinginkannya.

Permasalahan hukum lain yang sangat penting terkait privatisasi BUMN adalah persoalan

pengawasan BUMN setelah diprivatisasi melalui initial public offering (IPO) di pasar modal.

Sebelum BUMN diprivatisasi, dimana kepemilikan Negara pada BUMN adalah 100 % atas

saham, maka BUMN merupakan entitas hukum yang langsung diawasi oleh Negara melalui

5

James D Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O’ Neal, “Corporations, Alpen Law & Bussines” , 1997. hlm.

(4)

berbagai perangkat Negara yang ada, misalnya pengawasan internal yang dilakukan oleh

Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham, dan pengawasan eksternal yang dilakukan

oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan

Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kementerian BUMN melakukan pengawasan

langsung sebagai kuasa pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan

melalui regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian BUMN.

Permasalahan secara hukum lahir ketika BUMN sudah diprivatisasi melalui IPO, maka

kepemilikan BUMN tidak lagi 100 % berada pada Negara. Dalam kondisi kepemilikan yang

demikian, muncul pertanyaan hukum, apakah pengawasan Negara cq. Pemerintah melalui

otoritas yang dimilikinya masih bisa dilakukan terhadap BUMN ? Apakah Kementerian BUMN

masih dapat mengeluarkan regulasi (peraturan-peraturan) yang mengikat para pengelola BUMN

yang sudah diprivatisasi tersebut ataukah terbatas hanya pada kekuasaan Negara cq. Otoritas

yang sudah dibatasi pada komposisi hak suara melalui RUPS ? Apakah pengawasan oleh DPR,

BPK dan BPKP masih bisa diperlukan terhadap BUMN ? Permasalahan tersebut tidak bisa

dilepaskan dari status ganda BUMN. Pada satu sisi BUMN merupakan badan hukum mandiri

yang terpisah dari Negara sebagai pemilik seluruh sahamnya. Namun pada sisi lain, peraturan

perundang-undangan memandang BUMN layaknya entitas publik yang merupakan bagian dari

keuangan Negara.

Peran BUMN sangat bervariasi diberbagai negara. Hal ini sangat terkait dengan sistem

ekonomi yang dianutnya, misalnya mekanisme pasar, demokrasi sosial , negara kapitalis . Selain

itu keberadaan BUMN merupakan bagian dari entitas politik maupun ekonomi, karena

(5)

walaupun kadang-kadang bertentangan antara satu dan yang lainnya.6 Uni Eropa merancang

kebijakan mengenai BUMN yang menekankan bahwa tidak ada perusahaan menerima subsidi

yang tidak semestinya , terlepas dari kepemilikannya .7 Di lihat dari sisi lainnya, BUMN sangat

mungkin menjadi organisasi yang strategis untuk dikerahkan mencapai tujuan politik

pemiliknya, yaitu pemerintah pusat ataupun provinsi.8

BUMN di Indonesia lahir sebagai pelaksanaan politik ekonomi yang diamanahkan oleh

Pasal 33 ayat (2), (3) dan ayat (4)

Oleh karena itu, tindakan BUMN di

panggung global tergantung pada bagaimana itu tertanam dalam politik ekonomi dari negara

asalnya .

9

dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD 1945). Oleh karena itu, tujuan Negara mendirikan dan menguasai BUMN

adalah dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat. Tujuan ini kemudian dijabarkan dalam

ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.10

6

Saul Estrin, “The Internationalization of State Owned Enterprises: The Impact of Political Economy and

Institutions”, Departement of Management London School of Economics. hlm. 3

Dengan demikian, BUMN

7

Morgan E.J, “Controling Cartels – Implication of the EU Policy Reform”, Euerope Manajement Journal.

hlm. 1-12

8

Buckley P.J., Clegg J., Cross A., Liu X., Voss H. & Zheng P.. “The determinants of Chinese outward

FDI”. Journal of International Business Studies 2007. hlm. 499, Lihat juga Toto Pranoto, , “Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Privatisasi BUMN : Komparasi Indonesia-Malaysia”, Lembaga Management FE-UI. Makalah dipresentasikan pada FE-UI Research Day, 13 Desember 2011. hlm. 10-11disebutkan bahwa Karakteristik BUMN yang memiliki banyak tujuan dan kadang bersifat conflicting, kuatnya intervensi politik, serta kurangnya transparansi menyebabkan BUMN memiliki governance yang unik dibandingkan sektor swasta. Dari sisi negara terdapat tantangan berupa banyaknya kepentingan dari berbagai badan negara/Kementrian untuk intervensi pengelolaan BUMN. Dari sisi Dewan Pengawas terdapat tantangan berupa lemahnya otoritas mereka untuk mengawasi dewan direksi serta posisi mereka sebagai pejabat birokrasi yang memiliki keterbatasan waktu untuk mengawasi BUMN. Sementara di sisi manajemen pengelola BUMN sering menghadapi tantangan berupa buruknya sistem remunerasi dan rendahnya disiplin manajemen.

9

Pasal 33 UUD 1945,: (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

10

(6)

di Indonesia pada dasarnya memainkan dua peran pokok, yakni : sebagai perusahaan Negara

yang mencari keuntungan untuk menambah devisa bagi Negara (agent of business) dan sebagai

sarana bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam upaya tugas

Negara mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.11 Peran ganda dari BUMN ini

sejalan dengan pembagian jenis BUMN menjadi perusahaan umum (Perum) dan perusahaan

perseroan (Persero).12

Dalam suatu kesempatan Mohammad Hatta menjelaskan bahwa ”dikuasai oleh negara”

tidak serta merta berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih

tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada pembuat peraturan guna melancarkan

jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula ”penghisapan” orang yang lemah oleh orang lain

yang bermodal.13 Kemudian Bung Hatta mengemukakan pula bahwa apa yang disebut dengan

”public utilities” diusahakan oleh pemerintah. Bagi negara, pengadaan pelayanan umum seperti

listrik, gas dan air ditambah dengan cabang-cabang produksi yang penting lainnya seperti

industri pokok dan tambang ”dikuasai” oleh negara. Pengertian ”dikuasai” bukan otomatis

dikelola langsung oleh pemerintah, tetapi dapat dengan menyerahkannya pada pihak swasta,

asalkan dengan pengawasan pemerintah.14

Setidaknya ada dua hal penting dari pandangan Mohammad Hatta tersebut di atas.

Pertama bahwa penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak tidak selalu diartikan bahwa negara sebagai pemilik yang

perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; dan (e). turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

11

Zainal Muttaqin, “ Tinjuan Yuridis Mengenai Pengenaan Pajak terhadap BUMN”, Tesis Program

Pascasarjana (Bandung : Universitas Padjadjaran, 1992), hlm. 78

12

Pasal 9 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN membagi BUMN menjadi perusahaan perseroan dan perusahaan umum. Perusahaan perseroan (Persero) lebih ditujukan untuk mengejar keuntungan (profit oriented) sedangkan perusahaan umum (Perum) lebih berorientasi kepada pelayanan publik (public services oriented).

13

Mohammad Hatta, “ Cita-Cita Koperasi dalam Pasal 33 UUD 1945” dalam Sri-Edi Swasono (ed.),

“Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi” (Jakarta, 1987), hlm. 16.

14

(7)

menguasai seluruh kepemilikan atas perusahaan (BUMN). Kedua, kepemilikan swasta diakui

sepanjang otoritas tetap memiliki hak untuk mengawasi. Pemikiran pertama membuka ruang

bagi terjadinya privatisasi BUMN sedangkan pemikiran kedua membuka ruang bagi pengawasan

otoritas terhadap BUMN.

