Pada masa kini sistem perpipaan telah banyak digunakan sebagai sarana penyalur suatu fluida dari satu tempat ke tempat lain. Proses instalasi pipa sering terjadi pemindahan jalur instalasi, seperti yang terjadi pada instalasi pipa darat yang terletak pada Kecamatan Mranggen KP 118 sehingga jalur dipindahkan, pada pembelokan jalur pembentukan sudut menggunakan metode field cold bend variasi sudut dalam analisis stress yaitu , , dan dengan menggunakan software CAESAR II 5.1 . Adanya variasi pada sudut untuk menentukan kombinasi sudut yang optimum dari stress yang terjadi pada masing-masing variasi sudut. Dalam analisis yang dilakukan terdapat stress tertinggi yang terjadi pada kombinasi sudut pada jalur I sebesar 53159,3 psi pada node 30, dengan sudut pada jalur II sebesar 50175,3 psi pada node 52. Stress terkecil terdapat pada kombinasi sudut pada jalur I dengan stress sebesar 47900,4 psi pada node 30, dengan sudut pada jalur II stress yang terjadi sebesar 43790,8 psi terdapat pada node 60. Optimasi sudut yang digunakan dari analisis ini adalah sudut dengan stress terkecil dengan hasil optimasi tertinggi, sudut optimum dengan hasil optimasi tertinggi terdapat pada kombinasi sudut dengan yang memiliki stress terkecil yaitu sebesar 47900,4 psi. Hal ini dipengaruhi oleh besar kecilnya sudut yang dibentuk, namun kombinasi pada sudut mengakibatkan stress yang terjadi menjadi bervariasi.
Kata Kunci—Pipeline, Elbow, Stress analysis, CAESAR II, Optimasi.
I. PENDAHULUAN
istem perpipaan telah banyak digunakan sebagai salah satu sarana untuk menyalurkan fluida dari satu tempat ke tempat lain, terutama dalam dunia oil and gas.
Dalam proses instalasi pipa tak jarang jalur yang telah ditentukan tidak sesuai dilapangan, sehingga pengalihan jalur istalasi menjadi pilahan utama demi keselamatan. Pada kasus ini seperti yang terjadi pada instalasi pipa dari Desa Randu Blatung Kab. Blora sampai Tambak Lorok-Semarang, tepatnya pada KP 118, Desa Mranggen, Kab. Semarang, karena adanya rumah penduduk pada jalur instalasi sehingga jalur harus dipindahkan. Untuk pemindahan jalur diperlukan pembentukan sudut dari jalur I ke jalur II, pada kasus ini pembentukan sudut menggunakan metode field cold bend, dengan cara ditekuk menggunakan alat bending dan dengan
ketentuan tertentu, sehingga membentuk sudut yang diinginkan.
Gambar 1.1 Ilustrasi pemindahan jalur pipa
Pada pembentukan sudut ini diperlukan analisis pada sudut yang terbentuk akibat metode field cold bend terutama stress analysis khususnya terhadap sudut tersebut, dalam analisis yang dilakukan ini sudut bending yang digunakan adalah ,
, dan , pipa yang digunakan adalah pipa dengan spesifikasi API 5L X-65 yang terkubur sedalam 2 m dari permukaan tanah dengan spesifikasi sebagai berikut.
