• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN ZAT PEWARNA EKSTRAK DAUN DAN SERASAH TENGKAWANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN ZAT PEWARNA EKSTRAK DAUN DAN SERASAH TENGKAWANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ZAT PEWARNA EKSTRAK DAUN DAN SERASAH TENGKAWANG (Shorea macrophylla Ashton) YANG TERFIKSASI TERHADAP KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Comparation of Dye Extract Color of Leaves and Herbs of Tengkawang (Shorea macrophylla

Ashton) with Fixation Process to Sengon Wood (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Utin Icha Wahyuni¹, Farah Diba¹, Ari Widiyantoro²

¹Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak 78124 Kalimantan Barat ²Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Pontianak 78124 Kalimantan Barat

E-mail : utinichawahyuni@gmail.com

ABSTRACT

Wood was used as main component of raw material for sculpture and souvenir in West Kalimantan. High demand of this product made the artisan used wood with low quality, such as Sengon wood which has low densities and unsuitable color. Therefore to overcome the problem they used natural dye from leave of several woods. But the color still not performs well and easy to leach when the wood has expose to the light. This research aimed to made a natural dye from leaves and herbs of Tengkawang wood (Shorea macrophylla Ashton) with fixation materials were CaCO3; FeSO4 an (Kal(SO4)2.12H2O). Evaluation the durability of color was conducted according ASTM D 870-02-2002 and ASTM D 1308-02-2013 standard. The result showed that fixation material increased the color and durability of natural dye from leaves and herbs. Their values were fulfilling the standard. Extract from leaves was good from leaching in hot water process but not so good in cold water and detergen process. Vice versa with the result from extract of herbs, the value was good on durability from leaching in cold water and detergen process and not good on hot water process. The natural extract from leaves and herbs of Tengkawang with fixation process can be used for natural dye to product of sculpture and souvenir from wood in West Kalimantan.

Keywords: fixation, natural dye, Paraserianthes falcataria, sculpture, Shorea macrophylla.

PENDAHULUAN

Kayu merupakan satu dari beberapa material yang sangat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuat kerajinan, souvenir, ukir-ukiran dan lain-lain. Oleh karena itu mutu atau kualitas produk tersebut mutlak untuk dipertahankan. Pengrajin kayu umumnnya menggunakan pewarna untuk memperindah kerajinannya yang berbahan baku dari kayu, terutama kayu yang berkualitas rendah (warna kayu kusam, corak seratnya kurang menarik dan lain-lain). Salah satu contoh kayu yang tidak

memiliki warna dan corak yang kurang menarik yaitu kayu Sengon. Meskipun demikian, kayu Sengon sangat banyak dipilih sebagai salah satu jenis tumbuhan yang banyak ditanam di hutan tanaman industri, karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah, karakteristik silvikulturnya yang bagus dan kualitas kayunya dapat diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan (Krisnawati, 2011).

(2)

Zat pewarna sintetis adalah zat pewarna yang umum digunakan, penggunaan zat pewarna sintetis lebih baik dibandingkan zat pewarna alam karena penggunaannya jauh lebih mudah, hasil pewarnaannya lebih cerah dan mempunyai ketahanan luntur yang baik, tetapi pewarna sintetis memiliki kekurangan seperti harganya yang mahal, mengandung logam-logam berat dan dapat menyebabkan dampak pencemaran lingkungan (Kristijanto, 2013). Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara kembali menggunakan pewarna alami. Pewarna alami sudah dikenal dan digunakan secara turun temurun oleh masyarakat sebagai pewarna makanan, pewarna tekstil, kosmetik, pewarna kerajinan dan sebagainya. Pewarna alami digunakan sebagai pewarna karena ramah lingkungan dan baik untuk kesehatan, zat pewarna alami pencemarannya relatif rendah, mudah terdegradasi secara biologis, dan tidak beracun karena berasal dari pigmen yang ada pada bagian tumbuhan (Kumalasari, 2016). Salah satu zat pewarna alami yang dapat digunakan untuk pewarnaan kayu Sengon yaitu daun dan serasah Tengkawang. Berdasarkan penggunaan oleh masyarakat Dayak Iban Kapuas Hulu daun Tengkawang telah digunakan secara tradisional untuk mewarnai kain tenun, hasil warna yang diperoleh dari daun Tengkawang yaitu warna kuning. Selain memiliki kelebihan zat pewarna alami juga memiliki kekurangan seperti proses pengolahan yang panjang, tidak tahan lama jika disimpan sebelum proses pewarnaan,

