Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah,
memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk
kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama
penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat
yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work
non-commercially, as long as you credit the origin creator
and license it on your new creations under the identical
terms.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang memiliki pengaruh besar terhadap ekonomi dunia. Perekonomian di seluruh dunia tidak lepas dari pengaruh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Amerika Serikat, baik kebijakan dalam negeri maupun kebijakan luar negeri.
Amerika Serikat juga merupakan salah satu negara yang memiliki luas area terluas di dunia. Menurut data yang dirilis oleh Central Intelligence Agency (CIA), Amerika Serikat menduduki peringkat ketiga sebagai negara terluas di dunia dengan total luas wilayah sebesar 9,8 juta kilometer persegi. Dengan luas wilayah tersebut, Amerika Serikat juga diberkahi dengan kekayaan pertanian yang melimpah, salah satu yang menjadi tanaman yang tumbuh subur di Amerika Serikat adalah Jagung.
Amerika Serikat merupakan negara dengan total produksi jagung terbesar di dunia. Menurut data yang dihimpun oleh World of Corn, sepanjang 2015-2016 Amerika Serikat memproduksi 13,6 juta bushel jagung (1 bushel jagung setara dengan 25kg) atau 35,7% dari total produksi jagung diseluruh dunia (Grafik 1.1). China dan Brazil menyusul sebagai negara dengan tingkat produksi jagung terbesar kedua dan ketiga dengan jumlah produksi 8,8 juta bushel dan 3,2 juta bushel.
Negara-negara eropa yang tergabung dalam Uni Eropa memproduksi total 2,2 juta bushel jagung menempati peringkat 4. Indonesia belum mampu menembus 10 negara dengan jumlah produksi jagung terbesar di dunia, dimana Argentina, Ukrania, India, Meksiko, Rusia, dan Kanada menduduki peringkat 5 hingga 10 dengan total produksi 4,7 juta bushel jagung sepanjang periode 2015-2016.
Grafik 1.1 Produksi Jagung Dunia 2015-2016
Sumber: Diolah dari World of Corn
Tabel 1.1 menunjukan bahwa di Amerika Serikat pada tahun 2011-2012, lebih dari 50% jagung dikonsumsi sebagai bahan makanan, benih dan industri dengan total 6,4 juta bushel jagung. Penggunaan sebagai bahan pakan dan residual menjadi tingkat konsumsi terbesar kedua di Amerika serikat dengan jumlah 4,6 juta bushel atau 36,3% dari total penggunaan keseluruhan. Sementara jumlah jagung yang ditujukan untuk ekspor sebesar 1,6 juta bushel atau sebesar 13% dari jumlah penggunaan pada tahun 2011-2012.
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 To ta l Pr o d u ksi p er 1000 Bu sh el
Tabel 1.1 Konsumsi Jagung Amerika Serikat Tahun 2011
Kategori Konsumsi Jumlah (1000 Bushel)
Pakan dan Residu 4600
Ekspor 1650 P eng gu n aan un tuk M akan an , beni h , dan in d u stri
Bahan Bakar Etanol 5000
Sirup Jagung Fruktosa 520
Pemanis Jagung 265
Pati 260
Sereal dan Lainnya 202
Minuman Alkohol 135
Benih 24
Total Penggunaan untuk Makanan, benih, dan
industri 6406
Total Penggunaan 12656
Sumber: Diolah dari Corn. Rooted in Human History
Penggunaan jagung sebagai makanan, benih, dan industri di Amerika Serikat sebagian besar digunakan untuk bahan bakar alternatif Etanol. Sebagai salah satu negara dengan keunggulan teknologi di dunia, jagung dikembangkan menjadi salah satu bahan bakar alternatif unggul yang dapat menjadi pengganti bahan bakar fosil. Jagung juga digunakan sebagai salah satu bahan pemanis pengganti gula yang lebih ramah bagi penderita diabetes, baik dalam bentuk gula pasir maupun sirup jagung fruktosa, dengan jumlah total konsumsi 785 ribu bushel.
Menurut data yang diterbitkan oleh ASEAN Food Security Information System (AFSIS) dalam laporan ASEAN Agricultural Commodity Outlook pada
tahun 2011 (Tabel 1.2) menyatakan bahwa Indonesia merupakan penghasil jagung terbesar di wilayah ASEAN (Association of South East Asian Nations). Dari total 36,5 juta ton jagung yang diproduksi dari wilayah ASEAN pada tahun 2011, Indonesia menyumbang 17,2 juta ton jagung atau sebesar 47%.