Privatisasi BUMN diakui sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kinerja dan nilai

tambah BUMN sekaligus untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham

Persero. Privatisasi BUMN dapat dilakukan melalui 3 (tiga) opsi cara privatisasi, yakni melalui

pasar modal (go public, initial public offering), menjual langsung saham Negara kepada investor

(private placement, strategic sale), dan menjual langsung saham Negara kepada manajemen

dan/atau karyawan perusahaan persero yang bersangkutan.15

Terkait metode privatisasi BUMN, Bismar Nasution menjelaskan:

pelaksanaan privatisasi itu seharusnya lebih menitikberatkan penjualannya melalui pasar modal, dibandingkan dengan menjualnya kepada mitra strategis (strategic sale). Proses privatisasi BUMN melalui kegiatan go public (public offering) di pasar modal akan mengalami transformasi dari perusahaan yang awalnya dikuasai oleh negara bergeser menjadi perusahaan pubik yang dimiliki oleh banyak orang selaku pemegang saham. Melalui pasar modal akan membuat penjualan saham BUMN terdistribusi dalam masyarakat, dan dengan sendirinya memperluas kepemilikan masyarakat.16

Privatisasi dicetuskan oleh Milton Friedman, yang merupakan penasihat Presiden

Amerika Serikat pada saat Presidennya Ronald Reagen dan Frederick High yang merupakan

penasihat ekonomi Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher. Pemikiran tentang privatisasi

tersebut telah tersebar luas khususnya di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Pada saat itu

kemudian berlangsung proses pengubahan status kepemilikan banyak badan usaha dan

perusahaan dari kepemilikan negara menjadi kepemilikan individu, keadaan itu juga

15

Pasal 78 Undang Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN,

16

Bismar Nasution, “Hukum Kegiatan Ekonomi” (Bandung : BooksTerrace & Library, 2009) hlm. 215.

(8)

mengakibatkan aset dan perekonomian negara tersentralisasi pada beberapa individu atau

perusahaan tertentu. Negara-negara ini juga berusaha untuk menyebarkan pemikiran tersebut ke

seluruh dunia, terutama ke negara-negara berkembang.17

Privatisasi memiliki rentetan sejarah yang panjang lebih daripada yang pernah dipikirkan

selama ini, dan pejabat pemerintah di berbagai negara sebenarnya telah menerapkan privatisasi

tersebut selama beberapa dekade. Sebagaimana yang digambarkan oleh Savas bahwa privatisasi

sebagai saudara kembar pemerintah saat ia menyatakan bahwa keberadaan privatisasi dan

pemerintah berumur sama.18 Selain itu, sepertinya tidak terlihat adanya keseragaman pola yang

menunjukkan definisi privatisasi secara tepat. Namun, kecenderungan privatisasi umum dapat

dilihat melalui tindakan penarikan pajak negara dari bea masuk secara ekslusif, dan pemerintah

melakukannya untuk memenuhi tuntutan rakyat.19

Wright mengemukakan sejarah privatisasi dalam penelitiannya antara lain skema

privatisasi di Republik Irlandia pada tahun 1960-an dan 1970-an, dimana pemerintahannya

menjual aset di Perusahaan Pembuangan Limbah Produk Susu (Dairy Disposal Company) pada

tahun 1972. Di Inggris, dimana pemerintah Buruh menjual saham pada British Petroleum pada

tahun 1977. Di Jerman Barat, sebuah program privatisasi dilakukan oleh pemerintah CDU pada

tahun 1960, dan pada tahun 1970 saham minoritas dari Lufthansa dijual. Di Italia, perusahaan

utama di negaranya, IRI, menyingkirkan beberapa perusahaan di tahun 1950-an dan tahun

1960-an.20

17

Badan Pembinaan Hukum Nasional , “Privatisasi Perusahaan Milik Negara Ditinjau dari UUD

1945”, (Jakarta : Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2011). hlm. 50

Lebih jauh lagi , Van Ginkel mendapati beberapa kejadian penting dari skema privatisasi di

Belanda dimana pemerintah provinsi Zeeland memprivatisasikan tambak tiram mereka pada

18

E.S Savas, “Privatisation, The Key to Better Government”, (New Jersey : Chatham, 1987). hlm. 291 19

Safri Nugraha, “Privatisastion of State Enterprises in the 20 th Century a Step Forwards or

Backward?”, (University of Indonesia , Faculty of Law : Jakarta,2004) hlm. 18

20

(9)

tahun 1870. Otoritas Provinsi Zeeland memprivatisasikan area tambak tiram yang luas,

sementara itu mereka mengadakan pelelangan umum kepada penawar tertinggi untuk akses/jalan

masuk ke tempat yang lebih kecil.21

Meskipun telah dipraktikkan di banyak negara selama beberapa dekade, istilah privatisasi

sebenarnya menjadi populer pada tahun 1979, ketika Perdana Menteri Margaret Thatcher

mengumumkan rencananya untuk memprivatisasi BUMN Inggris. Sejak itu, privatisasi telah

dipraktikkan di seluruh dunia, dari Selandia Baru dan Australia melalui Asia (Cina, Indonesia,

Jepang, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand ) dan ke Eropa ( Belgia,

Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Spanyol, Swedia, Inggris, Estonia, Hongaria, Latvia,

Lithuania, Polandia dan Rusia ) dan Amerika ( Argentina, Bolivia, Brazil, Kanada, Chile,

Columbia, Kuba, Jamaika, Peru, Meksiko, Panama dan Venezuela)

Dari uraian Wright dan Van Gikel tersebut, dapat

disimpulkan bahwa privatisasi memiliki sejarah panjang yang telah dipraktikkan sejak 1870 di

negara-negara Eropa.

22

Secara historis, Inggris diakui sebagai rujukan terdepan dalam kebijakan privatisasi.

Sampai pada era pemilihan Pemerintah Konservatif pada tahun 1979, privatisasi muncul sebagai

isu kebijakan yang penting dan kontroversial. Banyak program dan aksi privatisasi dilaksanakan

sejak tahun 1979 dan saat ini privatisasi dipraktikkan di banyak negara di seluruh dunia. Terlebih

lagi, banyak buku dan studi tentang privatisasi telah dipublikasikan dan sebagian besar

membahas dan mengemukakan program-program privatisasi pemerintah Thatcher sebagai

referensi utama untuk tinjauan skema privatisasi masa kini.23

21

Rob Van Ginkel, “Plunderers into Planters”, dalam J. Boissevain and J. Verrivs (ed), Dutch Dilemma

Anthropologist look at the Netherlands, 1989. hlm. 102

Di bawah pemerintahan Thatcher,

22

A. Zen Umar Purba, “Privaization in Indonesia, Restructurization and Public Offering”, Majalah

Hukum dan Pembangunan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Nomor. 2 Tahun XXVII, 1997. hlm. 2

23

(10)