warna yang dihasilkan cenderung mudah luntur. Zat warna dengan ketahanan luntur yang baik dapat ditempuh dengan penambahan fiksasi zat warna. Fiksasi yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar warna memiliki ketahanan luntur yang baik. Proses fiksasi pada prinsipnya adalah mengkondisikan zat pewarna yang telah terserap dalam waktu tertentu agar terjadi reaksi antara bahan yang diwarnai dengan zat warna dan bahan yang digunakan untuk fiksasi (Pujilestari, 2014). Dalam penelitian ini, bahan yang digunakan untuk fiksasi yaitu tawas (KAl(SO4)2.12H2O),

kapur (CaCO3), dan FeSO4. Bogoriani

(2010) mewarnai kayu Sengon menggunakan zat ekstrak campuran biji pinang, daun sirih, gambir dan penambahan KMnO4.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan zat pewarna ekstrak daun dan serasah tengkawang setelah difiksasi menggunakan tawas (KAl(SO4)2.12H2O), kapur (CaCO3), dan

FeSO4 terhadap variasi warna dan

ketahanan luntur kayu Sengon. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Kayu dan Wood Workshop Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian berlangsung selama 3 bulan, dimulai dari persiapan alat dan bahan, contoh uji, pelaksanaan hingga pengolahan data dan penulisan. Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah daun Tengkawang, serasah Tengkawang, kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.)

(3)

Nielsen), aquadest, etanol 96%, maltodekstrin, putih telur, tawas (KAl(SO4)2.12H2O), kapur (CaCO3), dan

FeSO4. Alat-alat yang digunakan dalam

pelaksanaan penelitian yaitu timbangan analitik, Erlenmeyer 250 ml, Erlenmeyer 100 ml, Beaker glass, Corong, Spatula, Botol reagen kosong, Desikator, Alumunium foil, Kamera, Kaliper, ATK, Water bath, Kertas saring, Oven, Gelas ukur, Rotary vacuum evaporator, Mixer.

Contoh uji yang akan diwarnai dibuat dari kayu Sengon dengan ukuran 5×2×2 cm, masing-masing perlakuan dibuat tiga kali ulangan. Daun dan serasah Tengkawang yang sudah dikeringovenkan dengan kadar air 10% dibuat serbuk dengan ukuran 40-60 mesh, kemudian daun dan serasah Tengkawang diekstrak dengan cara maserasi. Untuk ekstraksi dibuat perbandingan 1 : 6, pelarut yang digunakan sebagai pengekstrak yaitu etanol 96%. Daun dan serasah Tengkawang dipisahkan dari pelarut dengan cara disaring, hasil saringan dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator. Kadar ekstrak daun dan serasah Tengkawang dihitung menggunkan rumus sebagai berikut:

Kadar ekstrak (%) = Berat ekstrak (g)

Berat serbuk (g) × 100 %

Pembuatan Bubuk Pewarna

Larutan yang diperoleh dari proses rotary dicampur dengan bahan pengisi maltodekstrin 20%, diaduk dan ditambahkan putih telur 5% (v/v) sampai berbuih. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam loyang dan dikeringkan menggunakan oven selama ± 48 jam

dengan suhu 600C. Setelah kering dihaluskan dan diayak dengan ayakan 60 mesh.

Pewarnaan Kayu Sengon

Kayu Sengon dimasukkan kedalam zat warna alam dengan konsentrasi 20% dan dilakukan proses pencelupan selama 72 jam, selanjutnya dikeringkan selama 24 jam. Kayu yang sudah kering ditimbang, diamati perubahan warna menggunakan Munsell Soil Colour Chat dan diukur perubahan warnanya dengan metode CIELab.

