Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya
6904
Implementasi Hardware Redundancy Pada Sistem Monitoring Kebocoran
Gas LPG Menggunakan Metode Hot Standby Non Detector
Deddy Aditya Kurniawan1, Wijaya Kurniawan2, Mochammad Hannats Hanafi Ichsan3
Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1[email protected], 2[email protected], 3[email protected]
Abstrak
LPG (Liquified Petroleum Gas) merupakan gas minyak bumi yang biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk kompor gas. Dari tahun ke tahun penggunaan LPG selalu mengalami peningkatan, yang mana resiko terjadinya kebocoran gas juga akan mengalami peningkatan. Sehingga perlu adanya tindakan untuk menekan resiko tersebut, salah satunya yaitu dengan dibuatnya sistem yang dapat mendeteksi kebocoran gas LPG. Perancangan pada sistem pendeteksi kebocoran gas haruslah memiliki nilai availability yang tinggi, karena ketika terjadi kerusakan pada komponen yang krusial maka akan menyebabkan pembacaan yang tidak akurat. Sistem dengan availability yang tinggi dapat dicapai dengan menerapkan redundansi. Pada penelitian ini akan menerapkan salah satu metode redundansi, yaitu Hot Standby Redundancy pada sistem monitoring kebocoran gas. Sistem monitoring gas akan membutuhkan sensor gas (MQ-2 dan MQ-5) sebagai input, Arduino sebagai pemroses, buzzer dan aplikasi sebagai output. Sedangkan komponen yang dianggap krusial yaitu komponen atau controller. Untuk metode redundansi Hot Standby Redundancy, akan membuat duplikat controller dan akan selalu aktif untuk memantau kondisi controller utama. Proses pemantauan akan menggunakan komunikasi serial I2C, dengan cara controller backup (master) mengirimkan request secara berkala guna mengetahui kondisi controller utama (master). Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, implementasi mekanisme Hot Standby Redundancy pada sistem monitoring kebocoran gas LPG, downtime yang dihasilkan baik failover maupun failback yaitu sebesar 153,46 ms, dengan tingkat availability 99,99%.
Kata kunci: Fault Tolerance, Availability, Hardware Redundancy, Hot Standby Redundancy Abstract
LPG (Liquified Petroleum Gas) is a petroleum gas that is commonly used as fuel for gas stoves. From year to year the use of LPG has always increased, which is the risk of gas leakage will also increase. So it is necessary to reduce these risks, with create a system that can detect LPG gas leaks. The design of a gas leak detection system must have a high availability value, because when there is a crucial component damage it will cause an inaccurate reading. High availability systems can be achieved by implementing redundancies. In this research, one of the redundancy methods will be implemented, namely Hot Standby Redundancy in the gas leak monitoring system. The gas monitoring system will require gas sensors (MQ-2 and MQ-5) as inputs, Arduino as processors, buzzers and applications as output. While the components that are considered crucial are components or controllers. For the Hot Standby Redundancy redundancy method, it will make a duplicate controller and will always be active to monitor the condition of the main controller. The monitoring process will use I2C serial communication, by means of a backup (master) controller sending requests periodically to determine the condition of the master controller. Based on the tests that have been carried out, the implementation of the Hot Standby Redundancy mechanism in the LPG, downtime gas leak monitoring system both failover and failback is equal to 153.46 ms, with availability of 99.99%.
1. PENDAHULUAN
LPG merupakan campuran dari berbagai unsur hidrokarbon dari gas alam yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bakar untuk kompor gas. LPG dipilih oleh masyarakat karena memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan bahan bakar lainnya, diantaranya LPG lebih praktis, mudah penggunaannya dan lebih hemat. Namun dibalik banyaknya keunggulan yang dimilikinya, LPG memiliki kekurangan yaitu resikonya yang dapat menyebabkan kebocoran gas sehingga menyebabkan ledakan. Ledakan yang dihasilkan LPG dapat berdampak memicu terjadinya kebakaran. Kasus kebakaran yang disebabkan oleh kebocoran gas saja telah terjadi sebanyak 87 kasus di Jakarta, menurut statistik pada website BPBD (BPBD Jakarta, 2017).