Inggris memulai sebuah privatisasi besar yang menghasilkan diversifikasi banyak BUMN yang

bergerak di bidang industri.24

Pada masa pemerintahan Perdana Menteri Margaret Tatcher privatisasi BUMN

dimaksudkan dan ditujukan untuk mencapai efisiensi dinamis terhadap kinerja BUMN serta

memperluas kepemilikan saham perusahaan. Hal itu dibuktikan dengan di privatisasinya secara

penuh Brithis Telcom (BT), dimana BT mampu meningkatkan jumlah satuan sambungan telepon

sebesar 30 % semenjak di privatisasi tahun 1985. Kemudian Brithis Gas juga berhasil

menawarkan harga jual gas yang jauh lebih murah kepada pelanggannya sebesar 30 % bila

dibandingkan dengan tarif sebelum dilakukan privatisasi.25 Seorang penulis tentang privatisasi

asal Amerika Serikat Jhon D. Donahue menyimpulkan bahwa privatisasi merupakan sebuah

pengaruh dari Inggris ke negaranya, Amerika Serikat.26 Tatacara privatisasi yang diterapkan

Inggris mempengaruhi mekanisme program privatisasi negara-negara Eropa lainnya.27

Di Amerika Serikat, sebutan privatisasi diawali dari manajemen sektor swasta. Sebutan

tersebut muncul ketika permasalahan beban anggaran untuk pelayanan publik meningkat pada

saat yang bersamaan, para akademisi menyokong reformasi sektor publik secara total. Pada

waktu itu, kalangan akademisi di Amerika Serikat juga mengusulkan adanya reformasi di sektor

publik. Secara kebetulan masyarakat bisnis dan akademisi mempunyai kesadaran yang sama

untuk mendorong privatisasi di pertengahan tahun 1980-an. Memperhatikan kondisi di atas

terlihat bahwa kebijakan publik privatisasi dipicu alasan kebutuhan ekonomi. Kondisi ini

tentunya akan berbeda kalau dipandang dari sisi politis. Privatisasi lebih ditujukan untuk

membangun kembali praktik pemerintahan lokal/daerah. Proses desentralisasi ekonomi yang

24

E.S Savas,Op.Cit. hlm. 169 25

Kevin Davis dan Ia Harper (etd.), “Privatization : The Financial Implication” (St Leonard : Allen &

Unwin, 1993) hlm. 245-246.

26

Jhon. D Donahue, “The Privatisation Decision”, 1989. hlm. 4 27

(11)

diluncurkan pemerintah pusat merupakan tanda penyebaran tanggung jawab pelayanan publik

yang baik di level pusat maupun daerah. Ini berarti legitimasi desentralisasi dan kebebasan

perusahaan publik harus dilakukan melalui kebijakan publik formal. Pakar ekonomi, Friedman

menempatkan dinamisasi pemerintahan sebagai subset proses ekonomi dan kemampuan teori

ekonomi untuk refurbish laissez faire philosopy. Intervensi pemerintah diizinkan dan praktik

pemerintah lokal perlu.28

Dinegara-negara berkembang privatisasi juga telah menjadi kebijakan yang popular

(misalnya, di Kolombia, Jamaika, Malaysia, Peru, Filipina, KoreaSelatan, Taiwan, dan Turki),

tetapi negara-negara tersebut tidak selalu mewakili bagian dari program berkelanjutan untuk

mengurangi ukuran sektor industri milik negara. Sedangkan negara-negara miskin tidak banyak

yang dapat melakukan kebijakan privatisasi (yaitu, menarik bagi investor) atau terlalu sedikit

politisi yang dapat menerima investor untuk bersedia menjual kepadanya. Namun demikian,

tekanan internasional sangat dirasakan mereka, negara-negara tersebut melakukan deregulasi dan

meliberalisasi kebijakan ekonomi mereka. Beberapa lembaga internasional, seperti Bank Dunia

juga sangat menekankan hal ini.29

Di negara maju seperti Inggris, privatisasi dipakai sebagai alat politik untuk

memenangkan pemilu dan bahkan melemahkan kelompok oposisi seperti terjadi pada era

Thatcher. Di negara-negara berkembang seperti Asia dan Amerika Latin, kelompok ekonomi dan

politik tertentu memperkaya diri dengan kebijakan privatisasi yang undervalue. Pihak lain yang

menikmati privatisasi ini adalah beberapa konsultan multinational seperti McKinsey, Arthur

28

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Op.Cit. hlm. 52-53 29

D.G.McFetridge, “The Economic of Privazitasion”, (C.D. Howe Institute Benefactors Lecture, 1997).

(12)

Young & Co, Coopers & Lybrand, dimana mereka menerima jasa konsultasi yang sangat mahal

untuk suatu proses privatisasi.30

”....Ironically, as the century draws to a close, the British, the Belgians, and the French are back in Africa and Asia, not as colonialist, but as highly-paid professional adviser, invited toproduce reports on how privatization, including transnational ownership of state enterprises,can revitalize depressed and bankrupt economies ”

Bahkan Chapman membuat pernyataan menarik :

31

(".... Ironisnya, ketika abad menarik untuk lebih dekat, Inggris, Belgia, dan Perancis kembali di Afrika dan Asia, bukan sebagai kolonialis, tetapi sebagai penasihat profesional, diundang untuk menghasilkan laporan tentang bagaimana privatisasi , termasuk kepemilikan transnasional BUMN, dapat merevitalisasi ekonomi tertekan dan bangkrut ")

Privatisasi merupakan buah dari Kritik terhadap model administrasi publik klasik jika

ditinjau dari perkembangan teori adminsitrasi publik, yang kemudian melahirkan konsep

manajemen publik baru (New Public Management). Konsep NPM muncul pada tahun 1980 an

dengan Sasaran utama yang ingin dicapai adalah perubahan cara pengelolaan pemerintah dalam

penyampaian pelayanan kepada masyarakat dengan penekanan pada orientasi pasar (market

orientation) sehingga mampu menghasilkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik. Konsep

NPM memfokuskan diri pada pemisahan birokrasi pada unit yang lebih kecil, kompetisi antara

pemerintah dan swasta dalam penyediaan jasa publik, dan perubahan motivasi dari sekedar

pelayan publik menjadi motif ekonomi, dengan memberikan insentif pada pelayanan publik

seperti yang diberikan dalam usaha swasta. NPM menekankan performance sebagai kriteria

utama, dengan menerapkan teknologi manajemen yang digunakan di lingkungan swasta ke

lingkungan publik.32

30

Toto Pranoto, Op.Cit. hlm. 9 31

Collin Chapman, “Selling the Family Silver: Has Privatization Worked?” (London: Hutchinson

Business Book Limited, 1990).

32

Toto Pranoto,Op.Cit. hlm. 2. Lihat Juga Farazmand, Ali .. “Ideas and Practice of New Public

(13)

Di Indonesia posisi BUMN ditempatkan layaknya sebagai badan hukum privat. Sebagai

Persero, BUMN mempunyai ciri-ciri : (1) berstatus sebagai badan hukum privat, (2).

hubungannya usahanya diatur menurut hukum perdata, (3) makna usahanya adalah untuk

memupuk keuntungan, dan (4) modal secara keseluruhan atau sebahagian adalah milik negara

dari kekayaan negara yang dipisahkan.33 Dalam perspektif teori hukum, makna ”kekayaan

negara yang dipisahkan” merujuk pada pemaknaan bahwa BUMN adalah badan hukum mandiri

yang pertanggungjawabannya dan kekayaannya terpisah dari pemiliknya (dalam hal ini Negara).

