• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologi Surdam Belin (Tangko Kuda) Buatan Bapak Pauji Ginting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Organologi Surdam Belin (Tangko Kuda) Buatan Bapak Pauji Ginting"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karo merupakan salah satu suku bangsa yang berada di Provinsi Sumatera

Utara. Secara geografis, wilayah Karo terletak di antara 02o50 – 03o19 LU dan 97o55 – 98o38 BT. Wilayah Karo juga berbatasan dengan beberapa daerah, di antaranya adalah Kabupaten Langkat dan Deli Serdang di bagian Utara, Kabupaten Simalungun di bagian

Timur, Kabupaten Dairi, di bagian Selatan, dan Provinsi Nangro Aceh Darusalam di

bagian Barat.

Karo juga merupakan etnik yang memiliki kebudayaan tersendiri. Dalam buku

Pengantar Ilmu Antropologi (Koentjaraningrat, 1986) menyebutkan kebudayaan dapat

dibagi menjadi tujuh unsur, yaitu: (1) sistem perlengkapan hidup, (2) sistem mata

pencarian, (3) sistem kemasyarakatan, (4) sistem bahasa, (5) sistem kesenian (6) sistem

pengetahuan, dan (7) sistem religi. Salah satu di antaranya adalah yang berhubungan

dengan kesenian. Kesenian itu sendiri masih terdiri dari beberapa sub bagian seperti

seni musik, sastra, dan tari. Masyarakat Karo memiliki kebudayaan yang sangat kaya

yang mereka peroleh dari leluhurnya secara turun temurun dan dijadikan sebagai

warisan yang sangat berharga. Warisan budaya tersebut antara lain seperti seni musik,

tari, ukir (pahat), anyaman, dan sastra. Seni musik yang diwariskan pada masyarakat

Karo adalah musik yang dimainkan dalam ensambel gendang lima sidalanen dan telu

sidalanen, dan yang dimainkan secara sendiri (solo) tanpa disertai dengan alat musik

yang lain. Contoh alat musik tersebut adalah surdam, genggong, empi-empi, baluat,

(2)

Dalam masyarakat Karo sendiri, seni ini diwariskan secara turun temurun.

Namun di beberapa wilayah ada sebahagian dari kesenian ini yang hampir punah dan

bahkan hilang sama sekali. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan-perubahan dalam

berpikir dan pengaruh dari kebudayaan lain. Perubahan cara berpikir tersebut juga

mengakibatkan adanya perubahan dari keberadaan kesenian tersebut (dalam hal ini seni

musik yakni alat musiknya) yaitu berupa pergeseran makna dan penggunaan alat musik

itu sendiri.

Tulisan ini mendiskusikan tentang studi organologi alat musik surdam belin

(tangko kuda), meliputi sejarah dan keberadaannya sekarang ini dan penggunaannya

(kapan dimainkan). Dalam hal ini studi kasus akan dilaksanakan di Desa Hulu,

Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang dengan informan kunci yaitu Bapak

Pauji Ginting yang merupakan salah seorang pemusik sekaligus pembuat alat musik

daerah Desa Hulu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

Ada tiga jenis surdam yang dikenal secara umum di masyarakat Karo (menurut

wawancara dengan Bapak Pauji Ginting) yaitu: (1) surdam puntung, merupakan surdam

yang dimainkan para pengembala (permakan) pada saat mereka mengembalakan hewan

ternak seperti kerbau, (2) surdam belin (tangko kuda), yang menurut sejarahnya berawal

dari adanya pencuri yang hendak mencuri kuda pada malam hari, namun pencurian itu

gagal karena pencuri itu mendengar surdam tersebut itu dimainkan, dan (3) surdam

rumanis, merupakan surdam yang dipakai oleh kalangan sendiri, dalam hal ini rumanis

merupakan sebuah nama desa sehingga besar kemungkinan surdam ini berasal dari

kampung Rumanis tersebut.

Menurut penjelasan Bapak Pauji Ginting, surdam belin (tangko kuda) dibuat

(3)

beberapa ekor kuda di belakang rumahnya. Namun pada malam hari ada seorang

pencuri yang ingin mencuri kudanya. Di malam yang bersamaan si pemilik kuda juga

sedang memainkan alat musik ini. Mendengar permainan musik si pemilik kuda

tersebut, si pencuri terhanyut dalam alunan musik serta membatalkan niatnya untuk

mencuri kuda tersebut. Menurut informasi yang didapat, tidak diketahui bagaimana

dahulunya alat musik ini dibuat oleh pemilik kuda tersebut. Bahan untuk membuat

surdam tersebut merupakan bambu yang dalam bahasa Karo disebut buluh regen

(gigantochloa pruriens dalam bahasa Latin). Jenis bambu ini memiliki ukuran ruasnya

kira-kira 90 cm dan memiliki lubang nada 5 buah, dan satu lubang dari 5 buah nada tadi

dimainkan dengan ibu jari kaki kiri. Bambu jenis seperti ini dapat ditemukan di dataran

tinggi seperti Tanah Karo.

