• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH ANGKATAN PERWIRA SISWA ANGKATAN LXXIII TAHUN 2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH ANGKATAN PERWIRA SISWA ANGKATAN LXXIII TAHUN 2003"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

TERBATAS

NASKAH ANGKATAN

PERWIRA SISWA ANGKATAN LXXIII

TAHUN 2003

JUDUL

OPTIMALISASI KEMAMPUAN PENGAMATAN DAN

PENGINTAIAN TNI ANGKATAN UDARA DI WILAYAH ALKI

DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERTAHANAN

NASIONAL PADA MASA LIMA TAHUN MENDATANG

OLEH

PERWIRA SISWA ANGKATAN LXXIII

TAHUN 2003

(2)

TNI ANGKATAN UDARA DI WILAYAH ALKI DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERTAHANAN NASIONAL PADA MASA LIMA TAHUN MENDATANG

Pendahuluan

1. Letak dan posisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memanjang di garis khatulistiwa serta berada pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan beribu-ribu pulau merupakan suatu anugerah yang tak ternilai harganya, namun juga dapat menjadi potensi kerawanan tersendiri. Dalam rangka mempertahankan keutuhan wilayah nasional dan menjaga tetap tegaknya NKRI tersebut, bangsa Indonesia harus mampu menghadapi setiap ancaman yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul. Kemampuan dan kekuatan pembelaan negara tersebut dihasilkan melalui suatu Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) dengan mengerahkan seluruh potensi kekuatan nasional yang tersusun dalam bentuk kekuatan bersenjata maupun kekuatan sipil dengan TNI sebagai inti. Berdasarkan UU Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, TNI AU sebagai bagian integral dari TNI melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah1. Pernyataan ini dikuatkan

/ di ...

1

Departemen Pertahanan RI, ‘Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara’, Biro Hukum Sekretariat Jenderal, Departemen Pertahanan RI, Jakarta, Pasal 10 Nomor 3 (a), hlm. 7.

(3)

di dalam Buku Petunjuk Dasar TNI AU yang mencantumkan bahwa salah satu tugas pokok TNI AU adalah sebagai penegak kedaulatan dan hukum di wilayah udara nasional2.

2. Sebagai suatu Negara Kepulauan (Archipelagic State) yang merupakan satu kesatuan utuh dengan perairan laut yang mengelilinginya, berdasarkan ketetapan hukum laut internasional berkewajiban menyediakan alur lintas di laut dan udara di atasnya yang dikenal dengan nama Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Dengan meratifikasi Konvensi Hukum Laut tahun 1982, Pemerintah Indonesia telah menetapkan ALKI melalui Undang-undang (UU) Nomor 6 tahun 1996 tanggal 8 Agustus 1996 tentang Perairan Indonesia yang dilengkapi oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing yang melaksanakan Hak Lintas di ALKI. Ditinjau dari aspek ekonomi, ALKI memberikan keuntungan dan devisa bagi Indonesia serta secara geografis menambah luasnya wilayah NKRI. Namun ditinjau dari aspek pertahanan dan keamanan ALKI dapat menjadi potensi kerawanan yang harus diwaspadai dan dicermati karena selain seolah-olah wilayah NKRI “dipotong-potong” secara imajiner, ALKI juga merupakan jalan pendekat paling aman bagi kekuatan asing yang bermaksud dan mengancam keutuhan dan kesatuan NKRI. Untuk meminimalkan kerawanan yang timbul dan yang diperkirakan akan timbul, TNI AU sebagai unsur penegak kedaulatan dan hukum di udara telah secara rutin melaksanakan kegiatan pengamanan, pengamatan

/ dan ...

2

Mabes TNI AU, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/25/X/2000 tanggal 17 Oktober 2000 tentang ‘Buku Petunjuk Dasar TNI Angkatan Udara’, Pasal 9 Ayat a, hlm. 5.

(4)

dan pengintaian dari udara di wilayah ALKI baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan TNI AL. Namun bila dicermati kegiatan ini belum dilaksanakan secara optimal dengan masih ditemukannya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal atau pesawat udara yang melalui jalur ALKI tersebut. Kendala utama yang dihadapi di lapangan saat ini adalah rendahnya profesionalisme personel pelaksana tugas, rendahnya kesiapan dan ketersediaan alat utama sistem senjata udara (alutsistaud) dan fasilitas-fasilitas pendukungnya, ketidak jelasan sistem dan metode yang digunakan sehingga TNI AU tidak mempunyai payung hukum yang kuat bila ada pelanggaraan di wilayah ALKI.

3. Dalam rangka menjaga keutuhan dan menjamin tetap tegaknya kedaulatan NKRI, maka kemampuan dan kekuatan pertahanan TNI AU yang ada saat ini dihadapkan pada kendala-kendala di lapangan perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius, apalagi TNI AU adalah satu-satunya kekuatan tempur yang mampu bergerak dengan cepat dan akurat ke setiap titik wilayah NKRI. Agar mampu melaksanakan kegiatan pengamanan, pengamatan dan pengintaian udara di wilayah ALKI harus dilakukan upaya-upaya yang realistis dan aplikatif terutama dengan adanya keterbatasan anggaran yang dialokasikan untuk pertahanan negara. Dikaitkan dengan kendala-kendala yang dihadapi saat ini dengan tujuan memperoleh kemampuan yang diharapkan di masa depan, upaya-upaya yang dapat dilaksanakan adalah meningkatkan profesionalisme personel pelaksana tugas melalui berbagai pendidikan di dalam maupun di luar negeri, menggelar seminar dan ceramah. Dari segi alutsistaud diharapkan adanya political will dari pimpinan TNI AU di bidang pemeliharaan dan

(5)

modernisasi peralatan elektronikanya sehingga alutsistaud dapat selalu serviceable untuk operasi. Di sisi lain segi yang tidak dapat ditinggalkan adalah adanya payung hukum yang jelas sehingga TNI AU mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan di wilayah ALKI dan mensosialisasikan keberadaan dan manfaat ALKI secara persuasif kepada masyarakat yang berdomisili sepanjang jalur ALKI.

4. Maksud dan Tujuan. Maksud dari penulisan naskah ini adalah sebagai sumbang saran pemikiran dalam rangka optimalisasi kemampuan pengamanan, pengamatan dan pengintaian TNI AU di wilayah ALKI dengan tujuan agar dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijakan dan langkah selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan pengamanan wilayah ALKI secara keseluruhan.

5. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup penulisan naskah ini dibatasi pada upaya-upaya optimalisasi kemampuan pengamatan dan pengintaian TNI AU di wilayah ALKI dalam rangka meningkatkan pertahanan nasional pada masa lima tahun mendatang dengan mengambil contoh kasus wilayah ALKI II dan ALKI III yang merupakan jurisdiksi Koopsau II dan Kosekhanudnas II dengan tata urut sebagai berikut :

a. Pendahuluan.

b. Dasar-dasar Pemikiran.

(6)

c. Kondisi Kemampuan Pengamatan dan Pengintaian TNI AU Saat Ini.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.

e. Kondisi Kemampuan Pengamatan dan Pengintaian TNI AU Yang Diharapkan.

f. Optimalisasi Kemampuan Pengamatan dan Pengintaian TNI AU.

g. Kesimpulan dan Saran.

h. Penutup.

6. Pengertian-pengertian. Untuk menyamakan persepsi dalam pembahasan naskah ini, berikut ini disampaikan pengertian-pengertian sebagai berikut :

a. Pertahanan Nasional. Pertahanan nasional dapat didefinisikan sebagai pertahanan negara karena berskala nasional. Berikut disampaikan dua definisi mengenai pertahanan yakni :

1) Pertahanan Negara. Segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari

(7)

ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara3.

2) Defense. The process of organizing a nation’s armed services to protect the country from attack by foreign powers, and in modern times, from attack by interest groups or mercenary organizations4; yang bermakna proses pengorganisasian kekuatan bersenjata nasional untuk melindungi negara dari serangan kekuatan-kekuatan asing, dan di masa modern, dari serangan kelompok-kelompok tertentu atau organisasi-organisasi bayaran.

b. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)5. Alur Laut Kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara asing di atas alur laut tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal semata-mata untuk transit yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan bagian laut lepas atau ZEE Indonesia lainnya..

c. Pengamanan (Security). The process of organizing a nation’s component military and civilians to enhance national security and againts all separation interest power6; yang berarti proses pengorganisasian komponen militer dan sipil

/ nasional ...