Tabel 1.1 Data material pipa
No. Pipe Properties Pipeline Data Unit
1 Standart API 5L (X-65)
2 PSL (Product
Specification Level) PSL 2
3 Nominal Outer Diameter 20 Inch
4 Wall Thicness 0.5 Inch
5 Spesified Minimum
Yield Strength 65000 Psi
6 Modulus of Elasticity of
Steel 29. 10
6 Psi
7 Pipeline Design Pressure 850 Psi 9 Pipeline Oprerating Pressure 800 Psi 10 Design Temperature 201.2 0F 11 Maximum Operating Temperature 172.4 0F
12 External Pipe Coating
Thickness 0.98 inch
13 Poisson ratio 0,3 -
14 Corrosion Allowance 0.125 inch
Optimasi konfigurasi sudut
elbow
dengan metode
field cold bend
untuk pipa darat
pada kondisi operasi
Yopy Hendra P., Daniel M Rosyid, dan Yoyok S Hadiwidodo
Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
Tabel 1.2 Data tanah
Jenis Tanah Clay
Massa Jenis Tanah 0.066 (kg/m3) Koefisien Friksi Tanah 0,3
Kedalaman Pipa dalam Tanah 6.562 (ft)
Densitas Tanah 104,02 (lb/ft^3)
Analisa ini mengacu pada kode standar ASME B31.8 Gas Transmission and Distribution Piping System yang menjelaskan tentang field cold bend, serta pada penelitian-penelitian sebelumnya
II. DASARTEORI
Suryadi telah memberikan gambaran tentang analisis bengkokan pada pipa dengan menggunakan metode elemen hingga pada tahun 2009, dalam analisis yang dilakukan oleh suryadi disebutkan bahwa semakin besar jari-jari bengkokan semakin kecil sudut optimum yang dicapai,
2.1 Metode Bending
Proses bending yang dilakukan disini adalah proses cold bending karena penampang yang digunakan dalam proses pembentukan adalah penampang yang kecil. Pengerjaan metode ini adalah metode bending ini digunakan pada material yang panjang untuk dapat diregangkan dan ditarik. Material diregangkan menurut panjangnya dan dalam batas elastisitasnya, yang dilakukan dengan menarik kedua ujungnya kemudian menggulungnya dengan alat penekuk.
Gambar 2.1 Ilustrasi metode field cold bend
Sesuai dengan kode standar ASME B31.8 2000, terdapat batasan dalam metode cold bend, sudut bending maksimum dalam cold bend dijelaskan dalam table dibawah ini
.
Tabel 2.1 Tabel field cold bend (ASME 31.8 Gas Transmission and Distribution Piping System) Nominal pipe size (inch) Deflection of longitudinal axis (deg) Minimum radius of bend in pipe diameter (inch) Smaller than 12 ASME 31.8 (841.231 d) 18D 12 3.2 18D 14 2.7 21D 16 2.4 24D 18 2.1 27D 20 and larger 1.9 30D
Pada kolom kedua ditunjukkan minimum defleksi pada pipa terhadap diameter luar, sedangkan pada kolom ketiga menunjukkan radius minimum terhadap diameter luar. Dalam metode cold bend ini lebih diperuntukkan sudut yang kecil. 2.2 Desain Pipeline
Dalam desain sistem perpipaan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan mulai dari jenis material pipa, jenis tanah, serta jenis fluida yang dialikan. Oleh karena itu untuk meminimalisir adanya kegagalan serta agar pipa dapat beroperasi sesuai dengan umur yang diharapkan diperlukan adanya analisis tentang tegangan yang terjadi akibat beban-beban dan gaya-gaya yang bekerja pada sistem perpipaan, namun dalam analisis tersebut diperlukan adanya acuan, dalam tugas akhir ini acuan yang digunakan adalah code ASME B31.8 2000 Gas Transmission and Distribution Piping System
2.2.1 Hoop Stress
Tegangan hoop atau tegangan gelung merupakan tegangan yang bekerja pada pipa dalam arah tangensial atau circumferential. Besarnya tegangan ini tergantung pada besar tekanan internal dimana besarnya bervariasi terhadap tebal dinding pipa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Perhitungan tegangan hoop atau tegangan gelung akan mengikuti code standar ASME B31.8 sebagai berikut :
( )
Tegangan hoop pada saat pipa beroperasi haruslah memenuhi kriteria tegangan hoop yang diijinkan sebagai berikut:
Dengan :
Sh = Hoop Stress (Psi)
F1 = Desain Faktor Hoop Stress
S = Specified Minimum Yield Strength,(Psi) T = Temperature Derating Factor
Pi = Internal Design Pressure (Psi) Pe = External Pressure (Psi) D = Diameter Luar dari Pipa (in) t = Wall Thickness (in)