Dengan melihat uraian di atas, surdam belin dapat dijadikan sebagai contoh

aktivitas kreatif yang mana Alan P. Merriam (1960:103) menyebutkan hal itu sebagai

salah satu objek kajian etnomusikologi. Apa pun yang dikerjakan oleh etnomusikolog di

lapangan nantinya, pada dasarnya ditentukan oleh rumusan metodenya sendiri dalam

arti yang luas. Maka sebuah penelitian etnomusikologis dapat diarahkan seperti

perekaman suara musik, atau masalah peran sosial pemusik di dalam masyarakat. Jika

suatu penelitian diarahkan kepada kajian mendalam di suatu daerah penelitian, dan jika

peneliti menganggap studi etnomusikologi bukan hanya sebagai kajian musik dari

aspek lisan, tetapi juga terhadap aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika—paling

tidak ada enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian kita, salah satu di

antaranya adalah studi terhadap alat musik itu sendiri.

Slah satu wilayah kajian etnomusikologi adalah kebudayaan material musik

(4)

yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang biasa digunakan, yaitu: idiofon,

membranofon, aerofon, dan kordofon.1 Selain itu pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan,

bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik pertunjukan, menentukan

nada-nada yang dihasilkan, dan masalah teoretis perlu pula dicatat. Selain masalah

deskripsi alat musik, masih ada sejumlah masalah analitis lain yang dapat menjadi

sasaran penelitian lapangan etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan

secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik

yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas

budaya atau sosial alain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan

pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau

bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus,

keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?

Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa spesialis yang

mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu

masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat

musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat

musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas.

Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki

perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akan tetapi untuk

1Empat klasifikasi alat-alat musik dunia ini ditawarkan oleh Sachs dan Hornbostel di ujung abad

(5)

kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi lambang

kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik mempunyai makna

yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di dalam rekonstruksi sejarah

kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan

penduuduk melalui studi alatmusik.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkajinya

lebih jauh untuk membuat sebuah kajian ilmiah berdasarkan disiplin etnomusikologi

(6)

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, pokok

permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini yaitu :

1. Bagaimana proses pembuatan alat musik dan struktur surdam belin yang dibuat

oleh Bapak Pauji Ginting?

2. Bagaimana teknik permainan dan fungsi akustik musik yang dihasilkan surdam

belin buatan Bapak Pauji Ginting?

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan

Tujuan merupakan sasaran yang akan di capai atau dihasilkan oleh penelitian

dan dapat dirumuskan dalam bentuk hasil atau proses. (Sukmadinata, 2008:301) Setiap

kegiatan penelitian tertentu berorientasi kepada tujuan karena dengan mengetahui

tujuan, maka arah dari penelitian itu akan jelas. Adapun yang menjadi tujuan

penelitianterhadap surdam tangko kuda ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menganalisisi dan mengetahui proses pembuatan alat musik dan

struktur alat musik surdam belin(tangko kuda) oleh bapak Pauji Ginting.

2. Untuk mengenalisis dan mengetahui teknik permainan dan fungsi alat musik

surdam belin.

1.3.2 Manfaat penelitian

(7)

1. Sebagai dokumentasi untuk menambah refrensi mengenai musik Karo

khususnya alat musik surdam belin di Departemen Etnomusikologi, Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama

mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

3. Untuk memenuhi syarat menyelesaikan program studi S-1 di Departemen

Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya di kemudian hari.

1.4 Konsep dan teori 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

peristiwa kongkrit (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991:431). Dengan demikian

konsep bersifat abstrak, namun diperlukan dalam studi ilmiah.

Kajian merupakan kata jadian dari kata kaji yang berarti mengkaji, mempelajari,

memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami. Dari keterangan di atas

dapat diketahui bahwa pengertian kata ―kajian‖ dalam hal ini adalah suatu penelitian

atas pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti. (Badudu, 1982:132).

Kajian organologi merupakan bagian dari etnomusikologi yang meliputi semua

aspek, diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya bahan dan

perinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang

dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.

