• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tehnik Percutaneous Burried Vertical Mattress pada Eksisi Kista Aterom di Pipi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tehnik Percutaneous Burried Vertical Mattress pada Eksisi Kista Aterom di Pipi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

198211202009122006

(2)

Daftar Isi

1. Pendahuluan ... 1

2. Laporan Kasus ... 2

3. Diskusi ... 4

(3)

1

TEHNIK

PERCUTANEOUS BURRIED VERTICAL MATTRESS

PADA

EKSISI KISTA ATEROM DI PIPI

1. Pendahuluan

Kista Aterom (KA) merupakan kista atau nodul diskret yang dibatasi oleh dinding atau kapsul pada epidermis dan berisi keratin yang merupakan produk dari epidermis.1-3 Kista aterom merupakan kista epitelial jinak. Kista ini biasanya unilokular, tumbuh lambat dan asimtomatik.1-5

Kista aterom dapat dijumpai pada semua umur namun diketahui KA jarang dijumpai pada anak tetapi sering dijumpai pada usia setelah pubertas atau pada orang dewasa terutama pada dekade ke-3 dan ke-4 kehidupan.3,6 Pria dan wanita dapat terkena dengan insidensi yang sama , namun pada suatu penelitian dijumpai bahwa penderita pria lebih banyak 2 kali lipat dibanding wanita.4

Pasien dengan sindroma Gardner (adanya KA multipel, disertai karsinoma kolon dan polip rektal, yang bersifat familial dan diturunkan secara autosomal dominan), sindroma Oldfield (adanya premaligna poliposis pada kolon disertai KA) dan karsinoma sel basal nevoid bisa memiliki KA yang sangat banyak dengan lokasi yang tidak umum.1,3,5

Suatu KA terbentuk dari suatu hasil proliferasi sel epidermis permukaan yang berupa bahan keratinosa diantara sel dermis.1,2,3,5 Dinding kista merupakan epidermis normal yang akan menghasilkan keratin tersebut. Terbentuknya keratin diantara ruang yang terbatas ini dan tidak adanya saluran yang menghubungkan isi kista dengan permukaan kulit akan menyebabkan suatu kista terbentuk perlahan-lahan.5,6 KA dapat juga timbul dari folikel pilosebasea yang tertutup, dari implantasi sel epidermis di dalam dermis setelah trauma dan bisa juga dari adanya sel epidermis yang terjebak pada masa fusi embrional.1,3,5,

Teori yang paling banyak dipercaya adalah adanya folikel pilosebasea yang tertutup atau tersumbat. Keadaan ini sering terjadi setelah adanya akne vulgaris yang berat sedangkan dinding epidermal pada kista berasal dari infundibulum folikular.2,4 Teori kedua menyatakan bahwa terjadi implementasi epidermis dalam dermis terjadi akibat trauma, namun biasanya pasien sulit mengingat adanya riwayat trauma terdahulu. Implantasi ini juga bisa dijumpai setelah tindakan bedah dimana elemen epidermis tertinggal pada saat pembedahan.3,4

KA akan tampak sebagai nodul bulat berukuran 0,5 cm sampai beberapa sentimeter, unilokular, biasanya soliter dan terletak intradermal atau subkutan. Bentuknya seperti kubah dengan permukaan licin dan berkilat. Kista ini mudah digerakkan dari struktur dibawahnya (mobile). Konsistensi kista ini biasanya kenyal sampai keras. Kista yang terletak superfisial akan berwarna putih kekuningan seperti yang sering dijumpai pada daun telinga dan skrotum. KA paling sering dijumpai pada wajah, daun telinga,leher,dada, punggung bagian atas serta skrotum dimana pada daerah ini kelenjar sebaseusnya banyak dan juga aktif sehingga dapat terjadi akne yang akhirnya dapat mencetuskan terjadinya KA. Bila tidak disertai komplikasi maka biasanya kista ini tidak menimbulkan gejala tertentu (asimtomatik), namun bila terjadi inflamasi atau infeksi sekunder maka kista dapat disertai rasa sakit.1-6

(4)

dan bila dipijat akan keluar bahan keratinosa yang berbau khas seperti lemak, berwarna kekuningan dan lunak seperti keju. Bila mengalami inflamasi atau infeksi maka kista menjadi eritema dan mengeluarkan eksudat purulen yang berbau busuk. Kalsifikasi juga dapat terjadi pada isi KA .1-6

Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis berupa nodul yang berbentuk kubah dan sering disertai pungtum atau pori ditengahnya serta pada palpasi dapat dirasakan nodul/kista yang dapat digerakkan dari dasarnya.1-8 KA dapat di diagnosis banding dengan steatositoma multiplek, kista pilar, dan lipoma dapat menyerupai kista epidermoid. Pemeriksaan histopatologi dapat membedakan lesi-lesi ini.1,3,4

