• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI PEMBUANGAN LINDI KE LAUT (SEBUAH STUDI TENTANG RENCANA PESISIR GUNUNG ANYAR SEBAGAI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH SURABAYA 2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI PEMBUANGAN LINDI KE LAUT (SEBUAH STUDI TENTANG RENCANA PESISIR GUNUNG ANYAR SEBAGAI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH SURABAYA 2015)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI PEMBUANGAN LINDI KE LAUT

(SEBUAH STUDI TENTANG RENCANA PESISIR GUNUNG ANYAR SEBAGAI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH SURABAYA 2015)

Eko Prasetyo, Dr. Mukhtasor, Sujantoko, MT ABSTRAK

Fenomena yang muncul saat musim hujan tahun 2007 yaitu hujan deras yang mengguyur Surabaya Selasa (8/3) sore menyebabkan kolam penampung air lindi (air resapan sampah) di sekitar lahan pembuangan akhir (LPA) sampah di Benowo Surabaya meluap dan mencemari tambak milik penduduk setempat. Masuknya lindi ke tambak itu menyebabkan ikan banyak yang mabuk bahkan mati, karena tercemar air resapan sampah. Kerugian akibat pencemaran tersebut diperkirakan puluhan juta rupiah. Sehingga saat ini Pemerintah Kota Surabaya berencana memindahkan TPA Benowo ke Pesisir Rungkut pada tahun 2015. Pemilihan lokasi TPA baru tersebut selain harus mengacu pada arahan RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) Surabaya 2015, juga harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu sehingga sampah atau limbah yang dibuang di lokasi tersebut tidak akan mencemari lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, untuk meminimalisasi pencemaran maka pemilihan lokasi TPA pun menjadi persyaratan penting. Setelah dilakukan penelitian disimpulkan bahwa kondisi oseanografi Pesisir Rungkut sebelum di bangun TPA adalah secara umum arus dan gelombang sangat mendukung terjadinya pengenceran polutan (material cair) jika masuk ke Perairan Rungkut. Sirkuasi arus dan siklus pasang surut dapat dimanfaatkan dalam perancangan Ocean Outfall, yaitu sebuah fasilitas pembuangan limbah dari darat ke laut. Pola sebaran material (polutan) Pesisir Rungkut dalam menerima beban pencemaran dari darat setelah dibangun TPA secara umum (pada musim hujan) bergerak dari Pesisir Rungkut dengan kecepatan 0,335 m/dt menuju ke Utara dan Timur Laut melemah hingga 0.02 m/dt di pelabuhan Tanjung Perak. Jika terjadi luapan material (polutan) di Pesisir Rungkut maka daerah wisata Kenjeran hingga Pelabuhan Tanjung Perak akan merasakan dampaknya. Sedangkan pada saan musim kemarau pola sirkulasi arus beserta material yang dibawanya secara umum bergerak dari Pesisir Rungkut dengan kecepatan 3,15 m/dt menuju ke Selatan dan Tenggara melemah hingga 0.34 m/dt di perairan Sidoarjo dan Pasuruan.Strategi pengen-dalian pencemaran pantai yang dapat dilakukan dengan menjamin kualitas lingkungan dengan adanya TPA di lokasi tersebut merupakan syarat mutlak. Setidaknya dapat meminimalkan dampak. Strategi pengendalian pencemaran dapat disiasati dalam 4 aspek yaitu aspek teknis & teknologi, aspek trans-portasi/aksesibilitas, aspek kebutuhan prasarana/sarana dan utilitas dan aspek ekologi/lingkungan.

Kata kunci: studi, pola arus, strategi, pencemaran, kondisi oseanografi, TPA, pesisir rungkut

Pendahuluan

Saat ini Pemerintah Kota Surabaya berencana memindahkan TPA Benowo ke pesisir pantai Rungkut pada tahun 2015. Berbagai persiapan mulai dilakukan, diantaranya menyiapkan studi kelayakan, konsep pengelolaan sampah sampai dengan rencana membuang lindi sampah ke laut.