Proses Fiksasi

Kayu Sengon yang sudah diwarnai selanjutnya dilakukan proses fiksasi (penguncian warna) dengan larutan tawas, kapur dan FeSO4. Proses fiksasi dilakukan

selama 10 menit, selanjutnya kayu Sengon tersebut dikeringkan dan ditimbang. Kayu Sengon yang sudah kering diamati perubahan warna menggunakan Munsell Soil Colour Chat dan diukur perubahan warnanya dengan metode CIELab (Suyatma, 2009).

Pengujian Daya Tahan Warna

Kayu Sengon yang sudah terfiksasi dilakukan pengujian daya tahan warna secara terpisah sesuai jenis zat warna dan bahan fiksasi yang digunakan, mengacu pada ASTM D 870-02-2002 dan ASTM D 1308-02-2013. Pengujian air panas dan air dingin pada kayu Sengon terfiksasi dilakukan selama 1 jam, sedangkan untuk pengujian air detergen selama 15 menit. Selanjutnya kayu sengon dikeringkan dan ditimbang untuk mengetahui jumlah massa yang hilang setelah pengujian. Kayu Sengon yang sudah kering dilakukan

(4)

pengamatan warna menggunakan Munsell Soil Colour Chat dan diukur perubahan warnanya dengan metode CIELab (Suyatma, 2009).

Analisis Data

Analisis penelitian menggunaka metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang tersusun berdasarkan dua faktor yaitu perbedaan sampel serbuk (A) dan bahan fiksasi yang digunakan (B). Faktor A yaitu serbuk serasah tengkawang (a1) dan daun tengkawang (a2). Faktor B yaitu tawas (KAl(SO4)2.12H2O) (b1),

kapur (CaCO3) (b2), dan FeSO4 (b3).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Ekstrak

Hasil penelitian menunjukkan kadar ekstrak serbuk daun dan serasah Tengkawang yang dimaserasi dengan pelarut etanol 96% menghasilkan ekstrak kental daun Tengkawang sebanyak 2,5810 gram dan serasah Tengkawang 0,9440 gram.

Tabel 1. Hasil perhitungan rendemen Hasil Pengamatan Daun Tengkawang Serasah Tengkawang Berat awal (g) 10,0007 10,0096 Berat ekstrak(g) 2,5810 0,9440 Rendemen (%) 25,80 9,43 Warna ekstrak

Hijau pekat Coklat tua

Berdasarkan klasifikasi kelas komponen kimia kayu Indonesia kadar ekstraktif serasah Tengkawang tergolong kelas tinggi yaitu sebesar 9,43%. Hal ini didasarkan pada klasifikasi kelas

komponen kayu Indonesia (Lestari dan Pari 1987) yang menyatakan bahwa kadar ekstraktif kayu termasuk tinggi jika kadar ekstraktifnya lebih besar dari 4%, kelas sedang jika kadar ekstraktifnya berkisar antara 2% - 4% dan kelas rendah jika kadar ekstraktifnya kurang dari 2%. Sementara itu hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar ekstraktif daun Tengkawang 25,80% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar ekstraktif pada serasah Tengkawang. Adanya variasi dalam kadar zat ekstraktif yang diperoleh dipengaruhi oleh jenis senyawa yang terdapat dalam daun dan serasah Tengkawang, serta kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut yang digunakan. Banyaknya ekstraktif yang dapat diekstrak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya jenis bahan, jenis pelarut yang digunakan, cara dan proses ekstraksi, ukuran serbuk, dan kadar air serbuk. Pewarnaan Pada Kayu Sengon

Kayu Sengon yang diwarnai menggunakan zat warna daun dan serasah Tengkawang menunjukkan perubahan warna. Warna kayu Sengon sebelum pewarnaan white 9,5/1 setelah diwarnai zat warna daun Tengkawang berubah menjadi pale yellow 8/4, sedangkan zat warna serasah tengkawang memberikan warna pale yellow 8/3. Berdasarkan hasil pengamatan, warna yang dihasilkan pada kayu Sengon dari proses pewarnaan tidak merata. Hal ini diduga zat warna tidak mampu bereaksi dengan serat kayu, sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat kayu mudah dihilangkan. Agar dapat bereaksi dan dapat mewarnai

(5)

serat maka diperlukan proses fiksasi. Proses fiksasi berfungsi sebagai zat yang dapat memutuskan ikatan dari gugus reaktif pada zat warna menjadi reaktif (Fitrihana, 2007).