Salah satu mekanisme untuk mengurangi resiko pada kebocoran gas LPG yaitu dengan peracancangan sistem monitoring terhadap gas LPG. Implementasi sistem monitoring pada gas LPG, secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan sensor gas sebagai input, mikrokontroler sebagai pemroses dan aktuator sebagai output. Data yang diperoleh dari sensor gas akan diproses oleh mikrokontroler sebagai referensi ada tidaknya kebocoran gas untuk dilakukan proses aktuator untuk output (Widyanto, 2014).
Sistem monitoring yang memiliki output dapat diamati secara langsung di berbagai tempat dan kapan saja secara realtime, akan memiliki fleksibblitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sistem monitoring yang outputnya diamati secara manual dan tempat tertentu. Implementasi meningkatkan fleksibilitas ini dapat dicapai dengan menerapkan sistem berbasis aplikasi smartphone sebagai media untuk memonitoring hasil sistem (Madjid, 2018).
Terdapat satu hal yang perlu diperhatikan ketika membuat suatu sistem monitoring, yaitu setiap komponen pada sistem monitoring merupakan perangkat elektronik. Yang mana komponen tersebut dapat saja mengalami kerusakan. Kerusakan pada komponen yang krusial akan berdampak pada pembacaan sensor. Oleh karena itu, sistem haruslah memiliki availability tinggi. Availability yang tinggi dapat diwujudkan dengan menerapkan metode yang dapat mentolerir adanya kesalahan atau yang biasa disebut redundansi (Dubrova, 2013)
Redundansi dapat diterapkan dari segi
hardware atau komponen fisik, yang mana pada penelitian ini akan melakukan redundansi terhadap komponen yang krusial dalam sistem monitoring kebocoran gas , yaitu pemroses atau controller. Pada hardware redundansi terdapat dua metode yang dapat diterapkan yaitu hot standby dan cold standby. Kedua metode ini memiliki kelebihannya masing – masing, hot standby lebih meningkatkan dalam availability. Sedangkan cold standby lebih meningkatkan dalam reliability (National Instruments, 2008).
Redundansi hardware pada controller yang menerapkan metode cold standby, dilakukan dengan membuat backup controller (slave). Backup ini dipasang dalam keadaan mati dan akan dinyalakan hanya ketika sinyal keep-alive (sinyal untuk memantau kondisi master controller) berhenti. Proses menyalakan backup komponen ini akan membutuhkan downtime yang tidak sedikit (Muzaki, 2018).
Sedangkan penerapan metode hot standby, sama halnya dengan cold standby yaitu membuat backup controller (slave). Namun backup ini dipasang dalam keadaan nyala dan langsung menggantikan ketika sinyal keep-alive yang diterima berhenti (Pangestu, 2018). Hal ini diharapkan sistem untuk monitoring kebocoran gas berbasis aplikasi yang menerapkan metode hot standby dapat memiliki availability lebih tinggi, karena downtime yang lebih kecil jika dibandingkan dengan metode cold standby. Yang mana dalam teorinya hot standby dapat menghasilkan availability lebih tinggi dibandingkan cold standby.
2. PERANCANGAN SISTEM
Tahap ini akan menjelaskan bagaimana sistem akan dirancang dengan menerapkan setiap teori yang telah dipelajari. Perancangan ini dilakukan dengan tujuan agar sistem yang dibuat dapat menjadi lebih terstruktur. Perancangan pada sistem akan digambarkan menggunakan diagram blok yang terdapat pada Gambar 1. Master Slave Sensor Gas Buzzer Ping Server Blynk Led Status App User Input Input Switch Data Trigger Output Data Output
Input Proses Output
Gambar 1. Diagram blok sistem
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
terdapat beberapa unit yang digunakan pada sistem. Pada input, yang digunakan pada sistem ialah sensor gas. Pada proses terdapat beberapa unit, diantaranya master controller, slave controller, server Blynk dan switch. Sedangkan pada output terdapat app user, led status dan buzzer.
Sensor gas, dalam sistem akan digunakan sebagain input. Data yang dihasilkan oleh sensor gas ini akan dijadikan sebagai referensi ada tidaknya kebocoran gas pada LPG. Sensor yang digunakan dalam sistem yaitu sensor MQ-2 dan MQ-5. Sensor ini dipilih karena memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap gas LPG. Kedua sensor ini terhubung ke controller (master dan slave) melalui pin analog dan tergabung secara paralel sehingga dapat dioperasikan oleh kedua controller.