Pemilihan lokasi TPA baru tersebut selain harus mengacu pada arahan RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) Surabaya 2015, juga harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu sehingga sampah atau limbah yang dibuang di lokasi tersebut tidak akan mencemari lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, untuk meminimalisasi pencemaran maka pemilihan lokasi TPA pun menjadi persyaratan penting. Sehingga sebelum

dijadikan tempat pembuangan sampah akhir Surabaya perlu dilakukan identifikasi di berbagai sektor. Diantaranya termasuk menyiapkan perencanan yang tepat dalam menetukan desain saluran lindi sebelum di buang ke laut. Juga menyiapkan rekomendasi pengendalian beban pencemaran sampah di lingkungan pesisir dalam mendukung terwujudnya pembangunan kawasan ekowisata di pesisir Rungkut.

Lokasi Penelitian

Lokasi/daerah yang diteliti adalah daerah Rungkut di perairan Timur Surabaya yang terletak pada koordinat 7°16’17” LS dan 112°50’59” BT sampai 7°23’08” LS dan 112°50’49” BT. Lokasi peneliltian dapat dilihat pada gambar berikut ini :

(2)

Lokasi Penelitian (Bappeko Surabaya, 2008, diolah) Alur penelitian

Alur penelitian yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

Diagram Alir Penelitian Pemodelan numerik

Pemodelan numerik dilakukan menggunakan model dua dimensi yaitu RMA2 untuk pemodelan numerik pola arus dan RMA4 untuk

pemodelan numerik pola sebaran material/polutan. RMA2 merupakan input dari RMA4, sehingga sebelum running RMA4, running RMA2 dilakukan terlebih dahulu. Lokasi

Mulai

Studi pustaka dan kajian teori

Pemodelan

pola arus (RMA2) dan sebaran polutan

Kesimpulan Analisa

pola arus (RMA2) dan sebaran polutan (RMA4)

Strategi pengendalian Pemodelan numerik

(3)

Tidak sesuai

Sesuai

Alur pemodelan

Diagram Alir Pemodelan RMA2 dan RMA4

Skenario model

Pemodelan dilakukan 4 skenario model, yaitu: 1. Pembuatan saluran ke laut

2. Pembuatan saluran ke sungai 3. Pembuatan outfall:

a. 100 m dari garis pantai b. 150 m dari garis pantai

INPUT DATA

Bathimetri, hasil survei pasang surut dan debit

Pemodelan pola arus (run RMA2)

Kalibrasi

Mulai

Kontur bathimetri digital

Pembentukan file geometri

Run RMA2 untuk skenario model

Run RMA4 untuk skenario model

(4)

Skenario Model 1, Pembuatan Saluran ke Laut

(5)

Skenario Model 3a, Pembuatan Outfall Sejauh 100 m dari Garis Pantai

Skenario Model 3a, Pembuatan Outfall Sejauh 150 m dari Garis Pantai

Input model

Input data yang digunakan dalam model dua dimensi adalah peta bathimetri, pasang surut dan debit sungai. Peta bathimetri yang digunakan adalah peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Kwanyar tahun 1993 yang

dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Sedangkan input pasang surut yang digunakan adalah peramalan pasang surut untuk Karang Kleta (Surabaya Timur) 1-15 Pebruari 2008 yang dikeluarkan oleh Jawatan Hidrooseanografi TNI AL. Untuk input debit sungai, digunakan debit hasil pengukuran Bapeko Surabaya tahun 2007.

(6)

Terdapat lima sungai yang diinputkan debitnya dalam pemodelan, yaitu: Sungai Wonokromo, Sungai Wonorejo, Sungai Kebonagung, Sungai Kalirungkut dan Sungai

Kalibuntung. Input debit lindi pada RMA4 adalah BOD, Pb dan Cu dan konsentrasinya dibedakan untuk musim hujan dan musim kemarau.

Debit sungai rata-rata untuk musim hujan dan kemarau tahun 2007

Sumber: Bapeko Surabaya, 2008

Konsentrasi lindi untuk musim hujan dan musim kemarau tahun 2007 di penampungan lindi TPA Benowo Surabaya

Sumber: Bapeko Surabaya, 2008

HASIL DAN PEMBAHASAN

Simulasi Pemodelan sebaran polutan BOD musim kemarau dengan pembuatan saluran lindi ke laut

Hasil Simulasi Sebaran BOD pada Musim Kemarau pada time step ke-5 dan time step ke-360

Simulasi Pemodelan sebaran polutan BOD musim kemarau dengan pembuatan saluran lindi ke sungai

