• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN UNJUK KERJA ALGORITMA PSO DAN ALGORITMA ABCO PADA OPTIMASI PENGENDALI PID (Studi Kasus Pada Model Motor DC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN UNJUK KERJA ALGORITMA PSO DAN ALGORITMA ABCO PADA OPTIMASI PENGENDALI PID (Studi Kasus Pada Model Motor DC)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN UNJUK KERJA ALGORITMA PSO DAN ALGORITMA ABCO

PADA OPTIMASI PENGENDALI PID

(Studi Kasus Pada Model Motor DC)

Dwi Ana Ratna Wati

Jurusan Teknik Elektro, Universitas Islam Indonesia

Jalan Kaliurang km. 14 Sleman Yogyakarta

email : dwi_ana @uii.ac.id

ABSTRAK

Pengendali PID merupakan pengendali yang banyak digunakan karena cukup sederhana dan memiliki unjuk kerja yang baik. Masalah yang sering dihadapi dalam perancangan pengendali PID adalah bagaimana menentukan nilai parameter Kp, Ki, dan Kd yang menghasilkan respon yang paling optimal. Salah satu metode tuning yang dapat digunakan adalah metode optimasi.

Pada penelitian ini dilakukan perancangan metode tuning pengendali PID berbasis algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) dan algoritma Bee Colony Optimization (BCO) dan selanjutnya dibandingkan unjuk kerja kedua metode tersebut.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa baik metode optimasi pengendali PID berbasis algoritma PSO maupun berbasis algoritma ABCO menghasilkan solusi optimal yang sama, dan menghasilkan respon yang lebih baik dibandingkan dengan metode tuning Ziegler-Nichols.

Kata kunci : Pengendali PID, algoritma PSO, algoritma ABCO, tuning, optimasi.

PENDAHULUAN

Pengendali PID telah banyak digunakan di industri. Hal ini dikarenakan pengendali PID memiliki struktur yang sederhana, perancangan yang mudah, biaya murah, perawatan yang tidak mahal, dan efektif untuk mengendalikan sistem linier secara umum (Ko, et al, 2006). Menurut Martin (2000), pengendali PID digunakan secara luas di industri dan umumnya memiliki performansi yang baik, namun belum ada pengendali “optimal”, misalnya yang dirancang untuk meminimumkan Integral of Absolute Error (IAE). Pengendali PID memiliki parameter proporsional (Kp), parameter integral (Ki), dan parameter diferensial (Kd) yang harus ditentukan nilainya dengan tepat (tuning). Sistem kendali akan memiliki performansi yang kurang baik bahkan bisa menjadi tidak stabil jika digunakan nilai parameter yang tidak tepat (Nagaraj, et al, 2008). Masalah tuning parameter PID merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan performansi kendali yang optimal.

Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) merupakan sebuah teknik optimasi stokastik berdasarkan populasi yang dikembangkan pada tahun 1995 oleh Dr. Eberhart dan Dr. Kennedy, yang diinspirasi oleh perilaku sosial kawanan burung atau sekelompok ikan. PSO memiliki beberapa kesamaan dengan teknik komputasi evolusioner seperti algoritma genetik. PSO memiliki beberapa kelebihan, antara lain mudah diimplementasikan dan memiliki lebih sedikit fungsi operasi dan parameter yang harus ditentukan. PSO telah berhasil diaplikasikan pada bidang seperti optimasi fungsi, pelatihan jaringan saraf tiruan, optimasi Fuzzy Logic Controller, (Haupt, et. al., 2004).

Algoritma Bee Colony Optimization (BCO) merupakan sebuah algoritma optimasi yang meniru perilaku koloni lebah dalam mencari sumber makanannya. Algoritma ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis Karaboga untuk menyelesaikan masalah optimasi numeris. Algoritma BCO merupakan algoritma optimasi berbasis swarm intelligence yang sederhana dan mudah diimplementasikan, serta telah banyak diaplikasikan untuk menyelesaikan berbagai macam masalah optimasi seperti penjadwalan kuliah (Oner, A, et all, 2011) , multi-robot path-planning (Bhattacharjee,P, et all, 2011), dan pelatihan jaringan saraf tiruan (Garro, B,et. All, 2011).