Master controller, dalam sistem digunakan sebagai pemroses atau controller utama. Mikrokontroler yang digunakan sebagai master controller yaitu Arduino Uno R3. Master controller akan terhubung langsung dengan slave controller melalui pin SDA dan SCL guna dapat berkomunikasi. Metode komunikasi yang digunakan yaitu komunikasi serial I2C.
Slave controller, dalam sistem digunakan sebagai kontroler cadangan. Sama seperti master controller, mikrokontroler yang digunakan untuk slave controller yaitu Arduino Uno R3. Slave controller ini akan diberikan program berupa duplikat fungsi dari master controller namun dengan penambahan program redundansi (sebagai pengawas dan pengatur switching).
Server Blynk, dalam sistem digunakan sebagai server untuk menyimpan data sensor gas dari master controller maupun slave controller. Address pada server akan disesuiakan dengan address pada sistem maupun aplikasi, sehingga data yang tersimpan pada server dapat diambil oleh user menggunakan aplikasi untuk proses monitoring.
App user, dalam sistem digunakan sebagai aplikasi untuk user. Aplikasi ini digunakan untuk proses monitoring baik dari data sensor maupun kondisi pada controller utama (master). Aplikasi ini dibuat menggunakan platform Blynk yang dapat terhubung langsung dengan data pada sistem. Aplikasi ini dapat memberikan alarm untuk user bahwa terjadi kebocoran gas berupa popup peringatan.
Switch, dalam sistem digunakan sebagai
komponen penentu jalur output. Implementasi dari komponen ini yaitu menggunakan relay satu channel. Relay ini digunakan sebagai jalur penentu untuk buzzer. Ketika diberi nilai low, relay akan menyambungkan jalur buzzer ke master controller. Sedangkan ketika diberi nilai high, relay akan menyambungkan jalur ke slave controller. Pemberian logika dilakukan oleh slave controller, sebagai pengatur jalur output
Buzzer, dalam sistem digunakan sebagai output. Suara yang dihasilkan oleh buzzer akan digunakan sebagai peringatan ke user bahwa sistem telah mendeteksi kebocoran gas LPG. Buzzer ini terhubung dengan controller melalui pin digital.
Led status, dalam sistem digunakan sebagai notifikasi untuk user agar mengetahui controller manakah yang sedang aktif. Led status ini terdapat dua macam, yaitu led status untuk master controller (berwarna hijau) dan led status untuk slave controller (berwarna marah). Led status terhubung ke controller melalui pin digital.
Sedangkan untuk alur kerja pada sistem secara umum akan digambarkan menggunakan diagram alir pada Gambar 2.
Mulai Master Status Switch ke Slave Perbaikan Error Selesai Online Switch ke Mster N Y
Gambar 2. Diagram alir sistem
Berdasarkan diagram alir pada Gambar 2, sistem akan melakukan switching controller ke slave controller (backup) ketika master status bernilai offline, begitu juga sebaliknya akan kembali ke master controller ketika master status bernilai online.
2.1 Perancangan Master Controller
Master controller bertanggung jawab mengolah input dari sensor gas dan memprosesnya hingga ke output. Selain itu, controller ini juga bertanggung jawab merespon ping request yang diberikan oleh slave controller. Respon ini dilakukan sebagai acuan untuk monitoring kondisi master controller. Komunikasi request-reply antar controller ini dilakukan menggunakan komunikasi serial I2C.
Mulai
Get Status Request
Kirim Status Reply
Olah Data Sensor
Simulasi Fault
Gagal Kirim Status Reply
Selesai Led Master
ON
Gambar 3. Diagram alir master controller
Berdasarkan diagram alir pada Gambar 3 dapat dilihat terdapat beberapa proses yang dilakukan master controller untuk melakukan tugasnya. Ketika master controller memperoleh ping request, maka master akan mengirimkan balasannya ke slave controller. Setelah proses Get-Reply ini akan dilakukan, akan dilanjutkan dengan pengolahan data sensor.