Secara umum diterima bahwa suatu badan hukum memiliki karakteristik sebagai berikut : (a)

perkumpulan orang (organisasi) (b) dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam

hubungan-hubungan hukum (c) mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari

kekayaan pendirinya (pemiliknya) ; (d) mempunyai pengurus ; (e) mempunyai hak dan

kewajiban ; dan dapat digugat atau menggugat dihadapan pengadilan.34 Sebagai subjek hukum,

badan hukum memiliki kepribadian hukum (persoonlijkheid) yaitu suatu kemampuan untuk

menjadi subjek pada setiap hubungan hukum. Setiap badan hukum memiliki kecakapan dalam

melakukan suatu perbuatan hukum dalam bidang harta kekayaan.35

Namun pada posisi lain, sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia tetap

mengkategorikan BUMN sebagai entitas publik dan bagian dari keuangan negara. UU No. 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara tetap mengkategorikan kekayaan BUMN sebagai bagian dari kekayaan atau keuangan

negara, meskipun telah dipisahkan. Konsekwensinya menurut kedua peraturan tersebut adalah

efisiensi dan pemotongan budget, tumbuhnya inovasi teknologi terutama teknologi informasi, pengaruh globalisasi ekonomi yang menjadikan efisiensi sebagai kata kuncinya, liberalisasi ekonomi sebagai response atas mismanagement, korupsi, manajemen sumberdaya yang tidak efisien dan birokrasi yang rumit, serta tuntutan publik atas barang dan jasa yang berkualitas sehingga setiap organisasi harus fitmenghadapinya

33

Herman Hidayat, &Harry Z. Soeratin, “Peranan BUMN dalam Kerangka Otonomi Daerah”,

disampaikan pada Sosialisasi Peranan BUMN, Universtas Amir Hamzah, Medan, 9 April 2005.

34

Chidir Ali, Badan Hukum”, (Bandung : Alumni, 1999), hlm. 33 35

(14)

bahwa tata cara penggunaan kekayaan BUMN harus dilakukan sesuai dengan tata cara

penggunaan keuangan/kekayaan negara.36

Kedudukan BUMN sebagai bagian dari keuangan Negara memberikan kewenangan

kepada DPR, BPK dan BPKP untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan kinerja dan

keuangan pada BUMN. Masalahnya adalah ketika BUMN sudah diprivatisasi melalui pasar

modal berakibat BUMN tersebut juga tunduk pada peraturan perundang-undangan lain yakni

peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan perseroan terbatas sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 34 UU BUMN sebagai berikut :

Bagi Persero Terbuka berlaku ketentuan Undang-Undang ini dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Sementara itu, dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak dikenal adanya

pemeriksaan keuangan oleh BPK, dan BPKP, demikian juga keterlibatan DPR terhadap

pemeriksaan suatu perusahaan emiten. Pada perusahaan emiten pengawasan secara internal

dilakukan oleh organ pengawas (Dewan Komisaris) dan RUPS dan pengawasan eksternal oleh

Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, setidaknya terdapat beberapa alasan penting

perlunya penelitian disertasi tentang Pengawasan Otoritas terhadap BUMN yang sudah di

Privatisasi melalui Pasar Modal sebagai berikut :

Pertama, Indonesia adalah Negara yang memiliki sangat banyak BUMN. Berdasarkan

data Kementerian BUMN saat ini jumlah BUMN di Indonesia adalah 119 perusahaan37

36

Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pada Pasal 2 huruf g, disebutkan bahwa Keuangan Negara meliputi kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara. Pasal 24 ayat 3 menyebutkan bahwa Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara. Pasal 30 mengenai laporan pertangungjawaban pelaksanaan APBN, Presiden menyampaikan laporan tersebut kepada DPR termasuk didalamnya laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Selanjutnya lihat Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaab Negara, pada Pasal 55 ayat 2 huruf d disebutkan bahwa Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.

(15)

total kontribusi kepada Negara sebesar Rp. 134.000.000.000.000 (seratus

tiga puluh empat triliun Rupiah) jika dilihat dari laba bersih BUMN di tahun 2012.38

Kedua, Pemerintah memiliki rencana jangka panjang terhadap restrukturisasi dan

privatisasi BUMN sebagai langkah perbaikan kinerja dan menciptakan nilai tambah BUMN.

Oleh karena itu, sehubungan dengan privatisasi BUMN terutama melalui pasar modal diperlukan

kerangka hukum yang jelas dan memberikan arah yang lebih baik pada upaya perbaikan BUMN

di Indonesia.

Mengingat

pentingnya peran BUMN dalam perekonomian nasional secara umum, maka peraturan

perundang-undangan yang ada semestinya dapat dipergunakan untuk mengarahkan transformasi

pengelolaan BUMN kearah yang lebih baik.

Ketiga, terdapat ketidakpastian hukum dalam pengawasan BUMN yang telah

diprivatisasi. Kedudukan BUMN sebagai bagian dari keuangan Negara menyebabkan

pengawasan BUMN tidak saja dilakukan oleh Pemerintah cq. Kementerian BUMN sebagai

kuasa pemegang saham BUMN, tetapi juga oleh lembaga Negara terkait lainnya seperti BPK,

BPKP dan DPR. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum ketika BUMN diprivatisasi melalui

pasar modal. Sebagai emiten BUMN tunduk pada ketentuan-ketentuan pasar modal dan

perseroan terbatas. Dalam ketentuan perundang-undangan pasar modal tidak dikenal adanya

pengawasan BPK, BPKP maupun DPR terhadap emiten. Pengawasan terhadap emiten dilakukan

berdasarkan mekanisme pengawasan internal sesuai UUPT dan anggaran dasar sedangkan

37

http://bumn.go.id/halaman/238/Statistik.Jumlah.BUMN, diakses terakhir pada tanggal 28Desember 2015. Disebutkan bahwa jumlah BUMN per 31 Desember 2014 berjumlah 119 BUMN atau berkurang 20 perusahaan dibanding akhir tahun 2013. 2 BUMN berubah status badan hukum menjadi BPJS, yaitu PT. Askes dan PT. Jamsostek. 14 BUMN Perkebunan menjadi 1 holding BUMN Perkebunan, sehingga jumlah BUMN Perkebunan berkurang 13 BUMN. sementara itu 6 BUMN Kehutanan menjadi 1 holding BUMN Kehutanan, sehingga jumlah BUMN Kehutanan berkurang 5 BUMN

(16)

pengawasan eksternal berada pada OJK yang merupakan lembaga baru menggantikan peranan

pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).

Keempat, masih diperlukan pengawasan Negara cq. Pemerintah melalui otoritas yang

dimilikinya terhadap BUMN yang sudah diprivatisasi mengingat adanya sejumlah kepentingan

Negara dan masyarakat terhadap keberadaan BUMN, apalagi saat ini jumlah BUMN yang sudah

diprivatisasi melalui pasar modal sudah mencapai 20 perusahaan.39 Hilangnya sama sekali

pengawasan dan kendali Negara terhadap BUMN bukan tidak mungkin BUMN berjalan akan

berbeda dengan filosofi keberadaan dan tujuan didirikannya BUMN tersebut. Oleh karena itu,

perlu konsep yang memberikan ruang untuk mengakomodir kepentingan Negara guna

melakukan pengawasan terhadap BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal dengan

tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan perseroan

terbatas.

B. Rumusan Masalah

39

(17)

Berdasarkan uraian-uraian latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Mengapa diperlukan pengawasan Otoritas terhadap BUMN yang telah diprivatisasi melalui

pasar modal ?

2. Bagaimana sistem pengawasan yang dilakukan Otoritas terhadap Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) baik yang telah diprivatisasi melalui pasar modal maupun yang belum diprivatisasi

?

