• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu. dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu. dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengetahuan (Knowledge)

2.1.1. Pengertian pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengatahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2005).

2.1.2. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

(2)

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(3)

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi prilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang terutama yaitu:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

(4)

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

2.1.3. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005), menekankan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan dapat ditempuh dengan cara:

a. Cara tradisional atau non ilmiah

Cara tradisional ada empat macam cara yaitu: 1) Cara coba salah (trial and error)

Cara ini terjadi pada masyarakat yang memiliki pola pikir masih sederhana, maka dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka akan dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut benar-benar terpecahkan. Cara ini terjadi pada masyarakat yang pola pikirnya masih sederhana.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsip ini adalah menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji serta membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.

(5)

3) Berdasarkan pengalaman sendiri

Pengalaman merupakan guru yang terbaik, demikian kata pepetah. Ini mengandung arti bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan.

4) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh pengetahuan, manusia telah banyak menggunakan jalan pikirannya.

b. Cara modern atau cara ilmiah

Dalam memperoleh pengetahuan, cara ini lebih sistematis, lebih logis dan lebih ilmiah dibandingkan dengan cara tradisional.

2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Umur

Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wied Hary (1996) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

(6)

menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya. c. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecah permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2005).

2.2. Konsep Keluarga 2.2.1. Pengertian

Menurut Duvall dan Logan dalam Setyowati (2008), keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga.

Menurut Spredley dan Allender dalam Setyowati (2008), kelurga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai emosional dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.

(7)

Menurut BKKBN (1992) keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (Setyowati, 2008).

2.2.2. Karakteristik keluarga

a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan atau adopsi

b. Anggota keluarganya biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain

c. Anggota keluarganya berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak, adik

d. Mempunyai tujuan; (a) menciptakan dan mempertahankan budaya, (b) meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota (Setyowati, 2008).

2.2.3. Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (1986) adalah: a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Didalamnya terkait dengan mengasihi, saling mendukung, dan saling menghargai antara anggota keluarga.

(8)

Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses interkasi dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan temapat untuk belajar bersosialisasi.

c. Fungsi Reproduksi

Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan keluarganya keturunan dan menambah sumber daya manusia.

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya yaitu: sandang, pangan dan papan.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan (Setyowati, 2008).

2.2.4. Tugas kesehatan keluarga

Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998) adalah sebagai berikut: a. Mengenal masalah kesehatan

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat

e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat (Setyowati, 2008).

(9)

2.3. Kaki Diabetes 2.3.1. Pengertian

Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan olah gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi. Kaki diabetes merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes mellitus yang diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus yang sering disebut dengan ulkus kaki diabetika yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangrene, yang pada penderita diabetes mellitus disebut dengan gangrene diabetik (Misnadiarly, 2006).

2.3.2. Etiologi

Penyebab kaki diabetes dilatar belakangi oleh beberapa faktor: a) Gangguan peradaran darah pada kaki

Gangguan ini mengenai pembuluh darah besar (macro vaskuler) berupa pengendapan cholesterol, calcium, bahan-bahan jaringan sehingga terjadi pengerasan dan penyempitan dinding pembuluh darah. Aliran darah kurang lancar mengakibatkan pemberian makan dan oksigenasi berkurang. Jaringan di ujung menjadi rawan dan rapuh, di samping itu pembekuan darah menjadi mudah. Pada kaki diabetes terjadi pula gangguan pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) berupa kelainan selaput dinding pembuluh darah bagian dalam. Kedua hal tersebut menyebabkan mudahnya timbul penyumbatan aliran oleh bekuan-bekuan darah. Keadaan ini menyulitkan penyembuhan luka

(10)

serta memudahkan kematian jaringan di daerah ujung jari. Kematian jaringan ini akan ditandai perubahan warna dari merah menjadi biru sampai hitam. Tanda khas jaringan mati ini (gangren) adalah berbau busuk.