3

Departemen Pertahanan RI, op.cit., Pasal 1, hlm.3.

4

Ian Mac Farling, ‘Air Power Terminology’, Commonwealth of Australia, 2000, hlm.36.

5

Sekretariat Negara, ‘Undang-undang Nomor 6 tahun 1996 tanggal 8 Agustus 1996 tentang Perairan Indonesia’, LN 1996/73 TLN 3467, Sekretariat Negara, 1996.

6

(8)

nasional untuk memperkuat keamanan nasional dan untuk melawan semua kekuatan separatis.

d. Pengamatan (Surveillance). The systematic observation areas, persons or objects by any available sensor or group of observers. It is generally wide-area, continuous and non-specific target being sought7; yang berarti pengamatan secara sistematis terhadap suatu area, orang atau benda dengan menggunakan alat yang tersedia atau yang dilakukan oleh para pengamat. Biasanya terhadap area yang luasnya berkesinambungan pada target yang tidak spesifik.

e. Pengintaian (Reconnaisance). The collection of information via a specific mission, usually conducted over a limited period and directed against specific target. Aerial reconnaissance involves the gathering of information by using photographic, radar, infra-red, electronic, accoustic and visual means8; yang berarti pengumpulan informasi melalui suatu misi khusus yang biasanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan diarahkan pada target yang spesifik. Pengamatan udara meliputi pengumpulan informasi dengan menggunakan peralatan fotografi, radar, infra merah, elektronik, akustik dan penglihatan.

f. Penegakan Hukum. Suatu proses dalam penyelesaian suatu perkara yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran atas ketentuan hukum yang berlaku baik ketentuan hukum Internasional maupun Nasional.

/ g. Waktu-Nyata ... 7 Ibid, hlm 124. 8 Ibid. hlm 109.

(9)

g. Waktu-Nyata (Real-Time). Suatu kondisi suatu sistem memberi tanggapan terhadap aksi diberikan padanya dalam rentang waktu dalam batas toleransi. Dua definisi berikut dapat juga dijadikan sebagai referensi mengenai real-time yaitu :

1) Solution in which the calculation of a system’s behavior over, say, one second

of elapsed time can be achieved in one second or less of computing time9.

2) Anything where something very bad will happen if the system (computer) does

not deliver its output in time is said as hard real-time system. Soft real-time system is anything where nothing catastrophic happens if some deadlines are missed but

the performance will be degraded below what is generally considered acceptable10.

h. Rekayasa Balik (Reverse Engineer). “Membongkar” suatu sistem ke dalam komponen-komponennya untuk dianalisa cara kerjanya dengan tujuan membuat duplikatnya atau membuatnya lebih baik11, contoh : software airframe.exe di-reverse engineer untuk mendapatkan airframe.f atau modul Automatic Fly-by-wire Flight Control System (AFFCS) di-reverse engineer ke bentuk komponen-komponen dasarnya dan kemudian diduplikat untuk mendapatkan AFCS tiruan yang mempunyai karakteristik yang sama

/ Dasar-dasar ...

9

J.K. Rolfe dan K.J. Staples, ‘Flight Simulation’, Cambridge University Press, UK, 1986, hal. 5.

10

C.M. Khrisna dan Kang G. Shin, ‘Real-Time Systems’, McGraw-Hill Companies Inc., USA, 1997, hal. 3.

11

Spencer Rugaber, Therry Shikano, R.E. Kurt Stirewalt, ‘Adequate Reverse Engineering’, [Online], http://www.cc.gatech.edu/are.pdf, download tanggal 13 April 2003.

(10)

Dasar-dasar Pemikiran

7. Dasar-dasar pemikiran yang digunakan sebagai landasan naskah ini adalah :

a. Chicago Convention 1944

1) Complete and Exclusive Sovereignty over the Airspace yang bermakna bahwa negara memiliki kedaulatan penuh terhadap wilayah udara di atasnya.

2) No State A/C shall Fly Over territory of another State without Authorization by Special Agreement yang bermakna pesawat tidak akan terbang di atas wilayah negara lain tanpa otorisasi dengan suatu perjanjian khusus.

b. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982

1) Pasal 38. Semua Kapal dan Pesawat Udara mempunyai Hak Lintas Transit yang tidak boleh dihalangi.

2) Pasal 53 ayat (12). Suatu negara kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute penerbangan di atasnya yang cocok untuk digunakan dan semua kapal dan pesawat udara menikmati Hak Lintas ALKI dalam alur laut dan rute penerbangan demikian.

(11)

c. Maritime Safety Committee ke-69 (MSC-69) International Maritim Organization (IMO). Hasil Sidang Pleno MSC-69/IMO tanggal 19 Mei 1998 tentang Penetapan ALKI yang secara resmi telah menerima (adopt) tiga ALKI yang diusulkan oleh Indonesia dan diberlakukan secara internasional.

d. Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 199612. Undang-undang tentang Perairan Indonesia yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 8 Agustus 1996 yang menyatakan bahwa

1) Pasal 18

a) Ayat 1. Lintas alur laut kepulauan dalam alur-alur laut yang khusus ditetapkan adalah pelaksanaan hak pelayaran dan penerbangan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi dengan cara normal hanya untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung, dan secepat mungkin serta tidak terhalang.

b) Ayat 2. Segala jenis kapal dan pesawat udara negara asing, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas alur laut kepulauan melalui perairan kepulauan Indonesia, antara satu bagian dari laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan bagian

/ laut ….

12

Sekretariat Negara, ‘Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996’, [Online], http://www.ri.go.id/produk_uu/isi/pp1996/pp6'96.htm, download tanggal 18 April 2003

(12)

laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya.

2) Pasal 19 Ayat 1. Pemerintah Indonesia menentukan alur laut, termasuk rute pener-bangan di atasnya, yang cocok digunakan untuk pelaksanaan hak lintas alur laut kepulauan oleh kapal dan pesawat udara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan juga dapat menetapkan skema pemisah lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 untuk keperluan lintas kapal yang aman melalui alur laut.

e. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002. Undang-undang tentang Pertahanan Negara yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia tanggal 8 Januari 2002. Hal-hal yang berkaitan dengan Pertahanan Negara dicantumkan pada Bab I tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Hakikat, Dasar, Tujuan dan Fungsi dan Bab III tentang Penyelenggaraan Pertahanan Negara.

f. Peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 200213. Peraturan Pemerintah tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 28 Juni 2002 khususnya Bab II Pasal 2 sampai dengan 10 yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur

/ Laut ...

13

Sekretariat Negara, ‘Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002’, [Online], http://www.ri.go.id/produk_uu/isi/pp2002/pp37'02.htm, download tanggal 18 April 2003.

(13)

Laut Kepulauan diantaranya adalah :

1) Pasal 2. Kapal dan pesawat udara asing dapat melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, untuk pelayaran atau penerbangan dari satu bagian laut bebas atau zona ekonomi eksklusif ke bagian lain laut bebas atau zona ekonomi eksklusif melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia.

2) Pasal 3

a) Ayat 2. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari 10% (sepuluh per seratus) jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut.

b) Ayat 3. Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam

(14)

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

c) Ayat 4. Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan latihan perang-perangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi.

g. Surat Keputusan Panglima TNI Nomor : Skep/645/VII Tahun 1999. Skep yang ditandatangani tanggal 2 Juli 1999 ini berisi 19 Persyaratan Melalui ALKI yang harus dipatuhi oleh kapal dan pesawat udara yang melaksanakan hak lintas ALKI diantaranya adalah.

1) Pasal 1. Kapal-kapal di ALKI tidak akan mengganggu atau mengancam kedaulatan, integritas teritorial atau kemerdekaan dan persatuan nasional Indonesia. Kapal-kapal tersebut tidak akan melaksanakan setiap tindakan yang berlawanan dengan prinsip-prinsip hukum internasional seperti yang ditetapkan dalam piagam PBB.