Proses Fiksasi

Kayu Sengon yang sudah diwarnai dilakukan proses fiksasi, tujuannya adalah untuk mengetahui variasi dan ketahan luntur warna hasil fiksasi. Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan bahwa kayu sengon setelah difiksasi mengalami perubahan warna, seperti pada Tabel 2. Hal ini diduga serat kayu mampu berikatan dengan ikatan logam yang terkandung dalam bahan fiksasi, yakni adanya Ca2+ dari larutan kapur, Fe2+ dari larutan FeSO4 ataupun Al2+ dari larutan

tawas. Dengan adanya proses fiksasi dapat meningkatkan ketuaan warna atau intensitas warna, juga untuk memperkuat ikatan antar serat dan zat warna, sehingga mencegah terjadinya dehidrasi pigmen warna (Kumalasari 2016). Pada zat warna alam yang ditambahkan bahan fiksasi tawas akan memberikan arah warna sesuai dengan warna aslinya sedangkan FeSO4

akan memberikan warna kearah lebih gelap, serta penambahan kapur memberikan warna kearah sedikit gelap (Pulungan,2014).

Tabel 2. Hasil Variasi Warna dengan Penambahan Bahan Fiksasi Zat warna- fiksasi Nama Warna

Tawas Yellow 7/8 Serasah Kapur Yellow 7/6

FeSO4 Olive Yellow 7/6

Tawas Yellow 8/8 Daun Kapur Yellow 7/6

FeSO4 Olive Yellow 6/6

Uji Daya Tahan Warna

Uji daya tahan warna merupakan perubahan warna karena suatu sebab sehingga gradasi warnanya berubah atau luntur, daya tahan warna mengarah pada kemampuan warna untuk tetap stabil dan tidak berubah. Uji daya tahan warna meliputi uji air panas, air dingin dan air detergen. Nilai daya tahan warna dapat dilihat dari perubahan warna dan massa yang hilang pada kayu Sengon. Uji daya tahan warna air panas terhadap kayu Sengon yang terwarnai daun Tengkawang untuk fiksasi tawas dan kapur tidak mengalami perubahan warna yang signifikan, dibandingkan kayu Sengon yang diwarnai serasah Tengkawang untuk fiksasi tawas, kapur dan FeSO4 yang mengalami perubahan

warna. Hal ini diduga disebabkan daya serap kayu Sengon yang terwarnai daun Tengkawang terhadap bahan fiksasi lebih besar, sehingga zat warna terikat lebih kuat dengan serat.

Uji daya warna air dingin terhadap kayu Sengon yang diwarnai serasah Tengkawang menggunakan fiksasi tawas dan kapur menunjukkan daya tahan warna yang baik dibandingkan kayu Sengon terwarnai daun Tengkawang untuk semua jenis bahan fiksasi. Pengujian daya tahan warna menggunkan air detergen terlihat bahwa daya tahan warna pada kayu Sengon yang diwarnai serasah Tengkawang dengan bahan fiksasi tawas dan kapur tidak mengalami perubahan warna yang signifikan.

(6)

Hasil pengujian pada air panas, air dingin dan air detergen menunjukkan perbedaan pada kedua jenis zat warna dengan bahan fiksasi yang berbeda terhadap ketahanan warna yang dihasilkan. Daun Tengkawang mempunyai ketahanan warna yang baik pada pengujian air panas, sedangkan serasah tengkawang mempunyai ketahanan warna yang baik pada pengujian air dingin dan air detergen. Perlakuan dengan penambahan bahan fiksasi tawas, kapur dan FeSO4

memberikan daya tahan luntur warna yang baik, tergantung zat warna alam yang digunakan.

Perubahan Warna

Uji Daya Tahan Air Panas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbeda zat warna alam yang digunakan serta bahan fiksasi yang ditambahkan maka nilai ketahanan lunturnya juga semakin baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin kecil nilai ∆E maka semakin besar pula ketahanan lunturnya. Uji daya tahan air panas dapat dilihat pada Gambar 3.