Dengan memanfaatkan keunggulan yang dimiliki oleh algoritma PSO dan algoritma BCO, pada penelitian ini dilakukan optimasi tuning parameter pengendali PID yang digunakan pada model plant motor DC. Selanjutnya unjuk kerja kedua algoritma tersebut akan dibandingkan.

METODE PENELITIAN

a. Pengendali PID

Sistem kendali PID direalisasikan dengan struktur umpan balik kalang tertutup seperti pada Gambar 1. Sesuai dengan namanya, pengendali ini memiliki tiga bagian yaitu bagian proporsional (P), bagian integral (I), dan bagian derivatif (D).

Pengendali PID  Sistem(Plant) r(t) -+ y(t)

e(t) u(t) y(t)

(2)

Pengendali PID secara sederhana dirumuskan sebagai berikut.

dt

t

de

K

t

d

e

K

t

e

K

t

u

d t i p

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

0

...(1) dengan Kp adalah konstanta proporsional, Ki adalah konstanta integral, dan Kd adalah konstanta derivatif. Sesuai dengan teori kendali klasik, masing-masing bagian pada pengendali PID memiliki kontribusi yang berbeda sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Dalam bentuk diskrit, persamaan (1) dapat ditulis sebagai berikut.

)

(

)

(

)

(

)

(

0

k

e

T

K

n

e

TK

k

e

K

k

u

d k n i p

 ...(2) dengan e(k) = r(k) – y(k) dan e(k) = e(k) – e(k-1). Output pengendali adalah u, output sistem/”plant” adalah y, dan nilai acuan (set-point) adalah r.

Tabel 1 Efek aksi kendali proporsional (P), integral (I) dan derivatif (D)

Aksi Efek

Proporsional (P)

Mempercepat respon

Mengurangi waktu naik (rise time)

Memperbesar overshoot Integral (I) Mengurangi steady-state error Derivatif (D) Menaikkan redaman sistem

Menurunkan settling-time Dalam perancangan pengendali PID, nilai Kp, Ki, dan Kd harus ditentukan sedemikan sehingga sistem kendali kalang tertutup akan stabil dan memenuhi tujuan yang ditentukan. Ang, et. al. (2005) menjelaskan metode tuning melalui pendekatan optimasi. Pada metode ini, parameter PID diperoleh dengan metode optimasi numerik dengan fungsi objektif tunggal yang merupakan komposisi dari beberapa objektif atau dengan metode heuristik atau dengan algoritma evolusioner untuk multiobjektif. Metode ini biasanya merupakan metode berbasis waktu dan diaplikasikan secara offline.

b. Algoritma PSO

Algoritma PSO merupakan teknik optimasi berbasis populasi. PSO diinspirasi oleh perilaku sosial kawanan burung dan ikan. PSO memodelkan aktivitas pencarian dalam ruang solusi masalah sebagai aktivitas terbang kelompok partikel/titik (a swarm of particles/points) dalam ruang solusi tersebut. Algoritma PSO dapat dijelaskan sebagai berikut.

Sebanyak p partikel disebar secara acak pada ruang solusi yang ada. Posisi partikel i saat waktu t, yaitu xi(t) akan diperbaiki menurut persamaan posisi sebagai berikut.

)

1

(

)

(

)

1

(

t

x

t

v

t

x

i i i ……….. (3) dengan vi(t+1) adalah kecepatan partikel yang dihitung dengan persamaan berikut.

))

(

)

(

(

))

(

)

(

(

)

(

)

1

(

2 2 1 1

t

x

t

gbest

r

n

t

x

t

pbest

r

n

t

wv

t

v

i i i i i

……….. (4) Titik pbesti(t) adalah solusi (fitness) lokal terbaik yang dicapai oleh partikel i sampai saat t, dan merepresentasikan kontribusi kognitif terhadap vektor vi(t+1). Titik gbest(t) adalah solusi global terbaik yang telah dicapai diantara partikel-partikel sampai saat t dan merepresentasikan kontribusi sosial terhadap vektor kecepatan. Bilangan acak r1 dan r2 terdistribusi seragam pada interval [0,1]. Variabel w adalah bobot inersia. Inersia yang besar memfasilitasi eksplorasi global (pencarian dalam daerah yang luas) sedangkan inersia yang kecil menghasilkan eksplorasi lokal (pencarian dalam daerah yang sempit). Oleh karena itu, nilai w merupakan faktor kritis yang menentukan perilaku konvergen algoritma PSO. Untuk itu, direkomendasikan untuk memilih nilai w yang besar pada awalnya agar menghasilkan eksplorasi global pada ruang solusi, selanjutnya nilai w diturunkan secara bertahap untuk mendapatkan solusi yang lebih baik.