2) Pasal 2. Pesawat terbang di dalam melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan tidak dibolehkan untuk terbang di luar alur laut (di atas atau dengan pengecualian Regime ICAO) dan pesawat terbang tidak akan terbang terlalu dekat dengan pulau-pulau atau daratan di dalam teritorial Indonesia, termasuk daerah dalam ALKI.

(15)

3) Pasal 4. Kapal perang asing dan pesawat terbang militer asing ketika sedang melewati alur laut, tidak dibolehkan melaksanakan latihan perang-perangan.

4) Pasal 5. Kapal perang asing dan pesawat terbang asing, yang merupakan satuan kesatuan kapal perang asing, di samping kapal-kapal yang menggunakan tenaga nuklir, yang sedang melewati alur laut, diharapkan untuk memberitahukan kepada Pemerintah Indonesia (yaitu Panglima TNI) terlebih dahulu untuk kepentingan keselamatan pelayaran dan untuk mengambil tindakan permulaan yang diperlukan jika terjadi sesuatu yang tidak menguntungkan.

h. Buku Petunjuk Dasar TNI AU. Bujukdas disahkan melalui Surat Keputusan KASAU Nomor : KEP/25/X/2000 tanggal 17 Oktober 2000 untuk menjabarkan Doktrin TNI AU “Swa Bhuwana Paksa” sebagai pedoman pelaksanaan tugas-tugas di lingkungan TNI AU. Di dalam Bujukdas dinyatakan tentang empat tugas-tugas pokok TNI AU yang salah satu diantaranya adalah sebagai penegak kedaulatan dan hukum di wilayah udara nasional, sedangkan komponen kekuatan TNI AU yang terdiri dari Personel, Alutsistaud, Pangkalan udara beserta fasilitasnya dan Sistem/Metode/Piranti Lunak dicantumkan pada hal 17 pasal 24.

(16)

Kondisi Kemampuan Pengamatan dan Pengintaian TNI AU Saat Ini

8. Kondisi kemampuan pengamanan, pengamatan, dan pengintaian jajaran Koopsau II dan Kosekhanudnas II dapat ditinjau dari aspek Personel, Alutsistaud, Fasilitas dan Sistem/Metode/Piranti Lunak14 sebagai berikut :

a. Personel. Aspek Personel dapat ditinjau dari perspektif :

1) Kuantitas. Hingga TA 2003 ini Daftar Susunan Personel (DSP) yang dirancang oleh Mabes TNI AU untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas di Koopsau II dan Kosekhanudnas II baru dapat dipenuhi sekitar 70%15 dari yang diharapkan sehingga terdapat beberapa jabatan yang harus dirangkap oleh satu orang.

2) Kualitas. Untuk memenuhi kebutuhan DSP yang telah dirancang menyebabkan penyediaan sumber daya manusia kadang tidak memperhatikan kualitas secara mendalam. Di samping itu sumber daya manusia yang ada kurang mendapatkan pembinaan dalam bentuk pendidikan dan latihan serta pengetahuan di bidang ALKI.

/ 3) Profesionalisme. ...

14

Mabes TNI AU, op.cit., hlm. 17.

15

Paparan Kasubdis Binprof AdmSus pada mata kuliah Sisbinpersman untuk Pasis SEKKAU LXXIII tanggal 2 Mei 2003, Jakarta.

(17)

3) Profesionalisme. Faktor ini dapat ditinjau dari dua aspek yakni :

a) Sumber Daya Manusia. Perangkapan jabatan menyebabkan personel kurang berkonsentrasi kepada tugas pokoknya sehingga menurunkan kualitas profesi dan produktivitas kerjanya yang berdampak pada produktivitas satuan

b) Fasilitas Latihan. Profisiensi berbanding lurus dengan frekuensi latihan, namun dalam kondisi saat ini menngakibatkan potensi yang ada belum dapat diberdayakan karena keterbatasan kesiapan peralatan untuk mendidik dan melatih para personel pelaksana tugas pengamatan dan pengintaian udara.

b. Alutsistaud. Kondisi alutsistaud yang berperan dalam kegiatan pengamanan, pengamatan dan pengintaian di wilayah ALKI II dan ALKI III saat ini adala` sebagai berikut :

1) Pesawat Terbang

a) Skadron Udara 516. Kekuatan saat ini adalah 3 (tiga) pesawat

/ Boeing ...

16

Paparan Komandan Skadron Udara 5 Wing – 5 Lanud Hasanuddin dalam rangka kunjungan Pasis SEKKAU LXXIII tanggal 25 – 27 Maret 2003, Makassar.

(18)

Boeing 737 dengan kesiapan 2 (dua) pesawat. Permasalahan yang sedang dihadapi adalah :

(1) Kemampuan Infra Red Detection System (IRDS) dan kamera terbatas hanya pada ketinggian rendah (low altitude) sehingga pesawat harus turun ke ketinggian yang dapat membahayakan keselamatan pesawat dan awak pesawatnya.

(2) Kemampuan Identification Friend or Foe (IFF) Interogator menurun sehingga memungkinkan kesalahan dalam melakukan identifikasi suatu sasaran.

(3) Penurunan kemampuan dan kesiapan Mission Console karena tidak ada dukungan suku cadang.

(4) Side Looking Airbone Multi Mission Radar (SLAMMR) hanya mampu menggunakan salah satu fungsi antara Air-to-Ground dan Air-to-Air Radar.

(5) Alokasi jam terbang terbatas, contoh : 1.010 jam pada TA 2003.

(19)

b) Skadron Udara 1117. Melihat kondisi yang ada saat ini, pesawat A-4E Skyhawk sudah tidak memadai lagi untuk melaksanakan tugas pokoknya. Indikatornya adalah dari 17 pesawat A-4E Skyhawk yang ada hanya 3 sampai 5 pesawat yang siap operasi dengan tingkat kerusakan (rate of trouble) yang sangat tinggi. Ketidak optimalan pelaksanaan tugas pokok ini disebabkan oleh :

(1) Usia pesawat yang sudah cukup tua (obsolete).

(2) Suku cadang yang tidak memadai karena suspension dari negara pembuatnya.

(3) Tidak ada dukungan film Minipan/Vicon camera untuk photo recce.

2) Radar. Kesiapan operasional radar-radar pada Satuan Radar dalam jajaran Kosekhanudnas II pada umumnya sudah menurun dan tidak dapat dioperasikan penuh 24 jam sehingga tidak efektif dan efisien dalam mendukung tugas pengamatan udara di wilayah ALKI II dan ALKI III. Ketidak optimalan pelaksanaan tugas ini disebabkan oleh :

/ a) Jumlah ...

17

Paparan Komandan Skadron Udara 11 Wing – 5 Lanud Hasanuddin dalam rangka kunjungan Pasis SEKKAU LXXIII tanggal 25 – 27 Maret 2003, Makassar.

(20)

a) Jumlah personel yang tidak mencukupi untuk rotasi penuh 24 jam operasi.

b) Suku cadang yang tidak tepat waktu.

c) Sistem pelaporan hasil pengamatan yang belum sepenuhnya waktu-nyata (real-time) dan ini sangat rawan pada sasaran-sasaran yang bergerak dengan kecepatan tinggi yang tidak dikenal (unidentified) atau Laporan Sasaran (Lasa) “X”.

d) Belum ada penggelaran Radar di wilayah ALKI III sehingga masih banyak security hole yang tidak terawasi (Gambar 1).

c. Fasilitas. Kondisi dari fasilitas untuk mendukung pengamanan ALKI adalah :

1) Dukungan Operasi. Kegiatan pengamanan, pengamatan dan pengintaian adalah kegiatan yang dilaksanakan secara rutin dan terus menerus sehingga membutuhkan anggaran yang cukup besar. Dalam keterbatasan yang ada saat ini, anggaran operasi juga dibatasi namun kegiatan tersebut harus tetap dilaksanakan sehingga berdampak pada hasil yang belum optimal.