2.2.2 Tegangan Kompresif Akibat Ekspansi Termal
Perbedaan temperatur saat instalasi dan operasi pipeline menyebabkan timbulnya ekspansi termal dalam arah longitudinal pipa. Namun karena pipeline berada dalam kondisi yang disebut restrained pipeline, maka pipa tidak dapat mengalami ekspansi sehingga timbul tegangan tekan termal sebagai berikut
( )
Dengan :
E = Modulus Young = 2,07E+5 (Psi) = Koefisien expansi termal 11,7E-6 (oC-1) T2 = Temperatur operasi (oF)
T1 = Temperatur instalasi (oF)
2.2.3 Tegangan Axial
Tegangan Aksial dalah tegangan yang ditimbulkan oleh gaya axial. Yang bekerja searah dengan sumbu pipa, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Gambar 2.3 Tegangan aksial pada pipa (Pratama, 2010)
Dengan:
R = Gaya yang terjadi sepajang pipa A = Luas penampang pipa ( )
Sx = Tegangan aksial (psi)
2.2.4 Tegangan Bending
Syarat keseimbangan statis pada sebuah benda yang terkena suatu beban pada penampangnya adalah ƩMz= 0. Pada umumnya, ini dipengaruhi hanya dengan membentuk sebuah momen perlawanan dalam (internal resisting moment) pada luas penampang dari irisan untuk menghadapi momen yang disebabkan oleh gaya luar, momen ini bekerja berlawanan arah dengan gaya luar yang bekerja. Dalam hal ini momen ini mengakibatkan adanya tegangan yang terjadi pada benda tersebut (dalam hal ini adalah pipa), maka untuk mengetahui tegangan yang terjadi akibat momen lentur pada pipa ini dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut
Dengan :
Sb = Bending stress
M = Bending moment pada pipa Z = Section modulus pipa ( )
2.2.5 Tegangan Longitudinal
Dalam desain pipa tegangan yang berpengaruh besar adalah tegangan longitudinal, karena tegangan ini merupakan tegangan aksial yang terjadi dari tegangan-tegangan karena factor-faktor berikut, Bending stress (Sb), Hoop Stress (Sh), Thermal stress (St), Stress due to axial loading (Sx) (Soegiono, 2007)
Dengan:
SP = 0.3 Sh(psi)
SB = Tegangan Tensile (psi) SX = Tegangan Axial (psi) ST = Tegangan Thermal (psi) 2.2.6 Tegangan Kombinasi
Tegangan–tegangan yang bekerja pada arah yang berbeda–beda pada pipa dapat dipandang secara menyeluruh dengan menggunakan hubungan tegangan kombinas sehingga diperoleh tegangan kombinasi sebagai berikut:
√ ( )
Deengan:
SE = Tegangan kombinasi (Psi) SH = Tegangan Hoop stress (Psi) Sl = Tegangan longitudinal (Psi)
= Tegangan geser tangensial (Psi)
Tegangan geser tangensial biasanya relatif kecil dibandingkan dengan tegangan – tegangan lain yang bekerja sehingga dapat diabaikan dalam analisis selanjutnya, sehingga persamaan dapat direduksi menjadi:
√
Tegangan ekivalen pada saat pipa beroperasi haruslah memenuhi kriteri tegangan ekivalen yang diijinkan. Tegangan ekivalen yang diijinkan didasarkan pada kriteria code standar yang digunakan sebagai berikut:
√ ( ) 2.3 Optimasi
Pengambilan keputusan dilihat dari aspek manapun adalah jantung proses manajemen. Seluruh fungsi-fungsi manajemen planning, organizing, directing, dan controlling memerlukan pengambilan keputusan. Ketrampilan pengambilan keputusan secara cepat dan akurat (menggunakan data-data dan informasi) merupakan kunci menjadi manajer yang efektif. Penerapan teori keputusan yang paling sederhana adalah penganmbilan keputusan dalam kondisi yang pasti (decision under certainty). Sekalipun jumlah pilihan yang tersedia banyak sekali, namun biasanya kita tidak menemui kesulitan yang berarti untuk memilih yang paling cocok buat kita. Dalam analisis yang akan dilakukan ini terdapat variable-variable konsekuensi dimana kendala atau batasannya adalah stress yang dipengaruhi oleh variasi sudut akibat pemindahan jalur pada instalasi pipa yang bertepatan pada KP 118 Desa Mranggen-Semarang. Pada kasus ini pengambilan keputusan menggunakan table optimasi, dengan cara menjumlahkan hasil dari ratio pada masing-masing constraint, sehingga mendapatkan pilihan variasi sudut yang paling optimum dengan harga optimasi paling tinggi.