3. Bagaimana bentuk pengawasan ideal yang dilaksanakan oleh Otoritas terhadap BUMN yang

telah diprivatisasi ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan secara umum yakni untuk mendapatkan kebenaran

tentang masalah-masalah yang dirumuskan. Oleh karena itu, berdasarkan batasan permasalahan

yang ditetapkan, maka secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis peraturan perundang-undangan tentang BUMN, privatisasi BUMN dan

pasar modal, guna mendapatkan kebenaran tentang pengawasan BUMN yang dilakukan oleh

Otoritas, baik terhadap BUMN yang telah diprivatisasi maupun BUMN yang belum

diprivatisasi, sehingga dimungkinkan untuk melakukan analisis lebih lanjut dan menyusun

pokok-pokok pikiran terkait pengawasan Otoritas terhadap BUMN di Indonesia.

2. Untuk menemukan argumentasi-argumentasi hukum yang tepat dan dapat

dipertanggungjawabkan tentang pentingnya pengawasan otoritas terhadap BUMN sebelum

maupun sesudah diprivatisasi melalui pasar modal.

3. Untuk menemukan model bentuk pengawasan yang ideal terhadap BUMN yang telah

(18)

diprivatisasi tersebut dapat bersinergi antara kepentingan pemerintah dalam rangka

mengawasi kepentingan publik dan kedudukan BUMN sebagai entitas bisnis berdasarkan

peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas dan pasar modal.

D. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas

penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.40 Teori adalah merupakan suatu

prinsip satu ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu

masalah.41 M. Solly Lubis menyebutkan: “Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan

(problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui

ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam

penulisan”.42

Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengenai suatu variabel bebas tertentu

dimasukan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan

memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab.43

40

Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, (Jakarta: UI-Press, 1982), hlm.6

Menurut

W.L.Neuman, yang pendapatnya dikutip oleh Otje Salman dan Anton F.Susanto, menyebutkan,

bahwa ”Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi

satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasikan pengetahuan

41

Lihat dan bandingkan dengan J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. “Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1”, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hlm. 203 dan 216 disebutkan bahwa Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk prosestertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-faktayang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Lihat juga

W.J.S. Poerwadarminta, “Kamus Umum Bahasa Indonesisa”, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hlm. 155,

menyebutkan bahwa salah satu arti teori adalah pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.

42

M. Solly Lubis, “Filsafat Ilmu Dan Penelitian”, (Bandung: Mandar Madju, 1994), hlm. 80 43

(19)

tentang dunia. Ini adalah cara yang ringkas untuk berpikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu

bekerja.”44

Penelitian disertasi ini menggunakan teori “rule of law and economic development”.

Teori ini dipergunakan untuk mendukung “ Thesis Statement “ bahwa peran Negara (melalui

pembuatan dan penegakan hukum) masih sangat diperlukan dalam mengawasi BUMN yang

telah diprivatisasi melalui pasar modal. Melalui teori ini akan dilihat, apakah secara teoritis

masih dimungkinkan Negara melakukan campur tangan terhadap BUMN yang sudah

diprivatisasi melalui pasar modal yang semestinya telah menjadi entitas privat dan tunduk pada

mekanisme pasar tanpa intervensi Negara.

Peran Negara dalam pembangunan ekonomi pertama sekali diperkenalkan oleh Adam

Smith. Perspektif teoritis Adam Smith mengenai peran negara dan hukum didasarkan pada

prinsip laissez faire45. Adam Smith percaya bahwa kepentingan pribadi tidak boleh dikekang

oleh negara. Lebih jauh dikatakan bahwa selama mekanisme pasar bersaing, tindakan individu

yang didorong oleh kepentingan diri akan berjalan bersama dengan kebutuhan bersama khalayak

ramai.46 Apabila negara melalui pemerintah terlalu mengatur dan mencampuri transaksi tersebut,

maka kesejahteraan orang banyak akan menjadi berkurang.47

Paham laissez faire yakin bahwa kegiatan ekonomi akan berjalan sesuai aturan alamiah

jika kegiatan tersebut terlepas dari politik. Peran negara yang terlalu besar dalam kegiatan

ekonomi justru akan kontra produktif. Kompetisi dalam mekanisme pasar akan bertujuan

menguntungkan masyarakat seluruhnya dengan memaksa harga tetap rendah, dimana tetap

44

HR. Otje Salman S dan Antón F Susanto, “Teori Hukum”, (Bandung: Refina Aditama, 2005), hlm. 22 45

Secara etimologi, kata “laissez faire”berasal dari bahasa Perancis yang berarti “berjalan sendiri”.

46

Christoper Conthe, ”Garis Besar Ekonomi Amerika Serikat”, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat,

Kantor Program Informasi Internasional, 2004, hlm.78.

47

Adam Smith, “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth Nations, Vol. II”, (London : Penguin

(20)

membangun dalam insentif untuk bermacam barang dan jasa. Smith tidak sepaham dengan

semua bentuk intervensi pemerintah dalam proses ekonomi, termas

bahwa hal tersebut membuat inefisiensi dan harga tinggi pada jangka panjang.48 Walter

Nicholson menambahkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi dapat

menyebabkan munculnya rent seeking behavior yang beliau terjemahkan sebagai firm or

individuals influencing government policy to increase their own welfare.49

Meskipun mekanisme pasar tidak setuju dengan campur tangan pemerintah, akan tetapi

seperti diuraikan Smith, peran negara tidak hilang sama sekali, hanya dikurangi sampai tingkat

minimal. Smith menegaskan bahwa pemerintah punya tugas yang amat sangat penting dan yang

begitu luas serta jelas bagi pemahaman umum, yaitu : melindungi masyarakat dari kekerasan dan

serbuan negara lain, melindungi sejauh mungkin setiap warga masyarakat dari ketidakadilan dan

pemaksaan/pemerasan yang dilakukan oleh warga lain, atau tugas menyelenggarakan secermat

mungkin tata keadilan. Serta untuk menjadikan dan mempertahankan prasarana publik dan

berbagai lembaga publik yang ada bukan hanya untuk kepentingan orang-orang atau

kelompok-kelompok tertentu.50

49

Walter Nicholson,” Intermdiate Microeconomics and Its Aplication,5th Edition”, (New York : The Dryden Press, 1990), hlm. 658.

50

Adam Smith, Op.Cit, hlm. 687. Bandingkan dengan Satjipto Raharjo, “Negara Hukum yang

(21)

Pada tahun 1944, Von Hayek menerbitkan karya besar yang berjudul The Road of

Serfdom. Buku ini berisi kritikan tajam terhadap ide-ide menyangkut peran negara dalam

perencanaan dan pelaksanaan ekonomi. Menurut Hayek, keunggulan sistim mekanisme pasar

adalah dengan membiarkan jutaan individu mereaksi harga pasar yang terjadi secara bebas.