(21)

Gambar 1. Pola gelar Radar di Wilayah ALKI II dan III saat ini18.

2) Dukungan Pemeliharaan

a) Pesawat Terbang. Sebagian besar peralatan pengamatan dan pengintaian di pesawat Boeing 737 dan A-4E Skyhawk adalah buatan luar negeri yang bersifat khusus (customized) sehingga memerlukan penanganan khusus dalam pemeliharaannya. Sampai dengan TA 2003

/ ini ...

18

Kosekhanudnas II, ‘Pengenalan Operasi Pertahanan Udara’, [Slide], Kosekhanudnas II, Makassar, 2003, hal. 11. 090º 100º 110º 120º 130º 140º 010 º 0º 010 º 010º 0º 010º I + 251 II 209 204 210 208 I 253 + + 252 + 255 256 + + 257 I 205 + + 202 201 + +203 215

(22)

ini belum ada satuan pemeliharaan TNI AU baik di pangkalan operasi maupun tingkat depo yang mampu melaksanakan pemeliharaan peralatan-peralatan elektronika tersebut sehingga masih bergantung pada pihak di luar TNI AU.

b) Radar. Pengadaan Radar-radar baru dengan teknologi terkini tidak diikuti dengan pengadaan peralatan pemeliharaan baru yang sesuai dengan teknologi tersebut dan antisipasi kemungkinan suspension suku cadang Radar sehingga dukungan kesiapan operasi rendah.

d. Sistem/Metode/Piranti Lunak

1) Operasi Pengamanan, Pengamatan dan Pengintaian Udara

a) Rute Nusantara (Runus). Runus adalah operasi yang dilaksanakan sepanjang tahun mengitari wilayah kedaulatan NKRI dari udara yang dilakukan oleh pesawat Boeing 737 Skadron Udara 5 Lanud Hasanuddin. Operasi ini dilaksanakan 2 (dua) kali dalam sebulan yakni Runus I pada minggu ke-2 dan Runus II pada minggu ke-4. Frekuensi operasi yang terjadwal dan dengan intensitas yang rendah ini sangat memungkinkan pihak-pihak tertentu memanfaatkan waktu-waktu di luar

(23)

masa operasi untuk melakukan kegiatan illegal.

Gambar 2. Pola Operasi Runus I dan II.

b) Pengamanan ALKI (Pam ALKI). Tidak jauh berbeda dengan Runus, Pam ALKI II dan Pam ALKI III juga dilaksanakan 2 (dua) kali dalam sebulan yakni pada minggu ke-1 dan minggu ke-3 (Gambar 3 dan

/ 4) ... . . . . . . . SRI ELI BIK JAP MKE HLM SPO PDG PBR MDN SIM RNI SBY HND . BPP SAM RAI RUNUS I RUNUS II

(24)

4). Masa operasi yang tetap dapat dengan mudah diprediksi oleh pihak-pihak yang berniat melakukan kegiatan illegal di wilayah ALKI tersebut.

Gambar 3. Pola Operasi Pam ALKI II.

/ Gambar ... 01.00 S 118.30E 07.05 S 116.30 E ALKI II “A” AREA “B” AREA “C” AREA HND

(25)

Gambar 4. Pola Operasi Pam ALKI III.

2) Kerjasama

a) TNI AU – TNI AL. Belum adanya peraturan tingkat nasional atau tingkat Mabes TNI yang digunakan sebagai payung hukum kerjasama

/ secara ... “A” AREA “C” AREA “B” AREA ALKI III 05.35 S 125.20 03.00 S 125.20 E 06.10 S 125.30 E AIRREF

(26)

secara terpadu dalam kegiatan operasi pengamanan, pengamatan dan pengintaian di wilayah ALKI antara TNI AU dan TNI AL sehingga dalam beberapa kasus penanganan pelanggaran di wilayah tersebut tidak optimal.

b) TNI AU – Perguruan Tinggi. Belum optimalnya kerjasama riset antara TNI AU dengan Perguruan Tinggi teknologi seperti dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS), untuk membantu pemeliharaan peralatan elektronika pengamatan dan pengintaian udara serta alutsistaud TNI AU.

c) TNI AU – Industri Teknologi. Belum adanya kerjasama pengembangan dan produksi peralatan elektronika dan suku cadang alutsistaud antara TNI AU dan Industri Teknologi seperti dengan PT. Dirgantara Indonesia (PTDI), PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) dan PT. Lembaga Elektronika Negara (LEN), untuk membantu menyediakan suku cadang yang mengalami suspension atau yang obsolete khususnya peralatan pengamatan dan pengintaian udara serta peralatan pemeliharaannya.

3) Penegakan Hukum. Sejak diberlakukannya ALKI dan menyangkut ruang udara di atasnya, hingga saat ini belum ada payung hukum yang

(27)

memberi wewenang kepada TNI AU untuk melakukan penindakan terhadap setiap pelanggaran di wilayah ALKI baik di laut maupun udara di atasnya.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pengamanan, pengamatan dan pengintaian di wilayah ALKI adalah sebagai berikut :

a. Ideologi. Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang membentang dari Sabang sampai Merauke sehingga sangat rentan sekali terhadap ancaman disintegrasi bangsa apalagi dengan adanya campur tangan negara luar yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Oleh karena itu diperlukan cara pandang bangsa Indonesia yang sama terhadap NKRI berdasarkan Ideologi Pancasila yakni Wawasan Nusantara yang merupakan cikal bakal timbulnya ALKI. Hal ini sangat penting mengingat dengan diberlakukannya ALKI secara internasional, seolah-olah NKRI “dipotong” menjadi 4 (empat) bagian oleh 3 (tiga) garis imajiner ALKI seperti diperlihatkan pada Gambar 5 dan dapat menjadi potensi kerawanan NKRI serta aset-aset nasional yang berada di sepanjang koridor ALKI.

b. Politik. Situasi dan kondisi politik di dalam negeri yang belum stabil karena adanya konflik kepentingan para elit politik sangat mempengaruhi pemerintah

(28)

dalam pengambilan keputusan dan kebijakan nasional khususnya bidang pertahanan. Kondisi ini diperburuk dengan berlanjutnya Suspension peralatan militer oleh Amerika Serikat dan sekutunya sehingga berdampak pada turunnya kemampuan operasi dan latihan TNI AU.

Gambar 5. Garis imajiner dampak pemberlakuan ALKI yang “memotong kedaulatan” NKRI.

(29)

c. Ekonomi. Kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang memprihatinkan berdampak pada kebijakan pemerintah dalam pengalokasian anggaran pertahanan bagi TNI yang berdampak langsung kepada kemampuan dan kekuatan TNI AU. Keterbatasan anggaran ditambah kekuatan alutsista yang tidak sebanding dengan luas wilayah NKRI menyebabkan tugas-tugas yang dilaksanakan kurang optimal khususnya dalam pengamanan wilayah ALKI.

d. Sosial Budaya. Kultur manusia Indonesia yang lambat bekerja, tidak efisien dan memiliki etos kerja rendah serta bukan high-tech worker19 secara langsung dan tidak langsung meresap di lingkungan TNI AU sehingga semangat juang dan motivasi tinggi untuk mencapai atau menyelesaikan tugas pokok rendah. Dengan kultur budaya seperti ini sulit diharapkan tugas-tugas dapat dilaksanakan dengan optimal.

e. Pertahanan. Perkembangan lingkungan strategis yang berlangsung saat ini, baik dalam negeri maupun luar negeri berakibat pada melemahnya legitimasi pemerintah dalam memperoleh dukungan dan pengakuan dunia terhadap kedaulatan NKRI. Tuntutan dan rongrongan negara luar terhadap berbagai kepentingan pada lingkungan strategis dalam negeri merupakan sumber melemahnya sistem pertahanan negara ditambah dengan dihembuskannya isu HAM dan terorisme di Indonesia berakibat pada embargo yang berkelanjutan

/ terhadap ...

19

Ir. Budi Rahardjo, M.Sc, Ph.D., ‘Memahami Teknologi Informasi’, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002, hlm. 17.