gbest pbest xi(t) vi(t) xi(t+1) vi(t+1) a b c Keterangan : a = w.vi(t) b = n1.rand.(pbest-xi(t)) c = n2.rand.(gbest-xi(t) vi(t+1) = a + b +c

Gambar 2. Operasi pada algoritma PSO Persamaan 3 dan 4 dijelaskan oleh Gambar 2 sebagai penjumlahan vektor. Faktor pembelajaran kognitif , yang dirumuskan sebagai n1r1(pbesti(t) – xi(t)) pada persamaan 4 merupakan memori partikel jangka pendek. Faktor pembelajaran kognitif ini menunjukkan inklinasi partikel untuk mengulang perilaku sebelumnya yang terbukti sukses pada partikel tersebut. Hal ini juga menunjukkan adanya pengaruh memori partikel tersebut. Faktor pembelajaran sosial, yang diberikan oleh bagian n2r2(gbest(t)-xi(t)), merupakan “peer pressure” bagi sebuah partikel. Faktor pembelajaran sosial tersebut menunjukkan inklinasi partikel untuk meniru atau mengemulasi perilaku partikel lain

(3)

yang telah sukses. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh tetangga partikel. Setiap iterasi, sekawanan partikel dievaluasi nilai fitness-nya dan berdasarkan nilai tersebut, kecepatan dan posisi partikel diperbaharui. Proses dalam algoritma PSO dapat disajikan dengan diagram alir pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir algoritma PSO c. Algoritma ABCO

Pada tahun 2005, Karaboga memperkenalkan algoritma Artificial Bee Colony Optimization (ABCO) yang merupakan algoritma optimasi yang menyimulasikan perilaku lebah madu ketika terbang ke sana ke mari mencari makanannya atau dinamakan foraging behaviour. Dalam model tersebut terdapat tiga komponen utama yaitu lebah pekerja (employed bee) dan lebah penganggur (unemployed bee), serta sumber makanan (food source). Lebah pekerja dan lebah penganggur melakukan penjelajahan untuk mencari sumber makanan yang kaya di sekitar sarang mereka. Dua tipe perilaku penting dalam model koloni lebah sebagai perilaku self-organizing dan collective intelligence adalah

- rekruitmen lebah penjelajah yang menemukan sumber makanan yang kaya sebagai umpan balik positif dan

- yang kedua adalah ditinggalkannya sumber-sumber yang sedikit makanannya sebagai umpan balik negatif.

Terdapat tiga kelompok lebah pada algoritma ABCO yaitu lebah pekerja yang dihubungkan dengan sumber makanan tertentu, lebah pengintai di dalam sarang yang menunggu tarian lebah

pekerja untuk memilih sebuah sumber makanan, dan lebah penjelajah yang mencari sumber makanan secara acak. Lebah pengintai dan lebah penjelajah disebut juga lebah penganggur.

Mula-mula semua posisi sumber makanan ditemukan oleh lebah penjelajah. Setelah itu, nektar setiap sumber makanan akan diambil oleh lebah pekerja dan lebah pengintai secara terus-menerus sampai habis. Selanjutnya lebah pekerja yang mengambil nektar dari sumber makanan yang telah habis, akan menjadi lebah penjelajah dan mencari sumber makanan yang lain. Dengan kata lain, lebah pekerja yang sumber makanannya telah habis akan berubah menjadi lebah penjelajah.

Posisi sumber makanan merepresentasikan kandidat solusi (x) masalah optimasi yang diselesaikan dengan algoritma ABCO dan banyaknya nektar yang terdapat pada sumber makanan merupakan nilai kualitas atau fitness dari kandidat solusi tersebut, yang dikaitkan dengan fungsi objektif f(x). Banyaknya lebah pekerja sama dengan banyaknya sumber makanan, karena setiap lebah pekerja diasosiasikan dengan sebuah sumber makanan. Algoritma ABCO dapat digambarkan dalam diagram alir berikut pada gambar 4.