Dengan cara demikian, maka akan terjadi optimalisasi alokasi modal, kreativitas manusia dan

tenaga kerja dengan cara yang tidak mungkin ditiru oleh perencanaan negara, secerdik apapun

perencanaan itu.51 Sementara itu Milton Friedman menegaskan bahwa kehidupan ekonomi

masyarakat paling baik berlangsung tanpa campur tangan pemerintah. Tingkat pengangguran

masyarakat tidak seharusnya diatasi dengan campur tangan pemerintah, melainkan diserahkan

kepada mekanisme pasar kerja yang bebas.52

Kegagalan pasar sebagai alasan utama untuk intervensi pemerintah di bidang ekonomi,

sekaligus pula harus membuat hukum untuk mengarahkan kegiatan ekonomi itu. Tepatlah

sebagaimana pernah diamati Robert W. Gordon, bahwa “hukum” adalah salah satu diantara

berbagai sistem yang berarti bagi rakyat dalam rangka pembangunan.53David M. Trubek, Guru

Besar dari University of Wisconsin pada konferensi itu mengatakan “rule of law” merupakan hal

penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi “reformasi” sistem

ekonomi di seluruh dunia, yang berdasarkan pada teori apa yang dibutuhkan untuk pembangunan

dan bagaimana peranan hukum dalam perubahan ekonomi.54

Selanjutnya David M Trubek dalam bukunya Toward a Social Theory of Law, mencoba

untuk meninjau kembali berbagai konsep dan teori mengenai hubungan antara hukum dan

51

Friedrich von Hayek, “The Road of Serfdom”, dalam B. Herry Priyono,” Dalam Pusaran

Neo-liberalisme”, dalam I. Wibowo dan Francis Wahono (ed.), “NeoNeo-liberalisme”, (Yogyakarta : Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2003), hlm. 52

52

Ibid., hlm.53

53

Bismar Nasution, “Mengkaji Ulang Hukum sebagai Landasan Pembangunan Ekonom”i, Pidato

Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 17 April 2004, hlm. 3

54

(22)

perkembangan masyarakat yang ada serta mengutarakan dengan jelas kritiknya terhadap

pandangan tradisional mengenai peranan hukum modern dalam menciptakan masyarakat modern

industrial.55

Menurut studi yang dilakukan Burg’s mengenai hukum dalam pembangunan, terdapat 5

(lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat pertumbuhan ekonomi yaitu

stabilitas (stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan

pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer).

Burg’s menjelaskan bahwa unsur pertama dan kedua merupakan prasyarat agar sistem

perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas berfungsi untuk

mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing (conflict of

interest), sedangkan prediksi merupakan suatu kebutuhan untuk bisa memprediksi

ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan perekonomian suatu negara.

Dengan demikian sebenarnya, dalam sistem ekonomi pasar, peran Negara masih

diperlukan untuk melakukan pengawasan dan mengatur kegiatan ekonomi sepanjang campur

tangan tersebut dilakukan untuk melindungi kepentingan umum dan melindungi pihak-pihak

yang lemah.

56

Perlunya “predictability” sangat besar di negara-negara dimana masyarakatnya untuk

pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial tradisionil

55

Andi Yusuf : Teori Robert D Saidan dan David M Trubek tentang Hukum dan Masyarakat,

2013. Selanjutnya disebutkan bahwa Kritik tersebut datang sehubungan dengan pemakaian hukum modern itu sendiri untuk mencapai masyarakat modern industrial, kepercayaan terhadap kemampuan hukum modern tersebut pada hakikatnya bersumber pada anggapan, yang dinamakan perkembangan itu adalah sama dengan evolusi menuju kepada bentuk kemajuan seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa barat dan hukum modern adalah sama dengan struktur hukum dan kebudayaan barat, sehingga negara-negara sedang berkembang memang ditakdirkan untuk menjadi negara yang terbelakang sampai mereka memakai system hukum barat. Kritik selanjutnya berhubungan dengan sifat etnosentrik dari konsep pembaruan tersebut. Oleh karena konsep hukum modern dari pembaru itu diselimuti oleh pandangan yang berakar pada masyarakatnya sendiri mengenai peranan hukum dalam masyarakat, maka apa yang disarankannya untuk diterapkan pada Negara-negara sedang berkembang justru bisa menimbulkan hasil-hasil yang sebaliknya cacat yang terdapat di sini terutama berhubungan dengan penggunaan hukum secara instrumental, yaitu sebagai sarana yang secara sadar dipakai untuk membentuk masyarakat.

56

Leonard J Theberge,” Law and Economic Development,” Journal of International Law and Policy vol.

(23)

mereka. Stabilitas juga berarti hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan

mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Aspek keadilan seperti

persamaan didepan hukum, standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme

pasar dan mencegah birokrasi yang berkelebihan .Tidak adanya standar tentang apa yang adil

dan apa yang tidak adil adalah masalah besar dihadapi oleh negara-negara berkembang. Dalam

jangka panjang ketiadaan standar tersebut menjadi sebab utama hilangnya legitimasi

pemerintah.57

Sejalan dengan pendapat Burg’s tersebut JD Ny. Hart juga mengemukakan konsep

hukum sebagai dasar pembangunan ekonomi, yaitu predictability, procedural capability,

codification of goal, balance, defenition and clarity of status serta accomodation. 58

57

Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada EraGlobalisasi : Implikasinya Bagl

PendidikanHukum Di Indonesia”, pidato pengukuhan penerimaan jabatan Guru Besar dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 4 Januari 1997. hlm. 5

Satjipto

Rahardjo menguraikan konsep dalam ilmu hukum yang mempunyai pengaruh bagi

pengembangan kehidupan ekonomi sebagaimana yang dimukakan Nyhart tersebut. pertama,

prediktabilitas. Hukum harus mempunyai kemampuan untuk memberikan gambaran pasti di

masa depan mengenai keadaan atau hubungan-hubungan yang dilakukan pada masa sekarang.

Kedua, kemampuan prosedural. Pembinaan di bidang hukum acara memungkinkan hukum

materiil itu dapat merealisasikan dirinya dengan baik, ke dalam pengertian hukum acara ini

termasuk tidak hanya ketentuan-ketentuan hukum perundang-undangan melainkan juga semua

prosedur penyelesaian yang disetujui oleh para pihak yang bersengketa, misalnya bentuk-bentuk

: arbitrasi, konsiliasi dan sebagainya. Kesemua lembaga tersebut hendaknya dapat bekerja

dengan efisien apabila diharapkan, bahwa kehidupan ekonomi itu ingin mencapai tingkatannya

yang maksimum. Ketiga, kodifikasi daripada tujuan-tujuan. Perundang-undangan dapat dilihat

58

JD.Ny. Hart, “The Role of Law in Economic Development”, dalam Erman Rajagukguk, “Peranan

(24)

sebagai suatu kodifikasi tujuan serta maksud sebagaimana dikehendaki oleh negara. Di bidang

ekonomi, misalnya, akan dapat dijumpai tujuan-tujuan itu seperti dirumuskan di dalam beberapa

perundang-undangan yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap

bidang perekonomian. Keempat, faktor penyeimbangan. Sistem hukum harus dapat menjadi

kekuatan yang memberikan keseimbangan di antara nilai-nilai yang bertentangan di dalam

masyarakat. Sistem hukum memberikan “kesadaran akan keseimbangan” dalam usaha-usaha

negara melakukan pembangunan ekonomi. Kelima, akomodasi. perubahan yang cepat sekali

pada hakekatnya akan menyebabkan hilangnya keseimbangan yang lama, baik dalam hubungan

antar individu maupun kelompok di dalam masyarakat. Keadaan ini dengan sendirinya

menghendaki dipulihkannya keseimbangan tersebut melalui satu dan lain jalan. Di sini sistem

hukum yang mengatur hubungan antara individu baik secara material maupun formal memberi

kesempatan kepada keseimbangan yang terganggu itu untuk menyesuaikan diri kepada

lingkungan yang baru sebagai akibat perubahan tersebut. Pemulihan kembali ini dimungkinkan

oleh karena di dalam kegoncangan ini sistem hukum memberikan pegangan kepastian melalui

perumusan-perumusan yang jelas dan definitif, membuka kesempatan bagi dipulihkannya

keadilan melalui prosedur yang tertib dan sebagainya. Faktor terakhir, keenam, definisi dan

kejernihan tentang status. Di samping fungsi hukum yang memberikan prediktabilitas dapat

ditambahkan bahwa fungsi hukum juga memberikan ketegasan mengenai status orang-orang dan

barang-barang di masyarakat.59

Implikasi globalisasi ekonomi terhadap hukum juga tidak dapat dihindarkan, sebab

globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi dalam arti subtansi dari berbagai undang

undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara. Globalisasi hukum itu

59

Satjipto Raharjdo, “Hukum dan Masyarakat” (Bandung : Angkasa, 1980) Dalam Adi Sulistyono,

(25)

dapat terjadi melalui perjanjian-perjanjian dan konvensi internasional, perjanjian privat dan

institusi ekonomi baru.60

Pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara.

Pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara

otomatis membawa kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Melihat pengalaman negara

maju dan berkembang di dunia membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu

menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, namun mereka selalu

gagal dalam menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial. Apabila Indonesia dewasa ini hendak melakukan liberalisasi dan

privatisasi ekonomi yang oleh sebagian pakar dipandang berporos pada kepribadian bangsa yang

kapitalis, Indonesia bisa menimba pengalaman dari negara-negara maju. Kemiskinan dan

kesenjangan sosial ditanggulangi oleh berbagai skim jaminan sosial yang benar-benar dapat

dirasakan manfaatnya secara nyata terutama oleh masyarakat kelas bawah.

61

Secara sederhana Pasal 33 UUD 1945 juga bermakna bahwa negara harus menjaga apa

yang terkandung di dalam dirinya termasuk keselamatan, ketahanan ekonomi dan kekayaan

negara dari penguasaan golongan atau pribadi tertentu, serta menguasai cabang-cabang produksi

penting meliputi fasilitas umum yang kemanfaatannya digunakan untuk kepentingan dan Pengalaman di dunia Barat memberi pelajaran bahwa jika negara menerapkan sistem demokrasi

liberal dan ekonomi kapitalis, maka hal tersebut tidak berarti pemerintah tidak turut campur

dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Karena, sistem ekonomi kapitalis adalah strategi untuk

mencari uang, sedangkan pembangunan kesejahteraan sosial adalah strategi mendistribusikan

uang yang sudah didapat tersebut secara adil dan merata kepada masyarakat.

60

Erman Rajagukguk, “Globalisasi Hukum dan Kemajuan Tekhnologi : Implikasi Bagi Pendidikan

Hukum dan Pembangunan Hukum Indonesia “ , Pidato pada Dies Natalis Universitas Sumatera Utara ke-44, Medan 20 Nopember 2001. hlm. 4

61

(26)

kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu selama Pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam

konsitusi maka selama itu pula keterlibatan pemerintah dalam menata perekonomian Indonesia

masih tetap diperlukan.

Mohammad Hatta sebagaimana disebutkan sebelumnya juga menjelaskan bahwa

”dikuasai oleh negara” yang termaktub di dalam Pasal 33 UUD 1945 tidak serta merta berarti

negara sendiri menjadi pengusaha, tetapi lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat

pada pembuat peraturan guna melancarkan jalan ekonomi. Pengertian ”dikuasai” bukan otomatis

dikelola langsung oleh pemerintah, tetapi dapat dengan menyerahkannya pada pihak swasta,

asalkan dengan pengawasan pemerintah. Setidaknya hal penting dari pandangan Mohammad

Hatta tersebut di atas adalah terdapat ruang bagi terjadinya privatisasi BUMN serta pengawasan

otoritas terhadap BUMN harus dilakukan atas privatisasi tersebut.

Pemerintah tidak perlu membuat suatu rencana proses privatisasi secara jelas dan detail,

tetapi pemerintah harus merumuskan prinsip-prinsip utamanya sebelum melakukan privatisasi,

yaitu pilihan potensi dan mengawasi tetap adanya keadilan dan mencermati hasil dari proses

privatisasi.62

62

Sunita Kikeri, Jhon Nellis, Mary Shirley, “Privatization : The Lesons of Experience”, (Washington DC

: The World Bank, 1997) hlm. 6-10 selanjutnya disebutkan bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan privatisasi ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan, pertama, menentukan tujuan yang akan dicapai (defining the objective), keuntungan secara ekonomi dari privatisasi dapatdimaksimalkan apabila pemerintah mampu menetapkan secara jelas satu tujuan. Kedua, menentukan apa, seberapa banyak, dan seberapa cepat untuk melakukan penjualan (what, how much, and how fast to sell) beberapa negara memulai privatisasi dengan menjual BUMN yang berukuran kecil dan menengah pada sektor kompetitif. Ketiga, pengaturan privatisasi (privatization management) pengaturan kontrak-kontrak, persewaan, atau konsesi sebagai metode dalam pengaturan privatisasi. Keempat, persiapan melakukan penjualan (preparation for sale) restrukturisasi baik hukum, organisasi dan pergantian manajemen, keuangan dan tenaga kerja. Kelima, penilaian harga dan penaksiran (pricing and valuation). Keenam, masalah keuangan (financing). Ketujuh, mengatur transaksi (managing transaction), pengalaman yang paling penting adalah penerapan prinsip keterbukaan (tranparency).

Kebijakan privatisasi terhadap BUMN melalui pasar modal yang dilakukan oleh

pemerintah seyogianya diikuti dengan pengawasan yang ideal dan mumpuni untuk mencapai

(27)

hukum merupakan proses yang ditempuh secara sadar untuk mengimplementasikan

kebijakan-kebijakan yang akan diberlakukan didalam kehidupan masyarakat.

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta

menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif,

kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha

untuk memahami dan menggali bagaimana seharusnya pengawasan ideal yang dilakukan otoritas

setelah melakukan privatisasi BUMN melalui pasar modal. Sehingga dalam perjalanan penelitian

nantinya teori-teori di atas sebagai teori yang dapat dirujuk sebagai pisau analisis terhadap

penelitian ini

2. Kerangka Konseptual

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam

penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep

diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang

khusus yang disebut definisi operasional.63

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, jika masalahnya

dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai

gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara

singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. “Maka konsep merupakan definisi dari apa yang

perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya

hubungan empiris”.64

63

Samadi Suryabrata, “Metodelogi penelitian”, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 3 64

Koentjoroningrat, “Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga”, (Jakarta: Gramedia Pustaka

(28)

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefinisikan beberapa konsep

dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut:

a. Pengawasan adalah (1) penilikan dan penjagaan: ~ atas barang impor harus diperketat;

negara itu berada di bawah ~ organisasi dunia, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB); (2) Adm

penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan.65

b. Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga di masyarakat yang

memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya; hak untuk bertindak; Kekuasaan;

wewenang; hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang

lain. 66

c. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara

yang dipisahkan.67

d. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan

berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang Undang No.