Penatalaksanaan KA yang mengalami inflamasi atau infeksi sekunder sebaiknya diterapi dahulu untuk inflamasi atau infeksi sekundernya karena kista yang seperti ini memiliki dinding yang sangat rapuh sehingga bila langsung dieksisi maka eksisi lengkap biasanya sulit dilakukan.1-8 Bila pengangkatan tidak lengkap maka kista dapat timbul kembali.2 Setelah dipastikan tidak ada inflamasi maupun infeksi maka kista dapat diangkat dengan melakukan insisi.2,3,7,9,10 Pengangkatan KA ini juga bisa dilakukan dengan cara membuat lubang dengan alat biopsi plong ukuran 2-4 mm, selanjutnya dilakukan tahapan tindakan insisi.5-10 Pemberian steroid intralesi dapat juga digunakan untuk mengontrol peradangan dan ukuran dari lesi diberi dengan dosis 5mg/ml. Destruksi dinding kista dengan kuret, cairan kimia atau elektrodesikasi memberikan hasil yang kurang memuaskan.1-6

Salah satu pengangkatan KA dengan melakukan bedah eksisi setelah dilakukan bedah eksisi untuk merapatkan tepi-tepi luka agar memberikan hasil penutupan yang baik dapat dilakukan tehnik

percutaneous burried vertical mattress yaitu merupakan suatu variasi tehnik dari vertical mattress suture yang memiliki keuntungan dapat merapatkan tepi-tepi luka pada luka yang terbatas dengan kedalaman yang terbatas tehnik jahitan ini dapat memberikan hasil eversi yang baik dan pada luka yang memiliki dermis tipis yang memiliki area terbatas untuk dimasukkan jarum maka dengan tehnik ini bagian dermis dapat dijahit sehingga penutupan luka dapat dilakukan dengan baik.11

Dikutip sesuai kepustakaan no 11

2. Laporan Kasus

Seorang wanita usia 39 tahun datang ke RSUP H. Adam Malik Medan bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada tanggal 13/04/2009 dengan keluhan timbul benjolan tanpa disertai rasa sakit dan gatal pada pipi sebelah kanan sejak 10 bulan yang lalu. Mula-mula berupa bintil kecil yang semakin lama semakin besar. Riwayat adanya jerawat pada lokasi tersebut dijumpai, riwayat keluarga dengan sakit yang sama tidak dijumpai. Pasien tidak pernah mengobati keluhannya tersebut. Pada

(5)

3

pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, sensorium kompos mentis, tekanan darah 110/70mmhg, frekuensi nafas 20x/menit, nadi 72x/menit suhu afebris. Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai nodul, soliter, sewarna kulit, konsistensi kenyal, permukaan licin, batas pinggiran tegas,

mobile, dengan ukuran 1x1 cm pada regio bukalis dekstra (gambar 2). Diagnosis banding pada kasus ini adalah kista aterom, lipoma dan fibroma. Diagnosis sementara pada pasien ini adalah kista aterom, kemudian pasien dianjurkan pemeriksaan urin darah rutin, pemeriksaan kadar gula darah, dan skreening perdarahan untuk persiapan operasi.

Hasil pemeriksaan darah rutin dan urin rutin pada tanggal 15/04/2009 darah dan urin rutin dalam batas normal, skreening perdarahan dalam batas normal, kadar gula darah dalam batas normal. Kemudian penanganan yang dipilih pada pasien ini adalah operasi eksisi kista ateroma pada pipi kanan. Pada tanggal 22/04/2009 dilakukan operasi eksisi kista aterom. Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supinasi, lapangan operasi didesinfeksi dengan povidon iodine10% dan alkohol 70% lalu daerah sekitarnya ditutup dengan duk steril. Daerah yang akan di eksisi ditandai dengan gentian violet. Anestesi Tumesen (NaCl 0,9% 100 ml + Xylocaine 2% 2,5 ml + Adrenaline 1:1000 0,1 ml) kemudian ditunggu selama ± 20 menit. Pada operasi dilakukan eksisi dengan menggunakan pisau skalpel no 15 dilanjutkan dengan menggunakan gunting untuk membuang kista. Perdarahan yang timbul dikontrol dengan penekanan menggunakan kassa steril, luka ditutup dengan melakukan jahitan pada dermis dengan teknik percutaneous burried vertical mattress dengan benang nilon 5.0 dan selanjutnya pada epidermis dilakukan jahitan simple interrupted memakai benang nilon 5.0.Setelah operasi lapangan operasi diberi salap antibiotik Na fusidat (Fuson) lalu ditutup dengan kasa steril dan dibalut dengan plester.Terapi Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari, Asam Mefenamat 3 x 500 mg/hari. Anjuran kontrol 2 hari kemudian (gambar 3a,b,c,d & e)