- Fase inisialisasi

Pada fase inisialisasi, parameter-parameter algoritma ABCO diberi nilai dan dibentuk populasi kandidat solusi awal berupa posisi sumber makanan oleh lebah penjelajah yaitu vektor dengan m = 1, ..., UK (ukuran populasi). Setiap vektor merupakan sebuah kandidat

solusi terhadap masalah optimasi yang akan diselesaikan.

Salah satu cara untuk membangkitkan populasi awal dapat digunakan rumus berikut.

)

(

*

)

1

,

0

(

i i i mi

l

rand

u

l

x

...(5)

dengan

l

i merupakan batas bawah dan

u

i

merupakan batas atas dari nilai variabel

x

mi.

POPULASI PARTIKEL INISIAL PERHITUNGAN NILAI FITNESS SEMUA PARTIKEL TENTUKAN pbest TENTUKAN gbest KONDISI BERHENTI TERCAPAI ? HITUNG KECEPATAN vi(t+1) HITUNG POSISI xi(t+1) HASIL OPTIMAL YA TIDAK

(4)

Selesai Fase lebah pengintai Fase lebah pekerja Inisialisasi Berhenti ? Mulai Fase lebah penjelajah Menyimpan solusi terbaik yang dicapai Tidak Ya

Gambar 4. Diagram alir algoritma ABCO

- Fase lebah pekerja (employed bee phase) Lebah pekerja akan mencari sumber makanan baru

v

mi yang memiliki nektar lebih banyak

dibandingkan sumber-sumber makanan di sekitarnya

x

mi. Lebah-lebah pekerja itu

menemukan sumber makanan dan mengevaluasi profitabilitasnya (fitness). Penentuan sumber makanan baru dapat menggunakan persamaan berikut.

)

(

mi ki mi mi mi

x

x

x

v

………… (6) ki

x

adalah sumber makanan yang dipilih secara acak, i adalah indeks yang dipilih secara random,

mi

adalah bilangan acak yang dipilih antara

]

,

[

.

Sumber makanan baru yang telah ditemukan oleh lebah pekerja akan dievaluasi nilai fitnessnya dan akan dilakukan seleksi secara acak untuk memilih antara

v

mi dan

x

mi. Perhitungan nilai

fitness untuk masalah minimasi dapat digunakan persamaan berikut.



0

)

(

,

))

(

(

1

0

)

(

,

)

(

1

1

)

(

m m m m m m m m m m

x

f

x

f

abs

x

f

x

f

x

fit

……….. (7) dengan

f

m

(

x

m

)

merupakan nilai fungsi objektif

dari kandidat solusi

x

m.

- Fase Lebah Pengintai (onlooker bee phase)

Lebah yang menganggur terdiri atas dua grup yaitu lebah pengintai (onlooker) dan lebah penjelajah (scout). Lebah pekerja akan memberikan informasi mengenai sumber makanan kepada lebah pengintai yang menunggu di dalam sarang. Setelah itu, lebah pengintai akan memilih sumber makanan tersebut secara probabilitas berdasarkan informasi yang diberikan oleh lebah pekerja tersebut.

Pada algoritma ABC ini, lebah pengintai akan memilih sumber makanan berdasarkan nilai probabilitas yang dihitung menggunakan nilai fitness yang dihasilkan oleh lebah pekerja. Metode seleksi seperti seleksi roda roulette (roulette wheel) dapat digunakan dalam proses seleksi sumber makanan tersebut.

Nilai probabilitas sebagai dasar pemilihan sumber makanan (kandidat solusi) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.

UK m m m m m m

x

fit

x

fit

P

1

)

(

)

(

……….. (8) Setelah sumber makanan

x

m dipilih secara

probabilitas, sumber makanan baru di sekitar

x

m

akan dicari dengan menggunakan persamaan (6) dan nilai fitnessnya akan dihitung. Selanjutnya sebagaimana pada fase lebah pekerja, mekanisme seleksi secara acak digunakan untuk memilih antara

m

v

dan

x

m. Dengan demikian, akan semakin

meningkat jumlah lebah pekerja yang memilih sumber makanan kaya dan akan memberikan informasi umpan balik kepada lebah-lebah yang lain mengenai sumber makanan tersebut.