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada tugas akhir ini menggunakan data yang didapat dari project instalasi pipa mulai dari Desa Randu Blatung Kabupaten Blora, hingga Tambak Lorok-Semarang, pipeline yang dianalisis adalah pipa bending dengan kondisi pipa terkubur, yang terjadi pada desa Mranggen, KP 118 yang mengalami pemindahan jalur instalasi dikarenakan oleh adanya rumah penduduk. Material pipa yang digunakan mengacu pada table 1.1, serata data tanah pada table 1.2, berikut adalah peta lokasi kasus pada tugas akhir ini:
Gambar 3.1 Lokasi pemindahan jalur
Hasil perhitungan untuk tegangan yang diijinkan pada metode field cold bend dengan menggunakan data pipa sebelumnya sebesar 58500 Psi.
3.1 Hasil Pemodelan dan Analisis
Langkah awal dalam pemodelan yang dilakukan pada software CAESAR II ini dengan memodelkan pipa lurus dengan titik awal pada node 10, dengan variasi sudut yang telah ditentukan sebelumnya, koordinat pada node 30-40 dibelokkan sehingga membentuk sudut yang diinginkan, berikut adalah masing-masing variasi sudut pada sudut : 3.1.1 Pemodelan variasi sudut jalur pipa I ( )
Pada pemodelan awal ini pada pipa jalur I membentuk sudut dikombinasikan dengan pipa jalur II yang menggukan variasi sudut sebagai berikut.
a). Sudut pada jalur II
Pada variasi sudut pertama ini menggunakan sudut awal dengan sudut akhir juga. Pada awal pemodelan dengan titik awal node 10 pipa dimodelkan dengan pipa lurus, dan kemudian dibelokkan pada node 30-40 sehingga membentuk sudut hingga pada node 80-90 pipa dibelokkan pada koordinat awal, sehingga pipa kembali pada jalur lurusnya seperti pada gambar berikut
Gambar 3.2 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan pada jalur pipa II
Gambar 3.3 Pemodelan untuk sudut pada variasi sudut I pada CAESAR II
Pada pemodelan di atas pipa dibelokkan pada sumbu Z, dengan sudut awal dan sumbu akhir , dengan pemodelan yang telah ada, maka pipa dapat dianalisis, sehingga diketahui tegangan yang bekerja pada pipa dengan variasi sudut .
Dari hasil analissi yang dilakukan didapatkan grafik stress yang terjadi pada pipa sebagai berikut,
Gambar 3.4 Grafik hasil analisis
Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa sudut yang terbentuk terdapat konsentrasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan node yang lain. Pada sudut pipa jalur I terjadi konsentrasi stress terbesar pada node 30 sebesar 47847.3 psi, sedangkan pada sudut jalur pipa II terjadi konsentrasi stress pada node 80 sebesar 49686.9 psi.
b). Sudut pada jalur II
Pada pemodelan dengan variasai sudut kedua ini langkah pemodelan sama dengan yang dilakukan pada pemodelan I, namun untuk variasi sudut II ini pada sudut bawah digunakan sudut , seingga pada pemodelan ini menggabungkan dua sudut yang berbeda, yaitu dan dengan menggunakan penghubung antara sudut awal dan sudut akhir, berikut adalah pemodelan pada variasi sudut II.
Gambar 3.5 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan pada jalur pipa II
Gambar 3.6 Pemodelan untuk sudut pada variasi sudut II pada CAESAR II
Dari hasil pemodelan di atas dapat diketahui tegangan yang terjadi pada pipa dengan memasukkan pembebanan yang bekerja pada pipa, dengan demikian akan terlihat tegangan yang terjadi pada pipa, serikut adalah grafik dari hasil analisis stress yang terjadi pada pipa.