2.2 Perancangan Slave Controller
Slave controller bertanggung jawab untuk menjadi duplikasi terhadap master controller dan menggantikan perannya ketika terjadi kerusakan atau fault. Secara default, slave controller bertugas untuk memantau kondisi pada master controller. Pemantauan kondisi dilakukan dengan mengirimkan ping request
secara berkala. Slave controller akan menyimpulkan bahwa master controller terjadi kerusakan ketika ping request yang dikirimkan tidak direspon selama waktu yang telah ditentukan. Mulai Kirim Status Request Get Status Request Master Status Olah Data Sensor Standby State Selesai ON Switching Output Line Led Slave ON Fail Over OFF
Gambar 4. Diagram alir slave controller
Berdasarkan diagram alir pada Gambar 4 dapat dilihat terdapat beberapa proses yang dilakukan slave controller dalam melakukan redundansi. Awalnya slave controller akan mengirimkan ping request ke master controller. Ketika slave controller mendapat reply, maka akan tetap berada dalam standby state. Sedangkan ketika slave controller tidak mendapat reply selama timeout, maka akan melakukan failover untuk monitoring terhadap kebocoran gas.
2.3 Perancangan Olah Data Sensor
Olah data sensor merupakan proses dimana nilai data dari sensor gas (MQ-2 dan MQ-5) diolah guna dapat disimpulkan apakah terjadi kebocoran gas. Proses olah data akan meliputi mapping dan klasifikasi. Mapping merupakan metode untuk mengurangi noise pada pembacaan nilai sensor, dengan membatasi range pembacaan. Sedangkan klasifikasi merupakan pengelompokan data sensor yang
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
didapat berdasarkan treshold atau ambang batas bahaya. Bahaya Pembacaan Nilai Sensor Buzzer ON Buzzer OFF Mulai Inisialisasi Pin
Kirim Data ke Server
Selesai N Y Olah Data Sensor Mapping Nilai Sensor
Gambar 5. Diagram olah sata sensor
Berdasarkan diagram alir pada Gambar 5 dapat dilihat terdapat beberapa proses pada olah data sensor. Dimulai dari pembacaan nilai sensor gas yang di mapping range pembacaannya yang awalnya 0-1023 menjadi 0-255. Dilanjutkan dengan klasifikasi bahaya (terjadi kebocoran gas) apabila melebihi treshold yaitu 25 untuk MQ-2 dan 50 untuk MQ-5.
3. IMPLEMENTASI SISTEM
Tahap ini akan menjelaskan bagaimana implementasi dari sistem yang telah dirancang sebelumnya. Implementasi perangkat keras dilakukan dengan menghubungkan antar komponen berdasarkan pin-pin yang telah dirancang menggunakan kabel jumper. Implementasi perangkat keras pada sistem dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Implementasi hardware sistem
Pada Gambar 6 dapat dilihat implementasi hardware keseluruhan komponen dihubungkan menjadi kesatuan sistem. Terdapat dua Arduino Uno R3 yang digunakan sebagai controller (master dan slave), dua sensor gas (MQ-2 dan MQ-5), satu relay 1 channel sebagai switching line output, dua led (hijau untuk master dan merah untuk slave), pushbutton sebagai tombol simulasi pengujian dan buzzer sebagai output.
Untuk implementasi perangkat lunak dilakukan dengan mengunggah kode program ke controller (master dan slave) sesuai dengan fungsinya. Pengunggahan dilakukan menggunakan aplikasi Arduino IDE pada komputer. Sedangkan untuk aplikasi menggunakan platform Blynk dimana dirancang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh sistem. Berikut Gambar 7 merupakan screenshot dari aplikasi untuk user.
Gambar 7. Implementasi aplikasi user
Pada gambar 7 dapat dilihat (kiri) merupakan screenshot aplikasi ketika sistem tidak mendeteksi adanya kebocoran gas.
Sedangkan yang kedua (kanan) merupakan screenshot aplikasi ketika mengeluarkan peringatan bahwa sistem mendeteksi adanya kebocoran gas.
4. PENGUJIAN DAN ANALISIS
Tahap ini akan menjelaskan bagaimana hasil dari pengujian sistem. Pada pengujian ini akan terbagi menjadi tiga, yakni pengujian switching, pengujian downtime dan analisis availability.