- Fase Lebah Penjelajah (Scout bee phase) Lebah penganggur yang memilih sumber makanannya secara acak dinamakan lebah penjelajah. Sumber makanan (sebagai kandidat solusi) yang telah ditemukan oleh lebah pekerja

(5)

akan diperbaharui selama beberapa iterasi untuk meningkatkan nilai fitnessnya. Namun demikian, beberapa sumber makanan yang tidak dapat diperbaiki kualitasnya dapat ditinggalkan. Dalam ABC, mekanisme ini dinamakan sebagai “limit” atau kriteria “abandonment” yaitu kriteria yang kita

tentukan pada ABC untuk

meninggalkan/menghapus kandidat solusi yang jelek. Proses ini akan memberikan umpan balik negatif kepada lebah yang lain agar meninggalkan sumber-sumber makanan yang sedikit jumlah makanannya. Untuk menggantikan sumber makanan yang ditinggalkan tersebut, lebah penjelajah akan mencari sumber makanan baru dengan persamaan (1).

Permasalahan optimasi tuning parameter PID yang diselesaikan pada penelitian ini dapat dituliskan sebagai persoalan optimasi sebagai berikut.

MSE

f

d i pK K K

min

, ,

... (9) yang mana Kp, Ki, KD adalah paramater pengendali PID dan MSE adalah Mean Square Error yang dihintung dari nilai step response sistem. Pengendali PID  Sistem(Plant motor DC) r(t) + -y(t)

e(t) u(t) y(t)

algoritma optimasi

Gambar 5. Diagram perancangan pengendali PID dengan algoritma PSO atau algoritma ABCO

sebagai algoritma optimasi

Untuk menyelesaikan persoalan tersebut digunakan algoritma PSO atau menggunakan algoritma ABCO sebagai ”algoritma optimasi” yang diaplikasikan sesuai diagram rancangan pengendali PID yang ditunjukkan oleh gambar 5. Pada perancangan pengendali PID ini, algoritma PSO atau algoritma ABCO digunakan untuk tuning parameter Kp, Ki, dan Kd. Proses tuning dilakukan secara offline dengan model fungsi alih motor DC. Evaluasi nilai fungsi objektif setiap kandidat solusi dilakukan dengan menjalankan simulasi model dengan Simulink (gambar 6) berupa model pengendali umpan balik kalang tertutup dan menghitung nilai

f

pada persamaan (9).

Gambar 6. Model Simulink

Program Utama Optimasi dengan PSO atau ABCO

Model Simulink (gambar 6) Perintah menjalankan simulasi Step response

Gambar 7. Diagran kerja optimasi

Pada tahap pertama akan diimplementasikan algoritma PSO untuk optimasi pengendali PID pada plant motor DC. Demikian pula akan dirancang optimasi pengendali PID untuk plant motor DC menggunakan algoritma ABCO. Implementasi optimasi dilakukan dengan program seperti ditunjukkan pada diagram kerja gambar 7. Selanjutnya hasil optimasi dari kedua algoritma tersebut akan di bandingkan untuk mengukur unjuk kerja dari kedua algoritma optimasi tersebut.

DATA DAN PEMBAHASAN

Setelah program dirancang selanjutnya dijalankan dan diuji. Variabel Kp, Ki, dan Kd, merupakan posisi partikel pada algoritma PSO, sedangkan pada algoritma ABCO merupakan posisi sumber makanan. Hasil optimasi berupa grafik nilai fungsi objektif dalam bentuk nilai cost disajikan pada gambar 8 dan gambar 9. Grafik tersebut menunjukkan konvergensi yang cukup cepat, yaitu pada iterasi kedua sudah diperoleh nilai minimum global untuk algoritma PSO dan pada iterasi kelima untuk algoritma ABCO. Namun kedua algoritma menghasilkan nilai minimum cost yang sama yaitu 1.188e+02, dengan nilai solusi parameter Kp = 10, Ki = 10, dan Kd =0.