Organologi juga tidak hanya membahas masalah teknik memainkan, fungsi musikal,

(8)

deskripsi alat musik tersebut secara konstruksional (Hood, 1982:124). Dari uraian

tersebut, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis adalah, suatu penyelidikan yang

mendalam untuk mempelajari instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya

maupun deskripsi alat musik itu sendiri dari berbagai pendekatan ilmu sosial budaya.

Surdam belin merupakan surdam yang digunakan para penurdam dalam

memainkan lagu yang bersifat kesedihan dan seperti suara tangisan atau rintihan.

Surdam belin ini dimainkan secara solo (sendiri).2

Bapak Pauji Ginting adalah seorang musisi yang berasal dari Desa Hulu,

Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, yang mana merupakan pemain

sekaligus pembuat alat musik di daerah setempat. Beliau memiliki orang tua yang

merupakan seorang pembuat rumah adat suku Karo. Orang tuanya tersebut mengajari

beliau hingga memiliki kemampuan dalam hal memahat dan mengukir. Dengan modal

tersebut beliau memberanikan diri untuk membuat berbagai alat musik Karo, sampai

pada akhirnya terbiasa dan mahir. Menurut wawancara dengan beliau, 80 % alat musik

Karo yang berada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan hasil buatan

karyanya sendiri. Selain itu tidak jarang bahwa alat musik buatannya diminta untuk

dilelang di berbagai acara perlelangan. Sampai saat ini beliau sudah cukup memiliki

reputasi melalui alat-alat musik Karo yang pernah dibuatnya.

1.4.2 Teori

2Dalam kajian etnomusikologi, biasanya ada alat-alat musik yang umum disajikan secara solo

(9)

Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu

peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991:1041). Teori mempunyai hubungan

yang erat dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian.

Tanpa teori, penemuan tersebut akan menjadi keterangan-keterangan empiris yang

berpencar (Nazir, 1983:22-25).

Dalam tulisan ini untuk membahas pendeskripsian alat musik, penulis mengacu

pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Kashima (1978:174) terjemahan Rizaldi

Siagian dalam laporan ATPA, bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua sudut

pandang yang mendasar, yaitu studi struktural danj studi fungsional. Studi struktural

berkaitan dengan observasi (pengamatan), pengukuran, perekaman, atau pencatatan

bentuk, ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan

alat musik tersebut. Kemudian studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau

komponen yang memproduksi (menghasilkan) suara, antara lain membuat pengukuran

dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan

keras lembutnya suara (loudness), bunyi, nada, warna nada, dan kualitas suara yang

dihasilkan oleh alat muysik tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan

bahwa proses dan teknik pembuatan surdam belin termasuk dalam studi struktural.

Surdam belin (tangko kuda) adalah instrumen musik aerofon yang memiliki lima

lubang nada. Oleh karena itu dalam pengklasifikasian alat musik tersebut, penulis

menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961, yaitu

sistem pengaplikasian alat musik berdasarkan sumber bunyi. Sistem klasifikasi ini

terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: idiofon (alat itu sendiri sebagai

penggetar utama bunyi) , aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama bunyi),

(10)

sumber penggetar utama bunyi).Alat musik ini dapat diklasifikasikan sebagai aerofon.

Lebih detil lagi adalah aerofon endblown flute, dengan bibir sebagai pembelah udara.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu

yang bersangkutan. (Koentjaraningrat, 1997:16). Metode yang dapat digunakan penulis

adalah metode kualitatif menurut Nawawi dan Martini (1995:209) yaitu

penelitianadalah rangkaian kegiatan atau proses menjaring data (informasi) yang

bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang

kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan

populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Untuk mendukung penelitian

tersebut, penulis menggunakan metode ilmu etnomusikologi yang terdiri dari dua studi,

yaitu: studi lapangan (field work) dan studi laboratorium (laboratory work). Hasil dari

kedua studi penelitian ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study)

(Merriam, 1964:37). Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam

penulisan tulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, yaitu: (1)

menggunakan daftar pertanyaan (questinnaries); (2) menggunakan wawancara

(interview).

1.5.1 Studi Kepustakaan

Untuk mendukung tulisan ini penulis dibantu dengan beberapa tulisan yang

menjadi bahan acuan kerangka tulisan. Dalam hal ini penulis memperhatikan beberapa

konsep maupun teori yang digunakan dan juga metode penelitian yang menjadi

(11)

Adapun beberapa tulisan yang menjadi bahan kerangka tulisan ini antara lain

adalah sebagai berikut. (1) A.G. Sitepu, ―Ragam Hias Ornamen Karo,‖ yang isinya

menceritakan beberapa ornamen dalam tradisi seni visual masyarakat Karo. (2) Curt

Sach dan Hornbostel dalam Classification of Musical Instrumental, Translate from the

original Germany oleh Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Tulisan ini

menjelaskan pengklasifikasian alat musik yang dilihat dari sumber penghasil bunyinya.