(30)

terhadap peralatan militer TNI khususnya TNI AU. Pemberlakuan ALKI yang tidak dibarengi dengan pemikiran jangka panjang menjadi bumerang bagi sistem pertahanan negara. Kondisi peralatan militer yang sangat terbatas belum mampu untuk menutup titik-titik rawan di wilayah ALKI sehingga menjadikannya sebagai kelemahan yang dapat dimanfaatkan negara luar untuk mengancam dan mengganggu stabilitas NKRI.

f. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan tidak diimbangi oleh kemampuan personel serta fasilitas pendukungnya ditambah lambatnya antisipasi TNI AU mengakibatkan pelaksanaan tugas pokok kurang optimal.

Kondisi Kemampuan Pengamanan, Pengamatan dan Pengintaian TNI AU Yang Diharapkan

10. Kondisi kemampuan pengamanan, pengamatan dan pengintaian TNI AU yang diharapkan khususnya di Koopsau II dan Kosekhanudnas II beserta jajarannya di wilayah ALKI adalah sebagai berikut :

a. Personel. Aspek Personel dapat ditinjau dari perspektif :

(31)

1) Kuantitas. Diharapkan ada pengkajian ulang terhadap sistem pembinaan personel dan tenaga manusia TNI AU sehingga DSP yang dirancang dapat dipenuhi minimal 90%.

2) Kualitas. Dengan dipenuhinya DSP diharapkan tidak ada perangkapan jabatan sehingga setiap personel dapat berkonsentrasi pada tugas pokoknya masing-masing dan dengan demikian produktivitas kerja personel dan satuan meningkat.

3) Profesionalisme. Pemenuhan kuantitas harus paralel dengan kualitas agar taraf profesionalisme dapat dicapai dan adanya kesiapan peralatan latihan akan dapat meningkatkan profisiensi kerja. Dengan profesionalisme yang memadai akan ada jaminan tugas-tugas pokok dilaksanakan dengan optimal.

b. Alutsistaud. Kondisi alutsistaud yang berperan dalam kegiatan pengamanan, pengamatan dan pengintaian di wilayah ALKI II dan ALKI III yang diharapkan di masa depan adalah sebagai berikut :

1) Pesawat Terbang

a) Skadron Udara 5. Diharapkan Kekuatan 3 (tiga) pesawat Boeing

(32)

737 mampu operasional semuanya sehingga kegiatan operasi Runus dan Pam ALKI dapat ditingkatkan frekuensinya. Kondisi lainnya yang diharapkan adalah :

(1) IRDS mampu melakukan pengamatan obyek di udara (airborne) maupun di laut (on the sea) serta identifikasi obyek tersebut dengan akurat.

(2) Kamera mampu digunakan untuk memotret obyek di udara (airborne) maupun di laut (on the sea) dengan akurat.

(3) Peningkatan kemampuan IFF Interogator.

(4) Dukungan suku cadang yang tepat waktu dan tepat guna sehingga Mission Console selalu dalam kondisi serviceable.

(5) Air-to-Ground dan Air-to-Air Radar Side Looking Airbone Multi Mission Radar (SLAMMR) serviceable sehingga dapat digunakan secara bersamaan.

(6) Penambahan alokasi jam terbang pada tahun-tahun berikutnya sehingga dapat menambah frekuensi operasi penerbangan Runus I dan II.

(33)

b) Skadron Udara 11. Ditinjau dari aspek usia, pesawat A-4E Skyhawk sudah mulai memasuki masa purna pakai. Oleh karena itu diharapkan adanya modernisasi kekuatan tempur Skadron Udara 11 dengan pesawat-pesawat tempur yang lebih canggih dan berkemampuan strategis untuk menghadapi dan menghancurkan musuh di darat, udara maupun laut. Namun bila pesawat tersebut tetap dipertahankan maka kondisi yang diharapkan adalah :

(1) Modernisasi instrumen pesawat mengikuti perkembangan teknologi saat ini.

(2) Dukungan suku cadang yang tepat waktu.

(3) Modernisasi peralatan pengintaian (photo recce) yang ada disesuaikan dengan tantangan yang dihadapi saat ini dan mendatang.

(4) Dukungan film photo recce yang tepat waktu dan tepat guna serta multi fungsi.

2) Radar. Kondisi yang diharapkan di masa mendatang adalah :

a) Radar-radar jajaran Kosekhanudnas II dapat dioperasikan selama

(34)

24 jam penuh.

b) Dukungan suku cadang yang tepat waktu dan tepat guna.

c) Sistem pelaporan yang full real-time.

d) Adanya penggelaran Radar-radar baru untuk mengawal wilayah ALKI III dan menutup security holes yang ada.

c. Fasilitas. Kondisi dari fasilitas untuk mendukung pengamanan ALKI yang diharapkan di masa depan adalah :

1) Dukungan Operasi. Pemberian dukungan penuh terhadap semua yang terlibat dalam kegiatan operasi baik personel maupun fasilitas penerbangan di Lanud-lanud yang tersebar di seluruh Indonesia.

2) Dukungan Pemeliharaan. Diharapkan di masa depan TNI AU melalui Depo-depo Pemeliharaannya mampu melaksanakan pemeliharaan peralatan elektronika yang digunakan dalam kegiatan pengamanan, pengamatan dan pengintaian udara milik Skadron Udara 5 dan 11 serta Radar-radar dalam jajaran Kosekhanudnas II.

(35)

d. Sistem/Metode/Piranti Lunak

1) Operasi Pengamanan, Pengamatan dan Pengintaian Udara

a) Rute Nusantara (Runus). Dengan peningkatan kesiapan pesawat Boeing 737 Skadron Udara 5 Lanud Hasanuddin, diharapkan frekuensi operasi Runus dapat ditingkatkan intensitasnya menjadi lebih dari 2 (dua) kali dalam sebulan dan tidak terjadwal (random) untuk mengantisipasi pihak-pihak tertentu yang berniat untuk melakukan kegiatan illegal.

b) Pengamanan ALKI (Pam ALKI). Tidak jauh berbeda dengan Runus, dengan modernisasi Skadron Udara 11 dengan pesawat-pesawat tempur baru, operasi Pam ALKI II dan Pam ALKI III dapat ditingkatkan frekuensinya lebih dari 2 (dua) kali dalam sebulan serta bersifat acak (random).

2) Kerjasama

a) TNI AU – TNI AL. Dengan adanya peraturan tingkat nasional atau tingkat Mabes TNI sebagai payung hukum kerjasama secara terpadu dalam kegiatan operasi pengamanan, pengamatan dan pengintaian di wilayah ALKI antara TNI AU dan TNI AL, maka penanganan

(36)

pelanggaran di wilayah tersebut akan lebih optimal.

b) TNI AU – Perguruan Tinggi. Adanya peningkatan kerjasama di bidang riset peralatan elektronika pengamatan dan pengintaian udara yang dimiliki oleh TNI AU.

c) TNI AU – Industri Teknologi. Adanya kerjasama di bidang pengembangan dan produksi peralatan elektronika khususnya peralatan pengamatan dan pengintaian udara sehingga tidak tergantung dari pihak di luar TNI AU.

3) Penegakan Hukum. Dengan adanya payung hukum yang memberi wewenang kepada TNI AU untuk melakukan penindakan terhadap setiap pelanggaran di wilayah ALKI baik di laut maupun udara di atasnya, para pelaksana di lapangan selaku penegak hukum tidak akan ragu dalam melaksanakan tugasnya.

Optimalisasi Kemampuan Pengamanan, Pengamatan dan Pengintaian TNI AU

11. Political Will. Upaya-upaya yang disampaikan berikut ini tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya political will dari pimpinan TNI dan TNI AU karena kunci

(37)

utama terlaksananya suatu kegiatan sangat bergantung kepada kebijakan yang diputuskan.

12. Anggaran. Adalah suatu hal yang kurang bijaksana mempermasalahkan anggaran yang dalam “tradisi” TNI AU tidak pernah diterima 100% dengan berbagai alasan (excuse) baik resmi maupun tidak resmi. Namun, mempertahankan alutsistaud dan peralatannya tetap serviceable dan mengembalikannya dari kondisi unserviceable ke serviceable memerlukan pengorbanan besar baik moril maupun materiil yang juga harus disikapi dengan jiwa besar. Semestinya untuk kepentingan nasional, anggaran seharusnya tidak terbatas (unlimited) apalagi dihadapkan pada era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan ancaman dari dalam maupun luar negeri yang sewaktu-waktu dapat mengoyak kesatuan dan persatuan NKRI.

13. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuan pengamanan, pengamatan dan pengintaian TNI AU di wilayah ALKI adalah :

a. Personel. Untuk mengoptimalisasikan kemampuan personel yang terlibat dalam pelaksanaan pengamanan, pengamatan dan pengintaian di wilayah ALKI dengan cara sebagai berikut :

1) Pendidikan dan Latihan. Kegiatan pendidikan dan latihan ditujukan untuk meningkatkan profesionalisme dan memberikan pembekalan yang memadai di dalam pelaksanaan tugas personel-personel TNI AU di lapangan.

(38)

Pembekalan yang diberikan harus terpadu yang meliputi bidang :

a) Ilmu dan teknologi khususnya peralatan elektronika pengamatan dan pengintaian udara yang mencakup cara pengoperasian dan pemeliharaannya.

b) Hukum terutama yang berkaitan dengan aturan-aturan mengenai ALKI baik yang bersifat nasional dan internasional.

2) Media Informasi. Untuk mengantisipasi perkembangan lingkungan khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas pengamanan, pengamatan dan pengintaian udara di wilayah ALKI, ketepatan informasi sangat diperlukan agar tidak terjadi mispersepsi, dispersi dan distorsi informasi. Oleh karena itu perlu diintensifkan penyebaran informasi ke personel TNI AU dengan upaya :

a) Mensosialisasikan ALKI dan hal-hal yang berkaitan dengannya melalui edaran, majalah-majalah terbitan TNI AU, pamflet dan brosur.

b) Mencantumkan ALKI beserta hal-hal yang berkaitan dengannya di dalam web site TNI AU di Internet, http://www.tni.mil.id/tniau.

3) Seminar. Seminar ditujukan untuk menyamakan persepsi semua

(39)

komponen bangsa mengenai ALKI dan hal-hal yang berkaitan dengannya sehingga tidak akan ada lagi mispersepsi.

4) Ceramah. Ceramah diberikan oleh pejabat instansi yang mempunyai keterkaitan dengan ALKI kepada personel-personel TNI AU terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pengamanan, pengamatan dan pengintaian udara di wilayah ALKI yang diberikan secara berkala di setiap satuan kerja untuk menyegarkan kembali tugas-tugas mereka.

b. Alutsistaud. Hal-hal yang dapat diupayakan adalah sebagai berikut :

1) Pesawat Terbang

a) Modernisasi. Modernisasi peralatan pengamatan dan pengintaian udara sesuai dengan teknologi terkini dan tantangan yang dihadapi dengan cara :

(1) Pengadaan baru.

(2) Swadaya dengan memanfaatkan metode reverse engineering (lihat Gambar 6 – Konsep Reverse Engineering). Sebagai contoh adalah TNI AU membeli Automatic Fly-by-wire

(40)

Flight Control System (AFFCS)20 dari suatu pabrik di Inggris dan karena alasan HAM, Inggris tidak bersedia mendukung suku cadang alat tersebut. Agar pesawat terbang tetap dapat beroperasi maka salah satu cara mengatasi embargo adalah melakukan reverse engineering dengan cara membongkar AFFCS tersebut hingga ke level paling dasar (scratch) dan dianalisa fungsinya dengan bekerja sama dengan Perguruan Tinggi. Dari analisa fungsi, dibuat rancangan software maupun hardware-nya yang kemudian diproduksi dengan bantuan Industri Teknologi hingga diperoleh AFFCS duplikat dengan karakteristik yang sama dengan aslinya. Kegiatan reverse engineering ini dipermudah dengan adanya software Very High Speed Integrated Circuit Hardware Description Language (VHDL)21 yang digunakan untuk merancang hardware khususnya level Integrated Circuit (IC). Teknologi ini telah dikuasai oleh Pusat Antar Universitas Mikroelektronika Institut Teknologi Bandung.

/ Gambar ...

20

BAE Systems, Standard Automatic Flight Control System (SAFCS), [online], http://www.na.baesystems.com/controls, download tanggal 5 Januari 2003.

21

Kapten Lek Ir. Arwin D.W. Sumari, FSI, FSME, VDBM, SA, ‘Teknologi Integrated Circuit (IC) : Menuju Airforce Industry’, [In Press], 2003, hal. 8.

(41)

Gambar 6. Konsep Reverse Engineering (RE)22.

/ b) Pemeliharaan. ...

22

Sindikat “H”, ‘Upaya Meningkatkan Kemampuan Depo Pemeliharaan Elektronika Dalam Rangka Mendukung Tugas Pokok TNI AU Pada Masa Lima Tahun Mendatang’, Tugas Mata Kuliah Sisprosbinkomlek, SEKKAU, 2003, hal. 24.

(42)

b) Pemeliharaan. Pelaksanaan pemeliharaan secara berlanjut dan berkesinambungan dengan mengutamakan skala prioritas dan tetap memegang teguh sistem dan prosedur pembinaan pemeliharaan yang telah ditetapkan. Agar pemeliharaan dapat optimal, TNI AU dapat bekerja sama dengan instansi luar untuk pelaksanaannya seperti :

(1) Garuda Maintenance Fasility (GMF) untuk pesawat-pesawat Boeing 737.

(2) PT. Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk pesawat A-4E Skyhawk.

2) Radar

a) Swadaya suku cadang sistem Radar dengan memanfaatkan metode reverse engineering.

b) Menambah jumlah personel Satuan Radar sehingga standar operasi terus menerus selama 24 jam dapat dilaksanakan.

c) Implementasi teknologi real-time pada setiap Satuan Radar untuk meningkatkan kemampuan pelaporan sasaran khususnya Laporan Sasaran (Lasa) “X” atau unidentified. Salah satunya adalah

(43)

menggunakan metode real-time database23.

d) Implementasi rencana penggelaran beberapa Satuan Radar di wilayah Timur Indonesia dalam jajaran Kosekhanudnas IV (Gambar 7)24.

Gambar 7. Rencana gelar Radar dalam jajaran Kosekhanudnas IV.

/ c. Fasilitas. ...

23

Kapten Lek Habib Rahman, S.T., ‘Upaya Meningkatkan Kemampuan Identifikasi Lasa “X” Kosekhanudnas I Dalam Rangka Mendukung Tugas Pokok TNI AU Pada Masa Lima Tahun Mendatang’, Karmil, SEKKAU, Jakarta, 2003. hal. 30.

24

Kosekhanudnas II, op.cit., hal . 17.

M MRREE E ELLII S SRRGG M MRRTT J JAAPP S SLLKK T TMMKK P PTTMM B BIIKK

(44)

c. Fasilitas. Hal-hal yang dapat diupayakan adalah :

1) Dukungan Operasi. Memenuhi semua dukungan yang bersifat moril maupun materiil terhadap semua pihak yang terlibat dalam kegiatan operasi untuk menambah motivasi dan kinerja personel dan satuan yang melaksanakannya.

2) Dukungan Pemeliharaan. Untuk pemeliharaan alutsistaud yang mengawal wilayah ALKI II dan ALKI III dapat diupayakan dengan :

a) Mereorganisasi Skadron Teknik 044 hingga mampu melaksanakan pemeliharaan tingkat berat terbatas untuk pesawat terbang Boeing 737 dan A-4E Skyhawk sehingga pelaksanaan pemeliharaan tingkat berat tertentu alutsistaud ini tidak perlu dilaksanakan di Lanud Husein Sastranegara atau Lanud Abd. Saleh. Hal ini dapat mempersingkat waktu dan anggaran pemeliharaan terutama bila diperlukan kesiapan operasi yang tinggi.

b) Mengembalikan fungsi Satuan Pemeliharaan Simulator dan Elektronika Khusus (Simleksus) yang dulu pernah ada di Depo Pemeliharaan 40 seperti semula sehingga TNI AU akan mempunyai satuan yang melaksanakan pemeliharaan tingkat berat peralatan elektronika untuk pengamatan dan pengintaian udara seperti SLAMMR

(45)

dan IRDS. Konsep reorganisasi Depohar 40 seperti diperlihatkan pada Gambar 8) adalah sebagai berikut :

(1) Sathar 43 untuk peralatan Elektronika Khusus (Leksus).