b) Gangguan persyarafan kaki

Keterlibatan gangguan persyarafan kaki mengakibatkan bertambah mudahnya luka, karena gangguan ini mengenai syaraf penerima sensasi. Penderita kehilangan rasa sakit pada kaki. Segala gesekan dan ruda paksa menjadi tak terasa, luka tiba-tiba sudah menganga di depan mata tanpa disadari.

c) Ruda paksa (Trauma)

Seperti pada orang sehat, penderita diabetes pun mengalami ruda paksa pada kaki, sama banyaknya. Kesempatan luka lebih besar karena adanya kelainan peredaran darah dan persyarafan. Beberapa ruda paksa yang menyebabkan luka adalah:

1) Trauma mekanik : pemakaian sepatu yang sempit, kesandung batu, tertusuk paku, kepukul, luka waktu memotong kuku, sampai hanya gigitan serangga, dan sebagainya.

2) Trauma suhu : luka bakar, kena api, air panas, es, dan sebagainya.

3) Trauma kimia : pemakaian obat luar yang terlalu keras, plester pun dapat menyebabkan luka, dan sebagainya.

(11)

d) Infeksi

Adanya ganguan dalam pertahanan tubuh menyebabkan bertambah sulitnya penanganan kaki DM. Kalau hanya ganggren kering tanpa infeksi (jaringa mati saja) pada jari atau kaki, setelah amputasi, selesailah masalah. Tetepi setiap luka ataupun ganggren adalah pintu gerbang infeksi. Tanpa penanganan tepat, infeksi ini akan cepat meluas dan naik ke atas. Keadaan ini kadang-kadang sukar diobati karena daya tahan tubuh terhadap kuman berkurang. Flora kuman-kumanpun berbagai ragam dan sering tahan terhadap obat-obatan (Ranakusuma, 1987).

2.3.3. Patofisiologi

Terjadinya masalah kaki pada penderita DM diawali adanya hiperglikemia yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan ulkus diabetik (Waspadji, 2010).

2.3.4. Klasifikasi Kaki Diabetes

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari klasifikasi oleh Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi

(12)

wagner, klasifikasi texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan, vascular, infeksi, neuropatik, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan baik (Waspadji, 2006).

1. Klasifikasi Edmonds (2004 – 2005)  Stage 1 : Normal foot

Stage 2 : High Risk FootStage 3 : Ulcerated FootStage 4 : Infected FootStage 5 : Necrotic FootStage 6 : Unsalvable Foot

2. Derajat keparahan ulkus kaki diabetes menurut Wagner

Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit Grade 2 : Ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal

Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki 3. Klasifikasi Liverpool

Klasifikasi primer : - Vascular - Neuropati

(13)

- Neuroiskemik

Klasifikasi sekunder : - Tukak sederhana, tanpa komplikasi - Tukak dengan komplikasi

4. Klasifikasi PEDIS menurut International Consensus On The Diabetic Foot (2003)

Impaired Perfusion 1 = None

2 = PAD + but not critical 3 = Critical limb ischemia Size / Extent in mm2

Tissue loss / Depth 1 = Superficial fullthickness, not deeper than dermis

2 = Deep ulcer, below dermis. Involving

subcutaneous structures, fascia, muscle or tendon

3 = All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint

Infection 1 = No symptoms or signs of infection

2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only 3 = Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure, no systemic sign of inflammatory response

(14)

4 = Infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis, shift to the left metabolic instability, hypotension, azotemia

Impaired sensation 1 = Absent

2 = Present (Waspadji, 2006).

2.3.5. Diagnosis Kaki Diabetes

Diagnosis kaki diabetes meliputi: 1. Pemeriksaan Fisik:

Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

2. Pemeriksaan Penunjang:

X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya (Waspadji, 2006).

2.3.6. Patogenesis Kaki Diabetes

Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus adalah ulkus kaki diabetes. Ulkus kaki diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias yaitu : iskemik, neuropati, dan infeksi. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf

(15)

menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita diabetes mellitus tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menyebabkan lesi dan menjadi ulkus kaki diabetes (Waspadji, 2006).

Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006).

Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali kadar gula darahnya akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri)

(16)

pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus kaki diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah. Penderita diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis (Tambunan, 2006).

Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya

(17)

kaki atau tungkai. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus kaki diabetes, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi karena merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta kuman anaerob yaitu Clostridium Perfringens, Clostridium Novy, dan Clostridium Septikum (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2.3.7. Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetes

Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah:

1. Umur

Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal . proses aging menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan mempengaruhi

(18)

penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2. Lama Menderita Diabetes Mellitus ≥ 10 tahun.

Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan neurophati perifer (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

Faktor-faktor risiko yang dapat diubah:

1. Neurophati (sensorik, motorik, perifer).

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi

(19)

menjadi penyebab terjadinya lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2. Obesitas

Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

3. Hipertensi

Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

(20)

Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 5. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol

Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

(21)

Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

7. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus

Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus kaki diabetes. Kepatuhan diet penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 8. Kurangnya Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas

(22)

terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak sendi.

Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki misalnya berdiri dengan kedua tumit diangkat, mengangkat kaki dan menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau kedalam dan mencengkram pada jari – jari kaki. Latihan dilakukan sesering mungkin dan teratur terutama pada saat kaki terasa dingin. (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

9. Pengobatan Tidak Teratur

Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat untuk

(23)

bila dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat arterosklerosis ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat seperti aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan pada pasien Diabetes Mellitus meskipun belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan penggunaan secara rutin (Waspadji, 2006).

Pengobatan tidak teratur termasuk di dalamnya pemeriksaan terhadap kaki Penggolongan dari kaki diabetes berdasarkan risiko terjadinya yang dapat dijadikan acuan dalam memeriksa kaki penderita diabetes mellitus dan tindakan pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Sensasi normal tanpa deformitas

2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi 3) Insensitivitas tanpa deformitas

4) Iskemia tanpa deformitas

5) Kombinasi antara adanya insensitivitas, deformitas dan/atau iskemia (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

10. Perawatan Kaki Tidak Teratur

Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari

(24)

kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak. menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut, kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya dirawat oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki, jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau bantal panas (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

Perawatan luka sejak pasien datang harus ditangani dengan baik dan teliti, klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam Dressing (pembalut) yang masing – masing dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka dan letak luka tersebut, teapi jangan lupa tindakan debridement merupakan syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasikan luka, debridement yang baik and adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh sehingga membantu

(25)

mengurangi produksi pus/ cairan dari ulkus / gangrene diabetik (Waspadji, 2006).

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka. Selama proses inflamsi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya yaitu proses granulasi sampai epitealisasi. Untuk menacapai suasana kondusif bagi kesembuhan luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin.

11. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat

Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena stanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Pencegahan dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman untuk penderita diabetes mellitus. Penggunaan alas kaki yang tepat harus memperhatikan hal hal berupa tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir, memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai, sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit, sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati, memakai kaus kaki yang bersih dan

(26)

mengganti setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat dan memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2.3.8. Perawatan Kaki Diabetes

Dalam sebuah buku Practical Guidelines on the Management and the Prevention of the Diabetic Foot yang dikeluarkan oleh International Working Group on the diabetic Foot/Consultative Section of IDF ditekankan adanya upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan oleh para praktisi dibidang diabetes untuk turut ambil bagian dalam mengurangi tingginya angka amputasi kaki diabetik. Dengan melakukan beberapa usaha yang terbilang sangat mudah dan murah resiko amputasi kaki diabetik dapat diturunkan sampai 85 %.