Kemudian pada tanggal 24/04/2009 pasien datang kontrol pertama setelah 2 hari paska operasi tampak luka bekas operasi kering terapi diteruskan siprofloksasin tablet 2x500mg, asam

3a 3b 3c

3d 3e

Gambar 3 (a,b,c,d,e): foto saat dilakukan operasi eksisi pada kista ateroma

(6)

mefenamat tablet 3x500mg jika nyeri. Pada pasien dianjurkan untuk mengganti perban setiap hari dan kontrol kembali hari ke 6 paska operasi (gambar 4).

Kemudian pada kontrol ke-2 setelah 6 hari paska operasi dijumpai luka operasi kering, dilakukan pengangkatan jahitan selang-seling (gambar 5). Terapi diteruskan siprofloksasin 2x500mg, asam mefenamat 3x500mg jika nyeri. Pengangkatan seluruh jahitan pada keesokan harinya dan penutupan bekas jahitan dengan microphore surgical tape dengan cara seperti susunan genteng.

Qua advitam ad bonam, qua ad fungsionam adbonam, qua ad sanationam dubia

3. Diskusi

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis. Pada anamnesis didapatkan Seorang wanita usia 39 tahun dengan keluhan pasien berupa timbul benjolan pada pipi sebelah kanan sejak 10 bulan yang lalu. Mula-mula berupa bintil kecil yang semakin lama semakin besar. Berdasarkan kepustakaan Kista aterom dapat dijumpai pada semua umur namun diketahui KA jarang dijumpai pada anak tetapi sering dijumpai pada usia setelah pubertas atau pada orang dewasa terutama pada dekade ke-3 dan ke-4 kehidupan3,6. Pria dan wanita dapat terkena dengan insidensi yang sama , namun pada suatu penelitian dijumpai bahwa penderita pria lebih banyak 2 kali lipat dibanding wanita.4 Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan nodul sewarna kulit, konsistensi kenyal, mobile dengan ukuran 1x1 cm pada regio bukalis dekster. Dari kepustakaan KA akan tampak sebagai nodul bulat berukuran 0,5 cm sampai beberapa sentimeter, unilokular, biasanya soliter dan terletak intradermal atau subkutan. Bentuknya seperti kubah dengan permukaan licin dan berkilat. Kista ini mudah digerakkan dari struktur dibawahnya (mobile). Konsistensi kista ini biasanya kenyal sampai keras.1-6 Kista yang terletak superfisial akan berwarna putih kekuningan seperti yang sering dijumpai pada daun telinga dan skrotum. KA paling sering dijumpai pada wajah, daun telinga,leher,dada, punggung bagian atas serta skrotum dimana pada daerah ini kelenjar sebaseusnya banyak dan juga aktif sehingga dapat terjadi akne yang akhirnya dapat mencetuskan terjadinya KA.1-6Pada pasien ini dijumpai riwayat terjadi akne sebelum terbentuk kista aterom.

Gambar 4: foto saat pasien kontrol pertama

(7)

5

Pasien didiagnosis banding dengan lipoma dan fibroma dimana lipoma dapat disingkirkan karena merupakan tumor adiposa yang berukuran dari milimeter sampai sentimeter, lembut saat disentuh, mudah digerakkan, biasanya tidak nyeri, dan dapat tumbuh menbesar tetapi dalam waktu yang lama.1,3,4 Lipoma biasanya dapat terjadi pada daerah torso, lengan atas,ketiak, paha atas atau bagian tubuh lainnya, dapat terjadi satu atau lebih lipoma pada satu waktu yang sama. Fibroma dapat disingkirkan karena merupakan tumor jinak dari jaringan ikat atau fibrosa, dapat tumbuh pada semua lokasi di tubuh dan berasal dari jaringan masenkim.1,3,4

Penanganan yang diambil pada pasien ini adalah bedah eksisi. Pada kepustakaan penatalaksanaan KA yang mengalami inflamasi atau infeksi sekunder sebaiknya diterapi dahulu untuk inflamasi atau infeksi sekundernya karena kista yang seperti ini memiliki dinding yang sangat rapuh sehingga bila langsung dieksisi maka eksisi lengkap biasanya sulit dilakukan.1-8 Bila pengangkatan tidak lengkap maka kista dapat timbul kembali.2 Pada kasus bedah eksisi KA dengan anastesi tumesen. Pada kepustakaan anastesi tumesen ditemukan oleh J. Klein pada tahun 1987 (dermatologis).12 Tehnik anastesi lokal ini dilakukan dengan larutan lidokain encer dengan adrenalin sehingga sangat mengurangi perdarahan selain itu anastesi tumesen memiliki beberapa keuntungan seperti menyebabkan jaringan menjadi bengkak sehingga lesi lebih mudah diangkat juga mengurangi rasa nyeri paska operasi.12