Gambar 3.7 Grafik hasil analisis
Pada grafik di atas stress yang terjadi pada sudut yang terbentuk menunjukkan stress terbesar yang bekerja pada pipa, pada jalur I stress terbesar terdapat pada node 30 pada sudut sebesar 47900.4 psi, sedangkan pada jalur 2 pada sudut yang terbentuk mengalami stress terbesar pada node 60 sebesar 43790.8 psi.
c). Sudut pada jalur II
Pada variasi sudut III ini menggunakan kombinasi dari sudut dan , dengan metode pemodelan yang sama seperti variasi sebelumnya, namun dengan sudut akhir yang berbeda. Dari variasi yang telah dilakukan dapat terlihat perbedaan terdapat pada penghubung sudut yang digunakan akan lebih pendek jika sudut variasi yang digunakan semakin besar, berikut adalah hasil pemodelan pada variasi sudut III.
Gambar 3.8 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan pada jalur pipa II
Gambar 3.9 Pemodelan untuk sudut pada variasi sudut II pada CAESAR II
Dari hasil analisis pemodelan pipa diatas didapatkan stress yang terjadi pada tiap node pada pemodelan, dari harga stress tersebut didapatkan grafik persebaran stress yang terjadi pada pipa sebegai berikut.
Gambar 3.10 Grafik hasil analisis
Grafik di atas menunjukkan stress yang terjadi pada sudut di tiap jalur memiliki konsentrasi stress yang tinggi dibandingkan dengan stress pada pipa pada jalur yang lurus, pada sudut di jalur I mengalami stress sebesar 43822.8 psi pada node 30, sedangkan pada sudut di jalur II mengalami stress sebesar 43822.8 psi pada node 50.
Dari hasil analisis pada masing-masing sudut di atas didapatkan nilai perbandingan yang terjadi pada stress analysis untuk masing-masing sudut sebagai berikut.
Tabel 3.1 Perbandinga hasil analisis pada tiap variasi sudut
3.1.2 Pemodelan variasi sudut jalur pipa I ( )
Pada analisis kedua ini pipa pada jalur I akan dibentuk sudut , sedangkan pada pipa jalur II menggunakan variasi sudut seperti pada analisis berikut.
a). Sudut pada jalur II
Pada hasil analisis pipa dengan sudut pipa bending dan ini dapat diketahui dalam output pada analisis pada software caesar II dengan hasil seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 3.11 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan pada jalur pipa II
Gambar 3.12 Pemodelan untuk sudut pada variasi sudut II pada CAESAR II
Dari hasil anaisis pada CAESAR II didapatkan stress yang bekerja pada masing-masing node, dan didapatkan grafik stress yang bekerja pada pipa seperti grafik dibawah ini.
Gambar 3.13 Grafik hasil analisis
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa sudut yang dibentuk mengalami stress yang lebih besar dibandingkan dengan stress yang terjadi pada pipa lurus pada masing-masing jalur. Sudut pada jalur I menunjukkan stress sebesar 48533.9 psi yang terjadi pada node 30 tepatnya pada sudut yang terbentuk pada jalur I, sedangkan sudut pada jalur II menunjukkan harga stress sebesar 46830.1 psi, yang terletak pada node 60 khususnya pada sudut jalur II.
b). Sudut pada jalur II
Pada pipa dengan variasi sudut menghasilkan nilai stress yang berbeda, hasil pemodelan maupun nilai stress yang dihasilkan dari software CAESAR II ini dapat dilihat dalam hasil pemodelan dibawah ini.
Gambar 3.14 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan
pada jalur pipa II
Combine Stress Allowable Stress Combine Stress Allowable Stress 47847.3 58500 40.9 5 49686.9 58500 42.5 47900.4 58500 40.9 10 43790.8 58500 37.4 43822.8 58500 37.5 15 49278.9 58500 42.1 Ratio (%) Combinasi sudut I 5 Sudut Jalur I
Stress pada jalur I
Ratio (%) Sudut Jalur II
Stress pada jalur II
0 20000 40000 60000 10 24 30 40 45 53 58 63 81 Co m b in e S tr e ss lb ./sq .i n . Node
Combine Stress lb./sq.in.