Tabel 1.2 Produksi Jagung ASEAN 2010-2012
Dalam 1000 Ton Negara 2010 2011 2012 ASEAN 36.796,61 36.598,26 37.862,38 Brunei - - - Kamboja 773,27 699,28 712 Indonesia 18.327,63 17.230,17 17.774,01 Laos 914,98 929,55 956,15 Malaysia - - - Myanmar 1.184,95 1.354,64 1.425,21 Filipina 6.376,8 6.989,84 7.396,88 Singapura - - - Thailand 4.612,18 4.609,18 4.690,13 Vietnam 4.606,8 4.785,6 4.908
Sumber: Diolah dari ASEAN Agricultural Commodity Outlook 2011
Thailand dan Vietnam menjadi negara kedua dan ketiga yang memproduksi jagung terbesar di ASEAN dengan rata-rata 12,5% dan 12,8% dari total produksi se-ASEAN. Sementara terdapat 3 negara yang tidak memproduksi jagung di ASEAN, antara lain Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura.
Jagung dapat tumbuh dengan subur di seluruh provinsi di Indonesia. Di beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan jagung dikonsumsi sebagai salah satu alternatif makanan pokok. Berdasarkan grafik 1.2 wilayah Jawa Timur menjadi daerah pemasok jagung terbesar di Indonesia pada tahun 2011 dengan 6,1 juta ton jagung yang diproduksi, disusul provinsi Jawa Tengah sebanyak 3,1 juta ton jagung
diproduksi pada 2011. Sementara itu, pada periode 2011, hanya wilayah DKI Jakarta yang tidak mampu memproduksi jagung bila dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Grafik 1.2 Tingkat Produksi Jagung Indonesia 2011
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015
Jagung digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan pokok pengganti beras bagi penderita diabetes, hal itu dikarenakan kandungan gizi Jagung yang sama dengan nasi, namun mengandung gula yang lebih rendah (www.organicfacts.net). Selain digunakan sebagai pengganti nasi, jagung juga dapat diolah menjadi berbagai macam hidangan lainnya. Selain menjadi makanan, Jagung juga menjadi salah satu bahan utama bagi para peternak sebagai bahan pakan ternaknya. Data dari Kementerian Pertanian menunjukan bahwa 6% konsumsi jagung digunakan untuk pakan ternak, sedangkan untuk olahan makanan sebesar 67% dari total produksi jagung tahunan di Indonesia.
Salah satu instrumen yang diperhatikan dalam melakukan kegiatan ekspor-impor antara lain adalah harga komoditas itu sendiri. Untuk komoditas jagung,
1.000.000 2.000.000 3.000.000 4.000.000 5.000.000 6.000.000 7.000.000 Dala m T o n
harga yang beredar di pasar merupakan harga jagung dan harga kontrak future dari jagung. Dua harga ini menjadi pertimbangan, baik bagi investor ataupun pemerintah, dalam menentukan pilihan yang diambil untuk membeli jagung.
Hull (2014) menyatakan bahwa “kontrak future adalah sebuah perjanjian untuk membeli atau menjual sebuah aset pada waktu yang ditentukan di masa mendatang pada harga yang telah ditetapkan.” Kontrak future merupakan salah satu jenis yang ditawarkan oleh pasar derivative. Derivative itu sendiri menurut Hull (2014) adalah “traded on exchange an in what are term over-the-counter (OTC) markets.”
Kontrak future dijual di pasar untuk membantu para investor dalam memperkirakan tingkat kerugian yang dialami. Para pembeli kontrak future pada umumnya membeli kontrak tersebut untuk melindungi asset mereka dari pengaruh fluktuasi harga di pasar. Namun, tidak hanya pelaku bisnis yang membeli kontrak future, yang tidak memiliki kebutuhan sama sekali atas komoditi tersebut, namun hanya melakukan transaksi untuk meraih keuntungan, disebut sebagai spekulator (Giha & Zuppiroli, 2014).
Berdasarkan artikel yang dimuat pada Economic History Association, kontrak future pertama kali diterapkan di Chicago, Amerika Serikat sekitar tahun 1848, ketika kanal yang menghubungkan Illinois dan Michigan yang menghubungkan sungai Illinois dan danau Michigan mulai dioperasikan. Kanal ini membantu para petani untuk dapat menjual hasil panen melintasi sungai. Lembaga pertama yang membantu transaksi kontrak future adalah Board of Trade of the City of Chicago, yang saat ini dikenal dengan nama Chicago Board of Trade (CBT).
Pemerintah Amerika Serikat juga turut membantu dalam mengembangkan kontrak future dengan mengeluarkan peraturan untuk mengawasi pelaksanaan kontrak future. Peraturan terkait kontrak future pertama kali dirumuskan pada kongres Commodity Exchange Act pada 1963, dimana pemerintah dapat bernegosiasi secara langsung dengan trader. Pada kongres ini juga diresmikannya Commodity Exchange Authority (CEA), salah satu divisi dari departemen pertanian Amerika Serikat, untuk melakukan pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas pertukaran dan menangani kejahatan manipulasi harga. Peraturan terbaru yang diterapkan di Amerika Serikat saat ini didasari oleh kongres yang diadakan pada tahun 2000, dengan penyesuaian terhadap tindak pelaksanaan dan pengawasan terhadap kompetisi di pasar.