(3) Bruno Nettl, Theory and Method of Etnomusicology. Tulisan ini membahas tentang

teori dan metode yang digunakan dalam mengkaji tulisan ilmiah dengan objek kajian

etnomusikologi. (4) Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Tulisan ini

menjelaskan tentang beberapa kebudayaan yang terdapat dalam nusantara Indonesia

yang termasuk di dalamnya suku-suku yang terdapat dalam Sumatera Utara.

1.5.2 Kerja Lapangan

Penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung ke daerah

penelitian yang langsung ke rumah Bapak Pauji Ginting dan mencari narasumber dari

tokoh masyarakat Karo.

1.5.3 Observasi

Observasi atau pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan

pengukuran dengan menggunakan indra penglihatan yang juga berarti tidak

mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Selain itu dilakukan wawancara, dan kerja

laboratorium secara etnomusikologis, sampai akhirnya berwujud skripsi sarjana seperti

(12)

1.5.4 Wawancara

Penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat untuk melakukan wawancara (1985:139) yaitu: “ada tiga wawancara

yaitu wawancara berfokus (focused Interview), wawancara bebas (free Interview), dan

wawancara sambil lalu (casual interview)”

Untuk wawancara, penulis terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang

diarahkan kepada suatu pokok permasalahan tertentu. Namun penulis tetap

mengembangkan pertanyaan kepada hal-hal yang lain untuk menciptakan suasana yang

tidak kaku, tetapi tetap terkait dengan pokok permasalahan. Penulis melakukan

wawancara langsung terhadap informan dalam hal ini Bapak Pauji Ginting selaku

informan kunci, dan beberapa informan-informan lainnya.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Dalam kerja laboratorium penulis akan mengumpulkan data-data dari hasil kerja

lapangan yang diperoleh dari objek penelitian penulis dengan data dan informasi yang

didapat dari beberapa informasi tertulis maupun lisan dari beberapa informan penulis

tentang perkembangan dari instrumen surdam belin dan juga terutama memperhatikan

teknik pembuatan instrumen tersebut. Dengan begitulah penulis akan mendeskripsikan

data tersebut menjadi bahan tulisan ilmiah ini dengan data-data yang sudah disiapkan

penulis.

Untuk membantu proses penulisan ini, penulis juga mengambil dari beberap

tulisan yang membahas tentang surdam belin sehingga dapat membantu penulis untuk

melihat eksistensi dari instrumen ini dalam masyarakatnya. Penulis juga mengamati dari

(13)

bagian dari aktivitas budaya. Sedangkan untuk melihat teknik pembuatan alat musik ini,

penulis akan langsung belajar dengan informan kunci penulis Bapak Pauji Ginting

walaupun sementara penulis hanya memperhatikan beliau dalam membuat instrumen

ini. Data-data yang diperoleh akan penulis kelompokkan dengan bagian-bagian data

masing-masing yang sesuai dengan keperluannya. Untuk mengisi kekurangan data,

penulis akan melakukan penelitian lapangan dan laboratorium lagi demi kelengkapan

Referensi

Dokumen terkait

Model Pengembangan Administrasi Desa Berbasis TI (Teknologi Informasi) Untuk Pengentasan Masyarakat Miskin yang Berkelanjutan 2344 Universitas Sanata Dharma 0001035701 TARSISIUS

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sleman Nomor 45 Tahun 2012

Berdasarkan Hasil Evaluasi Kualifikasi yang tertuang dalam Berita Acara Evaluasi Kualifikasi Nomor : 09/POKJA-ULP/GDG-KNTR/SAR-MKW/VII/2015 tanggal 26 Juli 2015 dinyatakan

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaikbaiknya. HESTI OKTAVIA

Dengan diumumkannya PEMENANG kepada peserta lelang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan, apabila masih terdapat kesalahan di dalam penetapan pemenang

In the classroom there are kinds of things the watch is green and the chalk is colourful the ruler is brown.. In the classroom there are kinds

Kelengkapan yang harus dibawa pada saat pembuktian kualif ikasi adalah “Berkas Asli” Seluruh file dokumen Penawaran yang telah dimasukan/diunggah melalui Sistem Pengadaan

prestasi belajar matematika, hasil uji normalitas kelompok model pembelajaran (NHT.. disertai AfL, NHT dan klasikal) dan kelompok kecerdasan intrapersonal (tinggi, sedang,.