(6)

Gambar 8. Grafik nilai fungsi objektif pada optimasi dengan PSO

Gambar 9. Grafik nilai fungsi objektif pada optimasi dengan ABCO

Grafik pengujian step response dengan nilai setpoint 2860 rpm ditunjukkan pada gambar 10. Step response tersebut memiliki nilai rise time sebesar 0.0157 detik, settling time sebesar 0.3045 detik, dan tanpa overshoot. Tabel 2 menunjukkan perbandingan karakteristik respon sistem dibandingkan dengan respon sistem dengan pengendali yang di tuning dengan metode open loop Ziegler-Nichols. Hasil respon (gambar 11) dengan tuning Ziegler-Nichols menghasilkan respon dengan overshoot yang besar yaitu 20.3981%, sedangkan respon yang yang dihasilkan dengan metode tuning berbasis optimasi PSO maupun ABCO mampu menghasilkan respon tanpa overshoot.

Tabel 2. Perbandingan karakteristik step response Karakteristik Respon hasil

tuning dengan PSO atau ABCO Respon hasil tuning dengan metode Ziegler Nichols rise time(detik) 0.0157 0.0132 settling time (detik) 0.3045 0.0746 overshoot (%) 0 20.3981

Gambar 10. Grafik step response

Gambar 11. Grafik step response pengendali PID dengan metode tuning Ziegler Nichols

KESIMPULAN

Pada penelitian ini telah dirancang metode optimasi parameter pengendali PID berdasarkan algoritma PSO dan algoritma ABC. Kedua algoritma mampu menghasilkan nilai paramater PID yang optimal dalam waktu yang singkat. Hasil respon pengendali PID dengan metode tuning PSO maupun ABCO juga memiliki karakteristik respon yang lebih baik dibandingkan dengan metode tuning Ziegler-Nichols. Penelitian lebih lanjut mengenai pengujian hasil optimasi dengan plant riil perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik respon sistem yang sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ang, K.H., Chong, G.C.Y., Li, Y., 2005, PID Control System Analysis, Design, and

Technology, IEEE Transactions on Control

Systems Technology 13(4): pp. 559-576. Bhattacharjee, et. all, 2011 Multi-Robot

Path-0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 100 150 200 250 300 350 400 450 generation c o s t

Grafik nilai cost pada RunTime : 1

minimum cost 0 2 4 6 8 10 100 150 200 250 Generasi N ila i f( x )

Grafik nilai fungsi objektif pada RunTime : 1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 waktu (detik) k e c e p a ta n

Grafik step response

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 k e c e p a ta n ( rp m ) waktu (detik) Step response sistem kendali PID

(7)

Planning Using Artificial Bee Colony

Optimization Algorithm, Congress on

Nature and Biologically Inspired Computing (NaBIC), page 219-224. Garro, B, et. all.,2011 Artificial Neural Network

Synthesis by means of Artificial Bee

Colony (ABC) Algorithm, IEEE Congress

on Evolutionary Computation (CEC), page 331-338.

Oner, A., et all.,2011, Optimization Of University Course Scheduling Problem With A

Hybrid Artificial Bee Colony Algorithm,

IEEE Congress on Evolutionary Computation (CEC), page 339-346. Haupt, R.L., dan Haupt, S.E., 2004, Practical

Genetic Algorithm, Wiley, Second Edition.

Ko, Chia-Nan; Lee, Tsong-Li; Fan, Han-Tai; Wu, Chia-Ju., 2006, Genetic Auto-Tuning and

Rule Reduction of Fuzzy PID Controllers.

IEEE International Conference on Systems, Man and Cybernetics, 2006.

ICSMC '06.

Volume 2, 8-11 Oct. 2006 Page(s):1096 – 1101.

Martin, T.E, 2000, Process Control, designing process and control systems for dinamic

performance, second edition, Mc Graw

Hill, Singapore.

Nagaraj, B., Subha, S. dan Rampriya, B., 2008, Tuning Algorithm for PID Controller

Using Soft Computing Techniques,

International Journal of Computer Science and Network Security. Vol 8 No.4, April 2008.

Gambar

Gambar 1.  Diagram sistem pengendali PID
Tabel  1    Efek  aksi  kendali  proporsional  (P),  integral (I) dan derivatif (D)
Gambar 3. Diagram alir algoritma PSO  c. Algoritma ABCO
Gambar 5. Diagram perancangan pengendali PID  dengan algoritma PSO atau algoritma ABCO

Referensi

Dokumen terkait