Combine Stress lb./sq.in.
Gambar 3.15 Pemodelan sudut variasi sudut II pada CAESAR II
Dari hasil analisis didapatkan sebaran stress yang bekrja pada pipa, sehingga dihasilkan grafik yang menunjukkan stress yang bekerja pada masing-masing node pada pipa seperti pada gambar grafik dibawah ini.
Gambar 3.16 Grafik hasil analisis
Pada grafik tersebut stress yang bekerja pada pipa dapat dilihat, bahwa pada masing-masing sudut baik pada jalur I maupun sudut pada jalur 2 terdapat konsentrasi stress. Pada sudut jalur I stress yang terjadi sebesar 47294.4 psi yang terletak pada node 30, sedangkan untuk sudut pada jalur II stress yang terjadi sebesar 49812.1 psi terletak pada node 60. c). Sudut pada jalur II
Untuk pipa dengan variasi sudut dengan didapatkan nilai-nilai stress pada masing-masing node yang berbeda pada analisis yang dilakukan dengan menggunakan software CAESAR II, berikut adalah hasil pemodelan pada variasi sudut dan yang telah dilakukan.
Gambar 3.17 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan
pada jalur pipa II
Gambar 3.18 Pemodelan sudut variasi sudut II pada CAESAR II
Dari hasil anaisis pada CAESAR II didapatkan stress yang bekerja pada masing-masing node, dan didapatkan grafik stress yang bekerja pada pipa seperti grafik dibawah ini.
Gambar 3.19 Grafik hasil analisis
Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa sudut yang terbentuk terdapat konsentrasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan node yang lain. Pada sudut pipa jalur I terjadi konsentrasi stress terbesar pada node 30 sebesar 45609.8 psi, sedangkan pada sudut jalur pipa II terjadi konsentrasi stress pada node 53 sebesar 51452.3psi.
Dari hasil analisis untuk masing-masing variasi sudut didapatkan perbandingan dari stress yang terjadi pada sudut pipa pada tiap analisis yang telah dilakukan seperti pada table dibawah ini.
Tabel 3.2 Perbandinga hasil analisis pada tiap variasi sudut
3.1.3 Pemodelan variasi sudut jalur pipa I ( )
Untuk analisis kombinasi sudut yang akhir ini pada pipa jalur I akan digunakan sudut , sedangkan untuk pipa jalur II menggukan variasi sudut yang akan dikombinasikan dengan sudut pada jalur I, berikut adalah analisis variasi sudut pada jalur II.
a). Sudut pada jalur II
Pada variasi sudut selanjutnya adalah sudut dengan kombinasi dengansudut , , dan . Dengan tujuan mencari nilai stress minimum yang bekerja pada pipa pada kondisi operasi. Untuk kombinasi sudut pertama adalah sudut
dengan sudut , hasil dari pemodelan pada analisis ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.20 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan
pada jalur pipa II
Gambar 3.21 Pemodelan sudut variasi sudut II pada CAESAR II
Hasil analisis dari pemodelan yang dilakukan diatas didapatkan output stress yang bekerja pada pipa pada masing-masing node, stress yang terjadi dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini.
Gambar 3.22 Grafik hasil analisis
Pada grafik di atas stress yang terjadi pada sudut yang terbentuk menunjukkan stress terbesar yang bekerja pada pipa, pada jalur I stress terbesar terdapat pada node 30 pada sudut sebesar 49949.1 psi, sedangkan pada jalur 2 pada sudut yang terbentuk mengalami stress terbesar pada node 60 sebesar 48150.9 psi.
b). Sudut pada jalur II
Pada variasi sudut yang kedua adalah kombinasi dari sudut dengan sudut , hasil pemodelan dapat terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.23 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan
pada jalur pipa II
Gambar 3.24 Pemodelan sudut variasi sudut II pada CAESAR II
Dari hasil analisis didapatkan grafik hasil dari persebaran stress yang terjadi pada pipa untuk masing-masing node deperti grafik dibawah ini.