Daya tahan warna pada air dingin dilihat dari peubahan nilai ∆E, nilai ∆E terbesar dihasilkan dari kayu Sengon yang diwarnai daun Tengkawang dengan fiksasi kapur menghasilkan nilai sebesar 7,92. Kelunturan warna disebabkan nilai L* sebesar 63,71 (turun 8,07), nilai a* sebesar 11,55 ( naik 3,55) dan nilai b* sebesar 68,97 (naik 28,69).

Gambar 1. Rerata nilai ∆E setelah uji daya tahan air panas Uji Daya Tahan Air Dingin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbeda zat warna alam yang

digunakan serta bahan fiksasi yang ditambahkan maka nilai ketahanan lunturnya juga semakin baik. Hal ini

5,27 5,06 7,92 4,09 1,01 1,5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Daun Serasah ∆E

Perbandingan zat warna

Tawas Kapur FeSO4

(7)

ditunjukkan dengan semakin kecil nilai ∆E maka semakin besar pula ketahanan

lunturnya. Uji daya tahan air dingin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 2. Rerata nilai ∆E setelah uji air dingin Besarnya kelunturan warna pada

pengujian air dingin dapat dilihat pada perubahan nilai ∆E, semakin tinggi nilai ∆E maka semakin tinggi pula kelunturan warna yang dihasilkan. Pada pengujian air dingin didapat nilai ∆E tertinggi pada kayu Sengon yang diwarnai daun Tengkawang dengan fiksasi FeSO4 sebesar 9,33. Hal ini

disebabkan naiknya nilai L* dan naiknnya nilai a* dan b*.

Uji Daya Tahan Air Detergen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbeda zat warna alam yang digunakan serta bahan fiksasi yang ditambahkan maka nilai ketahanan lunturnya juga semakin baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin kecil nilai ∆E maka semakin besar pula ketahanan lunturnya. Uji daya tahan air detergen dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3. Rerata nilai ∆E setelah uji daya tahan air detergen

4,74 5,12 2,03 1,64 9,33 1,74 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Daun Serasah ∆E

Perbandingan zat warna

Tawas Kapur FeSO4 8,74 6,61 1,46 1,45 8,06 2,12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Daun Serasah ∆E

Perbandingan zat warna

Tawas Kapur FeSO4

(8)

Besarnya kelunturan warna pada pengujian air detergen dapat dilihat pada perubahan nilai ∆E, semakin tinggi nilai ∆E maka semakin tinggi pula kelunturan warna yang dihasilkan. Pada pengujian air dingin didapat nilai ∆E tertinggi pada kayu Sengon yang diwarnai daun Tengkawang dengan fiksasi tawassebesar 8,74. Hal ini disebabkan turunnya nilai L* dan naiknnya nilai a* dan b*.

Perubahan warna pada pada pengujian air panas, air dingin dan air detergen menunjukkan semakin tinggi nilai ∆E maka semakin tinggi pula keluntur yang terjadi pada kayu Sengon. Hal ini diduga karena ikatan antara serat dan zat warna masih lemah, sehingga apabila ikatan antara zat warna dan serat lemah warna pada kayu Sengon akan luntur.

PENUTUP Kesimpulan

1. Rendemen yang dihasilkan dari masing-masing bahan yang digunakan sebagai zat warna yaitu daun Tengkawang 25,80% dan serasah Tengkawang 9,43%.

2. Penambahan bahan fiksasi tawas, kapur dan FeSO4 ternyata

memberikan warna yang berbeda pada kayu Sengon. Zat warna yang dihasilkan dengan fiksasi tawas akan menghasilkan warna yang lebih terang, fiksasi dengan kapur menghasilkan warna yang gelap serta bahan fiksasi FeSO4 menghasilkan

warna kayu kearah yang lebih gelap. 3. Pengujian daya tahan warna

menunjukkan hasil yang berbeda pada

jenis zat warna. Zat warna daun Tengkawang mempunyai ketahanan yang baik pada pengujian air panas, sedangkan zat warna serasah tengkawang mempunyai ketahanan yang baik pada pengujian air dingin dan air detergen.