No. Nama Saluran Debit (m

3

/s)

Musim Hujan Musim Kemarau

1. Sungai Wonokromo 70.6 37

2. Sungai Wonorejo 28.17 12

3. Sungai Kebonagung 60.9 28

4. Sungai Kalirungkut 47.1 17.5

5. Sungai Kalibuntung 78.34 38

No. Material Lindi Konsentrasi (mg/l)

Musim Hujan Musim Kemarau

1. BOD 7.3 16.7 2. Pb 0.0027 0.0074 3. Cu 0.03 0.09

TS 5

TS 360

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

(7)

Hasil Simulasi Sebaran BOD pada Musim Kemarau pada time step ke-5 dan time step ke-360

Simulasi Pemodelan sebaran polutan BOD musim kemarau dengan pembuatan outfall sejauh 100 meter

Hasil Simulasi Sebaran BOD pada Musim Kemarau pada time step ke-5 dan time step ke-360

Simulasi Pemodelan sebaran polutan BOD musim kemarau dengan pembuatan outfall sejauh 150 meter

TS 5

TS 360

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

TS 5

TS 360

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

(8)

Hasil Simulasi Sebaran BOD pada Musim Kemarau pada time step ke-5 dan time step ke-360

Perbandingan Persentase Kenaikan Tingkat Konsentrasi BOD Musim Kemarau Antar Skenario Pemodelan

Titik Musim Kemarau

1 % 2 % 3a % 3b % 1 15,76138 215,228% 12,01377 140,275% 10,90289 118,058% 5,24709 4,942% 2 9,31112 86,222% 9,05532 81,106% 7,21750 44,350% 6,18881 23,776% 3 7,19602 43,920% 7,05540 41,108% 6,14241 22,848% 5,66313 13,263% 4 8,59037 71,807% 8,45436 69,087% 6,85281 37,056% 6,04728 20,946% 5 5,04015 0,803% 5,11960 2,392% 5,00517 0,103% 5,00308 0,062% 6 7,08646 41,729% 6,95932 39,186% 6,08964 21,793% 5,63032 12,606% 7 5,57983 11,597% 5,54065 10,813% 5,30234 6,047% 5,17471 3,494% 8 8,08568 61,714% 7,92624 58,525% 6,59581 31,916% 5,91176 18,235% 9 6,28037 25,607% 6,20147 24,029% 5,66899 13,380% 5,38304 7,661% 10 6,26987 25,397% 6,19120 23,824% 5,66311 13,262% 5,38007 7,601% Keterangan: 1 : Skenario pembuatan saluran ke laut

2 : Skenario pembuatan saluran ke sungai 3a : Skenario pembuatan outfall sejauh 100 m

3b : Skenario pembuatan outfall sejauh 150 m

Baku mutu BOD : 10 mg/l

Pada semua titik tinjau tidak menampakkan kondisi lingkungan yang melebihi batas baku mutu (kondisi sehat). Namun kenaikkan konsentrasi yang paling buruk terjadi pada skenario 1 (pembuatan saluran ke laut) dengan nilai kenaikan rata-rata konsentrasi BOD pada musim kemarau sebesar 7.92013% mg/l atau 58.403%. Sedangkan yang paling baik adalah skenario 3b (pembuatan outfall sejauh 150 m) dengan nilai kenaikan rata-rata konsentrasi output BOD sebesar 5.56293 mg/l atau 11.259%.

KESIMPULAN

Dengan membandingkan persentase kenaikan tingkat konsentrasi BOD, Pb dan Cu

pada musim hujan dan musim kemarau antar skenario-skenario pemodelan maka skenario membuang lindi melalui saluran ke laut menempati hasil output yang paling buruk. Selanjutnya hasil yang lebih baik adalah skenario membuang lindi melalui saluran ke sungai dan melalui saluran outfall yang berjarak 100 meter dari garis pantai. Sedangkan skenario pembuangan lindi melalui saluran outfall yang

TS 5

TS 360

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

(9)

berjarak 150 meter dari garis pantai merupakan skenario yang paling baik.