Penjahitan luka ditutup dengan melakukan jahitan pada dermis dengan teknik percutaneous burried vertical mattress dengan benang nilon 5.0 dan selanjutnya pada epidermis dilakukan jahitan

simple interrupted memakai benang nilon 5.0.epidermis. Pada kepustakaan jahitan percutaneous burried vertical mattress merupakan suatu variasi dari jahitan vertical mattress dimana jarum dimasukkan lebih lebar dan dalam pada ujung jaringan luka dan pada ujung yang berlawanan jarum dimasukkan lebih superfisial. Jahitan yang lebar akan meningkatkan tekanan pada jaringan luka.12 Keuntungan dari teknik jahitan ini adalah untuk memaksimalkan penutupan tepi-tepi luka sehingga tepi luka menjadi eversi, mengurangi dead space dan meminimalkan tekanan yang bersilangan dengan jaringan luka.11,13 Luka bekas operasi diberikan salap antibiotik asam fusidat (Fuson) lalu ditutup dengan kasa steril dan dibalut dengan plester, diberikan terapi siprofloksasin 2 x 500 mg/hari , asam mefenamat 3 x 500 mg/hari jika nyeri sampai luka kering dan jahitan dibuka.

(8)

Daftar Pustaka

1. Thomas VD, Snavely NR, Lee KK, Swanson NA. Beningn epithelial tumors, Hamartomas, and Hyperplasia. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest LA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatolgy in General Medicine. Edisi ke-8: McGraw-Hill, 2012.h. 1327-36

2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-10: Elsevier. Canada, 2006: 676-80

3. Quin AG, Perkins W. Non melanoma skin cancer and other epidermal skin tumours. Dalam: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8; Oxford Wiley Blackwell, 2010. h:52.45-52.48

4. Fomm LJ. Epidermal inclusion cyst. Diunduh dari:

http://www.emedicine.medscape.com/article/1061582-overview. Diperbaharui 08 Juni 2012 5. Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. Hokkaido; Hokaido University Press.

2007.h.365-66

6. Dive AM, Khandekar S, Moharil R, Deshmukh S. Epidermoid cyst of the outer ear : a case report and rivew of literature. Indian Journal of Otology 2012; 18: 34-37

7. Pacheco MS. Sebaceous cyst management. Diunduh dari http://www.o-wm.com.

8. Park JS, Ko DK. A histopathologic study of epidermoid cyst in korea: comparison between ruptured and unruptured epidermal cyst. Int J Clin Exp Pathol 2013; 6(2): 242-248

9. Haflah NHM, Kassim AYM, Shukur MH. Giant epidermoid cyst of the tihgh. Malaysian Orthopaedic Journal 2011;5(3):17-19

10. Alkhateeb TH, Almasri NM, Alzoubi F. Cutaneous cysts of the head and neck. J Oral Maxillofac Surg 2009; 67:52-57

11. Salasche SJ, Orengo IF, Siegle RJ. Dermatology tips surgery and techniques. Elsevier. USA. 2007. h: 22-23

12. Vassiliadis J. Local anaesthetic toxicity and tumesent anasthesia. FACEM 2008: 1-10 13. Yulianto I. Suturing techniques in skin surgery. Lokakarya dan Workshop Bedah Kulit Dasar.

Gambar

Gambar 1: teknik jahitan percutaneous
Gambar 3  (a,b,c,d,e): foto saat dilakukan operasi eksisi pada
Gambar 4: foto saat pasien kontrol

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Dengan ini kami sampaikan bahwa perusahaan saudara adalah sebagi calon pemenang pada paket pekerjaan Perencanaan Teknis Pembangunan Pagar dan Gedung Kantor Tahun 2016 , maka kami

per syar atan yang ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan ser ta posisinya dalam manajemen pel aksanaan peker jaan sesuai dengan organisasi pel aksanaan yang diajukan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel komunikasi antar organisasi pelaksana ternyata tidak mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja pegawai

Kelam Tengah (DAU) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Kaur, Pokja I ULP Kabupaten Kaur akan mengadakan klarifikasi dan pembuktian kualifikasi

KULIAH KERJA NYATA (KKN) POS PEMBERDAYAAN KELUARGA (POSDAYA) UNIVERSITAS PEKALONGAN TAHUN 2013. NILAI NILAI

Pelaksanaan eksekusi baru dapat dilakukan oleh Pengadilan Negeri bilamana pihak yang menang dalam perkara perdata tersebut telah mengajukan permohonan eksekusi