Di Amerika Serikat pada tahun 2009 mencatat angka transaksi dengan menggunakan derivative sebesar 50,8 juta dollar (Tabel 1.3). Angka transaksi ini terbagi kedalam 2 bagian, yakni kontrak over-the-counter (OTC) dan juga kontrak
exchange-traded.
Transaksi yang dihitung kedalam over-the-counter contract antara lain adalah kontrak untuk suku bunga kurs tunggal, kontrak pertukaran mata uang asing, dan juga kontrak lainnya, antara lain saham, kredit derivatif, dan kontrak untuk perdagangan komoditas.
Tabel 1.3 Transaksi Derivative di Amerika Serikat Tahun 2009
Sumber: U.S. Treasury
Sedangkan transaksi yang masuk kedalam exchange traded contracts terbagi lagi menjadi dua, yaitu kontrak bagi warga negara Amerika Serikat yang memiliki kontrak untuk pertukaran mata uang asing, dan warga negara selain Amerika Serikat yang memilki kontrak untuk pertukaran mata uang dollar Amerika.
Hasil panen merupakan salah satu komoditas yang diperdagangkan dengan kontrak future di pasar internasional. Hasil pertambangan seperti minyak mentah, emas, mineral merupakan komoditas lainnya yang juga diperdagangkan dengan menggunakan kontrak future. Selain itu, hewan ternak juga diperdagangkan dengan kontrak future, yakni sapi dan babi. (Hull : 2014)
Financial Derivatives, Net
$ 50.804 By Type of Contract: Over-the-counter contracts $ 41.265 Single currency interest rate contracts
$ 26.349 Foreign exchange contracts
$ (313)
Other contracts (equity, credit derivative, and commodity contracts)
$ 15.229
Exchange -traded contracts
$ 9.539
U.S. residents' contracts on foreign exchanges
$ 12.963 Own contracts $ (287) Customer's contracts $ 13.250 Foreign residents' contracts on U.S. exchange
$ (3.424)
Indonesia sebagai negara yang kaya akan hasil pertanian dan pertambangan juga turur serta dalam pasar future. Kontrak future di Indonesia diprakarsai pada tahun 1991 dimana terdapat tiga asosiasi yang berkenan untuk memperdagangkan hasil komoditas di bursa. Tiga asosiasi tersebut antara lain adalah Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada tahun 1998 menjadi salah satu pemicu pemerintah menerbitkan UU No. 32 tahun 1997 tentang perdagangan berjangka komoditi, yang mana UU No. 32 tahun 1997 ini menjadi salah satu landasan yang sah dalam proses perdagangan komoditas, yang difasilitasi oleh Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Future Exchange).
Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) resmi didirikan pada 19 Agustus 1999 setelah memperoleh izin untuk beroperasi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Komoditas yang pertama kali diperdagangkan oleh BBJ adalah kopi robusta dan olein. Dibawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) terdapat 23 perusahaan yang memiliki izin resmi sebagai pihak ketiga yang membantu proses transaksi.
Penggunaan derivative sendiri di Indonesia masih belum begitu familiar. Lantara (2010) menyatakan bahwa dari 104 perusahaan yang disurvey, hanya 30 perusahaan atau 28.8% yang mendaftarkan diri sebagai pelaku derivative, sedangkan 71.1% sisanya tidak mendaftar menjadi pelaku derivative. Hasil survey tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, Eropa, bahkan Amerika latin. Dari 30 perusahaan yang menjadi pelaku aktif
derivative, hampir seluruh perusahaan (97%) menggunakan derivative untuk melakukan hedging, 3 % sisanya untuk mengambil posisi, dan tidak ada yang memiliki tujuan sebagai spekulator.
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas penggunaan hedging dengan kontrak future 3 bulan untuk komoditas jagung untuk periode tahun 2012
1.3.
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah untuk penelitian ini antara lain:
1. Harga spot jagung diambil dari data investing.com pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2012.
2. Harga kontrak future 3 bulan jagung diambil dari data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2012.
3. Harga yang digunakan dalam pengujian merupakan harga pada untuk tanggal yang memiliki bulan yang sama dengan bulan penyerahan komoditi jagung.
1.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat efektivitas hedging dengan menggunakan kontrak 3 bulan untuk komoditas jagung bagi para pelaku perdagangan komoditas di pasar Internasional.
1.5.
Manfaat Penelitian
Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui lebih lanjut mengenai keefektifan dari penggunaan kontrak future dalam perdagangan komoditas di Amerika Serikat, khususnya untuk tanaman jagung.
Bagi Investor
Investor mendapatkan tambahan informasi mengenai efektivitas dari pembelian/penjualan kontrak future, sehingga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan sebelum menentukan tindakan yang akan diambil.