(2) Sathar 44 untuk Perangkat Keras (hardware) Simulator.

(3) Sathar 45 untuk Pemeliharaan dan Pembuatan Perangkat Lunak Simulator (Simulator Software Maintenance and Development).

c) Memperbaharui peralatan pemeliharaan tingkat berat Depo Pemeliharaan 50 (Radar) agar mampu melaksanakan pemeliharaan peralatan modern Radar baru TNI AU yang banyak digelar di wilayah Timur Indonesia untuk mengawal wilayah ALKI II dan ALKI III.

(46)

Gambar 8. Saran reorganisasi Depo Pemeliharaan 4025.

d. Sistem/Metode/Piranti Lunak. Hal-hal yang dapat diupayakan adalah :

1) Kaji Ulang dan Revisi. Pelaksanaan operasi pengamanan, pengamatan dan pengintaian udara selama ini masih dilaksanakan secara rutin dan dalam

/ jangka ...

25

Kapten Lek Ir. Arwin D.W. Sumari, FSI, FSME, VDBM, SA, ‘Memikirkan Masa Depan Flight Simulator TNI AU 2nd ed’, [In Press], 2003, hal. 16.

(47)

jangka waktu yang sudah dibakukan perlu diadakan kaji ulang dan revisi dengan tujuan untuk mengoptimalkan dan meningkatkan kerahasiaan dalam pelaksanaan operasi misalnya dengan mengubah metode operasi dari terjadwal menjadi random atau acak sehingga tidak mudah diprediksi.

2) Kerjasama

a) TNI AU – TNI AL

(1) Payung Hukum. Perlu dirancang konsep yang mengakomodir aspek hukum sehingga dapat digunakan sebagai payung hukum dalam pelaksanaan kerjasama operasi pengamanan, pengamatan dan pengintaian udara di wilayah ALKI yang pada intinya memuat pemberian wewenang penuh kepada unsur TNI sebagai penegak hukum untuk melakukan penyidikan dan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan di wilayah ALKI. Payung hukum tersebut akan mendasari pelaksanaan kerjasama yang dapat diwujudkan dalam bentuk patroli bersama oleh pesawat-pesawat TNI AU dan TNI AL beserta kapal-kapal tempur TNI AL.

(2) Liasion Officer (LO). Untuk mempercepat dan memudahkan koordinasi dalam pelaksanaan kerjasama tersebut, dapat

(48)

ditugaskan beberapa LO atau Perwira Pengubung (Pabung) disesuaikan dengan beban penugasan yang diberikan atau berdasarkan luas area yang dicakup oleh suatu ALKI.

b) TNI AU – Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi teknologi adalah potensi nasional yang luar biasa untuk riset-riset bidang pertahanan khususnya yang bersifat khusus sehingga kerjasama yang ada saat ini harus diintensifkan kembali. Untuk meningkatkan kerjasama yang telah ada dapat disiasati sebagai berikut :

(1) Technology Liaison Officer (TLO). Memberdayakan para Perwira yang pernah mengenyam pendidikan di Perguruan-perguruan Tinggi tersebut dan menugaskan sebagai Technology Liaison Officer (TLO) atau Perwira Penghubung Teknologi (Pabungtekno).

(2) Anggota Non Organik TNI AU. Bahwa ada beberapa dosen dan peneliti di beberapa Perguruan Tinggi yang pernah dan masih menjadi anggota non organik TNI AU yang dapat diberdayakan untuk membantu riset-riset bidang pertahanan.

c) TNI AU – Industri Teknologi. Banyak sekali potensi-potensi

(49)

Industri Teknologi yang dapat diberdayakan untuk mendukung pemeliharaan alutsistaud TNI AU dalam bentuk pengembangan dan produksi peralatan dan suku cadangnya. Upaya yang dapat dilaksanakan adalah :

(1) Memorandum of Undertanding (MOU). Perlu dirancang MOU antara TNI AU dan Industri Teknologi yang berkaitan dengan TNI AU sebagai dasar pelaksanaan kerjasama.

(2) Liaison Officer (LO). Diperlukan LO yang berkualifikasi yang menjembatani kerjasama antara TNI AU dan Industri-industri Teknologi tersebut.

3) Penegakan Hukum. Penegakan hukum dilaksanakan berdasarkan dasar hukum dan ketentuan yang telah disahkan oleh Presiden RI atas usulan dari Panglima TNI.

Kesimpulan dan Saran

14. Kesimpulan. Dari uraian yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

(50)

a. Pemberlakuan 3 (tiga) jalur ALKI di lautan teritorial NKRI untuk mematuhi UNCLOS 1982 sebagai konsekuensi diterimanya konsep Wawasan Nusantara (archipelagic state) oleh dunia, menyebabkan wilayah NKRI “dipotong” menjadi 4 (empat) bagian oleh 3 (tiga) garis imajiner ALKI yang dapat menjadi potensi kerawanan dan ancaman kepada kedaulatan NKRI.

b. Dalam rangka mengantisipasi kerawanan dan ancaman yang mungkin timbul dari wilayah ALKI, dilaksanakan operasi pengamanan, pengamatan dan pengintaian udara secara berkala baik melalui Runus maupun Pam ALKI. Namun, dicermati operasi yang dilaksanakan masih belum optimal dikarenakan kendala di bidang personel yang kurang profesional, alutsistaud yang kurang memadai, fasilitas yang kurang mendukung dan sistem/metode/piranti lunak yang kurang dinamis.

c. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan kemampuan pengamanan, pengamatan dan pengintaian yang ada, dilaksanakan upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalisme personel, memodernisasi alutsistaud, mengoptimalkan sistem dan prosedur pembinaan dan pemeliharaan dengan melibatkan potensi di luar TNI AU serta melakukan pengkajian dan revisi sistem/metode/piranti lunak mengikuti perkembangan lingkungan saat ini dan mendatang.

(51)

15. Saran. Dari beberapa kesimpulan di atas, disampaikan saran-saran sebagai berikut :

a. Dalam pelaksanaan pengamanan, pengamatan dan pengintaian di wilayah ALKI perlu adanya peraturan hukum yang mendukung TNI AU dalam melaksanakan tugasnya dalam menjaga pertahanan nasional, khususnya dalam bentuk penindakan terhadap pelanggaran di wilayah ALKI maupun perairan Indonesia dari udara.

b. Dalam rangka pelaksanaan operasi Pam ALKI yang terpadu, perlu dibentuk Komando Gabungan (Kogab) yang terdiri dari TNI AU dan TNI AL yang melaksanakan operasi sepanjang tahun seperti Kohanudnas. Pembentukan Kogab ini sangat tergantung kepada Panglima TNI.

c. Adanya penerapan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta yang dapat melibatkan unsur pendukung di luar TNI sebagai kepanjangan tangan (upper hand) dari unsur TNI sebagai inti pertahanan. Sebagai contoh adalah partisipasi penerbangan sipil dan para nelayan yang beroperasi di sekitar perairan ALKI untuk memberikan informasi melalui Pos-pos TNI AL yang tersebar di sepanjang koridor ALKI apabila ditemukan adanya pelanggaran yang kemudian akan dikoordinasikan dengan TNI AU.

(52)

d. Optimalisasi kemampuan pengamatan dan pengintaian udara TNI AU di wilayah ALKI ini akan dapat dilaksanakan bila ada political will dari pimpinan TNI dan TNI AU.

e. Anggaran untuk mendukung optimalisasi kemampuan pengamatan dan pengintaian udara TNI AU di wilayah ALKI seyogyanya tidak akan menjadi kendala terlebih lagi ini menyangkut kedaulatan NKRI saat ini dan mendatang.