Terdapat 5 pilar penting dalam perawatan kaki diabetik, antara lain: 1. Pemeriksaan kaki resiko tinggi secara teratur

Lakukan pemeriksaan kaki secara teratur, minimal 1 tahun sekali, atau setiap 2-3 bulan pada kaki dengan resiko tinggi. Riwayat ulkus, lama diabetes, pendidikan, kurangya akses ke fasilitas kesehatan merupakan faktor resiko yang harus diperhatikan. Neuropati, angiopati, kelaian pada kulit, deformitas, gangguan mobilisasi sendi dan penggunaan alas kaki yang tidak adekuat merupakan faktor resiko lain yang harus mendapat perhatian.

(27)

Tentukan adanya neuropati sensoris, deformitas pada kaki dan penonjolan tulang, penyakit pembuluh darah perifer, serta riwayat ulkus atau amputasi 3. Edukasi pada diabetisi, keluarga dan petugas kesehatan

Edukasi yang dilakukan secara teratur dan terstruktur pada pasien, keluarga dan petugas kesehatan/edukator dapat mencegah problem kaki diabetik. 4. Penggunaan alas kaki yang tepat

Gunakan alas kaki yang cocok dengan bentuk kaki, 1-2 cm lebih panjang dari ukuran kaki. gunakan selalu alas kaki baik didalam maupun diluar rumah. Kalau perlu buat sepatu yang dibuat khusus menyesuaikan dengan bentuk atau kelainan kaki yang ada.

5. Penanganan kelaianan kaki diabetik sebelum timbul ulkus

Seperti kelainan pertumbuhan kuku yang menebal atau ingrowing, penipisan kalus dan kulit yang kering. Gunakan ortosis untuk mengatasi kelainan bentuk kaki atau jari-jari (indodiabetes.com, 2009).

6. Ankle Brachial Index (ABI)

Ankle Brachial Index (ABI) atau Ankle Brachial Pressure Index (ABPI) adalah test non invasive untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial). Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan alat yang disebut simple hand held vascular Doppler ultrasound probe dan tensimeter (manometer mercuri atau aneroid). Pemeriksaan ABPI sebaiknya dilakukan pada pasien yang mengalami luka pada kaki untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri

(28)

sehingga dapat menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau mixed ulcer. Sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat. Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk ukuran lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau edema.

Prosedur Pengukuran ABPI:

1) Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama tinggi dengan posisi jantung.

2) Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45 derajat.

3) Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas tekanan darah sistolik palpasi.

4) Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis.

5) Ulangi pada lengan yang lain.

6) Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri tibilias dengan sudut 45 derajat.

7) Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas tekanan darah sistolik palpasi.

(29)

9) Ulangi pada kaki yang lain.

10) Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan kanan dan kiri) dan tekanan darah systolic ankle teritnggi (diantara kaki kanan dan kaki kiri) (Yusuf, 2009).

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud BMN sesuai dengan pasal 1 butir 10 UU No 1 Tahun 2004 adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang

Salah satu faktor penyebab beban kerja di subbagian ini bisa berlebih yaitu satu karyawan Aneka Tanaman dan Hortikultura mengerjakan tugas terkait pengadaan barang

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk memaparkan representasi dari visi dan misi program acara televisi Ini Talk Show Net Tv melalui pemilihan genre setting tata

pertumbuahn Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot media tanaman serat sawit 120 g menghasilkan tinggi bibit, luas daun, jumlah daun, dan diameter batang lebih

Karena tindak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP mempunyai dua macam unsur subjektif, masing-masing yakni unsur kesengajaan atau unsur dolus dan

Penelitian ini hanya menggunakan data primer berupa Al-Quran yang ditafsirkan oleh Muhammad Quraish Shihab, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Bukhāri dan Muslim

K oMISI Pemberantasan Korupsi memanggil man- tan anggota Komisi VIII DPR, nurul Iman Mustofa seba- gai saksi kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013

Nu jadi pasualan dina ieu hal nya éta métode (cara) pikeun ngajarkeunana ka siswa nu salila ieu mah lir ibarat ngeusian keretas kosong hungkul, kudu robah oriéntasina. Prosés diajar