4.1 Pengujian Switching
Pengujian switching akan dilakukan dengan dua skenario simulasi yang berbeda, yakni secara hardware dan software. Skenario ini dilakukan agar metode redundansi dapat dijalankan. Mulai Failover ke Slave Selesai Hidupkan Sistem Matikan perangkat master Hidupkan kembali perangkat master Mulai Failover ke Slave Selesai Hidupkan Sistem Tambahkan Error code pada program
Hilangkan Error code pada program
Failback ke master Failback ke master
Gambar 8. Diagram alir pengujian switching
Pada gambar 8 dapat dilihat dua diagram alir yang digunakan untuk simulasi pengujian switching. Diagram alir yang pertama (kiri) merupakan diagram alir untuk simulasi pegujian secara hardware, sedangkan yang kedua (kanan) merupakan diagram alir untuk simulasi pengujian secara software.
Untuk hasil dari pengujian switching secara hardware dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengujian switching secara hardware
Percobaan Failover Failback Fungsional Sistem
1 Berhasil Berhasil Normal
2 Berhasil Berhasil Normal
Percobaan Failover Failback Fungsional Sistem
3 Berhasil Berhasil Normal
4 Berhasil Berhasil Normal
5 Berhasil Berhasil Normal
6 Berhasil Berhasil Normal
7 Berhasil Berhasil Normal
8 Berhasil Berhasil Normal
9 Berhasil Berhasil Normal
10 Berhasil Berhasil Normal
Berdasarkan tabel 4, dari 10 kali percobaan simulasi yang dilakukan sistem telah berhasil melakukan redundansi, baik failover maupun failback. Dari segi fungsional (monitoring terhadap kebocoran gas), sistem juga dapat berjalan dengan normal tanpa adanya kesalahan. Sedangkan untuk hasil dari pengujian switching secara software dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengujian switching secara software
Percobaan Failover Failback Fungsional Sistem
1 Berhasil Berhasil Normal
2 Berhasil Berhasil Normal
3 Berhasil Berhasil Normal
4 Berhasil Berhasil Normal
5 Berhasil Berhasil Normal
6 Berhasil Berhasil Normal
7 Berhasil Berhasil Normal
8 Berhasil Berhasil Normal
9 Berhasil Berhasil Normal
10 Berhasil Berhasil Normal
Berdasarkan tabel 2, sama seperti hasil pengujian secara hardware, pengujian secara software juga berjalan sesuai tujuan baik failover, failback maupun fungsional.
4.2 Pengujian Downtime
Pengujian downtime dilakukan agar mengetahui delay yang dihasilkan sistem ketika proses redundansi. Downtime yang akan diuji yaitu downtime pada saat failover dan failback. Untuk pengukuran downtime ini akan menggunakan fiur millis() pada arduino.
Tabel 3. Hasil pengujian downtime
Percobaan Downtime Failover (ms) Downtime Failback (ms) 1 101 66 2 101 19 3 102 32 4 101 65 5 101 31 6 102 76 7 102 65 8 101 61 9 101 56 10 101 46 11 102 93
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Percobaan Downtime Failover (ms) Downtime Failback (ms) 12 102 78 13 102 49 14 102 64 15 101 76 16 102 18 17 101 32 18 101 90 19 102 34 20 101 46 21 101 84 22 101 39 23 101 23 24 101 55 25 102 25 26 102 17 27 102 69 28 101 44 29 101 85 30 101 24 Rata-rata 101,4 52,06
Dapat dilihat Tabel 3 merupakan cuplikan hasil pengujian downtime dari sistem. Dari 30 kali percobaan yang dilakukan, downtime yang dihasilkan sistem memiliki rata-rata sebesar 101,4ms untuk failover dan 52,06ms untuk failback.
4.3 Analisis Availability
Analisis availability digunakan untuk menghitung berapa besar availability yang dihasilkan sistem ketika menerapkan metode ini. Besar availability akan bergantung pada besar downtime yang dihasilkan oleh sistem. Pada pengujian yang telah dilakukan terdapat dua downtime, yaitu dowtime failover dan downtime failback..