Combine Stress Allowable Stress Combine Stress Allowable Stress 45533.9 58500 38.9 5 49830.1 58500 42.6 47294.4 58500 40.4 10 49812.1 58500 42.6 45609.8 58500 39.0 15 51452.3 58500 44.0 Ratio (%) Combinasi sudut II 10 Sudut Jalur I
Stress pada jalur I
Ratio (%) Sudut Jalur II
Gambar 3.25 Grafik hasil analisis
Grafik di atas menunjukkan stress yang terjadi pada sudut di tiap jalur memiliki konsentrasi stress yang tinggi dibandingkan dengan stress pada pipa pada jalur yang lurus, pada sudut di jalur I mengalami stress sebesar 50642.1 psi pada node 30, sedangkan pada sudut di jalur II mengalami stress sebesar 49643 psi pada node 50.
c). Sudut pada jalur II
Dan pada variasi ketiga adalah sudut , pada kombinasi sudut ketiga ini menggunakan sudut yang sama, dengan hasil pemodelan sebagai berikut
Gambar 3.26 Ilustrasi untuk sudut pada jalur pipa I dan
pada jalur pipa II
Gambar 3.27 Pemodelan sudut variasi sudut II pada CAESAR II
Dari hasil analisis pemodelan pipa diatas didapatkan stress yang terjadi pada tiap node pada pemodelan, dari harga stress tersebut didapatkan grafik persebaran stress yang terjadi pada pipa sebegai berikut.
Gambar 3.28 Grafik hasil analisis
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa sudut yang dibentuk mengalami stress yang lebih besar dibandingkan dengan stress yang terjadi pada pipa lurus pada masing-masing jalur. Sudut pada jalur I menunjukkan stress sebesar 53159.3 psi yang terjadi pada node 30 tepatnya pada sudut yang terbentuk pada jalur I, sedangkan sudut pada jalur II menunjukkan harga stress sebesar 50175.3 psi, yang terletak pada node 52 khususnya pada sudut jalur II.
Pada analisa di atas didapatkan perbandingan dari hasil analisis pada sudut pipa yang telah dilakukan si atas, berikut adalah perbandingan dari masing-masing stress yang terjadi pada tiap variasi sudut.
Tabel 3.3 Perbandinga hasil analisis pada tiap variasi sudut
3.2 Hasil Optimasi
Dari analisis sebelumnya pada kendala atau batasan yang digunakan dalam analisis optimasi ini telah diketahui stress yang terjadi pada masing-masing variasi sudut, sehingga analisis optimasi dapat dilakukan. Berikut adalah table analisis optimasi yang telah dilakukan.
Combine Stress Allowable Stress Combine Stress Allowable Stress 49949.1 58500 42.7 5 48150.9 58500 41.2 50642.1 58500 43.3 10 49643 58500 42.4 53159.3 58500 45.4 15 50175.3 58500 42.9 Ratio (%) Combinasi sudut III
15 Sudut Jalur I
Stress pada jalur I
Ratio (%) Sudut Jalur II
Tabel 3.4 Tabel optimasi variasi sudut
Dari table diatas hasil optimasi pada masing-masing sudut dapat diketahui, sehingga sudut yang paling optimum dalam analisis ini dapat ditentukan melalui table diatas, dari table tersebut sudut optimum untuk digunakan adalah kombinasi sudut dengan sudut dengan optimasi 21.6%. Sehingga sudut yang optimum untuk digunakan adalah sudut dengan kombinasi sudut , dengan pertimbangan analisis stress pada kombinasi sudut tersebut dapat dikatakan yang paling aman untuk digunakan
.