40 Tahun 2007 serta peraturan pelaksanaannya.68

e. Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang

merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna

memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.69

f. Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak

lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi

66

Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia ; Otoritas

67

Pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

68

Pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

69

(29)

negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.70 Menurut

Savas Privatisasi adalah, dari upaya pengurangan peranan pemerintah dan memberikan

kepercayaan kepada swasta dalam sistem perekonomian suatu negara untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. 71

g. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan

Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan

profesi yang berkaitan dengan Efek.72

h. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,

serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik

negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.73

i. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh

Pemerintah Pusat.74

j. Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.75

k. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan

negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.76

l. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara

independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai

70

Pasal 1 ayat 12 Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

71

E.S. savas. Op.Cit,hlm. 266 72

Pasal 1 ayat 13 Undang Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal

73

Pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

74

Pasal 1 ayat 5 Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

75

Pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan

76

(30)

kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara.77

m. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan

pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 Tahun

2011.78

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penyusunan desertasi ini adalah penelitian hukum

normatif dengan pertimbangan bahwa fokus penelitian adalah untuk melakukan kajian terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terkait dengan pengelolaan BUMN,

privatisasi BUMN dan pengawasan terhadap BUMN. Karakteristik penelitian hukum normatif

dalam penelitian ini juga terlihat dari tujuan penelitian yang pada dasarnya adalah untuk

mendapatkan konsep, asas, doktrin yang mendasari peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang pengelolaan BUMN, privatisasi dan pengawasan BUMN, yang kemudian

dikembangkan untuk membangun argumentasi hukum dan merumuskan konsep pengawasan

BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal. Keluaran penelitian normatif ini diharapkan

akan memberikan kontribusi pada penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang telah

ada.

Pendekatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan

multi entry atau multi disiplin, artinya penelitian ini bukan saja dianalisis menurut norma-norma

77

Pasal 1 ayat 9 Undang Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan

78

(31)

hukum yang menyangkut privatisasi dan pengawasan BUMN yang terdapat dalam berbagai

peraturan perundang-undangan (yuridis), melainkan juga meliputi aspek non hukum seperti

politik ekonomi, bisnis dan filsafat. Dari pendekatan-pendekatan ini akan diperoleh bahan-bahan

masukan.

Pendekatan yuridis dilakukan dalam rangka melakukan analisis konten (content analysis)

terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan privatisasi dan pengawasan

BUMN, untuk mendapatkan asas, doktrin dan teori-teori yang mendasari norma hukum-norma

hukum yang relevan. Pendekatan non hukum dilakukan untuk memahami konsep hukum-konsep

hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang dianalisis dan selanjutnya

untuk mengembangkan konsep hukum-konsep hukum tersebut agar bisa dihasilkan rangkaian

konsep yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan fenomena hukum yang ditemukan terkait

dengan peran otoritas dalam pengawasan BUMN yang telah diprivatisasi melalui pasar modal.

Disamping itu pendekatan perbandingan hukum sangat penting dalam penelitian ini,

sebab dengan pendekatan perbandingan akan dilihat pengaturan dan praktik pengawasan BUMN

yang telah diprivatisasi melalui pasar modal di Negara lain. Sistem hukum Negara lain yang

akan dipilih sebagai perbandingan adalah Singapura dan Malaysia, sebab kedua Negara ini

cukup berhasil dalam mengembangkan pengelolaan BUMN melalui privatisasi BUMN di pasar

modal.

Dilihat dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian preskriftif yang lebih ditekankan

pada menemukan penyelesaian masalah pengawasan BUMN yang telah diprivatisasi melalui

pasar modal, sebab hal tersebut masih menjadi permasalahan di Indonesia.

(32)

Dalam penelitian hukum normatif data utama yang dipergunakan adalah data sekunder

yang terdiri dari :

a. Bahan hukum Primer, yaitu Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,

Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang

Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara, Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara,

Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara, Undang Undang No. 16 Tahun 2006 tentang BPK, Undang

Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Pemerintah No.

33 tahun 2005 jo. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2009 tentang Tata Cara Privatisasi

perusahaan Perseroan serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan

dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang

ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana,

kasus-kasus hukum dan hasil-hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan topik

penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa kamus umum, kamus

bahasa, surat kabar, artikel, hasil penelitian serta internet.

Disamping data sekunder, akan dipergunakan juga data primer yang diperoleh langsung

dari informan melalui wawancara.

(33)

Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan tehnik studi kepustakaan (Library

Research) dan studi dokumen di berbagai lembaga, instansi baik pemerintah maupun swasta.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara mendalam indepth interview.

Wawancara dilakukan dengan narasumber yang ditentukan melalui metode purposive sampling

agar benar-benar diperoleh key informan yang benar-benar relevan dengan tujuan penelitian,

antara lain : pejabat di lingkungan Kementerian Negara BUMN, Otoritas Jasa Keuangan, Bank

Indonesia, para pakar dan pimpinan BUMN yang sudah diprivatisasi melalui pasar modal,

diantaranya PT. Garuda Indonesia (Persero) dan PT. Aneka Tambang (Persero).

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode analisis data kualitatif. Pemilihan metode ini

didasarkan pada berbagai pertimbangan, yakni : Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada

paradigma hubungan yang dinamis antara teori, konsep-konsep, dan data yang merupakan

umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang

dikumpulkan79. Dalam penelitian data yang dikumpulkan akan dilanalisis dengan menggunakan

teori-teori yang dipandang relevan sehingga bisa dirumuskan preposisi-preposisi yang

menghubungkan konsep hukum yang ditemukan. Kedua, data yang akan dianalisis beraneka

ragam serta memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.80

79

William J. Filstead, “Qualitative Methode : A Needed Perspective in Evaluation Research”, dikutip

dalam Thomas D Cook dan Charles S. Reichard, ed., “Qualitative and Quantitative Methods in Evaluation Research”, (London : Sage Publications), hlm. 38.

Penelitian ini

memerlukan data yang sangat beragam untuk ditemukan hubungan antar data melalui sudut

pandang teori hukum yang dipergunakan. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam

penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic). Sifat

80

Chai Podhisita, “Throritical Terminological, and Philosophical Issues in Qualitative Research”, dikutip

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan harga pokok produk per satuan disini menjadi salah satu unsur yang penting dan perlu diperhatikan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari bahan baku yang hilang

Selain itu juga dalam pertimbangan Hakim telah sesuai Pasal 183 jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP menggunakan keterangan ahli yang didukung alat bukti lain sebagai dasar

Analytic Rubric Penilaian Kinerja Karyawan (Hasil Wawancara) No Kriteria Rentang Nilai 1 2 3 4 1 Prestasi Kerja Pencapaian target kerja Mencapai kurang dari 75% target

Delta Merlin Dunia Tekstil dari hasil analisis perhitungan skala T memperlihatkan bahwa pola persebaran UMKM secara keseluruhan adalah mengelompok dengan nilai T

Di dalam membahas ribâ, al-‘Ashmawi sesungguhnya sudah menyimpulkan bahwa baik hukum Mesir yang sedang berlaku saat ini maupun hukum-hukum mesir lainnnya sesuai

Manajemen menetapkan sasaran umum Sistem Informasi Strategik dikaitkan dengan dukungan terhadap Strategi Bisnis yang sedikitnya meliputi: penyelarasan Teknologi

Kedua subjek mampu menarik kesimpulan yang logis pada soal nomor 2 dan 3,. sedangkan pada soal nomor 1 mereka tidak menuliskan kesimpulan

Kriptografi harus diperbarui untuk meningkatkan keamanan. Beberapa kriptografi ada yang sudah berhasil diserang salah satunya DES maka dari itu perlu dibuat algoritma