Availability memiliki persamaan rumus sebagai berikut
𝐴(∞) = 𝑀𝑇𝑇𝐹 𝑀𝑇𝑇𝐹 + 𝑀𝑇𝑇𝑅
Dimana variabel MTTF (mean time to failure) didapat dari waktu terjadinya fault pertama kali. Variabel MTTF didapat dari website resmi Arduino Uno yang memiliki garansi selama 1 tahun operasi. Sedangkan MTTR (mean time to repair) didapat dari lama waktu repair atau perbaikan pada controller, diperoleh dari nilai downtime pada sistem.
Apabila semua dimasukkan variabel, nilai MTTF = 1 tahun, downtime failover = 101,3ms , downtime failback = 52,06ms dan dijadikan satuan detik, maka
MTTF = 1 x 3156000 = 3156000 s MTTR = (Downtime Failover + Downtime Failback) = (101,4 x 10-3 + 52,06 x 10-3) = 0,15346 s
Sehinnga apabila dimasukkan persamaan availability akan menjadi
𝐴(∞) = 𝑀𝑇𝑇𝐹 𝑀𝑇𝑇𝐹 + 𝑀𝑇𝑇𝑅 𝐴(∞) = 31.536.000 31.536.000 + 0,15346 𝐴(∞) = 0,9999999950 𝐴(∞) = 99,9999995%
Berdasarkan persamaan diatas didapatkan nilai availability yang dihasilkan sistem sebesar 99,9999995%.
5. KESIMPULAN
Sistem monitoring kebocoran gas LPG dengan metode redundansi hot standby non detector pada controller (mikrokontroler) dapat dirancang dengan menerapkan dua controller, master controller dan slave controller. Master controller diprogram untuk melakukan monitoring terhadap keboocoran gas LPG. Sedangkan slave controller merupakan duplikat dari master controller, dengan tambahan dapat bertindak sebagai fault detector. Dimana dapat memantau dan mengatur kapan harus switching. Untuk implementasi sistem, pada input menggunakan sensor gas MQ-2 dan MQ-5. Output menggunakan buzzer dan aplikasi smartphone berupa peringatan bahaya. Sedangkan pada redundansi, slave controller akan memantau kondisi master controller dengan mengirimkan ping request menggunakan komunikasi serial I2C secara berkala. Ketika master controller tidak merespon melebihi timeout yang ditentukan, maka slave controller akan memutuskan melakukan switching untuk failover.
Tingkat availability pada sistem akan bergantung pada waktu downtime yang dihasilkan. Pada pengujian yang telah dilakukan, dihasilkan downtime (downtime failback dan failover) yaitu sebesar 153,46ms. Dan apabila dimasukkan kedalam persamaan availability dengan asumsi operasi berjalan normal satu tahun, menghasilkan persentase availability
sebesar 99,99%.
Saran untuk pengembangan sistem lebih lanjut adalah dapat menambahkan objek yang diredundansi. Sehingga objek yang diredundansi tidak hanya dari segi hardware (controller), namun juga dari segi informasi data (data sensor).
6. DAFTAR PUSTAKA
BPBD Jakarta, 2017. BPBD Jakarta. [Online]
Tersedia di:
<https://bpbd.jakarta.go.id/assets/attach ment/document/02_infografis_bencana _tahun_2017.pdf> [Diakses 12 Februari 2019].
Dubrova, E., 2013. Fault-Tolerant Design. New York: Springer.
Madjid, A. R., 2018. Prototype Monitoring Arus, Dan Suhu Pada Transformator Distribusi Berbasis Internet Of Things (Iot). Jurnal Teknik Elektro, Volume 8, p. 1.
Muzaki, M. R., 2018. Impelementasi Hardware Redundancy Pada Switching Pintu Otomatis Dengan Metode Cold Standby Dan Watchdog. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Volume 2.
National Instruments, 2008. Redundant System Basic Concepts. [Online] Tersedia di:
<http://www.ni.com/en-
id/innovations/white- papers/08/redundant-system-basic-concepts.html> [Diakses 12 Februari 2019].
Pangestu, A. P., 2018. Implementasi Hardware Redundancy Pada Sistem Akuisisi Data Sensor Dengan Menggunakan Metode Hot Standby Sparing. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Volume 2.
Widyanto, 2014. Rancang Bangun Alat Deteksi Kebocoran Tabung Gas Elpiji Berbasis Arduino. Semantik.