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian tugas akhir ini antara lain:
1. Pada analisis stress yang terjadi pada variasi kombinasi sudut yang dibentuk dengan metode field cold bend dengan mengacu pada code ASME 31.8 Gas Transmission and Distribution Piping System, stress yang terjadi pada pipa saat kondisi operasi terbesar terdapat pada kombinasi sudut dengan sudut stress yang terjadi 53159,3 psi dengan ratio 90,9 %, dan stress terkecil terdapat pada pipa pada jalur I dengan sudut dan pada jalur II memiliki sudut dengan stress sebesar 47900.4 psi, dengan ratio 81,9%. Hal ini dikarenakan adanya variasi sudut yang tejadi pada pipa sehingga menimbulkan stress yang berbeda pada pipa tersebut.
2. Optimasi sudut terhadap stress yang telah dilakukan mendapatkan sudut yang paling optimum yaitu pada kombinasi sudut dan dengan optimasi 21,6%, dengan stress 47900,4 psi pada sudut pipa jalur I dan 43790,8 psi pada sudut pipa jalur II, karena dari hasil analisis yang dilakukan pada kombinasi sudut tersebut memiliki optimasi paling besar dibandingkan dengan kombinasi sudut yang lain.
Untuk pemindahan jalur pipa pada desa Mranggen-Semarang sudut yang paling optimum untuk digunakan dengan
bembelokan dengan menggunakan field cold bend adalah sudut dengan kombinasi sudut
UCAPANTERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Daniel M. Rosyid dan Bapak Yoyok S. Hadiwidodo, serta Mas Riki Satrio Nugroho, S.T. yang telah berkenan membimbing dan memberikan data-data yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dalam makalah ini.
DAFTARPUSTAKA
[1] American Society of Mechanical Engineers (ASME).B31.4.2002.“Pipeline Transportation Systems for
liquid Hydrocarbon and other liquids”. USA.
[2] American Society of Mechanical Engineers (ASME).B31.8.2007.“ Gas Transmission and Distribution
Piping System”. USA.
[3] American Society of Civil Engineers (ASCE).2001.”Guidelines
for the Design of Buried Steel Pipe”.USA.
[4] B. Young, H. Soren.1999.”Bending moment capacity of
pipes”.Houston,Texas: USA.
[5] Det Norske Veritas (DNV).OS-F101.2000.“Submarine Pipeline System”.Hovik, Norway: Veritasveien.
[6] E.W. McAllister.2009.”PIPELINE RULE of THUMB”.USA
[7] Fyrileiv, O., Collberg, L.2005.”Influence of pressure in pipeline
design-effectiveaxial force”.Norway
[8] Hidayat. A.R.2012.” Studi eksperimen perbandingan laju korosi
dan Surface morfologi pada plat ASTM (American Society for
Testing and Material) A36 dengan menggunakan variasi sudut
bending”.Jurnal Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
[9] Rahman.F.F.2012.”Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval
buckling pada Pipeline 16" dan Corrective action-nya:Studi
Kasus Pipa Onshore Milik JOB PPEJ”.Jurnal Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopenber Surabaya.
[10] Rosyid, D.M.2009.”OPTIMASI”.Surabaya: ITS Press.
[11] Soegiono. (2007).” Pipa Laut”. Surabaya: Airlangga University Press. Combine Stress Allowable Stress Combine Stress Allowable Stress 47847.3 58500 40.9 5 49686.9 58500 42.5 16.6 47900.4 58500 40.9 10 43790.8 58500 37.4 21.6 43822.8 58500 37.5 15 49278.9 58500 42.1 20.4 48533.9 58500 41.5 5 46830.1 58500 40.0 18.5 47294.4 58500 40.4 10 49812.1 58500 42.6 17.0 45609.8 58500 39.0 15 51452.3 58500 44.0 17.0 49949.1 58500 42.7 5 48150.9 58500 41.2 16.2 50642.1 58500 43.3 10 49643 58500 42.4 14.3 53159.3 58500 45.4 15 50175.3 58500 42.9 11.7 5 10 15 Sudut Jalur I Combinasi sudut II
Combinasi sudut III Combinasi sudut I Ratio
(%)
Optimasi (%) Stress pada jalur I Stress pada jalur II
Sudut Jalur II
Ratio (%)