Seperti terlihat pada hasil pemodelan

BOD, Pb dan Cu pada musim kemarau, nilai BOD di titik tinjau 1 (paling dekat dengan pusat lindi) di skenario pembuangan lindi melalui saluran ke laut dan sungai melebihi ambang batas yang disyaratkan. Hal ini memberikan gambaran bahwa di daerah pantai Surabaya Timur akan tercemari oleh zat-zat tersebut di atas. Karena sudah melampaui ambang batas baku mutu yang dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Hasil pemodelan pada musim penghujan menunjukkan output yang memenuhi kriteria lingkungan yang dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2004 yang dapat berdampak buruk terhadap organisme yang ada di daerah sekitar pembuangan.

Menurut Sutrisno et al. (1996)

timbal/timah hitam (Pb) dan persenyawaannya adalah beracun. Pb cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh (sistem syaraf). Sifat racun ini dapat disebabkan karena timbal merupakan penghambat yang kuat terhadap reaksi-reaksi enzim. Begitu pula dengan tembaga (Cu) dalam jumlah besar dapat menyebabkan rasa tidak enak di lidah, selain dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Konsentrasi Cu 2.5-3.0 ppm dalam badan perairan dapat membunuh ikan (Jakickins et al., 1970; Bryan, 1976; Resch et al., 1979 dalam Palar, 1994). Selanjutnya Palar (1994) juga menyatakan bahwa konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan.Dengan demikian, apakah kita harus

menghentikan dan melarang pembuangan limbah ke laut? Bishop (1983) menyatakan bahwa jawaban yang tepat adalah ”tidak, tetapi dengan syarat”. Ditambahkan oleh Mukhtasor (2006) bahwa laut tidak sekedar sebagai tempat pembuangan limbah akan tetapi dikelola dengan mengendalikan jenis dan besaran polutan yang boleh dan tidak boleh dibuang ke laut dengan memperhatikan sifat polutan, dampaknya terhadap lingkungan, kesesuaian kondisi lokasi, cara pembuangannya dan persyaratan relevan lainnya.

Materi pencemar yang biasanya terbentuk atau hadir (turunan sampah) di lingkungan sekitar TPA yaitu air lindi (leachate), gas landfill, sampah yang terbawa angin, dan organisme hidup seperti tikus, cacing, dan serangga (yang merupakan vektor pembawa penyakit). Air lindi didefinisikan sebagai suatu cairan yang dihasilkan dari pemaparan air hujan pada timbunan sampah. Dalam kehidupan sehari-hari, air lindi ini dapat dianalogikan seperti seduhan air teh. Air lindi membawa materi tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk dari degradasi sampah. Komposisi air lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di daerah TPA dan kondisi spesifik tempat pembuangan tersebut.

Pengolahan air lindi sebelum dibuang ke laut adalah mutlak dilakukan. Hal ini merupakan strategi utama dalam meminimalkan dampak pencemaran lindi di periaran Rungkut setelah dibangun TPA. Pendekatan pengelolaan lindi secara umum adalah seperti yang ditampilkan sebagai berikut :

Skema Pendekatan Untuk Pengolahan Lindi (Tchobanoglous,1993) Dalam pengolahan lindi yang

dihasilkan dari proses dekomposisi dalam

landfill, jika penanganan dengan suatu langkah baru yaitu dengan mengolah lindi baru kemudian dibuang. Sedangkan untuk

(10)

pengelolaan lindi pada kondisi eksisting perlu dilakukan troubleshooting dengan melakukan review terhadap teknologi dan pengoperasian unit pengolah lindi. Lindi yang sudah diolah di dalam suatu instalasi pengolahan, dapat dibuang ke badan air penerima tanpa resiko pencemaran terhadap lingkungan perairan.

Pemilihan rangkaian pengolahan lindi, ditentukan berdasarkan karakteristik serta

volume produksi lindi yang dihasilkan. Selain itu juga harus mempertimbangkan kualitas produk yang harus dicapai untuk efluen pengolahan lindi sehingga dapat dibuang ke badan air penerima tanpa mencemari badan air tersebut.