Penutup

16. Demikian naskah “OPTIMALISASI KEMAMPUAN PENGAMATAN DAN PENGINTAIAN TNI AU DI WILAYAH ALKI DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERTAHANAN NASIONAL PADA MASA LIMA TAHUN MENDATANG” hasil Karya Wisata ini disampaikan sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan kepada pimpinan untuk menentukan kebijakan lebih lanjut.

Jakarta, Juni 2003

TIM PERUMUS NASKAH KARYA WISATA PERWIRA SISWA SEKKAU LXIII

KETUA

Ir. ARWIN D.W. S., FSI, FSME, VDBM, SA KAPTEN LEK NRP 515561

(53)

Daftar Pustaka

BAE Systems, Standard Automatic Flight Control System (SAFCS), [online] pada

http://www.na.baesystems.com/controls, download tanggal 5 Januari 2003.

Blanchard, Benjamin S. and Fabricky, Wolter J., Systems Engineering and Analysis, 1981, Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, N.J., USA.

Blanchard, Benjamin S., Logistics Engineering and Management, 1981, Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, N.J., USA.

Departemen Luar Negeri RI, Penetapan 3 (Tiga) Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), [Online] pada http://www.dfa-deplu.go.id tanggal 18 April 2003.

Departemen Luar Negeri RI, Keterangan Tentang Beberapa Pulau Terluar di Indonesia, [Online] pada http://www.dfa-deplu.go.id tanggal 18 April 2003.

Disminpersau, Sisbinpersman, [Disk], 2003, Disminpersau, Jakarta.

Elo, Laksamana Pertama TNI Nicholas P., Hasil Sidang IMO dan Konsultasi IHO tentang ALKI dalam rangka Implementasi UNCLOS 82, 1997, Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, September, Jakarta.

(54)

Koopsau II, Paparan Panglima Komando Operasi TNI AU II, [Slide], 2003, Koopsau II, Makassar.

Kosekhanudnas II, Pengenalan Operasi Pertahanan Udara, [Slide], 2003, Kosekhanudnas II, Makassar.

Lantamal IV, Paparan Komandan Lantaman IV Makassar, [Slide], 2003, Lantamal IV, Makassar.

Mabes TNI AL, Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia dan Konsep Pengendaliannya Ditinjau dari Aspek Pertahanan Keamanan Negara, 1995, Januari, Mabes TNI AL, Jakarta.

Mabes TNI AU, Doktrin TNI Angkatan Udara “Swa Bhuwana Paksa”, 2000, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/24/X/2000, 17 Oktober, Mabes TNI AU, Jakarta.

Mabes TNI AU, Buku Petunjuk Dasar TNI Angkatan Udara, 2000, Surat Keputusan KASAU No. : KEP/25/X/2000, 17 Oktober, Mabes TNI AU, Jakarta.

Mapquest, World Atlas, Indonesia, [Online], http://www.mapquest.com/atlas/?region: indonesia, download tanggal 17 April 2003

(55)

Oxford University Press, The Pocket Oxford Dictionary [CD], 1994, Oxford University Press, UK.

Rahardjo, Ir. Budi, M.Sc, Ph.D., Memahami Teknologi Informasi, 2002, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Rahman, Kapten Lek Habib, S.T., Upaya Meningkatkan Kemampuan Identifikasi Lasa “X” Kosekhanudnas I Dalam Rangka Mendukung Tugas Pokok TNI AU Pada Masa Lima Tahun Mendatang, 2003, Karmil, SEKKAU, Jakarta.

Rugaber, Spencer, Shikano, Therry and Stirewalt, R.E. Kurt, Adequate Reverse Engineering, [Online] pada http://www.cc.gatech.edu/are.pdf, download 13 April 2003.

Rusyadi, Aspek Yuridis Pengamatan Selat Di Perairan Indonesia (Implementasi Wawasan Nusantara dari Aspek Hukum Laut), 2001, Makalah Falsafah Sains, Institut Pertanian Bogor, 22 Nopember, Bogor.

Sindikat “H”, Upaya Meningkatkan Kemampuan Depo Pemeliharaan Elektronika Dalam Rangka Mendukung Tugas Pokok TNI AU Pada Masa Lima Tahun Mendatang, 2003, Tugas Mata Kuliah Sisprosbinkomlek, SEKKAU, Jakarta.

Skadron Udara 5, Paparan Komandan Skadron Udara 5, [Slide], 2003, Skadron Udara 5 Wing – 5 Lanud Hasanuddin, Makassar.

(56)

Skadron Udara 11, Peran Skadron Udara 11 Dalam Pam ALKI, [Slide], 2003, Skadron Udara 11 Wing – 5 Lanud Hasanuddin, Makassar.

Sumari, Kapten Lek Ir. Arwin D.W., FSI, FSME, VDBM, SA, Memikirkan Masa Depan Flight Simulator TNI AU 2nd ed, [In Press], 2003, Jakarta.

Sumari, Kapten Lek Ir. Arwin D.W., FSI, FSME, VDBM, SA, Teknologi Real-Time : Konsep dan Aplikasi, 2002, Suara Angkasa, Edisi 10 September, Dispen TNI AU, Jakarta.

Sumari, Kapten Lek Ir. Arwin D.W., FSI, FSME, VDBM, SA, Teknologi Integrated Circuit (IC) : Menuju Airforce Industry, [In Press], 2003, Jakarta

Wing – 5, Paparan Komandan Wing – 5 Lanud Hasanuddin, [Slide], 2003, Wing – 5 Lanud Hasanuddin, Makassar.

(57)

DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERTAHANAN NASIONAL PADA MASA LIMA TAHUN MENDATANG

KEMAMPUAN PENGAMANAN, PENGAMATAN DAN PENGINTAIAN TNI AU BELUM OPTIMAL KEMAMPUAN PENGAMANAN, PENGAMATAN DAN PENGINTAIAN TNI AU OPTIMAL - MABES TNI - MABES TNI AU - MABES TNI AL - PERSONEL - ALUTSISTA - FASILITAS - SISTEM/METODE/ PIRANTI LUNAK - MASYARAKAT - DIKLAT - PEMELIHARAAN - MODERNISASI - REVISI/KAJI ULANG - SOSIALISASI - PERSUASI - PENEGAKAN HUKUM - KERJASAMA CHICAGO CONVENTION 1944 UNCLOS 1982 UU NO. 3/2002 UU NO. 6/1996 PP NO.37/2002 SKEP/ 645/VII tahun 1999

BUJUKDAS TNI AU

IPOLEKSOSBUDHAN IPTEK LINGKUNGAN

(58)

1. Ketua Tim Perumus : Kapten Lek Ir. Arwin D.W. Sumari, FSI, FSME, VDBM, SA

2. Wakil Ketua Tim Perumus : Kapten Pnb Azhar Aditama

3. Sekretaris I : Kapten Sus Evi Zuraida, SH

4. Sekretaris II : Kapten Adm Hendi Widiyanto, SE

5. Anggota : Kapten Pnb Rahmatsyah Lubis

6. Anggota : Kapten Tek Heri Hermawan

7. Anggota : Kapten Tek Videon Nugroho

8. Anggota : Kapten Sus Asep Rahmat K.

9. Anggota : Kapten Pnb Nana Resmana

10. Anggota : Kapten Pnb Iwan Tahandi

11. Anggota : Kapten Pnb Meka Yudanto

12. Anggota : Mayor Lek Yuli Santoso, SE

13. Anggota : Kapten Psk Anis Nur Wahyudi

14. Anggota : Kapten Kal Budi Werdoyo

15. Anggota : Kapten Laut (P) Nofi Hendri

16. Anggota : Kapten Laut (P) Iwan Primadi

17. Anggota : Kapten Art Suhartono Trisantoso

18. Anggota : Kapten Cpl Hari Apriyono

Jakarta, Juni 2003

SENAT PERWIRA SISWA SEKKAU LXIII KETUA

Gambar

Gambar 1.   Pola gelar Radar di Wilayah ALKI II dan III saat ini 18 .
Gambar 2.   Pola Operasi Runus I dan II.
Gambar 3.   Pola Operasi Pam ALKI II.
Gambar 4.  Pola Operasi Pam ALKI III.
+5

Referensi

Dokumen terkait