4. Intesitas warna menunjukkan bahwa bahan fiksasi FeSO4 mampu mengikat

L* (pencahayaan) lebih kuat. Bahan fiksasi tawas mampu mengikat nilai a* (campuran merah-hijau) dan b*(campuran kuning-biru) lebih kuat dibandingkan yang lain. Bahan fiksasi kapur mempunyai kekuatan paling lemah, baik untuk nilai L*,a* dan b*. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai:

1. Perlu dilakukan pengujian keawetan kayu Sengon yang telah diwarnai oleh zat pewarna dengan konsentrasi yang berbeda dari zat pewarna yaitu daun Tengkawang dan serasah Tengkawang terhadap organisme perusak kayu.

2. Perlu dilakukan metode pewarnaan yang lain seperti perebusan.

3. Metode pembuatan bubuk perlu dilakukan dengan metode spray dryer agar didapat bubuk yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

American Society for Testing and Materials. 2000. [ASTM] Standar Test Method for Evaluation of Painted or Coated Specimens

(9)

Subjected To Corrosive Environments. ASTM D 870-02. American Society for Testing and

Materials. 2013. [ASTM] Standar Test Method for Effect of Household Chemicals on Clear and Pigmented Organic Finishes. ASTM D 1308-02.

Bogoriani, N.W. 2010. Ekstraksi Zat Warna Alami Campuran Biji Pinang, Daun Sirih, Gambir Dan Pengaruh Penambahan KMnO4

Terhadap Pewarnaan Kayu Jenis Albasia. Jurnal Kimia 4 (2) : 125-134.

Fitrihana, N. 2007. Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil [internet]. [diacu 2016 november 15]. Tersedia dari http://batikyogya.wordpress.com Krisnawati, H. Kallio, M. dan Kanninen,

M. 2011. Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen: ekologi, silvikultur dan produktivitas. CIFOR, Bogor. Indonesia.

Kristijanto, A., Soetjipto H. 2013. Pengaruh Jenis Fiksatif Terhadap

Ketuaan dan Ketahanan Luntur Kain Mori Batik Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau. Jurnal MIPA.Vol 4. No.1. Fakultas Sains dan Matematika. Salatiga.

Kumalasari, V. 2016. Potensi Daun Ketapang, Daun Mahoni Dan Bunga Kecombrang Sebagai Alternatif Pewarnaan Kain Batik Yang Ramah Lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan 2 (1) : 62-70.

Lestari, S.B., Pari G. 1987. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 7 : 96-100.

Munsell. 2000. Soil Colour Charts. Gretagmacbeth

Pujilestari, T. 2014. Pengaruh Ekstraksi Zat Warna Alam Dan Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur Warna Pada Kain Batik Katun. Jurnal Dinamika Kerajinan dan Batik 1 (31).

Suyatma, 2009. Diagram Warna Hunter (Kajian Pustaka). Jurnal Penelitian Ilmiah Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Page 8-9.

Gambar

Tabel 2. Hasil Variasi Warna dengan  Penambahan Bahan Fiksasi  Zat warna- fiksasi  Nama Warna
Gambar 1. Rerata nilai ∆E setelah uji daya tahan air panas
Gambar 2. Rerata nilai ∆E setelah uji air dingin  Besarnya  kelunturan  warna  pada

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan model pembelajaran Talking Stick dengan metode demonstrasi berbantuan media KOKAMI dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam

Rata-rata intensitas nyeri sebelum dilakukan efektifitas relaksasi napas dalam dan distraksi dengan latihan 5 jari terhadap nyeri post laparatomi pada kelompok eksperimen adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan KTP yang diberikan petugas kecamatan terhadap kepuasan masyarakat cicalengka

Provider yang telah dipilih tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya apabila para pihak tidak mempunyai kapasitas untuk menyelesaikan sengketa melalui

Sedangkan untuk agregat halus pada Pasir Lumajang merupakan pasir yang berasal dari campuran muntahan Gunung Semeru yang memiliki karakteristik butiran dan gradasi

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan

Lewat videonya tersebut Arif juga secara tidak langsung berpesan kepada youtuber lain, bahwa walaupun konten tersebut adalah iklan, hendaknya tetap menjunjung

Variasi antara laju alir nira tebu dan kecepatan aliran gas nitrogen dilakukan untuk mendapatkan pengaruh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas nitrogen terhadap gas