Terjaminnya kualitas lingkungan dengan adanya TPA di lokasi tersebut merupakan syarat mutlak. Karena bila hal ini tidak diperhatikan akan menimbulkan gejolak sosial diantaranya, misalkan bila air lindi mencemari tambak-tambak maupun menimbulkan bau di lingkungan sekitar maka akan terjadi keributan pada masyarakat yang mengalaminya. Akibatnya bisa fatal, awalnya mungkin hanya menutup jalur utama atau jalan menuju lokasi tetapi lama kelamaan mereka akan menutup lokasi TPA dengan berbagai cara. Untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan timbulnya gejolak sosial yang disebabkan oleh dampak negatif pengolahan sampah (dari kegiatan pengangkutan hingga pembuangan ke TPA) terhadap lingkungan, maka perlu direncanakan hal-hal sebagai berikut:

a. Membangun buffer zone di sekitar lokasi TPA untuk mengeliminir bau yang timbul karena hembusan angin ke arah permukiman penduduk, walaupun jarak terdekat antara permukiman dengan TPA baru sudah terlampau (lebih dari 500 m). b. Untuk menghindari pencemaran air tanah

dan air sumur, maka pada bak-bak penampungan sampah dilapisi oleh

geotextile.

c. Teknologi yang diterapkan seyogyanya adalah perpaduan dari beberapa teknologi yang cocok dilakukan di Indonesia khususnya di Surabaya. Pemilihan Sanitary

landfill dipadu dengan adanya Pemilahan

dan Pengomposan diharapkan bisa mengatasi masalah sampah di Surabaya. Dengan catatan landfill yang digunakan harus benar-benar sesuai dengan yang direncanakan dan dilaksanakan sehingga bisa mengubah paradigma sekarang bahwa

landfill yang dilakukan pasti hanyalah

sebuah teori yang pada kenyataannya berubah fungsi menjadi Open Dumping. Hal ini tidak hanya terjadi di Surabaya

tetapi hampir semua kota yang direncanakan menggunakan Sanitary landfill pada akhirnya menjadi Open

Dumping.

Keterbatasan pemodelan yang hanya dilakukan selama 360 jam atau 15 hari, kemungkinan akan memberikan hasil yang berbeda dengan simulasi dengan waktu yang lebih lama. Kondisi perairan akan semakin buruk dengan meningkatnya jumlah dan konsentrasi pembuangan limbah yang terus bertambah tiap tahunnya. Oleh sebab itu strategi pengendalian pencemaran yang tepat adalah melakukan pengolahan air lindi samapi pada kondisi yang ramah lingkungan. Selanjutnya lindi yang sudah diolah namu tidak dapat tertampung lagi dalam bak pengolah lindi dapat dibuang melaui saluran outfall yang berjarak 150 meter dari garis pantai (hasil pemodelan terbaik). Setidaknya melakukan pengondisian air lindi sebelum dibuang ke laut, yaitu dengan pengenceran air lindi sampai dengan konsentrasi seperti saat musim hujan.

DAFTAR PUSTAKA

EIFAC, 1980. Water Quality Criteria For

Europian Freshwater Fish. FAO of The

United Nations, Rome 49.p

EIFAC, 1980. Water quality Criteria For

European Freshwater Fish. FAO of The

United Nations, Rome. 49 p.

FAO, 1971. Pollution An International Problem

For Fisheries. Fishery Resources

Division, Rome. 85 p. Hamidah, 1980.

Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan dalam Pewarta Oseana,

No: 2/VI, LON, Jakarta. Hlm. 15-19. Ikhwani, H. 1999. Pencemaran laut (Hand Out).

Hlm. 4-9.

Mukhtasor, 2006. Pencemaran Pesisir Dan laut. Hlm. 158-164.

Sanusi, Harpasis. S. 1980. Sifat-sifat Logam

Berat Merkuri Di Lingkungan Perairan Tropis. Pusat Studi Pengelolaan Sumber

Daya Dan Lingkungan, Fakultas Perikanan IPB, Bogor. 19 p.

Paul. L. Bishop, 1983. Marine Pollution And Its

Control. University Of New Humpshire,

55p.

Portmann, J, E, 1976. Manual And Methods In

Aquatic Environment Research. Part 2,

FAO Of The United Nations, Rome.76 p. Wardoyo, Supomo T. H, 1981. Analisa Dampak

Suatu Proyek Terhadap Kualitas Air.

Training ANDAL PPLH-UNDP-PUSDI.PSL, IPB. Bogor, Hlm. 30.

Gambar

Diagram Alir Pemodelan RMA2 dan RMA4

Referensi

Dokumen terkait